Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologi (bakteri, virus, parasit), bahan organic (pestisida, deterjen) dan beberapa bahan inorganik (garam, asam, logam), serta beberapa bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan ( Darmono, 2001 ). Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik antara lain berbagai logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari, secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan akan berbahaya bagi kehidupan. Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme, dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun (Darmono, 2001). Salah satu logam berat yang mencemari air adalah nikel. Nikel dapat mencemari air tanah maupun air permukaan baik perairan laut maupun darat seperti sungai, danau dan waduk. Di perairan, nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH kurang dari 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut. Di muara sungai, nikel menunjukkan konsentrasi yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikel-partikel yang ada di muara sungai dan proses resuspensi (Darmono, 1995). Sumber pencemaran nikel di perairan berasal dari limbah industri pelapisan nikel (electroplating), industri kertas, industri pupuk dan industri baja, limbah rumah tangga dan pupuk pertanian (Kartika, 2010). Limbah industri ini mengandung senyawa nikel berbahaya

seperti NiSO4 dan NiCl2 (Kartika, 2010). Untuk industri pelapisan nikel, logam berat yang terkandung dalam limbah cairnya adalah logam Ni (nikel). Walaupun jumlah limbah yang dihasilkan tida sebanyak limbah dari industri lain, namun karena sifatnya yang sangat beracun maka limbah ini sangat berbahaya bagi manusia serta dapat mengancam kehidupan biota disekitarnya, maka sebelum dibuang ke luar pabrik harus diolah terlebih dahulu. Sebagai gambaran dapat disebutkan komposisi bahan kimia berbahaya yang ada dalam air buangan dari industry pelapisan logam di Ngunut, Tulungagung pada tahun 2002 misalnya tembaga 31,85 ppm, nikel 63,1 ppm, krom 0,06 ppm, Fe 64,44 ppm dan pH 3,3 (Palar, 2004). Berbagai jenis pupuk pertanian baik organik maupun anorganik juga mengandung logam berat termasuk nikel. Kadar logam berat pada pupuk P, pupuk N, pupuk kandang dan kompos berturut-turut 7-225 ppm, 227 ppm, 1,1-27 ppm, dan 1,3-2,24 ppm. Pupuk organic dan kompos dibuat dari bahan organik seperti bahan hijau tanaman, sampah kota dan lain-lain. Pupuk organik yang berasal dari sampah kota dapat tercemar limbah B3 atau logam berat karena berbagai macam limbah rumah tangga dan sampah kota yang terdiri atas sisa sayur-sayuran tercampur dengan baterai bekas, kaleng, seng, aluminium foil, yang tercemar B3. Pupuk pertanian dengan kandungan nikel ini bisa mencemari air tanah dan sungai di sekitar areal pertanian (Setyorini, 2003). Untuk melindungi kehidupan organisme akuatik, kadar Ni sebaiknya tidak melebihi 0.025 mg/l (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). Agar tidak mencemari lingkungan, limbah yang akan dibuang kadar logamnya tidak boleh melewati batas kadar maksimum yang diperbolehkan oleh regulasi pemerintah (KEP-51/ MEN LH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri). Kadar maksimum Cr, Cu, Fe, dan Ni dalam limbah industri yang diperbolehkan berturut-turut adalah 0.5 mg/L, 2 mg/L, 5 mg/L, dan 2 mg/L. Selain terkandung dalam limbah industri dan pupuk pertanian, nikel juga telah mencemari air tanah dan perairan darat seperti sungai. Seperti yang dilaporkan oleh Simon, (2007), bahwa air sungai porong mengandung logam berat nikel sebesar 0,31-0,861 ppm. Kadar nikel sebesar ini telah melampaui baku mutu kualitas air sungai menurut UU nomor 20 tahun 1990 untuk air golongan D yaitu sebesar 0,5 mg/l. Kandungan nikel yang tinggi di Sungai porong disebabkan banyaknya limbah berbagai macam pabrik yang dibuang langsung ke badan air Sungai porong tanpa diakukan pengolahan terlebih dulu agar memenuhi baku mutu limbah industri berdasarkan KEP/MENH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri. Pencemaran nikel juga dilaporkan terjadi pada mata air di Bedugul, Bali dengan kadar 0,036 mg/l. Tercemarnya

mata air karena nikel ini karena pemakaian pupuk anorganik dan organik untuk pertanian yang mengandung logam berat termasuk nikel (Arthana, 2007). Salah satu alternatif pengolahan air terkontaminasi logam berat, khususnya untuk mereduksi kandungan logam berat dalam air tercemar logam berat adalah fitoremediasi dengan tanaman Salvinia molesta. Ki Ambang (Salvinia molesta) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi menjadi fitoremediator logam berat dalam pengolahan limbah dan air buangan (Choudary et al, 2008). Dengan memanfaatkan sifat pertumbuhannya yang cepat serta bentuk akar yang panjang, berbulu halus dan masuk ke dalam air diharapkan tanaman tersebut dapat dimanfaatkan untuk penyerapan logam berat di perairan (Yudhanegara, 2005). Pemilihan Salvinia molesta sebagai tanaman fitoremediator pada penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Salvinia molesta mampu tumbuh pada perairan dengan kadar nutrisi yang rendah (Room and Julien, 2009). Selain itu secara morfologi Salvinia molesta memiliki diameter daun yang relatif kecil (rata-rata 2-4 cm) tetapi memiliki perakaran yang lebat dan panjang (Oliver, 1993). Berdasarkan hal tersebut diharapkan Salvinia molesta dapat secara aktif menyerap polutan, namun tidak menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan.

Anda mungkin juga menyukai