Anda di halaman 1dari 2

BAB IV KESIMPULAN

Setelah membaca literatur, Tn. Sayfullah dinyatakan menderita anemia hemolitik autoimun. Hasil ini didapat dari anamnesa yaitu pasien pertama kali merasakan gejala lemas pada tahun 2010, pasien suka minum-minuman beralkohol, merokok 1 bungkus 1 hari riwayat tersebut merupakan faktor risiko terjadinya anemia hemolitik. Pasien juga pernah mengalami tubuh berwarna agak kuning dan sudah 4 kali tranfusi darah tetapi beberapa minggu setelah tranfusi Hb pasien turun lagi. Hal ini menunjukkan bahwa ada gangguan pada penghancuran sel eritrosit yang lebih cepat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat +/+ serta ada hepatomegali. Konjungtiva pucat menunjukkan pasien kekurangan darah, hepatomegali menunjukkan adanya pembesaran organ yang berkaitan dengan penghancuran eritrosit. Hasil pemeriksaan laboratorium juga menunjukkan bahwa pasien ini mengalami anemia hemolitik diantaranya : Hb terendah 2,2, Hematokrit terendah 9%, jumlah leukosit dan trombosit normal, peningkatan jumlah bilirubin total, bilirubin direct dan indirect, serta tes coombs direct dan indirect yang menunjukkan hasil positif. Dari semua hasil tersebut cukup mendukung untuk diagnosa anemia hemolitik kemungkinan terbesar adalah anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Sehingga terapi yang diberikan adalah diberikan prednison dengan dosis 1-1,5 mg/KgBB (60 mg/hari). Jika dengan tindakan ini anemia belum dapat diatasi dan kadar hemoglobin kurang dari 4,5 g/dl sehingga menimbulkan ancaman gangguan hemodinamik, seperti gagal jantung kiri akut, maka transfusi dapat

dipertimbangkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah eritrosit yang diberikan mungkin akan dihancurkan oleh antibodi dalam tubuh penderita sehingga peningkatan kadar hemoglobin tidak sesuai dengan yang diharapkan dan bilirubin indirek semakin meningkat. Hal kedua ialah timbulnya kesulitan dalam penentuan golongan darah dan kesulitan dalam reaksi silang (cross match) oleh karena adanya

27

bermacam-macam antibodi yang bekerja sebagai panaglutinasi nonspesifik. Hal ini dapat dikurangi dengan teknik autoabsorpsi. Jika tidak berhasil maka dapat diberikan least incompatible blood dengan pengawasan ketat. Diberikan 10-15 ml darah dengan golongan ABO dan Rh yang sama dalam waktu 15-20 menit. Awasi ketat adanya reaksi hemolitik akut dalam 30-60 menit berikutnya. Selanjutnya ambil sampel darah untuk pemeriksaan hemoglobin bebas. Jika tidak ada tanda klinis atau laboratorium adanya hemolisis maka sisa darah diberikan 3-4 jam. Jika keadaan darurat sudah dapat diatasi maka diteruskan dengan terapi pemeliharaan dengan kortikosteroid. Terapi alternatif adalah obat imunosupresif lain atau antilymphocyte globulin. Jika dalam 3 bulan gejala masih berlanjut maka splenektomi dapat dipertimbangkan sebagai solusinya. Diagnosis banding untuk Tn. Sayfullah adalah Defisiensi G6PD (glicose 6 phosphat dehydrogenase) juga menunjukkan gejala yang mirip tetapi dapat disingkirkan setelah dilakukan pemeriksaan apusan darah tepi karena tidak ditemukan contracted and fragmented cells, bite cells dan blister cells serta tidak ditemukan inclusion bodies pada eritrosit. Diagnosis banding lain adalah anemia aplastik (pure red cell aplasia) namun telah disingkirkan dengan pemeriksaan bilirubin total serta coombs test. Pada anemia aplastik biasanya bilirubin tidak meningkat dan coombs tert negatif. Prognosis dan Survival pada pasien ini menurut literature adalah hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali. Survival 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru, infark limpa, dan kejadian kardiovaskular lain bisa terjadi selama periode penyakit aktif. Mortalitas selama 510 tahun sebesar 15-25%.

28

Anda mungkin juga menyukai