Anda di halaman 1dari 17

Laporan Bulanan Ekonomi, Moneter dan Perbankan September 2006 Rapat Dewan Gubernur (RDG) 5 September 2006 memutuskan

untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 basis point menjadi 11,25%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan pembahasan yang mendalam terhadap kondisi makroekonomi, hasil-hasil berbagai survei ekspektasi konsumen dan produsen, dan prospek ekonomi moneter dalam dan luar negeri. Memasuki semester II-2006, indikator makroekonomi semakin mengkonfirmasi arah perbaikan seperti yang diperkirakan. Hal ini terindikasi dari lebih tingginya angka pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2006 dan menguatnya optimisme terhadap perbaikan kondisi perekonomian. Optimisme tersebut antara lain tercermin pada membaiknya daya beli masyarakat dan keyakinan konsumen terkait dengan ekspektasi penghasilan. Hal ini didukung oleh Survei Konsumen yang mengindikasikan peningkatan ekspektasi konsumen akan kondisi ekonomi 6 bulan ke depan, dan berkurangnya pesimisme terhadap kondisi saat ini. Survei Penjualan Eceran juga menunjukkan kecenderungan peningkatan penjualan riil. Di sektor dunia usaha, terdapat indikasi membaiknya optimisme pelaku usaha sebagaimana tercermin pada meningkatnya rencana penyerapan tenaga kerja oleh dunia usaha. Namun demikian, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan belum adanya indikasi yang kuat terhadap perbaikan investasi.

Macro Economics dan Permasalahan nya : A. Bank Indonesia dan Inflasi Tugas Bank Indonesia Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian "single objective"-nya. Apa yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah? Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktorfaktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam. Pentingnya kestabilan harga Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

BI Rate
(Berdasarkan keputusan Rapat Dewan Gubernur)
Periode BI Rate Siaran Pers

6 Feb 2007 4 Jan 2007 7 Des 2006 7 Nov 2006 5 Okt 2006 5 Sept 2006 8 Agust 2006 6 Juli 2006 6 Juni 2006 9 Mei 2006 5 April 2006 7 Maret 2006 7 Feb 2006 9 Jan 2006 6 Des 2005 1 Nov 2005 4 Okt 2005 6 Sept 2005 9 Agust 2005 5 Juli 2005

9.25% 9.50% 9.75% 10.25% 10.75% 11.25% 11.75% 12.25% 12.50% 12.50% 12.75% 12.75% 12.75% 12.75% 12.75% 12.25% 11.00% 10.00% 8.75% 8.50%

Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers Link Siaran Pers

No. 9/ 8 /PSHM/Humas Pernyataan Gubernur Bank Indonesia BI Rate Turun Sebesar 25 bps Menjadi 9,25% Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada hari ini, Selasa, 6 Februari 2007, memutuskan untuk menurunkan kembali BI Rate, sebesar 25 bps dari 9,50% menjadi 9,25 %. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan evaluasi terhadap kondisi makroekonomi Indonesia hingga akhir Januari 2007, prospek ekonomi moneter ke depan dan berbagai faktor risiko yang dihadapi, serta pencapaian sasaran inflasi 6+1% dan 5%+1% untuk tahun 2007 dan 2008. "Dari beberapa faktor risiko kedepan yang dipertimbangkan dalam RDG menunjukkan bahwa ruang bagi penurunan BI Rate, walaupun masih ada, akan semakin menyempit dan terbatas", demikian Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah. RDG menilai bahwa sampai dengan Januari 2007 perekonomian nasional masih konsisten dengan perkiraan yang ditetapkan pada awal tahun dan masih berpeluang untuk tumbuh lebih tinggi. Peningkatan kegiatan perekonomian terlihat antara lain dari adanya tanda-tanda awal kenaikan minat investasi, perbaikan persepsi bisnis, peningkatan impor barang modal, peningkatan penjualan dan penurunan inventori. Namun, respon sisi penawaran tampak masih terkendala baik untuk peningkatan kapasitas (karena adanya masalah infrastruktur, energi dan iklim investasi) maupun untuk peningkatan efisiensi dan produktifitas (karena biaya tinggi dalam perekonomian, rendahnya kualitas tenaga kerja dan semakin menurunnya usia produktif kapital). Masih tingginya berbagai risiko mikro struktural yang menyelimuti perekonomian di sektor riil membuat jendela peluang (the window of opportunity) bagi pemutus kebijakan publik mulai mengecil, sementara ruang untuk menurunkan BI Rate semakin terbatas. "Oleh karena itu, upaya memelihara momentum pemulihan ekonomi dengan mempercepat realisasi perbaikan iklim investasi dan penurunan biaya tinggi serta distorsi struktural lainnya dalam perekonomian menjadi penting di semester I/2007. Bank Indonesia juga akan lebih berhatihati dalam mengelola waktu dan besaran perubahan BI Rate agar stabilitas harga dan nilai tukar yang ada saat ini yang merupakan prasyarat dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tetap terjaga", demikian tambah Burhanuddin. Sampai dengan Januari 2007, stabilitas harga dan nilai tukar rupiah tetap terjaga. Laju inflasi pada bulan Januari 2007 tercatat sebesar 6,26 % (yoy) atau menurun dari lajunya di akhir tahun 2006 yang sebesar 6,6% (yoy). Sementara itu, laju inflasi inti tidak banyak berbeda dari lajunya pada bulan Desember 2006 dan tercatat sebesar 6,03% (yoy) pada bulan Januari 2007. Nilai tukar Rupiah secara rata-rata cenderung menguat pada posisi Rp 9.070/US Dollar dengan volatilitas yang rendah. Masih kuatnya aliran modal masuk untuk portfolio placement mendukung tren apresiasi nilai tukar tersebut.

RDG mencermati beberapa faktor risiko kedepan yang perlu dipertimbangkan yaitu : Pertama, masih terdapat berbagai permasalahan yang berpotensi melanggengkan kekakuan di sisi penawaran pada tahun 2007, yang terutama bersumber pada ekonomi biaya tinggi, kesimpangsiuran dan inkonsistensi regulasi, berbagai pungutan yang dirasa sangat membebani pengusaha, dan masih rendahnya tingkat kepastian hukum. Selain itu, RDG juga melihat bahwa kemampuan untuk mempercepat belanja pembangunan di daerah cenderung masih rendah. Semua permasalahan ini dibaca sebagai tingkat risiko-mikro struktural yang tinggi dalam perekonomian oleh para pengusaha sektor riil sehingga mempengaruhi minat mereka untuk memperluas kapasitas usaha melalui investasi. Dampak dari kekakuan di sisi penawaran tersebut menyebabkan perekonomian di sektor riil tidak mampu menyerap ekses likuiditas di pasar keuangan. Selain itu, stimulus sisi permintaan serta kebijakan penambahan likuiditas dalam perekonomian akan cenderung menyebabkan perekonomian menjadi memanas (overheating) dan inflatoir, sehingga dapat meruntuhkan stabilitas makroekonomi yang merupakan modal dasar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Berbagai upaya yang telah dilakukan BI untuk mendorong kredit perbankan, sudah menunjukkan beberapa hasil yang menggembirakan seperti yang tercermin pada pertumbuhan kredit yang cukup tinggi di bulan-bulan akhir 2006. Kedepan, keberhasilan pencapaian target pertumbuhan kredit sebesar 18% di 2007 selain ditentukan oleh berbagai kebijakan pelonggaran ketentuan kehati-hatian perbankan oleh Bank Indonesia, akan sangat ditentukan pula oleh tingkat risiko mikro-struktural dalam perekonomian. Walaupun masih dapat berlanjut, ruang pelonggaran ini semakin menyempit. Kedua, banjir besar yang sempat melumpuhkan kegiatan ekonomi di ibu-kota pada musim penghujan kali ini, kemungkinan akan mempunyai dampak awal (first round effect) yang cukup signifikan pada harga-harga. "BI akan mencermati dampak lanjutan (second-round effect) pada ekspektasi inflasi di bulan-bulan kedepan dan dampak banjir di ibu kota terhadap kegiatan ekonomi di sektor riil", tambah Burhanuddin. Ketiga, RDG juga melihat bahwa proyeksi inflasi Bank Indonesia dua tahun kedepan yaitu 2007 dan 2008 menunjukkan laju inflasi IHK cenderung berada di batas atas target inflasi. Sementara itu, perkembangan laju inflasi inti sampai saat ini yang merupakan prediktor dini inflasi IHK dalam jangka menengahpanjang juga menunjukkan kecenderungan angka yang masih persisten cukup tinggi. Sementara itu, secara umum kondisi industri perbankan selama tahun 2006 terus membaik, tercermin dari perkembangan positif berbagai indikator utama kinerja perbankan. Total aset selama tahun 2006 naik sebesar Rp 223,7 triliun atau 15,2%. Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan meningkat menjadi 20,5% dari 19,5%. Di sisi lain, masih ada permasalahan utama yang dihadapi industri perbankan yaitu pelaksanaan fungsi intermediasi yang masih belum optimal dan upaya penurunan kredit bermasalah. Dari kenaikan aset sebesar Rp 223,7 triliun pada 2006, hanya sebesar Rp 102,8 triliun yang ditanamkan dalam bentuk kredit, sedangkan Rp 110,3 triliun ditanamkan dalam bentuk surat berharga (SBI+ FASBI). NPL pada periode yang sama turun signifikan menjadi 7,0% (gross) dan 3,6% (net) dari posisi Desember 2005 sebesar 8,3% (gross) dan 4,8% (net). Jakarta, 6 Februari 2007 Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Budi Mulya Direktur

No. 9/ 1 /PSHM/Humas Statement Gubernur Bank Indonesia : Peluang Kebangkitan Perekonomian Di Tahun 2007 Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini memutuskan untuk menurunkan BI Rate menjadi 9,50% atau turun 25 basis poin (bps) dari tingkat sebelumnya. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan evaluasi terhadap kondisi makroekonomi Indonesia tahun 2006, prospek ekonomi moneter ke depan dan berbagai faktor risiko yang dihadapi, serta pencapaian sasaran inflasi 6%1% dan 5%1% untuk masingmasing tahun 2007 dan 2008. Rapat Dewan Gubernur juga menilai bahwa tahun 2007 adalah tahun yang penting dan menjanjikan bagi kebangkitan ekonomi negeri. Secara umum, kinerja perekonomian Indonesia sampai dengan akhir tahun 2006 menunjukkan stabilitas makro yang terjaga, sebagaimana tercermin dari inflasi yang mencapai 6,6%, nilai tukar rupiah yang menguat, dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan akan tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Kegiatan ekonomi yang pada awal 2006 melemah akibat merosotnya daya beli masyarakat paska kenaikan harga BBM pada Oktober 2005, secara berangsur-angsur tumbuh membaik. Untuk keseluruhan 2006, perekonomian diperkirakan tumbuh 5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi selama 2006 terutama ditopang oleh ekspor yang tumbuh tinggi dan konsumsi yang masih menopang pertumbuhan secara cukup berarti. Pada tahun 2006, perbaikan kinerja ekspor yang cukup signifikan berdampak positif pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami surplus cukup tinggi. Surplus NPI 2006 yang cukup tinggi tersebut, terutama dipengaruhi oleh surplus di neraca transaksi berjalan. Ekspor nonmigas tumbuh cukup tinggi sejalan dengan masih kuatnya permintaan dunia dan tingginya harga komoditas di pasar internasional. Sementara itu, impor tumbuh melambat sejalan dengan belum kuatnya permintaan domestik. Akan tetapi, komponen impor barang modal meningkat cukup tinggi yang mengindikasikasi adanya peningkatan potensi produksi. Cukup tingginya surplus NPI tersebut mendukung kebijakan Pemerintah untuk mempercepat pelunasan utang IMF sebesar USD7,6 miliar. Meskipun percepatan utang tersebut telah dilakukan namun cadangan devisa di akhir 2006 tetap meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yaitu sekitar USD42,4 miliar. Sejak paruh kedua 2005 hingga April 2006, penerapan kebijakan moneter ketat yang ditempuh Bank Indonesia mampu menahan akselerasi ekspektasi inflasi. Tingkat inflasi yang pada awal tahun 2006 sangat tinggi secara berangsur menurun hingga mencapai 6,6% (yoy) pada akhir tahun 2006 atau di bawah sasaran 8,0% 1%.

Sejak Mei 2006, Bank Indonesia secara hati-hati dan terukur (cautious easing) mulai menurunkan suku bunga BI Rate. Hingga akhir tahun 2006, BI Rate mencapai 9,75% atau mengalami penurunan sebesar 300 basis points dari levelnya di awal tahun. Berlanjutnya penurunan suku bunga ini direspon positif pelaku pasar dan disambut baik dunia usaha. Ini tercermin dari terus meningkatnya harga saham dan akhirnya ditutup pada level 1.805, menurunnya suku bunga jangka panjang (yield obligasi), dan mulai tumbuhnya keyakinan konsumen. Namun demikian, Penurunan BI Rate masih ditransmisikan secara terbatas ke suku bunga kredit. Oleh karena itu, langkah pelonggaran kebijakan moneter ini juga dibarengi dengan beberapa upaya menyesuaikan definisi dari beberapa peraturan perbankan terkait dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Demikian pula, beberapa upaya ditempuh untuk semakin memperkuat sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, dan handal guna menunjang kelancaran kegiatan ekonomi. Di sisi perbankan, berbagai indikator menunjukkan bahwa kinerja perbankan nasional secara umum semakin membaik. Berbagai indikator kinerja keuangan dan operasional industri perbankan telah mengalami peningkatan cukup signifikan, seperti tercermin pada pertumbuhan total asset yang didukung pertumbuhan aktiva produktif, termasuk kredit. Sampai dengan bulan November, total aset industri perbankan meningkat menjadi Rp1.635 triliun, sementara kredit bertambah sebesar Rp.78,2 triliun (10,7%) sehingga jumlah keseluruhan kredit perbankan mencapai Rp 806,3 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut didanai oleh peningkatan dana pihak ketiga sebesar 123 triliun (10,9%) yang secara kumulatif meningkat menjadi Rp 1.251 triliun. Permodalan perbankan pun dapat terus bertahan pada tingkat yang sangat memadai, tercermin pada rasio kecukupan modal bank (CAR) yang dapat terus bertahan pada level yang cukup tinggi sekitar 20%. Ke depan, Dewan Gubernur memandang bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 2007 akan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi dan disertai terjaganya stabilitas makroekonomi. Pertumbuhan ekonomi 2007 diprakirakan mencapai 5,7-6,3% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi 2006 yang diperkirakan mencapai 5,5%. Namun di balik berbagai kemajuan dan optimisme tersebut, Rapat Dewan Gubernur memberikan catatan atas berbagai permasalahan struktural yang dihadapi perekonomian Indonesia. Penyelesaian atas berbagai masalah struktural ini akan membantu percepatan kebangkitan perekonomian Indonesia. Lemahnya dukungan iklim investasi dan struktur pasar, belum memadainya ketersediaan infrastruktur, dan permasalahan birokrasi mengakibatkan melambatnya perkembangan investasi, rendahnya produktivitas, dan inefisiensi faktor produksi. Kondisi ini pada gilirannya mengakibatkan terjadinya kekakuan yang bersifat menetap pada sisi penawaran (supply side rigidities) dalam merespon kebijakan stimulus makro. Di satu sisi, permasalahan struktural ini mengakibatkan kualitas pertumbuhan ekonomi masih rendah dan belum banyak dapat menyerap angkatan kerja yang terus meningkat. Pada sisi lainnya, menimbulkan implikasi berupa kerentanan dalam struktur pembiayaan baik yang bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri. Sementara itu, inflasi IHK pada 2007 diperkirakan masih dalam kisaran sasaran yang ditetapkan Pemerintah sebesar 6+1%. Prakiraan inflasi IHK tersebut didukung oleh rendahnya tekanan kenaikan harga-harga yang diatur Pemerintah, tekanan inflasi kelompok 7

volatile food yang diperkirakan tetap rendah, dan komitmen pemerintah dalam menjaga kelancaran pasokan makanan khususnya barang-barang kebutuhan pokok. Mempertimbangkan kondisi obyektif perkiraan ekonomi 2007 tersebut, Dewan Gubernur berpandangan bahwa konsistensi kebijakan makroekonomi dan penajaman kebijakan struktural serta kecepatan dalam implementasinya merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, komitmen, kerja keras, dan jalinan koordinasi dari segenap elemen bangsa menjadi penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas di tahun 2007. Dari sisi moneter, kebijakan moneter Bank Indonesia akan terus diarahkan untuk menciptakan stabilitas makroekonomi guna mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) secara konsisten. Di bidang perbankan, Bank Indonesia akan terus berupaya untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan agar dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi dunia usaha secara efektif. Meskipun pada tahun 2006 pelaksanaan fungsi intermediasi agak terkendala, pada tahun 2007 kredit diperkirakan tumbuh mencapai 18% seiring dengan iklim investasi yang akan membaik. Jakarta, 4 Januari 2007 Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Budi Mulya Direktur

LAPORAN INFLASI
Berdasarkan perhitungan inflasi tahunan
Grafik Timeseries

Bulan Tahun Januari 2007 Desember 2006 November 2006 Oktober 2006 September 2006 Agustus 2006 Juli 2006 Juni 2006 Mei 2006 April 2006 Maret 2006 Februari 2006 Januari 2006 Desember 2005 November 2005 Oktober 2005 September 2005 Agustus 2005 Juli 2005 Juni 2005

Tingkat Inflasi 6.26 % 6.60 % 5.27 % 6.29 % 14.55 % 14.90 % 15.15 % 15.53 % 15.60 % 15.40 % 15.74 % 17.92 % 17.03 % 17.11 % 18.38 % 17.89 % 9.06 % 8.33 % 7.84 % 7.42 %

KURS UANG KERTAS ASING


Update Terakhir 26 February 2007
Kode singkatan

Mata Uang

Nilai

Kurs Jual

Kurs Beli Graph

AUD 6,259.415,601.70 BND1.00 8,255.657,387.44 CAD1.00 7,777.696,962.85 CHF1.00


7,579.316,784.34 1,693.131,515.07 EUR1.0012,619.1011,297.24 GBP1.0018,780.8816,812.24 DKK 1,224.991,096.87 HKD JPY

1.00 1.00

7,913.467,084.37 NOK1.001,565.261,399.99 NZD1.006,790.196,071.73

1.00 100.00 1.00

3,391.752,823.02 PGK

1,359.131,215.64 SEK SGD

6,259.415,601.70 THB1.00268.45240.19 USD1.009,565.008,565.00

1.00

1.00

INDIKATOR MONETER
dalam Miliar Rupiah
NoItems31 Jan 2007 Week IVGraph1Uang Primer274,714.00 antara lain :Uang Kertas dan Uang Logam yang Diedarkan158,735.00 antara lain :Saldo Giro Bank pada BI115,848.00

2Cadangan Devisa Bersih 3)280,415.00 3Aktiva Domestik Bersihantara lain :Obligasi Pemerintah 4)263,621.00 antara lain :Tagihan Bersih kepada BPPN 1)94.00 antara - Dalam program ini Base Money

5,701.00 antara lain :Tagihan Bersih kepada Pemerintah251,407.00 antara lain :Bantuan Likuiditas Bank Indonesia 1)560.00 lain :Kredit Likuiditas 2)10,736.00

antara lain :BULOG antara lain :Operasi Pasar Terbuka-261,222.00

4Memorandum Items' : Cadangan Devisa (IRFCL - SDDS) - dalam juta USD43,266.30


didefinisikan sebagai uang primer ditambah kekurangan GWM.

- Aktiva Domestik Bersih didefinisikan sebagai Base Money dikurangi Posisi Cad. Dev.Bersih (NIR) dengan nilai tukar tetap. 1) Sejak Minggu II Mei 1999 belum termasuk perhitungan beban bunga 2) Termasuk kredit dalam rangka channeling dan sejak tanggal 16 November 1999 telah dialihkan pengelolaannya kepada BRI, BTN

10

dan PNM 3) Menggunakan kurs konstan Rp.7.000/USD sesuai dengan LoI tanggal 20 Januari 2000 setelah sebelumnya Rp.7.500/USD. Mulai Minggu IV Mei 2000 menggunakan konsep international Reserves and Foreign Currency Liquidity (SDDS-IMF) 4) Termasuk hasil indeksasi obligasi pemerintah

Uang Primer : Uang Kertas dan Logam Yang diedarkan :

Cadangan Devisa :

BLBI :

Cadangan Devisa :

Obligasi Pemerintah :
INDIKATOR PERBANKAN NASIONAL
dalam Triliunan Rupiah
No Items Jul 2006 Aug 2006 Sep 2006

11

Graph 1 Penghimpunan Dana

Oct 2006 Nov 2006 Dec 2006

1,284.10 1,312.50 1,333.10 1,353.60 1,383.40 1,434.20

1 Pinjaman yang Diterima

8.90 10.10 10.00 10.40 12.50 12.90

2 Surat Berharga yang Diterbitkan

12.50 12.50 13.80 13.90 13.90 14.90

3 Dana Pihak Ketiga (DPK)

1,161.00 1,188.20 1,205.50 1,233.60 1,251.00 1,287.00

a dalam Rupiah

976.00 1,000.00 1,019.30 1,036.80 1,061.00 1,093.30

b dalam Valas

185.10

12

188.20 186.20 196.80 190.00 193.70

4 Antar Bank Pasiva

101.60 101.80 103.80 95.70 106.10 119.50

2
Penyaluran Dana 1,149.30 1,184.70 1,195.40 1,192.30 1,243.70 1,273.70

1 Sertifikat Bank Indonesia

139.60 152.30 150.70 136.60 176.50 179.00

2 Surat Berharga Lainnya **)

100.20 99.70 104.80 97.20 100.30 99.00

3 Antar Bank Aktiva

145.40 150.40 146.20 156.60 152.60 156.80

4 Penyertaan

5.70

13

5.70 5.90 5.90 5.90 5.90

5 Kredit *)

758.40 769.20 787.80 796.10 808.40 832.90

a dalam Rupiah

606.10 614.00 628.90 635.50 640.50 657.60

b dalam Valuta Asing

152.30 155.20 158.90 160.60 167.90 175.40

3
Asset 1,517.10 1,551.40 1,578.20 1,605.20 1,635.00 1,693.50

4
Permodalan 119.50 122.50 125.20 127.90 130.90 134.50

5
Kinerja

14

1 Non Performing Loan

a Nilai

67.70 67.90 66.60 70.00 69.60 58.10

b Ratio terhadap total kredit (%)

8.90 8.80 8.50 8.80 8.60 7.00

2 Laba/Rugi

21.90 25.20 29.50 32.60 36.60 40.50

a Operasional

14.80 17.80 20.70 21.70

15

25.80 27.70

b Non Operasional

7.10 7.40 8.80 10.90 10.80 12.80

3 Net Interest Margin

6.50 7.40 6.20 7.20 7.40 7.70

Catatan

1 Jumlah Bank

131.00 131.00 131.00 130.00 130.00 130.00

2 Jumlah Kantor Bank

8,847.00 8,954.00 9,040.00 9,089.00 9,092.00 9,110.00

*) Termasuk kredit penerusan **) Tidak termasuk obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi

16

Perhimpunan dana :
Pinjaman yg Diterima :

Surat Berharga Yg Diterbitkan

Uang Beredar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya Money Supply and Its Affecting Factors (Miliar Rp/Billions of Rp) Uang Kartal
Uang Giral M1 Uang Kuasi - Rupiah Uang Kuasi - Valas M2 Aktiva Luar Negeri Bersih Tagihan Bersih pada Pemerintah Pusat Tagihan pada Lembaga dan BUMN - Kredit Tagihan pada Lembaga dan BUMN - Tagihan Lainnya Tagihan pada Perusahaan Swasta dan Perorangan - Kredit Tagihan pada Perusahaan Swasta dan Perorangan - Tagihan Lainnya Lainnya Bersih

17

Anda mungkin juga menyukai