PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Sedangkan dalam hal pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
irigasi, secara khusus pada UU tersebut diatur dalam pasal 41, ayat (2), yang
di penjelasan diuraikan bahwa daerah irigasi dengan luas kurang dari 1000
hektar,dan ada dalam satu wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan dan
tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota; daerah irigasi dengan luas areal
1000 – 3000 hektar atau daerah irigasi dengan luas areal kurang dari 1000
hektar dan lintas wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung
jawab pemerintah provinsi; dan daerah irigasi dangan luas areal lebih dari 3000
hektar, atau daerah irigasi yang lintas provinsi, dan daerah irigasi strategis
nasional serta lintas negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab
pemerintah. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang
Irigasi dalam pasal 4, ayat (2), menyebutkan bahwa ”pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan secara partisipatif, terpadu,
berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
Beberapa regulasi yang disebutkan di atas merupakan acuan dasar,
sehingga pemerintah mengembangkan program keirigasian yang disebut ”
Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif/PPSIP”. Akan
tetapi dari Laporan Kajian Pembangian Urusan dalam PPSIP dari BAPPENAS
(Anonymous, 2007) dan Lembaran Kesepakatan Rapat Pembagian Peran
pelaksanaan program PPSIP, tanggal 21 Juni
2006, tampak tersurat bahwa pembagian peran yang diatur hanya
antar instansi pemerintah yang terlibat dalam pengembangan dan pengelolaan
irigasi. Sedangkan peran bagi masyarakat petani sama sekali tidak
disebutkan. Ironisnya kebijakan keirigasian sesuai PP No. 20/2006 justru
disebut sebagai aktivitas Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
Partisipatif.
2
Kelompok urusan kedua adalah urusan yang dapat didesentralisasikan.
Dalam urusan seperti ini, Pemerintah masih memiliki peran. Oleh karena itu
terkandung elemen sentralisasi pula sebagaimana diketahui bahwa desentralisasi
selalu bertalian dengan sentralisasi dalam organisasi (Sherwood: 1969).
Peran pemerintah yang masih ada tersebut dapat dilakukan dengan
cara yang sama dengan kelompok urusan pertama. Dengan demikian, terjadi
perpaduan sentralisasi dan desentralisasi dalam kelompok urusan kedua.
Situmorang (2005) menyebut urusan seperti ini sebagai urusan yang bersifat
konkuren. Urusan irigasi termasuk urusan yang bersifat konkuren.
Tesis makalah ini adalah pembagian urusan dalam irigasi di Indonesia
masih berasaskan pada satu konsep desentralisasi yang tidak utuh.
Urusan tersebut didistribusikan hanya dengan konsep desentralisasi territorial.
Sementara dalam kondisi empirik, potensi dan kebutuhan akan pengembangan
desentralisasi fungsional mendesak sesuai karakter urusan tersebut. Makalah ini
akan mambahas persoalan tersebut.
***
3
II. PEMBAHASAN
4
Bentuk pemberdayaan ini sudah dilakukan di beberapa proyek
pemerintah yang ada dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat/PNPM.
5
Aliran Sungai dan Batas Administratif daerah otonom
6
C. Fungsi-Fungsi dalam Sistem Irigasi
7
Meskipun McLean menyatakan bahwa umumnya yang dilakukan di
berbagai negara terutama negara berkembang dengan menyatukan kedua cara
devolusi tersebut ke dalam sistem yang pertama, dari pendapat tersebut
sebenarnya dapat dilakukan secara terpisah: yang pertama desentralisasi teritorial,
yang kedua adalah desentralisasi fungsional. Pakar tersebut menambahkan
penjelasannya sebagai berikut:
‖The new push toward participatory management process has
enabled decentralization to user groups. These groups
comprise the intended beneficiaries, who weigh all technically
feasible options, consider capital and recurrent cost implications, make
choices, and then manage systems. The approach pays dividends for
both government and communities; communities get what they need,
and governments are relieved of long term operation and
maintenance (O&M) burden. User groups are common to irrigation and rural
water supply and sanitation. Generally they are referred to as water users
associations
(WUAs) in the former and water and sanitation committees (WSCs) in the
latte.
8
III. PENUTUP : MEMBANGUN KOMITMEN BERSAMA
9
DAFTAR PUSTAKA
10
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita taufiq
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “ UPAYA
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT IRIGASI PERTANIAN ”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan
menuju jalan yang terang benderang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami
khususnya, dan segenap pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami
harapkan untuk menuju kesempurnaan makalah ini.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah
ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT. Amin.
Penulis
i 11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ii12
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT IRIGASI
PERTANIAN
O
L
E
H
HENDRA YANTO
13