Anda di halaman 1dari 46

BAB I LAPORAN KASUS

I.1

IDENTITAS Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Alamat No RM Tanggal masuk RS Tanggal keluar RS : Tn. R : 57 Tahun : Laki - laki : TNI (Kapten Inf/BINTALDAM JAYA) : Cempaka Putih Barat II No.115 : 15 55 20 : 08 Desember 2012 : 12 Desember 2012

I.2

ANAMNESIS Keluhan Utama :

Sesak nafas sejak 4 jam SMRS

Keluhan Tambahan

Mual, muntah dan perut terasa begah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RS M Ridwan Meuraksa dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam SMRS. Sesak dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang tidur dan dirasakan semakin memberat. Pasien mengaku sesaknya sedikit berkurang jika pasien duduk tegap atau tidur dengan bantal lebih dari 2. Pasien mengaku 3 hari yang lalu baru saja keluar dari RS ini dengan keluhan yang sama yaitu sesak yang sering dirasa terutama malam hari dan setelah beraktifitas dan adanya bengkak pada kedua tungkai. Namun setelah keluar dari RS pasien merasa keluhannya membaik hingga pada saat ini keluhan sesak itu muncul kembali. Pasien mengaku sudah tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena akan sesak, sehingga aktivitasnya sedikit dibatasi dari biasanya. Selain keluhan sesak, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah berisi makanan dan cairan bening disertai perut terasa begah. BAB pasien sedikit cair dan BAK pasien tidak ada keluhan. Pasien tidak mengeluhkan demam, nyeri dada, mengi, bersin namun terkadang batuk-batuk pada malam hari. Untuk keluhan-keluhannya tersebut pasien belum mengkonsumsi obat untuk mengatasinya dan langsung datang ke IGD RSMRM.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi

: : diakui oleh pasien dan 3 hari yang

lalu keluar dari RSMRM dengan diagnosis Hipertensi grade II. Riwayat Penyakit Jantung : diakui oleh pasien dan 3 hari yang

lalu keluar dari RSMRM dengan diagnosis CHF ec CAD. Riwayat Diabetes Melitus Riwayat Asma : disangkal : disangkal

Riwayat Alergi Riwayat Gastritis

: disangkal : diakui oleh pasien

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi

: : diakui oleh pasien pada Ayahnya : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus Riwayat Asma Riwayat Alergi

Riwayat Sosial, Keluarga, dan Kebiasaan serta Pengobatan : Pasien sudah menikah dan tinggal bersama istri dan anaknya. Pasien tinggal di daerah pemukiman tidak begitu padat. Pasien mengaku pekerjaannya cukup banyak melakukan aktivitas dan cukup banyak dilapangan. Pasien cukup melakukan olahraga, namun mengaku suka dengan makanan berlemak dan goreng-gorengan. Pasien mengaku rutin mengkonsumsi obat yang diberikan dokter ketika keluar dari RSMRM 3 hari yang lalu.

I.3

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


3

Kesadaran Tekanan Darah Nadi Frekuensi pernapasan Suhu Berat Badan Tinggi Badan IMT Gizi Kepala Rambut mudah dicabut. Mata

: Composmentis : 130/80 mmHg : 68 x/menit : 22 x/menit : 36.6 c : 65 Kg : 160 cm : 25.39 : Gizi lebih (Obess I) : Normocephal, deformitas (-) : Berwarna hitam, distribusi merata, tidak

: Eksoftalmus (-/-), endotalmus (-/-), edema

palpebra (-/-), Conjuntiva Anemic (-/-), Sklera Ikteric (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+), pergerakan mata kesegala arah baik. Telinga : Normotia, lubang telinga lapang, sekret

(-/-), serumen (-/-), pendengaran baik. Hidung : Deformitas (-), septum deviasi (-),

hipertrofi konka (-), Nafas cuping hidung (-), discharge (-). Mulut : Mukosa basah, lidah hiperemis (-), lidah

kotor (-), atrofi papil (-), bau pernafasan khas (-), gusi berdarah (-), gusi bengkak (-), fasing hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.

Leher

: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar

tiroid (-), trakea ditengah, JVP 5+2 cm, refluks hepatojugular (+). Thorax Jantung Inspeksi Palpasi : : : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS V 1 jari

arah lateral dari linea midclavikularis sinistra Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV Linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V Linea midclavikularis

sinistra 1 jari kearah lateral Pinggang jantung sinistra Auskultasi : bunyi jantung I & II reguler, : ICS II linea parasternal

Murmur pansistolik (+) di apex jantung yang menyebar kearah lateral , Gallop (-)

Paru Inspeksi (-) Palpasi Perkusi

: : simetris statis dan dinamis, retraksi

: fremitus taktil sama kanan dan kiri : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

suara

dasar

vesikuler

(+/+),

Wheezing (-/-), Rhonki basah halus di basal paru (+/+)

Abdomen Inspeksi

: : datar, sikatrik (-), benjolan (-),

kaput meduse (-), spider nevi (-), venektasi (-) Auskultasi Palpasi : bising usus (+) : nyeri tekan (+) daerah epigastrium,

hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae, lien tidak membesar. Perkusi dan pekak alih (-) Genital Ekstremitas : tidak diperiksa : akral dingin, sianosis (-), edema : tympani, nyeri ketuk (-), pekak sisi

piting ringan pada kedua tungkai. Kulit : ikterik (-), sianosis (-)

I.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil laboratorium tanggal 08-12-2012 Hb Ht Trombosit Leukosit : 12,2 g/dl : 36% : 328.000/uL : 6300/uL

Ureum Creatinin SGOT SGPT GDS

: 37 mg/dL : 0,92 mg/dL : 33 U/L : 42 U/L : 129 mg/dL

I.5

DIAGNOSA BANDING Jantung : Congestive Heart Failure NYHA II e.c suspek Coronary Arterial Disease Paru : ARDS (Adult/Acute Respiratory Distress Syndrome) GIT : Dyspepsia

I.6

DIAGNOSA KERJA Congestive Heart Failure NYHA II e.c suspek Coronary Arterial Disease Dyspepsia

I.7

TERAPI

Non-Farmakologi : Bed rest Posisi duduk Diet rendah garam dan lemak jenuh

Farmakologi :

Oksigen 4 liter/menit Ringer Laktat 12 tetes/menit Furosemid 2x20 mg I.V ISDN 3x10 mg P.O Captopril 2x25 mg P.O Diltiazem 3x30 mg P.O Digoxin 2x0,25 mg P.O Aspilet 1x80 mg P.O Diazepam 1x5 mg P.O Aspar K 2x1 tablet P.O Sucralfat syrup 4x1 C Pantoprazol 2x40 mg I.V Domperidon 3x10 mg P.O

Edukasi : I.8 Batasi aktifitas fisik Hindari factor resiko Rajin kontrol ke Rumah Sakit PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungtionam Ad sanationam

: dubia ad malam : dubia ad malam

ALUR PIKIR Pasien TN. R, laki-laki, 57 tahun Keluhan utama : Sesak nafas sejak 4 jam SMRS Keluhan Tambahan :

Mual, muntah dan perut terasa begah Arah Diagnosis : Jantung, Paru, Gastrointestinal Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RS M Ridwan Meuraksa dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam SMRS yang dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang tidur dan semakin memberat. Sesaknya sedikit berkurang jika pasien duduk tegap atau tidur dengan bantal lebih dari 2. Pasien mengaku 3 hari yang lalu baru saja keluar dari RS ini dengan keluhan yang sama yaitu sesak yang sering dirasa terutama malam hari dan setelah beraktifitas dan adanya bengkak pada kedua tungkai. Pasien sudah tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena akan sesak, sehingga aktivitasnya sedikit dibatasi dari biasanya. Selain keluhan sesak, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah berisi makanan dan cairan bening disertai perut terasa begah. BAB pasien sedikit cair dan BAK pasien tidak ada keluhan. Pasien tidak mengeluhkan demam, nyeri dada, mengi, bersin namun terkadang batukbatuk pada malam hari.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi II. Riwayat Penyakit Jantung : diakui oleh pasien dan 3 hari yang lalu keluar dari RSMRM dengan diagnosis CHF ec CAD. : diakui oleh pasien dan 3 hari yang

lalu keluar dari RSMRM dengan diagnosis Hipertensi grade

10

Riwayat Diabetes Melitus Riwayat Asma Riwayat Alergi Riwayat Gastritis

: disangkal : disangkal : disangkal : diakui oleh pasien

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Hipertensi Riwayat DM Riwayat Asma Riwayat Alergi : diakui pasien pada Ayahnya : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Sosial, Keluarga, dan Kebiasaan serta Pengobatan : Pasien sudah menikah dan tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Pasien tinggal di daerah pemukiman tidak begitu padat. Pasien mengaku pekerjaannya cukup banyak melakukan aktivitas dan cukup banyak dilapangan. Pasien cukup melakukan olahraga, namun mengaku suka dengan makanan berlemak dan goreng-gorengan. Pasien mengaku rutin mengkonsumsi obat yang diberikan dokter ketika keluar dari RSMRM 3 hari yang lalu. Diagnosa banding : Jantung Paru : CHF (Congestive Heart Failure) NYHA II e.c Susp CAD : ARDS (Adult/Acute Respiratory Distress Syndrome)

11

GIT

: Dyspepsia

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa kerja : Congestive Heart Failure NYHA II e.c Suspek Coronary Artery Disease Dyspepsia

Terapi

Non-farmakologi

Farmakologi

Edukasi

Prognosis : Ad vitam Ad fungtionam Ad sanationam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

12

CATATAN PERAWATAN Tanggal 08 Desember 2012 S O : Sesak nafas, mual, muntah dan perut terasa begah : KU/Kesadaran Tekanan Darah Nadi Suhu Frekuensi Nafas Kepala Rambut Mata Telinga : TSS/CM : 130/80 mmHg : 68 x/menit : 36,6 C : 22 x/menit : normochepal, deformitas (-) : hitam, distribusi rata : CA -/-, SI -/: normotia, lubang telinga lapang, sekret -/-, serumen -/Hidung Mulut Leher : deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-) : mukosa basah, lidah hiperemis (-), lidah kotor (-) : faring hiperemis (-), T1-T1 tenang, KGB membesar (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5+2cm, Hepatojugular refluks + Thorax : P/ SD vesikuler +/+, ronkhi basah halus di basal paru +/+, wheezing -/-

13

C/ BJ I II reguler, murmur pansistolik di apex menjalar ke lateral (+), galop (-) Batas jantung kanan : ICS IV Linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V Linea midclavikularis

sinistra 1 jari kearah lateral Pinggang jantung sinistra Abdomen : BU (+), NT (+) region epigastrium, pekak alih dan pekak sisi (-) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema ringan pada kedua tungkai (+) Kulit : sianosis (-), ikterik (-) : ICS II linea parasternal

Hasil Pemeriksaan laboratorium Hb Ht Trombosit Leukosit Ureum Creatinin SGOT SGPT GDS : 12,2 g/dl : 36% : 328.000/uL : 6300/uL : 37 mg/dL : 0,92 mg/dL : 33 U/L : 42 U/L : 129 mg/dL

14

: CHF e.c CAD Dispepsia

: RA 20 tpm Inpepsa Syrup 4x1 C Pantoprazol 2x1 IV Domperidon 3x1 Inj. Lasix 2x1 amp I.V Aspar K 2x1 ISDN 3x10 mg Captopril 2x25 mg Diltiazem 3x30 mg Digoxin 1x0,25 mg Aspilet 1x80 mg Diazepam 1x5 mg

Tanggal 09 Desember 2012 S O : Sesak berkurang, perut terasa sedikit perih : KU/Kesadaran Tekanan darah Nadi : TSS/CM : 130/80 mmHg : 80 x/menit

15

Suhu Frekuensi nafas Kepala Rambut Mata Telinga

: 36,3 C : 24 x/menit : normocephal, deformitas (-) : hitam, distribusi rata : CA -/-, SI -/: normotia, lubang telingan lapang, serumen -/-, sekret -/-.

Hidung Mulut Leher

: septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-) : mukosa basah, lidah hiperemis (-), lidah kotor (-) : KGB membesar (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), faring hiperemis (-), T1-T1 tenang. JVP 5+2cm, Hepatojugular refluks +

Thorax

: P/ SD vesikuler +/+, ronkhi basah halus di basal paru +/+, wheezing -/C/ BJ I II reguler, murmur pansistolik di apex menjalar ke lateral (+), galop (-) Batas jantung kanan : ICS IV Linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V Linea midclavikularis

sinistra 1 jari kearah lateral Pinggang jantung sinistra : ICS II linea parasternal

16

Abdomen

: BU (+), NT (+) epigastrium, pekak alih dan pekak sisi (-)

Ekstremitas

: akral hangat, sianosis (-), edema ringan pada kedua tungkai (+)

Kulit A : CHF e.c CAD Dispepsia P : RA 20 tpm Inpepsa Syrup 4x1 C Pantoprazol 2x1 IV Domperidon 3x1

: sianosis (-), ikterik (-)

Inj. Lasix 2x1 amp I.V Aspar K 2x1 ISDN 3x10 mg Captopril 2x25 mg Diltiazem 3x30 mg Digoxin 1x0,25 mg Aspilet 1x80 mg Diazepam 1x5 mg

Tanggal 10 Desember 2012


17

S O

: Sesak berkurang, nyeri ulu hati : KU/Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu Kepala Rambut Mata Telinga : TSS/CM : 130/90 mmHg : 80 x/m : 24 x/m : 36,3 C : normocephal, deformitas (-) : berwarna hitam, distribusi rata. : CA -/-, SI -/: normotia, lubang telinga lapang, sekret -/-, serumen -/Hidung Mulut Leher : septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-) : mukosa basah, lidah hiperemis (-), lidah kotor (-) : KGB membesar (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), faring hiperemis (-), T1-T1 tenang, JVP 5+2cm, Hepatojugular refluks + Thorax : P/ SD vesikuler +/+, ronkhi basah halus di basal paru +/+, wheezing -/C/ BJ I II reguler, murmur pansistolik di apex menjalar ke lateral (+), galop (-) Batas jantung kanan : ICS IV Linea sternalis dextra

18

Batas jantung kiri

: ICS V Linea midclavikularis

sinistra 1 jari kearah lateral Pinggang jantung sinistra Abdomen sisi (-) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema ringan pada kedua tungkai berkurang Kulit A : CHF e.c CAD Dispepsia P : IVFD RL 7 tpm O2 3-4 lpm Inpepsa 4x1 C Pantoprazol 2x1 amp I.V Domperidon 3x1 tab Inj. Lasix 2x1 amp I.V Aspar K 2x1 ISDN 3x10 mg Captopril 2x25 mg : sianosis (-), ikterik (-) : BU (+), NT (+) epigastrium, pekak alih dan pekak : ICS II linea parasternal

19

Diltiazem 3x30 mg Digoxin 1x0,25 mg Aspilet 1x80 mg Diazepam 1x5 mg

Tanggal 11 Desember 2012 S O : Sesak berkurang : KU/Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu Kepala Rambut Mata Telinga : TSS/CM : 110/70 mmHg : 84 x/m : 24 x/m : 36 C : normocephal, deformitas (-) : berwarna hitam, distribusi rata. : CA -/-, SI -/: normotia, lubang telinga lapang, sekret -/-, serumen -/Hidung Mulut Leher : septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-) : mukosa basah, lidah hiperemis (-), lidah kotor (-) : KGB membesar (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), faring hiperemis (-), T1-T1 tenang, JVP 5+2cm, Hepatojugular refluks +

20

Thorax

: P/ SD vesikuler +/+, ronkhi basah halus di basal paru -/-, wheezing -/C/ BJ I II reguler, murmur pansistolik di apex menjalar ke lateral (+), galop (-) Batas jantung kanan : ICS IV Linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V Linea midclavikularis

sinistra 1 jari kearah lateral Pinggang jantung sinistra Abdomen Ekstremitas : BU (+), NT (-), pekak alih dan pekak sisi (-) : akral hangat, sianosis (-), edema ringan pada kedua tungkai (-/-) Kulit A P : sianosis (-), ikterik (-) : ICS II linea parasternal

: CHF e.c CAD + dispepsia : IVFD RL 7 tpm O2 3-4 lpm Inpepsa 4x1 C Pantoprazol 2x1 amp I.V Domperidon 3x1 tab Inj. Lasix 2x1 amp I.V

21

Aspar K 2x1 ISDN 3x10 mg Captopril 2x25 mg Diltiazem 3x30 mg Digoxin 1x0,25 mg Aspilet 1x80 mg Diazepam 1x5 mg

Tanggal 12 Desember 2012 S O : Keluhan (-) : KU/Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu Kepala Rambut Mata Telinga : TSS/CM : 120/90 mmHg : 90 x/m : 18 x/m : 36 C : normocephal, deformitas (-) : berwarna hitam, distribusi rata. : CA -/-, SI -/: normotia, lubang telinga lapang, sekret -/-, serumen -/Hidung : septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)

22

Mulut Leher

: mukosa basah, lidah hiperemis (-), lidah kotor (-) : KGB membesar (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), faring hiperemis (-), T1-T1 tenang. JVP 5+2cm, Hepatojugular refluks +

Thorax

: P/ SD vesikuler +/+, ronkhi basah halus di basal paru -/-, wheezing -/C/ BJ I II reguler, murmur pansistolik di apex menjalar ke lateral (+), galop (-) Batas jantung kanan : ICS IV Linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V Linea midclavikularis

sinistra 1 jari kearah lateral Pinggang jantung sinistra Abdomen Ekstremitas : BU (+), NT (-), pekak alih dan pekak sisi (-) : akral hangat, sianosis (-), edema ringan pada kedua tungkai (-/-) Kulit A P : CHF e.c CAD : Pasien boleh pulang dan kontrol rawat jalan Furosemid 2x40 mg Spironolacton 1x1 tablet Aspar K 2x1 : sianosis (-), ikterik (-) : ICS II linea parasternal

23

ISDN 3x10 mg Captopril 2x25 mg Diltiazem 3x30 mg Digoxin 1x0,25 mg Aspilet 1x80 mg Diazepam 1x5 mg

BAB II PEMBAHASAN Pasien TN. R, laki-laki, 57 tahun datang dengan keluhan utama : sesak nafas sejak 4 jam SMRS dan keluhan tambahan : mual, muntah dan perut terasa begah. Dari keluhan tersebut maka masalah dicurigai ada pada jantung, paru atau gastrointestinal. Dari RPS didapatkan data bahwa pasien lebih mengarah ke penyakit jantung CHF karena terdapat salah satu kriteria mayor dan minor dari kriteria Framingham untuk CHF yaitu, mayor : adanya sesak saat tidur malam (Paroxysmal Nocturnal Dispneu), minor : batuk pada malam hari dan sesak saat melakukan aktifitas (Dispneu de effort). Dari RPS juga disebutkan bahwa pasien sudah tidak bisa beraktivitas seperti biasa dan sedikit dibatasi, hal itu menunjukan pasien masuk kategori NYHA II. Selain itu didapatkan juga keluhan seperti mual, muntah dan perut terasa begah yang mengarahkan adanya kelainan pada system

24

gastrointestinal yang lebih mengarah ke dyspepsia. Dispepsia adalah kumpulan keluhan atau gejala klinis yang menimbulkan perasaan tidak nyaman pada perut bagian atas dengan salah satu gejalanya adalah mual, muntah dan perasaan begah. Dari RPS kurang data yang menguatkan adanya penyakit pada paru yang menyebabkan keluhan pasien seperti tidak nyeri dada, mengi, ataupun demam. Namun tetap kecurigaan terhadap paru harus ada seperi ARDS yaitu istilah untuk menggambarkan kondisi paru yang dapat mengakibatkan gagal nafas karena paru mengalami edema dan peradangan. ARDS merupakan salah satu diagnosis banding utama yang harus dibedakan dari CHF. Gejalanya adalah sesak nafas, ronki, mengi, tanpa adanya kelainan pada jantung seperti pembesaran jantung, juga biasanya muncul 1-2 hari setelah penyakit berat atau trauma. Pada kasus ini ditemukan sesak dan adanya riwayat dirawat hampir 3 hari yang lalu namun tidak ada mengi, hal itu meyakinkan bahwa kelainan di paru harus tetap dicari dengan pemeriksaan selanjutnya. Dari data-data RPD, RPK dan riwayat lainnya, adanya riwayat dirawat beberapa hari yang lalu dengan keluhan yang sama dan didiagnosis Hipertensi Grade II dan CHF e.c CAD lebih menguatkan diagnosis ke CHF dengan penyebab curiga kea rah CAD. Adanya riwayat gastritis juga lebih menguatkan dyspepsia pada pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal. Berat badan pasien dinyatakan berlebih Obese 1 dan itu merupakan salah satu factor resiko untuk penyakit jantung khususnya akibat CAD. Ditemukan juga adanya refluks hepatojugular dan ronki basah halus di basal kedua lapang paru juga adanya pembesaran jantung yang dibuktikan dengan melebarnya batas jantung kiri, itu merupakan salah satu kriteria mayor Framingham, juga adanya edema piting ringan pada tungkai bawah yang merupakan kriteria minor yang lebih menguatkan lagi kearah CHF. CHF ditegakan bila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 mayor ditambah 2 minor. Pada kasus ini terdapat 4 mayor dan 3 minor, maka pasien kuat kearah diagnose CHF. Adanya nyeri tekan di regio epigastrium lebih mengarahkan lagi ke dyspepsia. Namun diagnosis untuk ARDS dapat

25

disingkirkan karena pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran pada jantung yang dibuktikan dengan begesernya batas jantung kiri ke lateral dan adanya murmur pansistolik pada apex jantung. Karena pada ARDS tidak terdapat pembesaran jantung. Hasil pemeriksaan laboratorium darah tidak menunjukan adanya kelainan, hal tersebut tidak mempengaruhi terhadap diagnosis yang telah dibuat dan itu hanya menunjukan bahwa tidak ada kondisi yang memperburuk keadaan pasien dari segi pemeriksaan laboratorium darah. Berdasarkan pembahasan diatas, maka diagnosis pada pasien ini adalah Congestive Heart Failure NYHA II e.c Suspek Coronary Artery Disease dan Dyspepsia.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Jantung Kongestif (CHF) III.1 Definisi Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

26

Beberapa istilah dalam gagal jantung : 1.Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik : Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif. 2. Low Output dan High Output Heart Failure Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan,

27

fistula A V, beri-beri, dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan. 3.Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF) Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda. 4. Gagal Jantung Akut dan Kronik Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik. Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure ,

hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung. III. 2 Etiologi

28

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid. III. 3 Patofisiologi Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif. 1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
29

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-AngiotensinAldosteron : Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut: -Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus -Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus -Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI -Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

30

-Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal. -Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. 3. Hipertrofi ventrikel : Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel. Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang

menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.

31

Gambar Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

III. 4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah

32

beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejalagejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit. Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagianbagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.

33

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; venavena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.

34

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

III. 5 Diagnosis Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. Kriteria Diagnosis : Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif Kriteria Major : 1. Paroksismal nokturnal dispnea 2. Distensi vena leher 3. Ronki paru 4. Kardiomegali 5. Edema paru akut 6. Gallop S3 7. Peninggian tekana vena jugularis 8. Refluks hepatojugular Kriteria Minor : 1. Edema eksremitas

35

2. Batuk malam hari 3. Dispnea deffort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal 7. Takikardi(>120/menit) Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2 kriteria minor. Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain: NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa. NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada. NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

36

NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan. 1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid. 2. Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 3. Radiologi : Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. 4. Penilaian fungsi LV : Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,

mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya

37

MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%). III. 6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Non farmakologi : a. Anjuran Umum Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

38

Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.

Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang. Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pneumokokus bila mampu.

Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormone dosis rendah masih dapat dianjurkan.

b. Tindakan Umum Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan). Hentikan rokok Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 2030 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang). Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut. Farmakologi Diuretic : kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretic regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan

39

edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau tiazid. Bila respom tidak cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena atau kombinasi loop diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif. Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasa digunakan bersamasama dengan penghambat ACE dan diuretic. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan penghambat ACE. Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.

40

Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

Antiaritmia asimptomatik

tidak atau

direkomendasikan aritmia ventrikel

untuk

pasien

yang

yang tidak

menetap.

Antiaritmia klas I harus dihindarkan kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung. III. 7 Prognosis Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 3050% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

41

B. Dispepsia III. 1 Definisi Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "-" ( Dys-), berarti sulit , dan "" ( Pepse), berarti pencernaan (N.Talley, et al ., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada ( heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1.Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2.Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan). Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. III. 2 Etiologi Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esophagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan,
42

seperti obat anti-inflammatory , dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: 1.Menelan udara ( aerofagi) 2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung 3.Iritasi lambung ( gastritis ) 4.Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis 5.Kanker lambung 6.Peradangan kandung empedu (kolesistitis) 7.Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) 8.Kelainan gerakan usus 9.Stress psikologis, kecemasan, atau depresi 10.Infeksi Helicobacter pylory III. 3 Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 1.Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala: a.Nyeri epigastrium terlokalisasi b.Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid c.Nyeri saat lapar d.Nyeri episodik

43

2.Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala: a.Mudah kenyang b.Perut cepat terasa penuh saat makan c.Mual d.Muntah e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f.Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3.Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas). Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras ( borborigmi ). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan. III. 4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium, endoskopi gastrointestinal plus CLO tes (optional) atau biopsy mukosa, sampai pencitraan/resonansi, dilakukan secara cost effectiveness dan cost benefit sesuai kebutuhan. III. 5 Terapi
44

a. Terapi simptomatik-empirik selama 2-4 minggu : antasida, H2-blockers, proton pump inhibitor (PPI), anti ansietas. Umumnya diberikan kepada kedua jenis dyspepsia. b. Jika ditemukan H pylori positif, diberikan terapi eradikasi dengan primary triple drugs keur selama 7-14 hari. Pilihan keur, sbb : Omeprazole 20 mg 2x/hari + ranitidine bismuth citrate 400 mg 2x/hari + Klaritromisin 500 mg 2x/hari, atau Lansoprazole 30 mg 2x/hari + Metronidazole 500 mg 2x/hari + tetrasiklin 250 mg 4x/hari, atau Omeprazole 20 mg 2x/hari + amoksisilin 1000 mg 2x/hari + metronidazole 500 mg 2x/hari, atau Pantoprazole 40 mg 2x/hari + amoksisilin 1000 mg 2x/hari + levofloksasin 500 mg 1x/hari, atau Ranitidine 300 mg 2x/hari + metronidazole 500 mg 2x/hari + tetrasiklin 250 mg 4x/hari. c. Terapi dyspepsia organic dengan memperbaiki penyakit dasarnya (terapi kausal). d. Terapi pencegahan, terutama dengan menghindari/menghentikan factor etiologi/pencetus, seperti situasi stress metabolic, konsumsi NSAIDs, regulasi gula darah adekuat, status gizi yang baik. e. Tindakan bedah jika penyulit tidak teratasi. III. 6 Prognosis Qua vitam et functionam et sanus : dubia ad bonam, tergantung stadium klinis.

45

DAFTAR PUSTAKA P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria . Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV , Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia, Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology. American Journal of Gastroenterology Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th Edition. Mc Graw Hill Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Lelosutan S A R. 2009. Kapita Selekta Gastroentero-Hepatologi Ilmu Penyakit Dalam. Sub SMF Gastrentero-Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. JC Institute. Jakarta

46

Anda mungkin juga menyukai