Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai negara kepulauan, Indonesia dengan luas daratan (tanah/lahan) sekitar 190, 9 juta ha mempunyai lebih dari 17000 pulau, dimana 6000 pulau diantaranya dihuni oleh penduduk (Sitanala Arsyad & Ernan Rustiadi, 2008). Sumberdaya lahan bagi bangsa Indonesia merupakan sumberdaya yang strategis dan berpotensi besar dalam menunjang kehidupan dan kesejahteraan sebagian besar penduduk Indonesia. Sumberdaya lahan tersebut juga berperan bagi kelangsungan hidup penduduk, sebab sumberdaya lahan itu juga sebagai tumpuan hidup atau mata pencaharian bagi penduduk yang berada di sana. Aktivitas penduduk pun akan selalu berhubungan dengan keberadaan atau ketersediaan sumberdaya lahan pada lahan yang di tempati. Kegiatan penduduk biasanya termasuk kegiatan yang menghasilkan atau memproduksi. Hasil produksi tersebut bersumber dari adanya kegiatan pertanian (meliputi tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan), kegiatan industri, permukiman dan kegiatan pariwisata. Lahan merupakan bagian dari bentangalam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO,1976). Lahan adalah kesatuan dari sumberdaya alam yang saling berinteraksi antara aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun sekarang serta membentuk suatu sistem yang struktural dan fungsional. Aktivitas manusia hubungannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai hasil interaksi tersebut yaitu adanya penggunaan lahan. Penggunaan lahan, Menurut Arsyad (2010:311) adalah setiap intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, maksudnya dalam penggunaan lahan keadaan

lahan akan senantiasa berubah setiap saat. Perubahan lahan yang sering terjadi biasanya akan berdampak buruk pada lahan tersebut, salah satu contoh yaitu menurunnya tingkat kesuburan lahan. Untuk itu, dalam pemanfaatan lahan selayaknya perlu memperhatikan dan mempertimbangkan penggunaan lahan sekarang maupun yang akan datang. Hal ini disebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik lahannya dan menyalahi aturan penggunaan lahan akan mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Degradasi lahan menurut Barrow (1991) yaitu hilangnya atau

berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung kehidupan. Kehilangan atau perubahan kenampakkan tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti oleh yang lain.Degradasi lahan juga menjadi salah satu permasalahan di Indonesia. Berdasarkan statistik kehutanan, luas hutan Indonesia telah menyusut dari 130,1 juta ha (67,7 % dari luas daratan) pada tahun 1993 menjadi 123,4 juta ha (64,2 % dari luas daratan) pada tahun 2001. Penyusutan ini disebabkan oleh penjarahan hutan, kebakaran, dan konversi untuk kegiatan lain seperti pertambangan, pembangunan jalan, dan permukiman. Sekitar 35 % dari hutan produksi tetap seluas 35 juta ha juga rusak berat. Hutan yang dapat dikonversi kini tinggal 16,65 juta ha. Apabila dengan laju konversi tetap seperti saat ini maka dalam waktu 25 tahun areal hutan konversi akan habis. Saat ini laju deforestasi hutan Indonesia diperkirakan sekitar 1,6 juta hektar per tahun (Dephut, 2009). Degradasi lahan akan mengakibatkan penurunan produktivitas, migrasi, ketidakamanan pangan, bahaya bagi sumberdaya dan ekosistem dasar, serta kehilangan biodiversitas melalui perubahan habitat baik pada tingkat spesies maupun genetika. Selain itu degradasi lahan akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang bergantung pada lahan sebagai sumber penghidupannya berupa meningkatnya angka kemiskinan. FAO memperkirakan bahwa 1,5 miliar penduduk, atau sekitar seperempat dari populasi dunia, secara langsung bergantung pada lahan yang kini sedang terdegradasi (FAO, 2008). Dengan demikian, dampak degradasi lahan pada lingkungan akan berpengaruh

terhadap daya dukung lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan manusia, terutama kebutuhan akan lahan. Menurut Pasal 1 ayat 7 dan 8 UU No. 32 Tahun 2009 daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan pengertian daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Lingkungan hidup berperan penting dalam perikehidupan manusia terutama dalam memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk interaksi yang terjadi antara lingkungan dengan manusia itu sendiri. Lingkungan sebagai penyedia sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari adanya kegiatan pembangunan, yang bertujuan untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan manusia. Pembangunan berkelanjutan merupakan target yang harus dicapai dan dipenuhi dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun lahan khususnya di Indonesia. Untuk mencapainya, maka prinsip dasar pemanfaatan sumberdaya alam harus dipahami. Dalam pemanfaatannya harus mempertimbangkan apek daya dukung lahan dan aspek-aspek konservasi lahan sehingga dapat memenuhi kebutuhan lahan yang memadai bagi penduduk maupun sektor-sektor

pembangunan. Kegiatan pembangunan akan mengakibatkan atau menghasilkan dampak tertentu bagi lingkungan. Dampak positif dari pembangunan akan memberikan manfaat yang dapat mendukung manusia sedangkan dampak negatif akan membawa resiko bagi manusia. Dalam pembangunan, dampak positif akan lebih berpengaruh kepada manusia sedangkan dampak negatif lebih berpengaruh besar pada lingkungannya. Dampak-dampak tersebut harus diperhitungkan secara tepat dan seimbang. Kegiatan pembangunan yang berpotensi negatif dan menimbulkan degradasi lahan seharusnya ditekan dan diminimalisirkan. Bentuk-bentuk pembangunan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lahan antara lain perindustrian, pertambangan, perumahan, deforesterisasi (pembalakan atau

pemanfaatan hutan secara liar) dan kegiatan pertanian yang berakibat merusak lahan seperti ladang berpindah serta penggunaan pestisida yang berlebihan. Kegiatan-kegiatan seperti di atas hendaknya perlu diperhatikan dan dikelola dengan baik agar dampak negatif yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Untuk kegiatan pertanian, pengelolaan hendaknya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik dari pemerintah, petani sendiri maupun lembaga atau perkumpulan tani. Pengelolaan yang baik akan memberikan dampak positif bagi pihak-pihak terkait berserta lingkungannya sehingga ancaman degradasi lahan pertanian dapat ditangani. Dengan demikian, kelangsungan usaha pertanian dapat berjalan dengan baik dan ketahanan pangan bisa stabil dan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi penduduk. Namun, yang terpenting adalah dalam pelaksanaan dan pengelolaan pembangunan harus terus berlanjut kemasa mendatang serta memperhatikan kelestarian lingkungannya. Dalam pembangunan yang diutamakan biasanya adalah aspek sosial dan aspek ekonomi saja sedangkan yang sering diabaikan adalah aspek lingkungan. Kurangnya perhatian terhadap lingkungan kelak akan dapat mengakibatkan dampak negatif bagi kegiatan pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, pembangunan seharusnya tidak hanya berwawasan sosial dan ekonomi saja tetapi juga harus berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan salah satu upaya dari pelaksana pembangunan yaitu pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia secara bertahap dengan memperhatikan faktor lingkungan. Dengan terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan, diharapkan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan segala macam yang ada di lingkungan dapat terkendali serta terjaga kelestariannya. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan luas lahan garapan cenderung semakin rendah, keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan. Kemudian di daerah perladang berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga meningkatkan tekanan penduduk terhadap lahan karena naiknya kebutuhan akan pangan akibatnya diperpendeknya masa istirahat lahan (Soemarwoto, 2001). Kebutuhan akan lahan merupakan hal yang wajar bagi setiap orang, jika kebutuhan lahan belum terpenuhi maka akan menimbulkan masalah,

apalagi ditambah tidak seimbangnya dengan ketersediaan lahan. Perbandingan antara kebutuhan lahan dengan ketersediaan lahan disebut daya dukung lahan. Pemanfaatan sumberdaya alam pada lingkungan salah satunya yaitu kegiatan budidaya pertanian. Kegiatan pertanian merupakan ciri khas bahwa daerah tersebut merupakan daerah agraris. Indonesia sejak dahulu diklaim sebagai salah satu negara agraris terbesar di kawasan Asia Tenggara. Dengan kondisi tersebut seharusnya Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri tanpa harus mengimport beras ke luar negeri. Namun, klaim tersebut nampaknya hanya sebatas pernyataan saja dan bahkan tidak sesuai dengan kenyataannya. Hal itu dapat terjadi karena berbagai faktor penyebab baik secara politik maupun karena lingkungan itu sendiri. Dari segi politik salah satu bentuknya yaitu dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat, yang sedikit banyak akan menguntungkan pribadi dan kepentingan kelompoknya. Sedangkan segi lingkungan yaitu pengelolaan yang buruk sehingga berdampak menurunnya kualitas lingkungan atau biasa disebut degradasi lingkungan. Kawasan Daerah Aliran Sungai atau sering disebut DAS, di Indonesia diperkirakan telah mengalami degradasi lingkungan dan lahan yang luar biasa. Kondisi yang demikian terjadi karena adanya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dan menyalahi aturan serta alih fungsi lahan sehingga menurunkan kualitas lahan atau lingkungan. Erosi tanah atau lahan di DAS juga mengancam terjadinya degradasi lahan serta penurunan produktivitas lahan selain faktor perubahan penggunaan lahan. Fakta-fakta empiris menyebutkan bahwa kawasan DAS Bengawan Solo hulu-hilir telah mengalami erosi cukup berat yang ditandai dengan permunculan batuan induk, erosi parit dan sedimentasi dari 102 Sub DAS di DAS Bengawan Solo yang meliputi 23 wilayah kabupaten, ada 28 Sub DAS yang memiliki potensi erosi besar. Erosi aktual yang terjadi terkecil adalah 4,72 ton/ha/th. Sebagai studi kasus, maka KLH mencatat bahwa hutan alam DAS Bengawan Solo berkurang 31,57 persen atau sekitar 11.023 hektare, yang kemudian berubah menjadi kebun campuran dan tanah terbuka. Luas area permukiman bertambah 97.216 hektare atau setara dengan 35,97 persen dibanding tahun 2007. Perubahan yang paling

drastis terjadi di tutupan lahan berupa rawa. Pada tahun 2000 masih terdapat 3.212 hektare lahan rawa, tapi pada tahun 2007 rawa yang tersisa tinggal tiga hektare saja. Dengan kata lain, nyaris 100 persen rawa di sepanjang DAS Bengawan Solo raib dalam kurun waktu hanya tujuh tahun. Padahal, fungsinya sebagai penampung air hujan sangatlah vital bagi kawasan di sekitarnya (Horizon,12-012008 http://www.suarakarya-online.com). Gambaran di atas menunjukkan bahwa kawasan Daerah Aliran Sungai telah mengalami degradasi lahan yang sangat mengkhawatirkan bagi

kelangsungan daya dukung lingkungan, sehingga mengakibatkan punahnya ekosistem yang ada. Hal ini akibat dari persepsi sebagian masyarakat atau bahkan penentu kebijakan yang menganggap bahwa kawasan disekitar sungai merupakan unit atau bagian terpisah dari pengelolaan daerah aliran sungai. Dengan demikian diperlukan upaya pendekatan pengelolaan kawasan DAS secara terpadu, menyeluruh dan berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Hambatan penerapan kawasan DAS sebagai lahan konservasi (pelestarian) sebenarnya terletak pada good will penentu kebijakan, karena aturan pemanfaatan kawasan lindung sudah jelas diatur dalam undangundang tata ruang baik ditingkat pusat maupun daerah. (Makalah S. Baja, 2007). Pada DAS Bengawan Solo Hulu terjadi perubahan jenis tanaman dilahan kawasan lindung tersebut, yaitu dari tanaman keras seperti pohon jati, pinus, dan cemara telah berganti menjadi tanaman semusim seperti pisang dan jagung (horizon,12-01-2008). Perubahan jenis tanaman di kawasan lindung menyebabkan kawasan tersebut tidak berfungsi sebagai kawasan lindung yang semestinya. Daerah Aliran Sungai adalah suatu ekosistem. DAS Walikan merupakan salah satu DAS Bengawan Solo Hulu, berada di wilayah kabupaten Karanganyar, Wonogiri yang ikut mensuplai sedimen ke Bengawan Solo. DAS Walikan dapat menyuplai sedimen karena penggunaan lahan di daerah tersebut sebagian besar adalah pertanian lahan kering. Luas lahan kering disebagian wilayah yang masuk DAS Walikan bagian tengah diantaranya yaitu Desa Jatisobo (425,2 ha), Desa Jatipuro (237,26 ha), Desa Jatipurwo (312,25 ha). Luas tersebut berbanding jauh dengan lahan basah yang berturut-turut yaitu (132,93 ha), (46 ha) dan (92,7 ha)

(monografi desa 2011). Pertanian lahan kering sangat berpotensi menyebabkan degradasi lahan. Sebab pada pertanian lahan kering vegetasi yang ada berupa tanaman semusim. Apabila turun hujan, air yang jatuh pada lahan tersebut tidak dapat diserap secara maksimal ke dalam tanah sehingga akan menjadi aliran permukaan dan memberikan ancaman banjir. Pada DAS bagian Hulu penggunaan lahannya seharusnya berupa hutan lindung tidak boleh sebagai pertanian lahan kering. Penyalahgunaan lahan atau alih fungsi lahan di DAS Walikan tersebut akan berpengaruh pada lingkungan sekitarnya, terutama di daerah aliran sungai bagian hulu. Kondisi lahan yang paling dominan di antara tipe penggunaan lahan yang ada di DAS Walikan dan termasuk DAS Solo hulu adalah lahan persawahan ( 31,04 %), pertanian lahan kering ( 28,95 %), hutan tanaman ( 24,32 %) dan pemukiman ( 11,13 %). Lahan persawahan dan pertanian lahan kering paling banyak tersebar di bagian hulu DAS Solo. Sebaran Hutan tanaman paling banyak tersebar di bagian tengah (Statistik DAS Solo 2007). Dalam hubungannya dengan fungsi kawasan yang ditetapkan oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan (2007) Wilayah DAS Solo paling banyak fungsi kawasannya sebagai areal penggunaan lain ( 75,52%) dan hutan produksi ( 21,58%). Sebagian besar kawasan areal penggunaan lain dipergunakan untuk pertanian lahan kering. Hanya sedikit kawasan DAS Solo sebagai hutan lindung dan hutan suaka & wisata (hutan wisata/taman wisata alam, suaka margasatwa dan cagar alam) sekitar 2,06% terletak di sekitar puncak Gunung Lawu, Gunung Wilis-Liman dan Gunung Merapi-Merbabu (http:cruellovelive.blogspot.com). Pada umumnya lahan kering di daerah hulu menghadapi masalah kerusakan lingkungan yang makin parah sehingga menurunkan produktivitas lahan, meningkatkan erosi dan sedimentasi, serta memacu meluasnya banjir pada musim hujan. Kondisi yang demikian juga akan memicu terjadinya degradasi lahan sehingga berpotensi pula menimbulkan lahan kritis di daerah tersebut. Berdasarkan sumber data BPS Karanganyar tahun 2007 wilayah DAS Walikan yang masuk Kecamatan Jatipuro terdapat 1.305 ha lahan kritis. Sedangkan yang masuk Kecamatan Jatiyoso terdapat 3.229 ha lahan kritis. Dengan demikian

diperlukan penanganan yang serius untuk mengatasi permasalahan lahan kritis sehingga ancaman terhadap produktivitas dan usaha peningkatan produksi pangan dapat dilakukan. Untuk meningkatan produksi pangan salah satunya yang terpenting adalah tersedianya lahan pertanian yang memadai. Namun, penyediaan lahan pertanian ini pun menghadapai masalah yang cukup berat karena pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan sulit untuk dikendalikan. Jumlah penduduk pada tahun 2007 sekitar 851.366 jiwa, tahun 2008 sekitar 865.580 jiwa, dan tahun 2009 sekitar 872.821 jiwa (BPS Karanganyar 2010). Dari data tersebut pertumbuhan penduduk hampir mencapai 1% per tahun dan mengalami pertambahan setiap tahun lebih dari 7 ribu penduduk. Akibatnya yaitu, munculnya tekanan penduduk terhadap lahan dan ancaman alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian akibat semakin ketatnya persaingan penggunaan lahan yang jumlahnya sangat terbatas antara penggunaan untuk pertanian dan non pertanian (pemukiman, industri, jasa, transportasi dan sebagainya). Praktek penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama terjadinya erosi di kawasan daerah aliran sungai. Akibatnya yang kedua adalah meningkatnya laju degradasi kualitas lahan pertanian, akibat tekanan manusia kepada sumberdaya lahan yang melebihi daya dukungnya. Sehingga ketersediaan lahan pertanian semakin berkurang. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya lahan pertanian maupun lahan-lahan kosong terutama yang dekat dengan jalan utama dijadikan sebagai tempat industri maupun permukiman oleh penduduk. Berdasarkan pengamatan melalui peta RBI 2001 yang mencakup wilayah DAS dan pengamatan di lapangan terbukti bahwa ada sebagian lahan yang dulunya adalah lahan pertanian kering dan kebun pada tahun 2011 sudah didirikan bangunan rumah. Keadaan tersebut merupakan dampak dari semakin bertambahnya jumlah penduduk dan lahan yang tersedia untuk pertanian semakin berkurang sehingga akan melampaui daya dukung lahan akibat tekanan sumberdaya lahan oleh manusia. Pencegahan dan pengendalian terhadap adanya alih fungsi lahan pertanian khususnya sawah harus dilakukan, sebab sawah merupakan lahan yang

menghasilkan padi/beras yang merupakan sumber utama makanan pokok di Indonesia. Dengan demikian perlu adanya pelestarian sumberdaya alam pada lahan sawah untuk mempertahankan swasembada pangan nasional. Jika degradasi lahan di DAS Walikan tersebut tidak segera ditangani maka akan menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem hulu yang berpengaruh terhadap pengurangan produktivitas lahan sehingga daya dukung lahan terlampaui. Untuk memperbaiki kondisi tersebut maka perlu kajian mengenai daya dukung lahan.

B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas terdapat beberapa masalah yang timbul: 1. Terjadinya Degradasi lahan dan lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang menyalahi aturan dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan adanya erosi dan tanah longsor pada sebagian lereng yang curam. 2. Penduduk yang sebagian besar tidak mengetahui produktivitas lahan dan semakin menurunnya produktifitas lahan di Das Walikan. 3. Meningkatnya kebutuhan lahan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Das Walikan. 4. Ketersediaan lahan yang menurun, khususnya untuk pertanian akibat dari pertumbuhan penduduk dan alih fungsi lahan akibat semakin ketatnya persaingan penggunanaan lahan yang jumlahnya terbatas untuk pertanian maupun non pertanian (permukiman, industri, jasa, transportasi dan sebagainya). 5. Tekanan oleh manusia terhadap sumberdaya lahan yang tidak sesuai atau di perkirakan melebihi daya dukung lahannya.

10

C. Pembatasan Masalah Dari beberapa permasalahan yang muncul di daerah penelitian dengan mengingat keterbatasan tenaga, waktu, biaya kemampuan penulis dan untuk mempertajam serta memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Penduduk tidak memperhatikan tingkat produktivitas lahan, sehingga berakibat menurunnya hasil produksi serta merugikan manusia itu sendiri. 2. Kebutuhan lahan yang semakin besar sedangkan ketersediaan lahan yang semakin berkurang untuk penggunaan lahan, baik pertanian maupun non pertanian. 3. Daya dukung lahan yang tidak sesuai lagi dengan kapasitasnya sehingga diperlukan penghitungan yang tepat.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah: 1. 2. Bagaimana produktivitas lahan di DAS Walikan Tahun 2011? Bagaimana daya dukung lahan di DAS Walikan Tahun 2011?

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk: 1. Mengetahui produktivitas lahan di DAS Walikan Tahun 2011. 2. Mengetahui daya dukung lahan di DAS Walikan Tahun 2011.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai geografi sumberdaya, khususnya mengenai daya dukung lahan.

11

Serta sebagai referensi bagi penelitian lain yang berhubungan dengan daya dukung lahan dan ilmu lingkungan. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan pengetahuan tentang produktivitas lahan di DAS Walikan, sehinggga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam proses perencanaan dan pengembangan penggunaan lahan dengan

memperhatikan usaha konservasi yang tepat.


b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah daerah

setempat sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk membuat kebijakan tentang peningkatan produktivitas khususnya dibidang pertanian dan peningkatan daya dukung lahan dalam memenuhi kebutuhan lahan di DAS Walikan.
c. Bagi Guru, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan materi dan

pembelajaran geografi di Sekolah, yaitu pada smp kelas VII materi geografi sumber daya dan permasalahan lingkungan hidup serta penanggulangannya.

Anda mungkin juga menyukai