Anda di halaman 1dari 12

Logoterapi: Sebuah Pendekatan untuk Hidup Bermakna

11 Mei 2008 luthfis Psikologi-Konseling 12 Komentar Oleh : Luthfi Seli Fauzi

Langit kota Kufah19 Ramadhan tahun 40 Hijriyah sudah mulai menampakkan cahaya kekuningan. Baru saja Imam Ali ibn Abi Thalib as. mulai mengimami sholat shubuh. Seketika, ketika ia baru saja mengangkat kepalanya dari sujud, pedang beracun Ibnu Muljam langsung menghantam kepala sang Imam. Dengan senyuman, Imam Ali langsung mengusapkan darah yang membasahi janggut kepada wajahnya. Dengan wajah tenang, mulutnya berucap: Fuztu wa Rabbil Kabah. demi Tuhan yang memelihara Kabah, sungguh aku bahagia!

Kisah diatas sengaja saya kutip sebagai pengantar agar kita lebih dapat memahami logoterapi. Kisah Imam Ali diatas jelas-jelas merupakan sebuah kemalangan, jelas-jelas apa yang dialami Amirul Mukminin adalah sebuah musibah, jelas-jelas sebuah bencana yang mengantarkannya kepada kematian. Tapi apa yang terjadi? Apa yang diucapkan Imam Ali? Fuztu wa Rabbil Kabah. demi Tuhan yang memelihara Kabah, sungguh aku bahagia!. Luar biasa. Sikap Imam Ali inilah sebenarnya yang menjadi tujuan dari Logo terapi. Lantas kalau begitu apa sebenarnya Logoterapi itu?

Pengertian Logoterapi Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata logos yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup ( the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan

motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna ( the meaningful life) yang didambakannya. Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu: 1. Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. 2. Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna. 3. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali diatas, ia jelas-jelas mendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secara positif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.

Ajaran Logoterapi Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagai berikut. a. Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna. b. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang. c. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. d. Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).

Tujuan Logoterapi

Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi: a. memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya; b. menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan; c. memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamp[u tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

Pandangan Logoterapi terhadap Manusia a. Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual. b. Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan spirituality dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama. c. Dengan adanya dimensi noetic ini manusiamampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri. d. Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.

Logoterapi sebagai Teori Kepribadian Kerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang

bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari

penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).

Viktor Frankl
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Viktor Emil Frankl

Lahir Meninggal Sebab meninggal

26 Maret 1905 2 September 1997 (umur 92) gagal jantung

Kebangsaan Dikenal karena Agama

Austria Logoterapi, Analisis eksistensiil Yahudi

Viktor Frankl

Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D., (lahir 26 Maret 1905 meninggal 2 September 1997 pada umur 92 tahun) adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban Holocaust yang selamat . Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Bukunya, Man's Search for Meaning (pertama kali terbit pada 1946) mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapisnya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alas an untuk tetap hidup. Frankl adalah salah satu tokoh utama dalam terapi eksistensial.

Daftar isi

1 Sebelum 1945 2 Setelah 1945 3 Aneka rupa 4 Kutipan 5 Bibliografi 6 Lihat pula 7 Pranala luar

Sebelum 1945

Frankl dilahirkan di Wina, Austria. Minat Frankl terhadap psikologi muncul sejak ia masih muda. Untuk ujian akhir (Matura) di SMA ia menulis sebuah makalah tentang psikologi pemikiran filsafat. Setelah lulus dari SMA pada 1923, ia belajar kedokteran di Universitas Wina dan kemudian mengambil spesialisasi dalam neurologi dan psikiatri. Dari 1933 hingga 1937 ia memimpin apa yang dinamakan "Selbstmrderpavillon" (pavilyun bunuh diri) di Rumah Sakit Umum di Wina dan dari 1937 hingga 1940 ia melkaukan praktik pribadi dalam psikiatri. Dari 1940 hingga 1942 ia memimpin departemen neurology dari Rumah Sakit Rothschild. Pada saat itu, rumah sakit ini adalah satu-satunya yang masih tersisa di Wina yang diizinkan menerima pasien Yahudi. Pada Desember 1941 ia menikah dengan Tilly Grosser. Pada musim gugur 1943 ia, his istrinya dan orangtuanya dideportasi ke kamp konsentrasi di Theresienstadt. Pada 1944 ia dipindahkan ke Auschwitz dan belakangan ke Kaufering dan Trkheim, dua kamp konsentrasi yang berdekatan dengan KZ Dachau. Ia dibebaskan pada 27 April 1945 oleh Tentara AS. Frankl selamat dari Holocaust, tetapi istrinya serta kedua orangtuanya dibunuh di kamp konsentrasi. Di antara saudara-saudara dekatnya, hanya saudara perempuannya yang telah bermigrasi ke Australia, yang selamat. Karena penderitaannya ini (dan penderitaan banyak orang lainnya) di kamp-kamp konsentrasi, ia tiba pada kesimpulan bahwa bahkan dalam situasi yang paling absurd, menyiksa dan mendehumanisasikan, kehidupan dapat bermakna dan bahkan penderitaan pun bermakna. Kesimpulannya ini kelak menjadi dasar yang kuat bagi pemikiran psikiatri yang dikembangkan oleh Frankl, logoterapi.

Setelah 1945
Frankl dibebaskan setelah tiga tahun mendekam di kamp konsentrasi, lalu ia kembali ke Wina. Pada 1945 ia menulis bukunya yang terknal di seluruh dunia yang berjudul "Ein Psychologe erlebt das Konzentrationslager" (terjemahan harafiahnya: "Seorang Psikolog Mengalami Kamp Konsentrasi"; Terjemahan bahasa Inggrisnya: Man's Search for Meaning atau, Manusia mencari Makna). Dalam buku ini ia berusaha secara obyektif menggambarkan kehidupan seorang tahanan biasa di kamp konsentrasi dari perspektif seorang psikiater. Pada 1946 ia ditunjuk untuk mengelola Poliklinik neurology Wina, dan ia bekerja di situ hingga 1971. Pada tahun-tahun setelah perang, Frankl menerbitkan lebih dari 30 buah buku dan menjadi terkenal terutama sebagai pendiri logoterapi. (Logos dalam bahasa Yunani berarti "kata", "nalar", "prinsip"; dan terapi dari bahasa Yunani , berarti "aku menyembuhkan".) Ia memberikan kuliah tahu dan seminar-seminar di seluruh dunia serta memperoleh 29 gelar doktor kehormatan. Frankl meninggal dunia pada 2 September 1997, di Wina.

Aneka rupa

Frankl sering mengatakan bahwa di dalam batas-batas yang sempit dari kamp-kamp konsentrasi ia belajar mengenal hanya dua jenis manusia: yang terhormat dan yang tidak terhormat.

Frankl pernah menganjurkan agar Statue of Liberty (Patung Dewi Kemerdekaan) di pantai timur Amerika Serikat dilengkapi dengan Patung Tanggung Jawab di pantai barat. Di Theresienstadt, ia bekerja sebagai seorang dokter umum di sebuah klinik sampai kecakapannya dalam psikiatri diketahui. Ia kemudian diminta membentuk sebuah unit khusus untuk menolong pendatang-pendatang baru di kamp dalam menghadapi keterkejutan dan kesedihan. Ia belakangan mendirikan sebuah unit pengawasan bunuh diri dan semua kemungkinan perilaku bunuh diri dilaporkan kepadnaya. Untuk mempertahankan kewarasannay sendiri dalam kondisi-kondisi yang sangat menyedihkan, ia seringkali berbaris ke luar dan menyampaikan kuliah ke suatu khalayak imajiner tentang "Pengalaman-pengalaman psikoterapeutis di Kamp konsentrasi".

Kutipan

"Sejak Auschwitz kita tahu apa yang mampu dilakukan oleh manusia. dan sejak Hiroshima kita tahu apa yang menjadi taruhannya." "Kita harus tetap sadar akan kenyataan bahwa selama kebenaran yang mutlak tidak dapat kita jangkau (dan tidak akan pernah), maka kebenaran-kebenaran relatif berfungsi untuk mengoreksi satu sama lain. Mendekati sebuah kebenaran dari berbagai sisi, kadang-kadang dari sisi yang berlawanan, tidak dapat kita jangkau, tetapi sekurang-kurangnya kita dapat mengitarinya." "Pada akhirnya, manusia tidak perlu menanyakan apakah makna hidupnya, melainkan mengakui bahwa dialah yang ditanyai. Singkatnya, setiap orang dipertanyakan oleh kehidupan; dan ia hanya dapat menjawab kepada kehidupan dengan mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri; ia hanya dapat menjawab kepada kehidupan dengan cara bertanggung jawab." "Kami yang hidup di kamp konsentrasi dapat mengingat ketika orang-orang yang berjalan melalui gubuk-gubuk untuk menghibur orang-orang yang lain, mengorbankan potongan roti mereka yang terakhir. Jumlah mereka mungkin sedikit, tetapi itu sudah cukup bukti bahwa segala sesuatu dapat direnggut dari manusia kecuali satu hal, kebebasan terakhir manusia kebebasan untuk memilih sikapnya sendiri dalam keadaan apapun, kebebasan untuk memilih caranya sendiri." - Man's Search for Meaning "Bila semua orang sempurna, maka setiap individu dapat digantikan oleh siapapun juga. Karena ketidaksempurnaan manusia inilah maka setiap individu itu tidak dapat disia-siakan ataupun dipertukarkan." - The Doctor and the Soul "Jangan mengejar sukses semakin dikejar dan semakin dijadikan target, semakin kita akan kehilangan dia. Karena sukses, seperti halnya kebahagiaan, tidak dapat dikejar. Ia harus terlahir dengan sendirinya, dan hal itu hanya terjadi sebagai dampak sampingan yang tidak direncanakan dari dedikasi pribadi seseorang kepada suatu tujuan yang lebih besar daripada dirinya sendiri atau sebagai produk sampingan dari penyerahan diri seseorang kepada seseorang yang lain daripada dirinya sendiri. Kebahagiaan harus terjadi, dan hal yang sama berlaku untuk sukses: kita harus membiarkannya terjadi dengan bersikap tidak peduli tentang hal itu. Saya ingin anda mendengarkan apa yang diperintahkan oleh hati nurani anda untuk dilakukan dan melakukannya terus sebaik-baiknya sesuai dengan pengetahuan anda. Maka

anda akan dapat menyaksikan jauh di kemudian hari ya, jauh di kemudian hari! bahwa sukses akan mengikuti anda justru karena anda telah berhenti memikirkannya." - Man's Search for Meaning

Bibliografi

Man's Search for Meaning. An Introduction to Logotherapy, Boston: Beacon, ISBN 0-8070-14265; dan Random House / Rider, London 2004, ISBN 1-84413-239-0; juga : Washington Square Press; ISBN 0-671-02337-3 (sampul tipis, Desember 1997) On the Theory and Therapy of Mental Disorders. An Introduction to Logotherapy and Existential Analysis, Terj. oleh James M. DuBois. Brunner-Routledge, London-New York 2004. ISBN 0-41595029-5 Psychotherapy and Existentialism. Selected Papers on Logotherapy, New York: Simon & Schuster The Will to Meaning. Foundations and Applications of Logotherapy, New York: New American Library, ISBN 0-452-01034-9 Man's Search for Ultimate Meaning. (edisi revisi dan diperluas dari The Unconscious God; dengan Pengantar oleh Swanee Hunt). Perseus Book Publishing, New York, 1997; ISBN 0-30645620-6. Edisi sampul tipis: Perseus Book Group; New York, Juli 2000; ISBN 0-7382-0354-8.

"This story is not about the suffering and death of great heroes and martyrs, ....Thus it is not so much concerned with the sufferings of the mighty, but with sacrifices, the crucifixion and the deaths of the great army of unknown and unrecorded victims." Viktor E. Frankl

Personal Biography
Name: Viktor Emil Frankl , M.D., Ph.D. Date of birth: March 26, 1905 - Vienna, Austria Date of Death: September 2, 1997- Vienna, Austria Family: Eleonore B. Schwindt- (second wife-married-1947) Children: Daughter, Dr. Gabriele Frankl-Vesely Grandchildren: Katharina and Alexander Great-grandchild: Anna Viktoria

By Pamela Jessica Runyon


eroes are quite rare. They quietly evolve, making their mark upon the world. When they are gone, humanity as a whole is never the same. Such is the case with Viktor E. Frankl, professor of Neurology and Psychiatry, author of 32 books, including Man's Search For Meaning. This book is considered to be a classic. A survey done by the Library of Congress declared it to be among the top 10 influential books in America to date. Man's Search For Meaning is in its seventy-third edition, translated into at least 24 languages, and has sold over 9 million copies. Viktor Frankl takes the reader along with him back into a part of history many still find hard to comprehend...the Nazi death camps. Frankl's character traits: compassion, loyalty, an un-daunting spirit, were traits he would later utilize to overcome odds few will ever encounter. His thirst for life seemed insatiable. At the age of 67, he earned a pilot's license; he was also a skilled mountain climber. Frankl squeezed every possible drop from life. Viktor Frankl tells of his experiences in the concentration camps. From this, one is compelled to reflect upon the many Frankls who were forever lost; their gifts never to be shared with the world. Their thirst lives on in the remembrance of their suffering, and through those who did triumph in the face of great adversity. Frankl was a survivor of four Nazi concentration camps, among them the most infamous, Auschwitz. His wife, father, mother, and brother all died in the camps; only he and his sister survived. In Man's Search For Meaning, Frankl did not consider himself a hero, rather he describes the heroes or "saints" to be among the minority in the camps; those who gave up their portions of bread to others, or gave their lives in order to save someone else from the gas chambers. He leaves the reader in awe of his determination to survive in the midst of horrendous carnage. Frankl uses words to portray haunting images; designing a masterpiece from the depth of his soul. He paints images, not of extraordinary human beings, but of extraordinary circumstances, which led average individuals to become in their own way, masterpieces of humanity. Anyone who has ever suffered trauma or loss will find comfort in the wisdom reflected in this story.

Frankl outlines three psychological stages individuals held captive went through as a result of the trauma they experienced: (1)"the period following his admission; (2) the period when he is well entrenched in camp routine; (3) the period following his release and liberation."
Shock, and disillusionment encompass the first phase; the second, an emotional death of sorts occurs in order to protect the mind. A shell of apathy is built, known as the blunting of emotions and feelings. It is in this phase, a person ceases to be shocked at the horrors he sees on a daily basis. Viktor Frankl later said of the second phase, "If my lack of emotion had not surprised me from the standpoint of professional interest, I would not remember this incident now, because there was so little feeling involved in it." The third phase involved a slow, gradual process of becoming acclimated with being "free." This psychological stage includes: depersonalization; things appearing not to be real. It is as if the mind does not trust the safety it now sees. The protective shell no longer needed, the mind slowly begins to allow the resurrection of emotions and feelings to emerge, thus the path to becoming human again starts to take place.

Upon being deposited Once detained, the at the camp, Frankl tried to hide in his coat individuals were pocket, a scientific herded like animals manuscript containing into train his life's work. He soon compartments. discovered nothing was Frankl gives a held sacred in the eyes of the tormentors. They dismal view of what took every link to his awaited. previous life from him; his clothing, all personal "With the progressive items, even the hair on dawn, the outlines of an immense camp became visible: long his body; however, they could not strip him of stretches of several rows of barbed wire fences; watch towers; his inner strength, search lights; and long columns of ragged human figures, grey dignity, or his unique in the greyness of dawn, trekking along the straight desolate insight into the human roads, to what destination we did not know." mind, and spirit. The starvation, beatings, savage living conditions, and prospect of death was his constant reality. The name Viktor Emil Frankl was no longer important to the world he found himself in. His name was now... number 119,104.

Frankl describes one cold bleak morning, stumbling for miles on ice to begin another day of ruthless forced labor. He thought of his wife, and in doing so came to an introspective revelation; "A thought transfixed me: for the first time in my life I saw the truth as it is set into song by so many poets, proclaimed as the final wisdom by so many thinkers. The truth-that love is the ultimate and the highest goal to which man can aspire. Then I grasped the meaning of the greatest secret that human poetry and human thought and belief have to impart: The salvation of man is through love and is love."
Pieces of bread became more precious a commodity than any gem; sunsets were visions to be cherished, saturating the soul. Tears, a sign of great courage to suffer, not a demonstration of weakness in character. One evening when many had already chosen to give up, or thinking of it, Frankl shared his insights with his fellow comrades. He told them not to lose hope, and their sacrifices did mean something in the overall scheme of the world. His comrades responded in kind to him. "I saw the miserable figures of my friends limping toward me to thank me with tears in their eyes." The words of Nietzsche certainly rang true for them... "He who has a why to live for can bear with almost any how."

"Under the influence of a

How could anyone under such a primitive existence survive, much less find meaning in life? Viktor Frankl did just this, transcending great odds, he put into practice the theories of psychology he had used to treat former patients. From his pyrrhic victory, was born a provocative new therapy used world over to this day, Logotherapy, and Existential Analysis.

"We must never forget that we may also find meaning in life even when confronted with a hopeless situation, when facing a fate that cannot be changed. For what then matters is to bear witness to the uniquely human potential at its best, which is to transform a personal tragedy into a triumph, to turn one's predicament into a human achievement."

Logotherapy, developed and proven by Viktor Frankl has become known as the "Third Viennese School of Psychotherapy." He gives a brief synopsis of the therapy in his book. It is a theory Frankl used not only in his professional life, but also his private one. Logos is a Greek word translated... "meaning." "Logotherapy focuses on the future." According to Frankl, an individual can find meaning in life:

world which no longer recognized the value of human life and human dignity, which had robbed man of his will and had made him an object to be exterminated..."

(1) " by creating a work or doing a deed; (2) by experiencing something or encountering someone; (3) by the attitude we take toward unavoidable suffering."
The "Existential" aspect of Frankl's psychotherapy maintains man always has the ability to choose; no matter the biological, or environmental forces. The last scope of this therapy is known as the "tragic triad," pain, guilt, and death. Frankl's "Case for a Tragic Optimism" uses this philosophy to demonstrate..."optimism in the face of tragedy and in view of the human potential which at its best always allows for:

(1) turning suffering into a human achievement and accomplishment; (2) deriving from guilt the opportunity to change oneself for the better; (3) deriving from life's transitoriness an incentive to take responsible action."

Frankl was later criticized by many in his native land regarding the absence of the word, "Jew" in his tale of the camps. To this, years later in an interview he answered his critics by saying, "the jury of Vienna is absolutely against me, because I'm too much for reconciling-very mean to me. They are fearing that I'm one who has forgotten the Holocaust. In my whole book Man's Search For Meaning, you will not find the word 'Jew.' I don't capitalize from being a Jew and having suffered as a Jew." -First Things 52 (April 1995); 39-4 Viktor Frankl's life serves as a reminder to all, no matter how difficult the path may be, the human spirit is only held back by choosing to give up, before it has had the chance to fly. Frankl leaves an eerie, yet realistic challenge to humanity.

"For the world is in a bad state, but everything will become still worse unless each of us does his best. So let us be alertalert in a twofold sense: Since Auschwitz we know what man is capable of.

And since Hiroshima we know what is at stake."

1930 - Graduated from the University of Vienna Medical School 1940-42 - Director of the Neurological Department of the Rothschild Hospital 1946-70 - Director of the Vienna Neurological Policlinic 1985 - Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D., was a recipient of the Oksar Pfister Award presented by the American Psychiatric Association. He lectured at 209 universities on all 5 continents. The American Medical Society, the American Psychiatric Association, and the American Psychological Association officially recognized Logotherapy as a scientifically based school of psychotherapy. Frankl was considered to be one of the last great psychotherapists of this century, after Freud, and Adler. Founder of the Viktor-Frankl-Institue for Logotherapy and Existential Analysis. Dr. Frankl was a Visiting Professor at Harvard, Pittsburgh, San Diego, and Dallas. The U.S. International University in California installed a special chair for Logotherapy. Recipient of 29 Honorary Doctorates from universities around the world. 151 books have been published about Frankl and his work in 15 different languages. Statue of Responsibility Award -- This Award was named in honor of Dr. Viktor E. Frankl. The late Mother Teresa was a recipient of his award.

Anda mungkin juga menyukai