Anda di halaman 1dari 2

Tradisi retorikal menurut Robert T craig

Awalnya retorika berhubungan dengan persuasi, sehingga dimakanai sebagai seni penyusunan argumen dan pembuatan naskah pidato. Lantas berkembang meliputi proses adjusting ideas to people and people to ideas dalam segala jenis pesan. Fokus dari retorika telah diperluas bahkan lebih mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk memengaruhi lingkungan di sekitarnya dan untuk membangun dunia tempat mereka tinggal. Pusat dari tradisi retorika adalah 5 karya agung retorika yakni: penemuan, penyusunan, gaya, penyampaian dan daya ingat. Semuanya adalah elemen-elemen dalam mempersiapkan sebuah pidato, sedangkan pidato orang Yunani dan Roma kuno berhubungan dengan ide-ide penemuan, pengaturan ide, memilih bagaimana membingkai ide-ide tersebut dengan bahasa serta akhirnya penyampaian isu dan daya ingat. Penemuan, mengacu pada konseptualisasi yakni proses menentukan makna dari simbol melalui interpretasi, respons terhadap fakta yang tidak mudah ditemukan pada apa ayang telah ada, tetapi menciptakannya melalui penafsiran dari kategorikategori yang digunakan. Penyusunan, adalah pengaturan simbol-simbol, menyusun informasi dalam hubungannya di antara orang-orang, simbol-simbol dan konteks yang terkait. Gaya, berhubungan dengan semua anggapan yang terkait dalam penyajian dari semua simbol tersebut, mulai dari memilih sistem simbol sampai makna yang diberikan pada semua simbol tersebut, sebagaimana dengan semua sifat dari simbol, mulai dari kata-kata dan tindakan sampai pada busana dan perabotan. Penyampaian, menjadi peerwujudan dari simbol-simbol dalam bentuk fisik, mencakup pilihan nonverbal untuk berbicara, menulis dan memediasikan pesan. Dan daya ingat, tidak lagi mengacu pada penghafalan pidato, tetapi cakupan yang lebih besar dalam mengingat budaya sebagaimana dengan proses persepsi yang berpengaruh pada bagaimana kita menyimpan dan mengolah informasi. Periodesasi pemaknaan retorika meliputi: tradisi retorika klasik, pertengahan, Renaissance, Pencerahan, Kontemporer dan Postmodern. Di zaman klasik (Abad V s/d Abad I SM), didominasi usaha-usaha untuk mendefinisikan dan menyusun peraturan dari seni retorika. Para guru pengembara (sophist) mengajarkan seni berdebat di kedua sisi pada sebuah kasus, instruksi retorika paling awal di Yunani. Plato tidak sepakat terhadap pendekatan relativistik sophist terhadap pengetahuan yang menyakini adanya kebenaran absolut. Aristoteles, murid Plato mengambil pendekatan yang lebih pragmatis terhadap seni, sehingga kita mengenal Rhetorika. Zaman Pertengahan (400-1400 M), memandang kajian retorika yang berfokus pada permasalahan penyusunan dan gaya. Retorika pada babak ini, tela merendahkan praktik dan seni pagan, serta berlawanan dengan Kristen yang memandang kebenaran sebagai keyakinan. Orientasi pragmatis terhadap retorika pertengahan juga bukti lain kegunaan dari retorika Zaman Pertengahan, untuk penulisan surat. Renaissance (1300-1600 M), memandang sebuah kelahiran kembali dari retorika sebagai filosofi seni. Para penganut humanisme yang tertarik dan berhubungan dengan semua aspek dari

manusia, biasa menemukan kembali teks retorika klasik dalam sebuah usaha untuk mengenal dunia manusia. Rasionalisme menjadi tren di era Reenaissance. Fokus pada rasional selama Zaman Pencerahan berarti retorika dibatasi karena gayanya, memunculkan pergerakan belles lettres (surat-surat indah atau menarik).Belles lettres mengacu pada karya sastra dan semua karya seni murni: retorika, puisi, drama, musik dan bahkan berkebun, dan semuanya dapat diuji menurut kriteria estetika yang sama. Zaman Pencerahan (1600-1800 M), para pemikir seperti Rene Decartes, mencoba untuk menentukan apa yang dapat diketahui secara absolut dan objektif oleh pikiran manusia. Idem juga, Francis Bacon, mencari persepsi petunjuk dengan penelitian empiris, berpendapat bahwa kewajiban retorika adalah untuk lebih baik mengaplikasikan alasan dengan imajinasi supaya sesuai dengan keinginan. Retorika Kontemporer (Abad XX), menunjukkan sebuah kenaikan pertumbuhan dalam retorika ketika jumlah, jenis dan pengaruh simbol-simbol meningkat. Ketika sebuah abad dimulai dengan sebuah penekanan pada nilai berbicara di muka umum bagi masyarakat yang ideal, penemuan media massa menghadirkan fokus baru dalam visual dan verbal. Retorika bergeser fokusnya dari pidato ke semua jenis penggunaan simbol. Hal paling penting, periode kontemporer telah kembali pada pemahaman mengenai retorika sebagai epistemika, sebagai sebuah cara untuk mengetahui dunia, bukan hanya sebuah cara untuk menyampaikan sesuatu tentang dunia. Mayoritas ahli teori retorika meyakini bahwa manusia menciptakan duniadunia mereka melalui simbol-simbol, bahwa dunia yang kita kenal merupakan salah satu yang ditawarkan kepada kita oleh bahasa kita. Retorika Postmodernisme, akhir Abad XX dan awal Abad XXI menjadi jembatan antara retorika dengan postmodernisme, terutama pada apresiasi postmodern dan penilaian pendirian yang berbeda. Contoh: ahli-ahli teori retorika postmodern mengistimewakan pendirian akan ras, kelas, gender, dan seksualitas ketika mereka masuk dalam pengalaman kehidupan khusus seseorang daripada mencari teori-teori yang luas dan penjelasan-penjelasan mengenai retorika. Penganut paham feminis dan praktik-praktik retorika gender acap kali masuk dalam bidang postmodern, sama seperti teori ganjil (queer), pada kondisi para akademisi retorika menguji fitur-fitur yang berbeda dari penyampaian keganjilan publik dan bentuk-bentuk retorika lain untuk memahami perbedaan-perbedaan yang ditawarkan oleh queer rethor. (*)

Anda mungkin juga menyukai