Bab I
Bab I
1.1. Latar Belakang Sudah menjadi pendapat umum bahwa salah satu kunci utama dari kebangkitan suatu bangsa adalah kualitas sumberdaya
manusianya. Namun sumberdaya manusia yang berkualitas akan menjadi tidak efektif bagi pembangunan bangsa apabila tidak
memperoleh kesempatan kerja karena terbatasnya lapangan kerja. Untuk itu, angkatan kerja yang tersedia perlu mendapatkan
pembinaan dan pengawasan yang berkelanjutan agar kualitas dan produktivitasnya semakin meningkat. Pada sisi lain perlu
dikembangkan hubungan kerja yang harmonis antara tenaga kerja dengan pihak pemberi kerja khususnya para pemilik perusahaan.
Fakta menunjukan bahwa tingkat produktivitas masyarakat Indonesia di kalangan Negara-negara Asia Pasifik yang tergabung dalam Asean Productivity Organization (APO) termasuk masih menduduki peringkat yang paling rendah. (Majalah Nakertrans Edisi - 05 TH.XXIV-Desember 2004) . Kondisi itu disebabkan berbagai faktor, seperti budaya, lingkungan atau sumberdaya alam, sistem pendidikan, dan lain sebagainya. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi . bertanggungjawab sebagai organisasi terhadap pemerintah yang paling dan transmigrasi
ketenagakerjaan
dalam rangka mencapai efektivitas dalam menjalankan fungsi dan tugasnya telah membangun suatu struktur kerja unit-unit kerja dengan fungsi, tugas serta yang terdiri dari kewenangan dan
tanggungjawab masing-masing. Salah satu unit organisasi Eselon I di Nakertrans adalah Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan yang kemudian dirubah melalui Peraturan Menteri
Industrial
Nomor PER.14/MEN/VII/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi Direktorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut dan Fungsi Ditjen PHI kebijakan Ditjen PHI.) Tugas Pokok
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 359 dan 360 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi . Nomor 219/MEN/2002.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi pemerintah dalam bidang hubungan industrial dan jaminan sosial ketenagakerjaan, Ditjen PHI memiliki unit-unit kerja Eselon II, yang terdiri dari; Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Persyaratan Kerja,
Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi, Direktorat Kelembagaan dan Pemasyarakatan Hubungan Industrial, Direktorat Pengupahan dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dan Direktorat Penyelesaian Perselisihan tanggungjawab Hubungan kepada Industrial. Distribusi unit tugas kerja dan
masing-masing
tersebut
dimaksudkan sebagai pembagian fungsi, tugas dan tanggungjawab dalam rangka menghadapi tugas-tugas di lingkungan Ditjen PHI yang kompleks dan luas. Kompleks, karena permasalahan hubungan industrial yang
beranekaragam yang meliputi antara lain menangani masalah peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama ( Collective Labour Agreement ), perjanjian kerja, organisasi pekerja dan
pengusaha, kelembagaan hubungan industrial, pemasyarakatan hubungan industrial kepada masyarakat pekerja dan pengusaha, analisis dikriminasi syarat kerja serta pencegahan dan penanganan perselisihan hubungan industrial. Demikian juga permasalahan
yang menyangkut jaminan sosial ketenagakerjaan antara lain meliputi pengupahan, jaminan sosial ketenagakerjaan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja serta kesejahteraan
dan
jaminan sosial tenaga kerja dirancang, disusun dan dilaksanakan oleh perusahaan masing-masing dengan jumlah yang sangat
banyak dan berada di setiap sudut kota maupun pedesaan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Keadaan demikian diperberat lagi dengan adanya
desentralisasi pemerintahan sejalan dengan berlakunya otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mekanisme birokrasi
Depnakertrans sebagai akibat dari sistem otonomi daerah yang memberikan kewenangan terbesar kepada Pemerintah Daerah
terhadap instansi sektoral termasuk terhadap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di daerahnya masing-masing. Selain itu,
demokratisasi politik dan keterbukaan masyarakat telah memicu tingginya frekwensi dan kadar perselisihan antara organisasi atau kelompok pekerja dengan pengusaha atau manajemen perusahaan serta mempertinggi kebutuhan energi dan waktu untuk mencapai kesepakatan terhadap perjanjian kerja bersama, terutama
penyelesaian perselisihan. Uraian ringkas terhadap fakta di atas dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang tingginya tuntutan tugas dan
tanggungjawab yang dipikul oleh pejabat dan staf di lingkungan Ditjen PHI sehingga setiap personel dituntut untuk memiliki disiplin
kerja yang tinggi yang didukung oleh kompetensi dan kinerja yang tinggi guna mencapai keberhasilan dalam menjalankan program, fungsi, tugas dan tanggungjawab Ditjen PHI. Dengan berkonsentrasi tujuan kepada agar para pejabat fungsional dan dan staf lebih
tugas-tugas
pelayanan
masyarakat maka dalam setiap unit kerja di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi didukung oleh unit sekretariat. Pada Ditjen PHI tugas fungsi kesekretariatan berada pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mempunyai (selanjutnya wewenang disebut dan Sesdijten tanggung PHI) jawab yang untuk
tugas,
pada lingkungan
rencana, program evaluasi dan laporan, pelaksanaan urusan kepegawaian pelaksanaan urusan keuangan, pelaksanaan
pembinaan hukum, organisasi, ketatalaksanaan dan kerjasama luar negeri bidang hubungan industrial usaha Ditjen PHI. serta pelaksanaan urusan tata
melalui bagian program, evaluasi dan pelaporan, bagian keuangan, bagian hukum dan kerjasama luar negeri serta bagian kepegawaian dan umum. Sebagai unit organisasi yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan teknis dan administratif maka tinggi rendahnya kualitas
kinerja pejabat dan staf pada lingkungan Sesditjen PHI akan memberikan pengaruh terhadap kelancaran pekerjaan dan yang kemudian akan berpengaruh terhadap kinerja seluruh pejabat dan staf di lingkungan Ditjen PHI. Oleh karena itu, kinerja seluruh
pejabat dan staf di lingkungan Sesditjen PHI seyogyanya lebih meningkatkan disiplin serta kualitas kinerja yang tinggi agar dapat mendukung tugas-tugas fungsional bagi pejabat dan staf di
masing-masing direktorat dan subdirektorat di lingkungan Ditjen PHI. Kinerja pada lingkungan Sesditjen PHI harus terus menerus ditingkatkan, tidak saja karena secara umum kinerja pegawai negeri sipil di Indonesia dinilai masih rendah, tetapi juga tuntutan yang semakin tinggi sejalan
dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan semakin kritisnya masyarakat terhadap pelayanan pemerintah. Pengukuran terhadap kinerja seorang karyawan antara lain dapat dilakukan melalui penilaian kinerja ( performance appraisal ) . Hasil penilaian kinerja akan menghasilkan 4 (empat) keputusan yaitu (Iskandarsyah, 1997 : 12) : a. Strength (memiliki kekuatan) b. Satisfactory (memuaskan) c. Needs Improvement (memerlukan perbaikan) d. Not Applicable (tidak dapat diterima) 7
Dalam perusahaan swasta hasil penilaian Not Applicable dapat mengakibatkan pemecatan atau demosi. Namun tidak demikian halnya dengan pegawai negeri sipil. Meskipun hal seperti itu sangat mungkin dilakukan pada era reformasi sekarang ini, namun proses pemecatan dan sanksi pada pegawai negeri sipil memerlukan birokrasi yang panjang dan rumit. Apabila hal itu dilakukan secara drastis, ternyata bukan suatu cara yang efektif karena meskipun pegawai negeri sipil dilakukan penggantian personel secara besar-besaran sekalipun tidak akan menjamin akan merubah kinerja institusi pemerintah, selama budaya organisasi pada instasi tidak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Selain itu, apabila hal tersebut dilakukan sudah barang tentu akan menambah jumlah kaum penggangur intelektual yang sangat mungkin dapat membuat kondisi sosial masyarakat semakin tidak kondusif. Oleh karena itu, cara yang efektif bagi peningkatan kinerja pegawai negeri sipil adalah melakukan upaya pembinaan yang dapat dimulai dengan peningkatan disiplin serta diiringi dengan kompensasi yang memadai sehingga dapat mendukung
mobilitasnya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan atau bahkan melebihi standar kinerja yang ditetapkan. Dari sejumlah faktor yang ada, faktor pendukung berhasilnya pembinaan pegawai adalah reward dan funishment yang jelas dan
mampu mendorong para pegawai untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan ketentuan yang diterapkan. Pada kalangan pegawai negeri sipil, termasuk di lingkungan Sesditjen PHI sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pegawai tersusun dengan jelas dan terperinci. Dilihat dari sudut pandang teori pengelolaan sumberdaya manusia, hal itu merupakan suatu ketimpangan sistem. Pegawai, tidak terkecuali pegawai negeri sipil, tidak mungkin akan terdorong motivasi kerjanya hanya karena rasa takut dengan sanksi. Faktor yang akan mendorong motivasi pegawai untuk selalu memegang teguh kedisplinan. Disamping itu, bagi para pegawai diberikan insentif sebagai imbalannya. Reward yang paling riil dan pada umumnya akan langsung mendorong motivasi kerja adalah penerimaan uang dalam bentuk upah, gaji, insentif atau pendapatan lainnya yang secara umum disebut kompensasi. Dengan asumsi bahwa peningakatan kinerja pegawai akan lebih cepat mendekati standar kinerja yang ditetapkan jika didorong dari dua sisi secara seimbang, yaitu melalui peningkatan disiplin dan kompensasi yang mampu mendorong motivasi kerja, maka akan dilakukan penelitian mengenai ketiga variabel tersebut.
I.2. Identifikasi Masalah Banyak factor yang berpengaruh pada kinerja pegawai. Untuk itu dapat diindentifikasi masukan faktor-faktor masalah yang yang mempengaruhi dalam kinerja suatu
sebagai
diungkapkan
penelitian . Masalah-masalah yang diidentifikasi adalah: 1. Apakah motivasi kerja berpengaruh pada kinerja pegawai? 2. Apakah disiplin kerja berpengaruh pada kinerja pegawai? 3. Apakah budaya organisasi berpengaruh pada kinerja pegawai? 4. Apakah komitmen kerja berpengaruh pada kinerja pegawai? 5. Apakah kompensasi berpengaruh pada kinerja pegawai? 6. Apakah kompetensi kerja berpengaruh pada kinerja pegawai? 7. Apakah loyalitas berpengaruh pada kinerja pegawai? 8. Apakah pelatihan berpengaruh pada kinerja pegawai? 9. Apakah kepemimpinan berpengaruh pada kinerja pegawai? 10. Apakah uraian jabatan berpengaruh pada kinerja pegawai? yang dapat mempengaruhi kinerja
Oleh karena banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai, perlu dilakukan pembatasan masalah untuk
memfokuskan penelitian dan agar dapat diungkapkan secara lebih teliti dan tuntas. Untuk itu, penelitian ini dibatasi mengenai disiplin kerja, kompensasi dan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. 10
pembatasan masalah maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Apakah disiplin pegawai berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri sipil? 2. Apakah kompensasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai
negeri sipil? 3. Apakah disiplin kerja dan kompensasi secara simultan dapat
I.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh disiplin pegawai terhadap kinerja pegawai negeri sipil. 2. Pengaruh kompensasi terhadap kinerja pegawai negeri sipil. 3. Pengaruh disiplin kerja dan kompensasi secara simultan
terhadap kinerja pegawai negeri sipil. I.6. Manfaat Penelitian Dengan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis ingin mendapatkan manfaat sebagai berikut: 1. Dapat memberikan sumbang saran pemikiran bagi peningkatan kinerja di lingkungan Sekretariat Direktorat Jenderal 11 Pembinaan
Hubungan
Industrial
dan
Jaminan
Sosial
Ketenagakerjaan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi . 2. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pembinaan dan kebijakan pemberian insentif sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil. 3. Memberikan sedikit sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya ilmu manajemen
mengkaji dan menganalisis permasalahan sumberdaya manusia serta penerapan ilmu pengetahuan terhadap dalam praktek. permasalahan
12