Anda di halaman 1dari 4

Memaknai Hari Pendidikan Nasional 2012 oleh: afiatur dewi kumala (juara 2 lomba opini pendidikan)

Hari ini 2 Mei 2012, bangsa kita merayakan Hari Pendidikan Nasional bertepatan dengan hari lahirnya Ki Hajar Dewantara ( 2 Mei 1889 28 April 1959 ; Nama asli : Raden Mas Soewardi Suryaningrat) merupakan seorang pahlawan Nasional yang juga merupakan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Namanya juga diabadikan pada nama sebuah kapal Perusak Kawal Berpeluru Kendali. Kapal ini juga merupakan kapal perang latih bagi anggota TNI AL dan dinamakan KRI Ki Hajar Dewantara.

Sesosok anak bangsa yang menjadi mascot pendidikan Indonesia, dengan sebuah ajarannya yang sangat termasyhur yaitu Tut Wuri Handayani dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan, Ing Madya Mangun Karsa di tengah atau diantara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide dan Ing Ngarsa Sang Tuladha di depan, seorang pendidik harus memberikan teladan atau contoh tindakan baik. Sebuah runtutan kalimat yang memilliki semangat morality dan kemajuan. Namun bagaimana pendidikan Indonesia sekarang?

Bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global, pendidikan merupakan kunci utama. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat strategis. Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban yang baik. Sebaliknya Sumber Daya Manusia yang buruk, akan secara pasti melahirkan masyarakat yang buruk pula.

Untuk mengantar kepada visi pendidikan yang demikian, dan melihat realitas pendidikan di negri ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan, jauh tertinggal dari negara-negara lain. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari tiga hal: Pertama, paradigma pendidikan nasional yang sangat sekuler dan materialistik sehingga tidak menghasilkan manusia yang berkualitas utuh, lahir dan batin. Kedua, semakin mahal biaya pendidikan dari tahun ke tahun. Ketiga, rendahnya kualitas SDM yang dihasilkan untuk bersaing secara global.

Sistem pendidikan yang sekuler materialistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sebuah sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang juga sekuler dan materialistik. Memang, dalam sistem sekuler materialistik itu, yang namanya pandangan, aturan, dan nilai-nilai islam tidak

pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, terutama dalam pendidikan ini. Karena itu, di tengan-tengah sistem sekuleristis, lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama dan segala akibat-akibatnya yang menimpa bangsa dan negaranya ini.

Bila kita ingin jujur mengevalusi pendidikan kita, maka tentu kita akan sangat miris dengan fakta-fakta di lapangan. Benarkah pendidikan telah kehilangan makna yang sebenarnya? Amat miris jika menjawa yang sesungguhnya.

Dibutuhkan pendekatan sosiologis untuk melihat pendidikan secara jernih. Tapi fakta di lapangan berkata lain. Belakangan ini para orang tua menjerit karena biaya masuk sekolah dan perguruan tinggi terbilang mahal. Tekana hidup kian terasa, saat hiruk pikuk politik jauh dari harapan masyarakat. Masyarakat sulit untuk membantah fakta itu. Tampaknya semua itu memberikan penjelasan bahwa pendidikan atas apa yang telah diprediksikan Henry A Giroux tentang keprihatinannya terhadap pendidikan yang memanjakan efisiensi ekonomis dalam praktiknya. Giroux menengarai bahwa dalam dunia pendidikan telah terjadi pengekrdilan makna dan hakikat pendidikan.

Dalam memaknai pendidikan setiap bangas memiliki pengalamannya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan Indonesia. Belum tuntasnya reformasi pendidikan karena belum terbukanya ruang dialog sebagai tindakan komunikasi. Iklim demokrasi sekarang ini malah tidak menjamin membawa pendidikan ke arah yang lebih transformatif. Pembenahan pendidikan baru pada tahap kulit luarnya saja belum kepada sistemnya sebagai kulit yang paling dalam.

Solusi fundamental dari potert buram pendidikan ini, system pendidikan harus diarahkan pada perubahan paradigma, yaitu pondasi dari akidah Islam yang tidak mengenal dikotomi pendidikan umum dan agama. Akhirnya lahirlah ribuan intelektual muslim yang memahami agama seklaigus siap menjawab tantangan di zamannya. Semoga!

Hari Pendidikan Nasional, Momentum Musiman


2 Mei setiap tahun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Mengapa tanggal tersebut yang dipilih, karena tanggal tersebut merupakan tanggal kelahiran Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, yang sejak 1922 menggunakan nama Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia. Mengapa beliau sampai bisa digelari pahlawan nasional? Itu karena beliau berjuang demi memberikan kesempatan bagi masyarakat bawah untuk ikut merasakan nikmatnya pendidikan yang pada jaman dahulu hanya diperuntukkan oleh anak-anak kaum priyayi atau bangsawan. Setiap tahun, negeri yang telah bebas dari penjajahan ini, selalu berkutat dengan masalah pendidikan. Dikatakan bahwa tahun 2012, Hari Pendidikan Indonesia dirayakan dengan tema Bangkitnya Generasi Emas. Dari tahun ke tahun selalu ada program atau rencana kerja milik pemerintah yang bertujuan untuk memajukan pendidikan Indonesia. Namun ternyata, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan, terus menurun. Berarti ada yang salah dalam program pemerintah yang seharusnya meningkatkan, kenapa malah turun di mata dunia? Banyak pendapat mengatakan, kemajuan sebuah negara tergantung dari pendidikannya. Di Indonesia, sudah lumrah jika dikatakan segala sesuatunya membutuhkan uang. Pejabat kaya pun merasa masih kurang kekayaannya, padahal mereka itulah yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Namun, lebih mudah melihat keburukan daripada prestasi yang ditunjukkan oleh pemerintah. Dana negara lebih banyak dialokasikan untuk membayar hutang, sehingga dana untuk pendidikan, kurang menjadi prioritas. Belum lama, baru saja siswa sekolah tingkat SD sampai SMA melakukan Ujian Nasional, yang adalah sebuah program gagal yang terus dipertahankan. Mengapa UN saya katakan sebagai sebuah kegagalan, karena pemerintah memberi standar nasional untuk nilai kelulusan. Apakah standar pendidikannya juga sudah nasional? Apakah pelajar di Papua sudah mendapat gizi dan kualitas guru yang sama dengan pelajar di kota besar seperti Jakarta? Kalau faktor pendukung pendidikannya belum merata, berarti belum bisa diratakan nilai standar kelulusannya. Bandingkan dengan Finlandia, yang menjadi pusat perhatian dunia berkat keberhasilan sistem pendidikannya. Dalam hal pendidikan, Pemerintah menyokong penuh dalam hal anggaran dana. Namun, hak menentukan kurikulum dan cara pengajarannya tetap ada pada tangan guru yang mengajar. Hal ini jelas, bagaimana pemerintah tahu kualitas sebuah sekolah jika pemerintah hanya mendapat data tertulis? Sementara, guru sekolah meluangkan hampir seluruh waktunya untuk murid-muridnya. Di Finlandia juga, guru merupakan profesi yang sangat dihargai meskipun dengan gaji yang dinilai pas-pasan. Bedanya dengan Indonesia, untuk menjadi guru di Finlandia, harus masuk sebagai 10 lulusan S2 terbaik. Sistem ujiannya juga berbeda. Siswa memiliki hak sepenuhnya untuk melakukan ujian, kapan dia merasa siap, saat itulah ujian akan dilakukan. Jika seorang anak tidak berhasil dalam ujian, guru lah yang dianggap kurang berhasil dalam mendidik, bukan si anak yang harus dicela karena dianggap bodoh. Di Indonesia, menjadi pelajar sarat dengan beban. Mulai dari beban pelajaran yang berat, PR, bahkan sampai bimbingan belajar diluar sekolah yang seringkali mengedepankan faktor cari untung dalam penyelenggaraannya. Sudah banyak mereka yang berjiwa sosial memberikan sekolah gratis bagi mereka yang kurang mampu, apakah pemerintah belum terketuk? Bayangkan, bagaimana anda bisa berkonsentrasi belajar jika dalam hati anda was-was kalau tembok sekolah seketika bisa rubuh atau harus menempuh bahaya untuk

bersekolah. Bahkan tidak jarang ada kasus dimana seorang guru tidak bersikap layaknya seorang pendidik. Jadi, jangan anda menjadi guru, tetapi jadilah pendidik. Ada arti berbeda dari menggurui dengan mendidik. Keberhasilan pendidikan Indonesia tak lepas dari peran pemerintah yang harus lebih proaktif dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Jangan jadikan momen Hari Pendidikan Nasional sebagai saat untuk membangkitkan semangat yang mungkin dua bulan lagi semangat tersebut sudah terlupakan. Ingatlah Ki Hajar Dewantara yang tak pernah lelah memperjuangkan pendidikan untuk kaum minoritas. @ruddydisini

Anda mungkin juga menyukai