Anda di halaman 1dari 15

Pandangan Islam Terhadap Manusia dan Konsep Dasar Pendidikan Islam

Disusun Oleh Kelompok 1: Satya Fattah Ibrahim Andra Ikhsanudin Rohyan

IAIN Raden Intan Lampung


Fakultas Tarbiyah
2010-2011

Pendahuluan
a. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, pembahasan konsep dan pendidikan semakin meluas dan memiliki ruang yang signifikan untuk terus dikaji ulang. Ada tiga alasan yang melatarbelakangi terjadinya hal itu: pertama, pendidikan melibatkan peserta didik, pendidik dan penanggung jawab pendidikan, yang ketiganya merupakan sosok manusia yang dinamis; kedua, perlunya inovasi pendidikan untuk mengimbangi perkembangan sains dan teknologi; ketiga, tuntutan dari globalisasi dalam segala hal. Ketiga alasan diatas merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, agar manusia terus melangsungkan kehidupannya dalam kondisi yang dinamis, inovatif dan mengglobal ini. Subyektifitas manusia dalam mengkaji pendidikan itu sendiri memunculkan berbagai konsep dan teori pendidikan sesuai dengan wacana dan cara pandang mereka. Salah satunya yakni konsep pendidikan Islam yang didasarkan atas nilai-nilai dogmatis Islam sebagai wahyu Ilahi tanpa mengesampingkan sumber-sumber komponen lain dalam pendidikan tetapi sebelum itu kita harus mengetahui hakikat diri kita sendiri sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah SWT yang paling sempurna.

b. Rumusan Masalah
Kita sebagai manusia terkadang belum mengetahui untuk apa kita diciptakan dan untuk apa makhluk hidup lainnya beserta alam sekitarnya itu diciptakan. Tidak hanya itu tetapi juga untuk menciptakan kualitas manusia yang baik maka dibutuhkan tenaga pengajar dan pendidik yang berkualitas, maka sesuai dengan pernyataan diatas dalam makalah ini kami mencoba membahas hal-hal yang berkaitan dengan Pandangan Islam Terhadap Manusia dan Konsep Dasar Pendidikan Islam yang didalamnya terdapat beberapa pokok pembahasan yaitu: Hakekat manusia, kedudukan manusia, hubungan kedudukan manusia dengan pendidikan islam, pengertian pendidikan islam dan batasan pengertian pendidikan islam.

Pembahasan
Pandangan Islam Terhadap Manusia
Manusia adalah makhluk Allah, manusia dan alam semesta bukan terjadi sendirinya tetapi dijadikan atau diciptakan oleh Allah SWT. Firman Allah: Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (kembali di akhirat). (Q.S. 30 Ar-Rum 40) Allah menciptakan manusia untuk mengabdi kepadanya, untuk ini ia memerintahkan supaya manusia ini beribadt kepadanya. Firman Allah: tidak kujadikan jin dan manusia itu kecuali untuk beribadah kepada-Ku (Q.S. Az-Zariyat 56) Orang yang beribadah kepada Allah ini adalah orang yang disayangi-Nya. Kepadanya diturunkan suatu ajaran melalui Rasul-Nya secara berturut dan beruntun, mulai dari Rasul pertama, Adam as sampai kepada Rasul Terakhir ini bernama Syariat Islam yang terkumpul dalam suatu kitab yang bernama AlQuran. Dan telah dijelaskan oleh Rasullullah dengan sabda-Nya, perbuatannya, dan pengakuannya, seterusnya dikembangkan oleh para pengikutnya yang sudah memiliki kemampuan berijtihad. Melalui ajaran inilah kita melihat dan mengetahui pandangan islam mengenai manusia. Prof. Dr. Omar Muhammad al Toumi al Syaibanny memperinci pandangan islam terhadap manusia atas delapan prinsip. 1.) Kepercayaan bahwa manusia makhluk yang termulia di dalam jagat raya ini. 2.) Kepercayaan akan kemuliaan manusia. 3.) Kepercayaan bahwa manusia itu adalah hewan yang berfikir. 4.) Kepercayaan bahwa manusia itu memiliki tiga dimensi yaitu: badan, akal dan ruh. 5.) Kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya terpengaruh oleh faktor-faktor warisan. (pembawaan dan alam lingkungan). 6.) Kepercayaan bahwa manusia itu memiliki motivasi dan kebutuhan. 7.) Kepercayaan bahwa ada perbedaan perseorangan diantara manusia.

8.) Kepercayaan bahwa manusia itu memiliki keluasan sifat dan selalu berubah. Prinsip-prinsip ini digali dari Al-Quran dengan memahaminya dari berbagai aspek penafsiran dan kenyataan yang dapat dihayati. Dalam hubungannya dengan pendidikan islam dapat kita lihat dari tiga titik saja yaitu: 1. Manusia sebagai makhluk yang mulia, 2. Manusia sebagai khalifah Allah di bumi, dan 3. Manusia sebagai makhluk paedayogik.

a. Hakekat manusia
Pengetahuan tentang hakekat dan kedudukan manusia merupakan bagian amat essensial, karena dengan pengetahuan tersebut dapat diketahui tentang hakekat manusia, kedudukan dan peranannya di alam semesta ini. Pengetahuan ini sangat penting karena dalam proses pendidikan manusia bukan saja sebagai objek tetapi juga sebagai subjek, sehingga pendekatan yang harus dilakukan dan aspek yang diperlukan dapat direncanakan secara matang. Para ahli dalam berbagai bidang memberikan penafsiran tentang hakekat manusia. Sastraprateja, mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakekat manusia sendiri adalah sejarah , suatu peristiwa yang bukan semata-mata datum. Hakekat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah dalam sejarah bangsa manusia. Sastraprateja lebih lanjut mengatakan bahwa, apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengalaman manusia adalah suatu rangkaian anthropological constans yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang tetap dimiliki manusia. Lebih lanjut ia menambahkan ada sekurang-kurangnya enam anthropological constans yang dapat ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia yaitu: 1. Relasi manusia dengan kejasmanian, alam dan lingkungan ekologis 2. Ketertiban dengan sesame 3. Keterikatan dengan struktur social dan institusional 4. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat 5. Hubungan timbal balik antara teori dan praktek 6. Kesadaran religius dan para pemeluk agama Keenam anthropological constans ini merupakan satu sintesis dan masing-masing saling berpengaruh satu dengan lainnya.

Kalangan pemikir di abad modern juga membahas tentang hakikat manusia yang dapat dijumpai. Alexis Carrel misalnya (seorang peletak dasar-dasar humaniora di barat) mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatian yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya.

Ibn Arabi melukiskan hakekat manusia dengan mengatakan bahwa, tak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari pada manusia. Allah SWT membuatnya hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, berbicara, mendengar, melihat dan memutuskan. Inilah yang merupakan sifat-sifat rahbaniyah.

Murthada Mutahhari melukiskan gambaran al-Quran tentang manusia sebagai berikut: Al-Quran menggambarkan manusia sebagai suatu makhluk pilihan tuhan, sebagai khalifah-Nya di bumi, serta sebagai makhluk yang semi samawi dan semi duniawi yagn dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas, terpecaya, rasa tanggung jawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta dikaruniai keunggulan untuk menguasai alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai kearah kecenderungan kepada kebaikan atau kejahatan. Kemajuan mereka dimulai dsengan kelemahan dan ketidakmampuan yang kemudia bergerak kearah kekuatan, tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan mereka, kecuali mereka dekat dengan Tuhan dan mengingat-Nya. Kapasitas mereka tidak terbatas, baik dalam kemampuan belajar maupun dalam menerapkan ilmu. Mereka memiliki keluhuran martabat naluriah. Motivasi dan pendorong mereka dalam banyak hal, tidak bersifat keberadaan. Akhirnya meraka dapat secara leluasa memanfaatkan nikmat dan karunia yang dilimpahkan Allah kepada mereka namun pada saat yang sama, mereka menunaikan mereka kepada tuhan. Tetapi dengan kedudukan yang demikian, manusia sering melupakan hakikat dirinya sebagai hamba Allah. Manusia sering bertindak sewenang5

wenang, tidak mematuhi aturan yang mengikat dirinya, dan sering merasa congkak dan takabur terhadap Allah SWT. Maka untuk menyadarkan manusia akan kedudukan sebagai hamba Allah, dalam AlQuran terdapat pernyataan agar manusia mau berfikir tentang asal kejadiannya. Berdasarkan pandangan para ahli di atas terlihat betapa sulitnya untuk mencari definisi yang representatif dalam mengenal manusia, setidaknya disebabkan berbedanya sudut pandang dan kepentingan manusia, serta pemahaman religius yagn dianut oleh manusia. Kacaunya pengetahuan mengenal hakekat manusia, akhirnya menyebabkan gagalnya usahausaha ilmiah, ideology dan tatanan social untuk memberikan kebahagiaan manusia di zaman modern ini. Semua itu disebabkan karena ketidaktahuan manusia mengenal dirinya, atau terlupakannya bagianbagian tertentu dari seluruh totalitas manusia sebagai makhluk yang misterius yang tak mampu untuk menjelajahi seluruh dimensi dari manusia. Dengan demikian manusia sadar akan ketidak mampuan dan keterbatasannya dalam mengenaldirinya sendiri, dan fenomena alam lainnya. Pada saat itulah manusia sadar akan kekurangan dan ketidakberdayaannya dan menyerahkan diri pada kemahakuasaan Allah sebagai Dzat yang menguasai alam semesta. Dari sini pula agamawan mendefinisikan manusia sebagai makhluk beragama. Meskipun demikian, definisi ini belum bias mewakili pengertian hakikat manusia secara utuh. Untuk itu harus pula dilihat pengertian manusia dari segi kata yang digunakan: Ditinjau dari segi kata (istilah) yang digunakan Al-Quran mengenalkan tiga kata (istilah) yang bias digunakan untuk menunjuk pengertian manusia. Ketiga kata tersebut adalah: al-Basyar, al-Insan dan al-nas. Meskipun kenyataannya menunjukkan arti pada manusia, akan tetapi secara khusus memiliki pengertian yang berbeda. a. Al-Insan terbentuk dari kata nasiya yang berarti lupa. Kata al-insan dinyatakan dalam Al-Quran sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat. Penggunaan kata al-insan pada umumnya digunakan menggambarkan pada keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah di bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses

penciptaannya. Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan makhluk psikis disamping makhluk psikis yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan kalbu. Potensi ini yang menempatkan manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan tertinggi disbanding makhluk Allah yang lain. b. Kata al-Basyar dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 36 kali yang tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi, al-Basyar merupakan bentuk jamak dan kata al-Basyarat yang berarti kulit kepala, wajah dan tubuh menjadi tempat tumbuhnya rambut. Pemaknaan manusia dengan al-Basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada didalamnya seperti: makan, minum, perlu hiburan, seks, dan lain sebagainya. Kata al-Basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa kecuali. Ini berarti Nabi dan Rasul pun memiliki dimensi al-Basyar seperti yang diungkapkan firman Allah SWT dalam Al-Quran. Katakanlah: sesungguhnya aku (Muhammad) hanyalah seorang manusia seperti kamu (QS. 18 : 10) c. Kata al-Nas, kata ini dinyatakan dalam Al-Quran sebanyak 240 kali yang tersebar dalam 53 surat. Kata al-Nas menunjukkan pada hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan ditunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir. Penggunaan kata ini lebih bersifat umum dalam mendefinisikan hakikat manusia, disbanding dengan kata al-Insan. Selain pengertian diatas, kata al-Nas juga dipakai dalam Al-Quran untuk menunjukkan bahwa karateristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun telah dianugerahkan Allah SWT dengan berbagai potensi yang bisa digunakan untuk mengenal tuhannya, namun hanya sebagian manusia yang mau mempergunakannya sesuai ajaran Tuhannya.

b. Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan altaqwin dan menempatkan manusia pada posisi yang strategis yaitu:

Sebagai hamba Allah (abd Allah) dan Khalifah Allah (khalifah Allah fi alardhi) 1. Manusia sebagai hamba Allah (abd Allah) Musa Asyarie mengatakan bahwa esensi abd adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan yang kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada Tuhan. Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah yang senantiasa berlaku baginya. Ia terikat oleh hukumhukum Tuhan tang menjadi kodrat pada setiap ciptaannya, manusia menjadi bagian dari setiap ciptaan-Nya, ia bergantung pada sesamanya, hidup dan matinya menjadi bagian dari segala yang hidup dan mati. Sebagai hamba Allah manusia tidak bisa terlepas dari kekuasaannya, karena manusia mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama. Mulai dari manusia purba sampai manusia modern sekarang, mengakui bahwa di luar dirinya ada kekuasaan transcendental (Allah). Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai denagan fitrahnya. Pada masa purba, manusia mengasumsikannya lewat mitos yang melahirkan agama animism dan dinamisme. Meskipun dengan pikiran dan kondisi yang cukup sederhana, manusia dahulu telah mengakui bahwa diluar dirinya ada dzat yang lebih berkuasa dan menguasai seluruh kehidupannya. 2. Manusia sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh Bila ditinjau, kata khalifah berasal dari fiil madli khalafa yang berarti mengganti dan melanjutkan. Bila pengertian tersebut ditarik pada penertian khalifah, maka dalam konteks ini artinya lebih cenderung kepada pengertian mengganti yaitu proses penggantian antara satu individu dengan individu yang lain. Menurut Quraish Shihab istilah khalifah dalam bentuk mufrad (tunggal) yang berarti penguasa politik hanya digunakan untuk nabinabi yang dalam hak ini nabi adam as. Dan tidak digunaka untuk manusia pada umumnya. Sedangkan untuk manusia biasa digunakan khalaif yang didalamnya mengetahui arti yang lebih luas, yaitu bukan hanya sebagai penguasapolitik tetapi juga penguasa dalam berbagai

bidang kehidupan. Dalam hubungan pembicaraan dengan kedudukan manusia dalam ala mini, nampaknya lebih cocok digunakan istilah khalaif dari kata khalifah. Namun demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari adalah bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Pendapat yang demikian memang tidak ada salahnya karena dalam istilah khalaif sudah terkandung makna istilah khalifah.

c. Hubungan kedudukan manusia dengan pendidikan islam


Bila dimensi ini dikembangkan dalam kajian pendidikan, maka dalam proses mempersiapkan generasi penerus estafet kekhalifahan yang sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah, maka pendidikan yang ditawarkan harus mampu memberikan dan membentuk pribadi peserta didiknya dengan acuan nilai-nilai ilahiyah. Dengan penanaman ini, akan menjadikan panduan baginya dalam melaksanakan amanat Allah di muka bumi ini. Kekosongan akan nilai-nilai ilahiyah, akan mengakibatkan manusia bebas kendali dan berbuat sekehendaknya. Sikap yang demikian akan berimplikasi timbulnya nilai egoistic yang bermuara kepada tumbuhnya sikap angkuh dan sombong pada diri manusia. Sikap ini akan berbias kepada tumbuhnya sikap memandang rendah orang lain. Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa untuk merealisasikan tugas dan kedudukan manusia tersebut dapat ditempuh manusia lewat pendidikan. Dengan media ini, diharapkan manusia mampu mengembangkan potensi yang diberikan Allah SWT secara optimal, untuk merealisasikan kedudukan, tugas, dan fungsinya.

Konsep Dasar Pendidikan Islam


Dalam bahasa Indonesia istilah pendidikan berasal dari kata didik dengan memberinya awalan pe dan akhiran an, mengandung arti perbuatan. Istilah pendidikan ini semual berasal dari bahasa yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan. a. Pengertian pendidikan islam 1. Tinjauan Etimologi Dalam Al-Quran tidak ditemukan kata al-tarbiyat, namun terdapat istilah lain seakar dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani, murabbiy, yurbiy dan rabbaniy. Sedangkan dalam hadis hanya ditemukan kata rabbaniy. Menurut Abdul Mujib masing-masing tersebut sebenarnya memiliki kesamaan makna, walaupun dalam konteks tertentu memiliki perbedaan. Menurut Abul Ala al-Maududi kata rabbun terdiri dari dua huruf yaitu ra dan ba tasydid yang merupakan pecah an dari kata tarbiyah yang berarti penididikan, pengasuhan, dan sebagainya. Selain itu kata ini mencakup banyak arti seperti kekuasaan, perlengkapan pertanggungjawaban, perbaikan, penyempurnaan, dan lain-lain. Kata ini juga merupakan predikat bagi suatu kebesaran, keagungan, kekuasaan, dan kepemimpinan. Istilah lain dari pendidikan adalah talim, merupakan masdar dari kata allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Pengertian talim hanya sebatas proses pentransferan seperangkat nilai antar manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai nilai yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif. Ia hanya sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian.

10

Istilah tadib, menurut kamus bahasa arab Al-mujam al-wasith biasa diterjemahkan dengan pelatihan atau pembiasaan mempunyai kata dan makna dasar sebagai berikut: 1) Tadib berasal dari kata dasar adaba-yadubu yang berarti melatih, untuk berprilaku yang baik dan sopan santun. 2) Tadib berasal dari kata adaba yadibu yang berarti mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan berprilaku sopan. 3) Kata addaba sebagai bentuk kata kerja tadib mengandung pengertian mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplin dan memberi tindakan. Kata addaba yang berarti mendidik menurut ibnu manzhur merupakan padanan kata allama dan oleh Az-Zajjaz dikatakan sebagai cara tuhan mengajar nabi-Nya. Masdar addaba yakni tadib yang telah diterjemahkan sebagai pendidikan yang memiliki arti sama. 2. Tinjauan terminologi a. Tarbiyah Musthafa al-Maraghiy membagi kegiatan al-tarbiyah dengan dua macam. Pertama, tarbiyah khalqiyah, yaitu penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik agar dapat dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya. Kedua, tarbiyah diniyah tahzibiyah, yaitu pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya melalui petunjuk wahyu ilahi. Berdasarkan pembagian tersebut, maka ruang lingkup al-tarbiyah mencangkup berbagai kebutuhan manusia, baik jasmani dan rohani, kebutuhan dunia dan akhirat, serta kebutuhan terhadap kelestarian diri sendiri, sesamanya, alam lingkungan dan relasinya dengan Tuhan. Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa tarbiyah adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan ataupun tulisan. b. Talim Menurut rasyid ridha adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya bahan dan ketentuan tertentu. Pemaknaan ini didasarkan atas Q.S. AlBaqarah ayat 31 tentang pengajaran dilaksanakan bertahap,
11

sebagaimana tahapan Adam As. Memelajari, menyaksikan dan menganalisa asma-asma yang diajarkan oleh Allah kepadanya. Ini berarti bahwa al-talim mancakup aspek kognitif belaka, belum mencapai pada domain lainnya. c. Tadib Menurut Al-Naquib al-Attas, al-tadib adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu yang di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan serta keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. d. Al-Riadhah Al-ghazali yang menawarkan istilah al-riyadhah. Baginya, alriyadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanakkanak. Berdasarkan pengertian tersebut, al-ghazali hanya mengkhususkan penggunaan al-riyadhah untuk fase kanak-kanak, sedang fase yang lain tidak tercakup didalamnya.

b. Batasan pengertian pendidikan islam 1. Batasan yang luas Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar yang dilalui peserta didik dengan segala lingkungan dan sepanjanghayat. Pada hakikatnya kehidupan mengandung unsure pendidikan karena adanya interaksi dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berinterkasi dengan semua itu. Karateristik pendidikan dalam arti luas adalah: 1. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat, 2. Lingkungan pendidikan adalah semuayang berada di luar diri peserta didik, 3. Bentuk kegiatan mulai dari yang tidak sengaja sampai kepada yang terprogram, 4. Tujuan pendidikan berkaitan dengan setiap pengalaman belajar, 5. Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. 2. Batasan yang sempit Pendidikan dalam batasan yang sempit adalh proses pembelajaran yang dilaksanakan di lembaga pendidikan formal. Dalam batasan sempit ini pendidikan islam muncul dalam bentuk system yang
12

lengkap. Karateristik pendidikan dalam arti yang sempit adalah: 1. Masa pendidikan terbatas, 2. Lingkungan pendidikan berlangsung di sekolah/madrasah, 3. Bentuk kegiatan sudah terprogram, 4. Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar. 3. Batasan yang luas terbatas Pendidikan dalam arti luas terbatas adalah segala usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan yang diselenggarakan di lembaga pendidikan formal (sekolah), non formal (masyarakat), dan in formal (keluarga) dan dilaksanakan sepanjang hayat, dalam rangka mempersiapkan peserta didik agar berperan dalam berbagai kehidupan.

13

Kesimpulan
Dari pembahasan tentang Pandangan Islam Tehadap Manusia dan Konsep Dasar Pendidikan Islam dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Manusia dan seluruh alam beserta isinya adalah ciptaan Allah SWT. Sudah seharusnya kita sebagai manusia bersyukur terhadap pemberian Allah Karena kita telah dibekali akal dan pikiran sehingga manusia dianggap makhluk yang paling mulia di bumi ini. Manusia adalah khalifah di dunia ini sehingga sudah sepatunya kita saling menjaga baik sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun dengan lingkungan tempat kita tinggal karena tanpa makhluk hidup yang lain dan juga lingkungan tempat tinggal manusia tidak mungkin bertahan hidup di dunia ini. 2. Jika ditinjau menurut istilah manusia memiliki tiga pengertian yaitu: alinsan, al-basyar, dan al-nas yang masing-masing memiliki arti manusia adalah makhluk yang termulia di bumi ini, memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya, serta manunusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan di dunia ini dengan saling membutuhkan satu sama lainnya. 3. Pendidikan Islam adalah usaha-usaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam baik dalam bentuk bimbingan rohani maupun jasmani, mewujudkan terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian utama serta kesuksesan di dunia dan akhirat. 4. Pendidikan Islam bersumber pada enam hal, yaitu al-Quran, as-Sunnah, kata-kata sahabat (madzhab shahabat), kemaslahatan umat (mashalih almursalah), tradisi atau kebiasaan masyarakat (urf) dan ijtihad (hasil para ahli dalam Islam). Keenam sumber tersebut disusun dan digunakan secara hierarkis, dengan tidak menyalahi atau bertentangan dengan sumber utama, yaitu al-Quran. Sedangkan dasar dari pendidikan Islam adalah tauhid, yakni kesatuan kehidupan, ilmu, iman dan rasio, agama dan kepribadian manusia, serta kesatuan individu dan masyarakat. 5. Menurut tinjauan etimologi pendidikan memiliki beberapa pengertian yaitu: -talim yang berarti, pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. tadib yang berarti pelatihan atau pembiasaan dan berperilaku. tarbiyah, mencangkup keseluruhan kegiatan pendidikan.

14

Daftar Pustaka
Dardjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008.

15

Anda mungkin juga menyukai