Anda di halaman 1dari 22

3

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Pengertian Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa (Syaifuddin, 2006). 2.1.2 Fungsi Kulit Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu: a. Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol, dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis (Syaifuddin, 2006). b. Fungsi absorbsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban dan metabolismce. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis (Syaifuddin, 2006).

c. Fungsi kulit sebagai pengatur panas Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu viseral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan) (Syaifuddin, 2006). Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat, kontraksi otot dan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik (Syaifuddin, 2006). d. Fungsi ekskresi Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit (Syaifuddin, 2006). e. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Respon terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan

oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis (Syaifuddin, 2006). f. Fungsi pembentukan pigmen Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari mempengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten (Syaifuddin, 2006). g. Fungsi keratinisasi Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel gr anulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi menjadi sel tanduk yang amorf (Syaifuddin, 2006). h. Fungsi pembentukan vitamin D Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan (Syaifuddin, 2006). 2.1.3 Lapisan Kulit 1. Epidermis Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit dan terdiri dari jaringan epitel berlapis pipih. Epidermis terdiri dari lima lapisan, yaitu a) Stratum korneum

Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus-menerus dilepaskan (Pearce, 2002). Pada lapisan ini selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin (Syaifuddin, 2006). b) Stratum lusidum Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan ini terlihat seperti suatu pita yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat (Syaifuddin, 2006). c) Stratum granulosum Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel tersebut hanya terdapat hanya 2-4 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum granulosum (Syaifuddin, 2006). d) Stratum spinosum / Stratum akantosum Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosum karena jika dilihat di bawah mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut interceluler bridges atau jembatan interseluler (Syaifuddin, 2006). e) Stratum basal / germinativum

Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna (Syaifuddin, 2006). Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg (prosessus interpapilaris) (Syaifuddin, 2006). 2. Dermis atau Korium Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit (Syaifuddin, 2006). Lapisan ini tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu a) Pars papilaris (stratum papilar) Letaknya bagian atas, yang tersusun atas jaringan ikat kendor, membentuk papil yang menonjol ke epidermis. Lapisan ini kaya akan pembuluh darah kapiler (Syaifuddin, 2006). b) Stratum retikularis Letaknya bagian bawah, yang tersusun atas jaringan ikat padat tidak teratur (Syaifuddin, 2006).

2.1.4

Bagian-bagian kulit a. Rambut Rambut adalah sel epidermis yang berubah, rambut tumbuh dari folikel rambut di dalam epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasarnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut batang rambut. Pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut. Rambut terdiri dari: Rambut panjang di kepala,pubis dan jenggot. Rambut pendek di lubang hidung, liang telinga dan alis. Rambut bulu lanugo di seluruh tubuh. Rambut seksual di pubis dan aksila (ketiak) (Syaifuddin, 2006)

b. Kuku Kuku adalah sel epidermis kulit-kulit yang telah berubah, tertanam dalam palung kuku menurut garis lekukan pada kulit. Palung kuku mendapat persarafan dan pembuluh darah yang banyak. Bagian proksimal terletak dalam lipatan kulit merupakan awal kuku tumbuh, badan kuku, bagian yang tidak ditutupi kulit dengan kuat terikat dalam palung kulit dan bagian atas merupakan bagian yang bebas. Bagian dari kuku terdiri dari ujung kuku atas ujun batas, badan kuku Yng merupakan bagian yang besar, dan akar kuku (radiks) (Syaifuddin, 2006). c. Kelenjar kulit Kelenjar kulit mempunyai tubulus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus merupakan jalan keluar untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan (kelenjar keringat). Kulit mempunyai daya regenerasi yang besar. Setelah kulit terluka, sel-sel dalam dermis melawan infeksi lokal kapiler dan jaringan ikat akan mengalami regenerasi epitel yang tumbuh

dari tepi luka menutupi jaringan ikat yang bergenerasi sehingga terbentuk jaringan parut. Pada mulanya berwarna kemerahan karena meningkatnya jumlah kapiler akhirnya berubah menjadi sabut kolagen keputihan yang terlihat melalui epitel (Syaifuddin, 2006). Manifestasi ketuaan kulit meliputi kulit tampak lebih tipis karena perubahan dalam komposisi kimia zat dasar jaringan ikat. Karena kekurangan cairan dan hilangnya elastisitas pada serat-serat elastis dermis dan subkutis akibat lipatan kulit yang ditimbulkan dengan menarik jaringan di bawahnya, lambat laun menghilang dan akan timbul bintik pigmentasi yang tidak beraturan (Syaifuddin, 2006). Kelenjar sebasea berasal dari rambut yang bermuara pada saluran folikel rambut untuk melumasi rambut dan kulit yang berdekatan. Kelenjar kantongnya dalam kulit, bentuknya seperti botoldan bermuara dalam folikel rambut. Paling banyak terdapat pada kepala dan wajah sekitar hidung, mulut dan telinga, tidak terdapat pada telapak kaki dan telapak tangan. Ada dua kelenjar yang terdapat pada kulit yaitu kelenjar keringat yang menghasilkan kelenjar sudorivera dan kelenjar yang menghasilkan kelenjar sebasea. Kelenjar terdiri dari badan kelenjar, saluran kelenjar, dan muara kelenjar (Syaifuddin, 2006). 2.1.5 Jenis-jenis Kulit Pada umumnya jenis kulit manusia dapat dikelompokkan menjadi : a. Kulit Normal Ciri-ciri kulit normal adalah kulit lembut, lembab berembun, segar dan bercahaya, halus dan mulus, tanpa jerawat, elastis, serta tidak terlihat minyak yang berlebihan juga tidak terlihat kering. b. Kulit Berminyak Kulit berminyak banyak dialami oleh wanita di daerah tropis. Karena pengaruh hormonal, kulit berminyak biasa dijumpai pada remaja

10

puteri usia sekitar 20 tahunan, meski ada juga pada wanita usia 30-40 tahun yang mengalaminya. Penyebab kulit berminyak adalah karena kelenjar minyak (sebaceous gland) sangat produktif, hingga tidak mampu mengontrol jumlah minyak (sebum) yang harus dikeluarkan. Sebaceaous gland pada kulit berminyak yang biasanya terletak di lapisan dermis, mudah terpicu untuk bekerja lebih aktif.

11

c. Kulit Kering Kulit kering memiliki kadar minyak atau sebum yang sangat rendah dan cenderung sensitif, sehingga terlihat parched karena kulit tidak mampu mempertahankan kelembabannya. Garis atau kerutan sekitar pipi, mata dan sekitar bibir dapat muncul dengan mudah pada wajah yang berkulit kering. Kulit kering merupakan bentuk lain dari tanda tidak aktifnya kelenjar thyroid dan komplikasi pada penderita diabetes. Kulit kering terjadi jika keseimbangan kadar minyak terganggu. Pada kulit berminyak terjadi kelebihan minyak dan pada kulit kering justru kekurangan minyak. Kandungan lemak pada kulit kering sangat sedikit, sehingga mudah terjadi penuaan dini yang ditandai keriput dan kulit terlihat lelah serta terlihat kasar. d. Kulit Sensitif Diagnosis kulit sensitif didasarkan atas gejala-gejala penambahan warna, dan reaksi cepat terhadap rangsangan. Kulit sensitif biasanya lebih tipis dari jenis kulit lain sehingga sangat peka terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan alergi (allergen). Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf pada kulit sensitif terletak sangat dekat dengan permukaan kulit. Jika terkena allergen, reaksinya pun sangat cepat. Bentuk-bentuk reaksi pada kulit sensitif biasanya berupa bercak merah, gatal, iritasi hingga luka yang jika tidak dirawat secara baik dan benar akan berdampak serius. Warna kemerahan pada kulit sensitif disebabkan allergen memacu pembuluh darah dan memperbanyak aliran darah ke permukaan kulit. e. Kulit Kombinasi atau Kulit Campuran Faktor genetis menyebabkan kulit kombinasi banyak ditemukan di Asia. Banyak wanita timur terutama di daerah tropis yang memiliki kulit kombinasi kering-berminyak atau normal-berminyak. Pada kondisi tertentu kadang dijumpai kulit sensitif-berminyak. Kulit kombinasi terjadi

12

jika kadar minyak di wajah tidak merata. Pada bagian tertentu kelenjar keringat sangat aktif sedangkan daerah lain tidak. 2.2 Luka 2.2.1 Definisi Luka atau cedera adalah kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang disebabkan suatu paksaan atau tekanan fisik dan kimiawi ( Kuraesin, 2007). Berdasarkan jenis penyebab yang menimbulkannya,luka dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian,yaitu: a. Luka bersih Luka bersih adalah luka yang disebabkan oleh suatu tindakan operasi yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidangnya sehingga resiko yang dihadapi pasien akan sangat kecil karena aspek kontaminasi dan kebersihan luka sangat diperhatikan( Kuraesin, 2007). b. Luka bersih terkontaminasi Luka bersih terkontaminasi adalah luka yang disebabkan oleh suatu tindakan operasi yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidangnya, tetapi terkontaminasi pada saat dilakukannya pembedahan.Luka jenis biasanya terjadi di dalam kamar operasi atau pada saat pasien dirawat diruang perawatan pasca pemulihan operasi( Kuraesin, 2007). c. Luka kotor Luka kotor adalah luka yang disebabkan suatu kejadian yang tidak disengaja seperti kecelakaan sehingga mengakibatkan patah tulang terbuka dan luka sobekan, terbuka,atau memar. Sehubungan dengan penyebabnya yang di luar dugaan,kita tidak dapat mempersiapkan segala sesuatunya sehingga memungkinkan adanya mikroorganisme atau kotoran yang masuk dan menempel pada luka tersebut.

13

Pada akhirnya akan menyebabkan infeksi pada luka tersebut sehingga waktu penyembuhannya pun bermacam-macam tergantung dari berapa besar infeksi yang ditimbulkan luka tersebut ( Kuraesin, 2007). d. Luka kotor terkontaminasi Luka kotor terkontaminasi melakukan operasi. Luka tersebut sudah bernanah dan sudah membentuk lubang yang kotor sehingga membutuhkan perawatan khusus untuk mencegah terjadinya pembusukan pada jaringan tubuh lainnya( Kuraesin, 2007). Jika hal ini terjadi,jaringan tubuh akan mengeluarkan reaksi yang bermacam-macam terhadap luka yang ditimbulkannya. Ada tiga fase reaksi hnmjaringan tubuh terhadap luka yaitu: a. Fase 1 Selama beberapa hari pada minggu pertama akan memasuki fase inflamasi atau fase pembengkakan.pembengkakan jaringan yang tersayat disebabkan massa cairan tubuh yang terkumpul dan terdapatnya sel fibroblast yang dapat meningkatkan suplai darah ke daerah luka (Kuraesin, 2007). b. Fase 2 Selama berlangsungnya proses pada fase 1,fibrioblast akan berubah menjadi jaringan kolagen.Kolagen adalah sel protein yang berfungsi membantu penyembuhan luka dengan mempertahankan jaringan agar tetap terjaga kelenturannya (Kuraesin, 2007). c. Fase 3 Proses pada fase ini adalah pembentukan jaringan kolagen yang cukup,selanjutnya jaringan kolagen itu secara bertahap akan mengembalikan kelenturan jaringan kulit sehingga kembali pada keadaan normal (Kuraesin, 2007). adalah luka kotor yang sudah terkontaminasi atau luka operasi yang sudah terkontaminasi pada saat

14

2.2.2 Berbagai jenis luka a. Luka tertutup Luka tertutup adalah luka dimana jaringan yang ada permukaan tidak rusak, seperti kseleo, terkilir, patah tulang dan sebagainya (Tarigan, 2007). b. Luka terbuka Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan selaput lendir rusak. Kerusakan ini dapat terjadi karena suatu kesengajaan seperti pada tindakan operasi. Di sini orang ingin membuat suatu luka yang sedemikian rupa agar luka ini dengan secepatnya dapat sembuh. Luka terbuka yang di buat dengan tidak sengaja, merupakan penyebab dari kecelakaan, kita sebut sebagai luka traumatis. Bentuk luka yang paling sering menonjol adalah luka laserasi yang terjadi pada permukaan kulit. Suatu luka terpotong adalah suatu luka yanng lebbih dalam dari luka laserasi/ lecet dan mempunyai dindingdinding luka yang licin, ini membuat efek yang positif terhadap penyembuhannya (Tarigan, 2007). Luka robek juga dapat dalam akan tetapi mempunyai dinding-dinding luka yang tidak rata. Ini mempunyai efek negatif terhadap penyembuhannya. Luka tusuk biasanya sangat dalam yang bmenyebabkan jaringan-jaringan yang ada di dalamnya rusak.Luka-luka tusuk empunyai permukaan yang rata. Luka penetrasi terjadi jika suatu benda (misalnya peluru) yang masuk dalam tubuh. Di sini jaringan-jaringan yang ada di dalamnya rusak, dan dindingdinding luka tidak rata (Tarigan, 2007). Pada suattu luka bakar terdapat keadaan yang sama halnya seperti pada luka amputasi dan luka dekubitis.Pada suatu amputasi, sering mengenai bidang luas yang menyebabkan penyembuhannya tidak begitu cepat.

15

2.2.3

Pertolongan pertama pada luka Pertolongan pertama terhadap luka bertujuan untuk menghentikan

perdarahan, mencegah terjadinya infeksi, serta mencegah parahnya kerusakan jaringan. a. Pertolongan pertama pada Luka tergores (lecet). b. Cuci luka di bawah kran air yang mengalir atau bersihkan dengan lap bersih dan air dingin, segala kotoran terlepas dari permukaan kulit. c. Bila luka tidak parah, berikan obat merah atau sejenisnya, lalu biarkan sebentar agar kering. d. Pertolongan pertama pada luka teriris pertolongan pertama bertujuan menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya infeksi. Caranya: Tekan luka dengan kapas dilapis kain kassa atau saputangan yang bersih. Sebaiknya jangan pakai bahan yang berbulu. Tekan terus sampai darah berhenti dan biarkan kassa atau saputangan di tempat luka hingga beberapa saat setelah darah berhenti. Bila kapas atau saputangan telah basah, jangan ganti dengan yang barum tambahkan kapas di atasnya. Bila perdarahan terjadi di daerah lengan atau tungkai, angat bagian yang luka ke aras hingga posisinya lebih tinggi untuk membantu menghentikan perdarahan. Akan tetapi, jangan tinggikan lengan atau tungkai bila Anda mencurigai ada tulang yang patah. Bila luka terlihat cukup dalam, pergilah segera ke dokter, karena mungkin harus segera dijahit. Bila tidak, segeralah obati dan bungkus dengan perban. e. Pertolongan pertama pada luka tersobek yang dapat dilakukan sama seperti luka teriris. f. Pertolongan pertamhga pada luka tertusuk adalah: yang dapat dilakukan

16

Bersihkan luka dengan air hangat. Bila tidak ada air hangat bisa dibersihkan di bawah kran air. Untuk mencegah infeksi, berilah alkohol di sekitar daerah yang kena luka dan tutuplah dengan pembalut. Bila luka cukup dalam, bawalah segera ke dokter g. Pertolongan pertama pjhbada Luka bakar yang dapat dilakukan adalah: Bila penyebabnya karena api yang masih menyala, bungkuslah tubuh anak dengan selimut atau bahan lain yang tidak dapat terbakar. Janganlah Anda menyiram air jika di sekitarnya terdapat benda-benda yang mengandung aliran lsitrik, karena ia bisa tersengat listrik. Segera setelah api padam, dinginkan daerah yang terbakar dengan air yang mengalir lebih kurang 10-15 menit. Hal yang sama juga dilakukan pada luka bakar dengan sebab lain. Jika bagian badannya yang terbakar, janganlah Anda mencoba membuka pakaiannya. Segera bawa penderita ke dokter. Pemberian kecap, mentega atau odol sebaiknya tidak dilakukan, karena sebagian ahli percaya bahwa zat-zat semacam itu dapat menjadi tempat persembunyian kuman. Lebih baik mengolesi luka bakar dengan salep antibionmtika yang dianjurkan oleh dokter. h. Pertolongan pertama pada luka memar yang dapat dilakukan adalah: agar memar tidak bertambah luas, kompreslah dengan es di sekeliling daerah yang kena benturan. Tindakan ini membantu mengerutkan pembuluh darah dan mengurangi perdarahan di bawah kulit, serta mengurangi pembengkakan. Bila timbul pembengkakan yang besar dan setelah terjadi kejadian si anak muntah-muntah, segera bawa ke dokter. Pada anak yang jatuh, seringkali tidak diketahui apakah ia mengalami patah tulang atau tidak, karena hal ini tidak segera

17

nyata terlihat. Oleh karena itu, bila anak baru mengalami jatuh yang keras atau aneh posisinya, atau mengalami pukulan yang keras, bertindaklah hati-hati. Daerah yang terkena sedapat mungkin jangan digerakkan. Bila Anda mencurigai adanya tungkai yang patah, bungkuslah tungkai yang patah ke tungkai sebelahnya dengan sehelai kain dan berikan bantalan di antaranya. Kemudian bawalah segera ke dokter. Bila terjadi kecelakaan akibat pukulan pada daerah kepala, perhatikan tanda-tanda yang menyertainya. Misalnya pusing, mengantuk, sakit kepala, napas pendek atau berbunyi, keluar cairan atau darah dari hidung, mulut atau telinga, segera bawa ke dokter. Ada baiknya Anda berkonsultasi ke dokter bila anak jatuh atau kena pukul bagian kepalanya, karena anak sulit menjelaskan tandatanda yang timbul sesudahnya (Tarigan, 2007).

2.2.4 Penyembuhan Luka Melihat bahwa pada luka terjadi kerusakan pada jaringan maka tubuh akan bereaksi sama seperti yang terjadi pada peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di daerah yang terluka akan melebar dan mengangkut sel-sel yang mati dan rusak. Di daerah luka akan terbentuk jaringan dari serat-serat protein (fibrin). Jaringan ini nanti akan membentuk suatu lapisan yang keras yang melindungi luka tersebut (Stevens P.J.M., dkk. 1999). Pada saat yang bersamaan akan tumbuh pada tepi-tepi luka suatu jaringan granulasi. Jika luka itu bersih dan karena adanya jaringan-jaringan mati (nekrois) yang lebih sedikit pada luka tersebut, maka pertumbuhan dari jaringan granulasi itu - yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah dan jaringan-jaringan ikat akan berjalan dengan lebih baik. Jika pada seluruh permukaan luka sudah terbentuk jaringan granulasi maka keropeng luka akan terlepas. Kemudian akan terbentuk bekas luka tertutup oleh lapisan kulit yang tipis (bekas luka yang tertutup lapisan

18

kulit itu adalah lapisan granulasi). Tanda-tanda bekas ini akan memudar dan berkerut (Stevens P.J.M., dkk. 1999).jmk Di samping faktor-faktor yang disebut tadi, ada masalah lain, yaitu tentang terinfeksinya luka oleh mikroorganisme yang ada pada luka tersebut, yang nanti akan sangat menentukan penyembuhan lukanya. Luka steril seperti luka operasi akan lebih cepat sembuuh daripada luka meradang (Stevens P.J.M., dkk. 1999). Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor berikut akan berpengaruh pada proses penyembuhan luka : Pengaliran darah lokal. Ini harus seoptimal mungkin dalam proses penyembuhan yang baik; Ada/tidak adanya edema. Adanya edema dapat menghalangi penyembuhan luka karena dengan demikian pengaliran darah akan terganggu; Zat-zat pembakar dan pembangun. Zat-zat ini harus ada dalam kadar yang cukup dalam makanan yang dikomsumsi; Kebersihan luka. Luka yang bersih akan lebih cepat sembuh daripada luka yang banyak terdapat nekrosisnya; Besarnya luka. Luka yang besar akan lebih lama sembuhnya dari pada luka yang kecil, dimana tepi luka itu lebih berdekatan. Kering atu tidaknya luka. Luka yang kering akan lebih cepat sembuh daripada luka yuang basah, karena luka kering akan lebih cepat tumbuh lapisan granulasi di bawah keropeng luka (Stevens P.J.M., dkk. 1999). Masalah-masalah berikut ini adalah hambatan yang paling utama dalam proses penyembuhan luka: Timbulnya pendarahan. Sebagai akibat dari satu kerusakan, dapat timbul di tempat-tempat berlemak yang kiurasng aliran darah.

19

Pembuluh darah itu dapat rusak pada tempat yang berlemak tadi, akibat ari tegangan pada luka atau oleh gerakan yang dipaksakan. Pendarahan itu dapat terjadi di luar maupun di dalam tubuh. Adanya infeksi pada luka. Luka menjadi lahan yang subur bagi pertumuhan mikroorganisme. Oleh karena itu cara perawatan luka harus tertuju pada usaha untuk menghindari terjadinya pencemaran luka atau sedapat mungkin membatasinya. Meskipun demikian higiene luka merupakan satu-satunya faktor pada perawatan luka yang menyebabkan timbulnya infeksi karena kondisi umum pasien dan tempat terjadinya luka juga sangat menentukan dalam hal ini (Stevens P.J.M., dkk. 1999). 2.3 Jaringan Parut 2.3.1 Pengertian Setiap luka pada kulit dapat meninggalkan jaringan parut. Pada beberapa pasien, jaringan parut tersebut tumbuh secara abnormal berupa jaringan parut hipertrofik ataupun keloid yang selain dapat mengganggu secara estetika, secara fungsional juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti gatal dan nyeri. Terdapat beberapa pilihan terapi, meliputi pembedahan, terapi radiasi, injeksi steroid, pressure therapy, krioterapi, dan terapi laser. Saat ini terdapat kecenderungan untuk memilih terapi yang bersifat tidak invasif namun efektif untuk mencegah dan menatalaksana jaringan parut abnormal. Penggunaan silicone gel sheet merupakan kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Selain penggunaannya yang bersifat non-invasif dan sederhana, silicone gel sheet juga memiliki efektivitas yang tinggi (Ismail, 2011). Keloid dan jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut abnormal yang umum dijumpai dalam proses penyembuhan kulit yang disebabkan oleh sintesis dan deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan kolagen pada dermis (Ismail, 2011).

20

Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain diperbaiki melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru. Komponen tersebut meliputi pembuluhsdx darah, saraf, serat elastin (memberi elastisitas kulit), serat kolagen (memberi ketegangan kulit), dan glikosaminoglikan yang membentuk matriks di mana serat-serat struktural, saraf dan pembuluh darah berada (Ismail, 2011). Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses penyembuhan luka tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut hipertrofik atau keloid. Jaringan parut abnormal tersebut dapat menyebabkan gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan penatalaksanaannya relatif sulit (Ismail, 2011). 2.3.2 Tipe Jaringan Parut Jaringan parut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, seperti keloid, jaringan parut hipertrofik, jaringan parut atrofik, widened (stretched) dan kontraktur.3 Jaringan parut hipertrofik adalah lesi yang menimbul. Hal itu muncul akibat produksi berlebihan kolagen pada luka yang menyembuh. Jaringan parut hipertrofik berwarna merah, menimbul, nodular dan kadang-kadang terasa gatal atau nyeri. Jaringan parut tetap terlokalisir pada daerah luka dan tidak meluas ke kulit sekitarnya. Selain itu, jaringan parut hipertrofik dapat membaik secara spontan (Ismail, 2011). Keloid juga merupakan lesi yang menimbul, terjadi akibat produksi berlebihan dari kolagen, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dari jaringan parut hipertrofik. Keloid dapat meluas melewati batas luka yang sebenarnya dan menginvasi kulit di sekitarnya. Keloid lebih sering terjadi pada kulit gelap dan terjadi pada pasien berumur 10-30 tahun. Pasien juga biasanya memiliki riwayat terjadiya keloid dalam keluarga. Keloid dapat terjadi setelah pembedahan atau trauma, pada tempat suntikan vaksinasi dan setelah pembuatan lubang di telinga untuk anting-anting (Ismail, 2011).

21

Jaringan parut atrofik muncul sebagai indentasi pada kulit di sekitarnya. Salah satu contoh jaringan parut atrofik adalah tanda bekas vaksinasi cacar dan beberapa jaringan parut akibat jerawat (Ismail, 2011). Widened scars muncul ketika luka mengalami peregangan akibat tegangan kulit (yang dapat disebabkan oleh pergerakan) selama proses penyembuhan. Pada awalnya jaringan parut nampak normal, tetapi selanjutnya melebar dalam waktu 2-3 minggu setelah pembedahan. Widened scars umumnya pucat, datar, lunak, dan tidak bergejala, namun secara estetik dapat mengganggu. Striae jaringan ikat pada ibu hamil merupakan salah satu contoh widened scars yang terjadi akibat luka pada dermis dan jaringan subkutan. Pada awalnya jaringan parut tersebut berwarna merah, namun akan semakin memudar (Ismail, 2011). Kontraktur adalah pemendekkan permanen dari jaringan parut yang dapat mengganggu pergerakan normal. Kontraktur cenderung terjadi pada luka di daerah persendian atau ketika terdapat kehilangan kulit yang luas seperti pada luka bakar (Ismail, 2011). 2.3.3 Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik Walaupun istilah keloid dan jaringan parut hipertrofik sering digunakan dalam arti yang sama, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Perbedaan keloid dan jaringan parut hipertrofik penting diketahui sebab berkaitan dengan hasil terapi dimana jaringan parut hipertrofik perlahan-lahan dapat regresi spontan, sedangkan keloid tetap menimbul dan tebal selama bertahun-tahun. Kedua tipe jaringan parut tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsional serta psikologi pada pasien, dan penatalaksanaannya juga relatif sulit (Ismail, 2011). Gambaran klinis utama yang membedakannya adalah keloid merupakan jaringan parut yang meluas secara progresif meliputi daerah kulit normal di sekitarnya, mengakibatkan (Ismail, 2011).

22

jaringan parut yang tampak tidak teratur dan menggantung. Keloid lebih sering dijumpai pada kulit gelap dan sering terjadisetelah trauma kecil seperti luka akibat lubang anting-anting, gigitan serangga, dan vaksinasi. Sebaliknya, jaringan parut hipertrofik hanya terbatas pada jaringan yang rusak akibat trauma sebelumnya. Jaringan parut hipertrofik cenderung terjadi setelah pembedahan dan trauma termal seperti luka bakar berat. Jaringan parut tersebut lebih sering pada kulit berwarna. Jaringan parut hipertrofik tidak menginvasi kulit di sekitarnya dan biasanya berhenti tumbuh setelah 6 bulanjk mengalami regresi sejalan dengan waktu (Ismail, 2011). Para klinisi umumnya mendiagnosis keloid berdasarkan pertumbuhan jaringan parut yang meluas ke jaringan sekitarnya dan onset yang lambat dari timbulnya jaringan parut tersebut (Ismail, 2011). 2.3.4 Penatalaksanaan Beberapa jaringan parut dapat berkembang secara abnormal yang timbul dari proliferasi berlebihan jaringan dermis setelah terjadinya luka pada kulit. Proliferasi jaringan dermis tersebut karena produksi jaringan ikat dan akumulasi serat kolagen baru yang tidak teratur dalam jumlah berlebihan (Ismail, 2011). Jaringan parut di daerah tertentu pada tubuh, meliputi sisi bawah wajah, daerah presternum, pektoralis, punggung sebelah atas, telinga, leher, sisi luar lengan atas lebih mungkin menyebabkan terjadinya abnormalitas. Pasien dengan jaringan parut di daerah tubuh yang berisiko tinggi ini, atau memiliki riwayat terbentuknya keloid perlu berhati-hati kemungkinan pembentukan jaringan parut lebih lanjut dengan memperhatikan beberapa hal penting, seperti menghindari tindakan bedah kosmetik yang tidak perlu, menutup seluruh luka dengan tension minimal, dan menggunakan pressure garment selama 4-6 bulan setelah terjadinya luka atau pembedahan (Ismail, 2011). Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih bersifat empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap jaringan

23

parut tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri, parestesia, dan pruritus. Selain itu juga diindikasikan untuk alasan kosmetik (Ismail, 2011). Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut berupa gellike transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan kurang lebih 3,5 mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan parut hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membrane backing. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan parut atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai kembali (Ismail, 2011). Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada kulit dengan kelainan dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan parut mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya jaringan parut hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita jaringan parut abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat parut hipertrofik atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada luka) (Ismail, 2011). Hasil perbaikan silicone gel sheet tersebut terlihat ketika direkatkan pada keloid atau jaringan parut hipertrofik selama 12 jam setiap hari, di mana ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada pengamatan setelah 6 bulan. Selain itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak invasif dan sederhana sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Ismail, 2011). Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone gel sheet belum banyak diketahui. Efek yang ditimbulkan bukan akibat efek penekanan, aktivitas kimiawi dari silicone, temperature ataupun perubahan oksigenasi pada jaringan parut, tetapi mungkin akibat efek peningkatan hidrasi pada jaringan parut, karena

24

silicone gel sheet memiliki tingkat transmisi uap air yang cukup baik. Efek hidrasi pada jaringan parut tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada keloid dan jaringan parut hipertrofik yang sedang diterapi (Ismail, 2011).

Anda mungkin juga menyukai