Anda di halaman 1dari 20

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG. Popok sekali pakai dibuat pertama kali oleh Victor Miller pada tahun 1950,

setelah itu segala jenis merek diapers langsung melejit dan menjadi populer di seluruh dunia. Di Indonesia, penggunaan popok sekali pakai dimulai pada tahun 1980-an. Umumnya, dipakai bayi-bayi dari kalangan ekspatriat. Baru pada 1990an, penggunaannya meluas di semua kalangan. Ia jadi pilihan karena lebih praktis.Pengguna popok disposable (sekali pakai) di Indonesia saat ini mencapai 85 %. Para orang tua merasa popok sekali pakai merupakan solusi agar bayi mereka tetap kering dari masalah pipis dan berak. Selain itu orang tua juga diuntungkan dengan tidak perlu terlalu sering mendengar tangisan bayi mereka saat pipis maupun berak. Namun dalam sebuah seminar tentang pendidikan anak usia dini dan pendidikan tempat penitipan anak Agriananda, dikemukakan bahwa pemakaian diaper terus menerus akan berdampak psikologis yang kurang baik bagi balita. Menurut ketua pengelola Sasana Bina Balita Mitra Badan Urusan Logistik ( Bulog ) jakarta, Dra Tuty Wahyuti Psi Penggunaan diaper terus menerus dapat mengurangi sensitivitas anak terhadap lingkungan sekitar. Kondisi tersebut dapat berdampak psikologis yang kurang baik saat dewasa, seperti kurangnya rasa percaya diri dan ketidakpedulian terhadap lingkungan. Selain itu menurut salah satu artikel dalam wall stret jurnal edisi 4 mei 2010 dikatakan bahwa pemakaian diaper terus menerus dapatmengakibatkan keterlambatan toilet training 6 bulan dari seharusnya. Popok sekali pakai terbuat dari bahan-bahan kimia berbahaya, di antaranya adalah Sodium Polyacrylate. Sodium Polyacrylate memang bisa bekerja sebagai super absorbent yang hebat, bahan ini dicampurkan pada lapisan dalam disposable diaper sehingga memiliki daya serap lebih dari 100 kali dari beratnya di dalam air. Bahan kimia inilah yang mengubah cairan menjadi gel yang akan menempel di kulit bayi dan menimbulkan reaksi alergi. Disamping itu, bahan ini juga dicurigai

sebagai biang keladi iritasi kulit dan demam. Bahan kimia lain yang berbahaya adalah Tributyl Tin (TBT) juga termasuk bahan yang digunakan dalam produksi disposable diaper. Bahan kimia ini selain menyebabkan pencemaran lingkungan juga sangat beracun. Penyebarannya bisa melalui kulit, jadi bisa dibayangkan tingkat bahayanya kalau kulit bayi yang sensitif memakai diaper yang mengandung TBT ini. Karena saking beracunnya bahan kimia ini dalam konsentrasi yang sangat kecil pun bisa mengakibatkan gangguan hormon disamping mengganggu sistem kekebalan tubuh. Selain itu, orangtua yang memiliki bayi laki-laki perlu waspada karena bahan ini bisa menyebabkan kemandulan . Ginny Caldwell dalam artikelnya yang berjudul "Diapers, Disposable or Cotton?", menyatakan bahwa kerusakan dalam sistem saraf pusat, ginjal dan lever bisa disebabkan oleh bahan-bahan kimia berbahaya yang ditemukan dalam disposable diaper. Pada tahun 1999 The Archive of Environtmental Health melaporkan sebuah studi yang dilakukan oleh Anderson Laboratories. Dalam studi tersebut mereka membuka kemasan diaper lalu meletakkannya di dekat tikus-tikus percobaan. Tikus-tikus yang terekspos diaper tersebut menderita bronchoconstriction yang menyerupai serangan asma. Tak hanya itu, tikus-tikus tersebut juga mengalami iritasi mata, kulit dan tenggorokan. Di dalam sebuah ruangan yang luas sekalipun emisi dari disposable diaper cukup mampu membuat tikus-tikus ini terserang asma. Bahan kimia yang ditemukan dalam disposable diaper yang mampu menyebabkan iritasi tenggorokan antara lain tolune, xylene, ethylbenzene, styrene, dan isopropylbenzene. Studi sains yang dilakukan Kiel University Jerman pada tahun 2000 mengindikasikan kemandulan pria dengan meluasnya penggunaan disposable diaper yang menyebabkan suhu daerah testis lebih panas daripada suhu badan. Ini merupakan faktor yang signifikan terhadap menurunnya tingkat kesuburan kaum pria di Eropa Barat. Selain itu ruam popok juga meningkat drastis dari 7,1% menjadi 61% dengan bertambahnya penggunaan disposable diaper menurut sebuah review studi yang dilakukan Proctor and Gambles (The Landbank Consultancy Ltd, 1991).

Penggunaan popok kain relatif mudah. Namun daya serapnya minim yang menyebabkan harus sering diganti. Namun dengan ini orang tua jadi bisa memonitor eliminasi uri dan alvie dari sang anak. Selain itu popok kain juga relatif murah, ramah lingkungan dan yang paling penting aman bagi anak. Bila sedang bepergian sekarang ini ada cholth diaper yang merupakan kombinasi dari disposible diaper dengan popok kain, namun belum ada penelitian benarkah cholth diaper ini bisa menjadi penengah antara keamanan popok kain dengan kepraktisan disposible diaper.

1.2

RUMUSAN MASALAH Apakah ada pengaruh antara pemakaian popok sekali pakai dengan toilet training ?

1.3

TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TujuanUmum Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya pengaruh pemakaian popok sekali pakai dengan toilet training. 1.3.2 TujuanKhusus

1. Mengidentifikasi pemakaian popok sekali pakai. 2. Mengetahui toilet training pada anak toodler. 3. Menganalisis pengaruh pemakaian popok sekali pakai dengan toilet training

1.4 1.4.1

MANFAAT PENELITIAN Teoritis

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan teori bahwa pemakaian popok sekali pakai berpengaruh dengan toilet training. 1.4.2 Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para orang tua yang saat ini banyak yang menggunakan popok sekali pakai tiap hari untuk anaknya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan disajikan beberapa konsep dasar berdasarkan tinjauan pustaka, meliputi konsep popok sekali pakai dan toilet training. 2.1 Popok Sekali Pakai 2.1.1 Pengertian Popok Sekali Pakai Popok adalah semacam garmen yang dipakai oleh individu yang tidak bisa mengendalikan pergerakan kandung kemih atau usus mereka, atau tidak bisa atau tidak mau menggunakan toilet. Sedangkan popok sekali pakai adalah popok yang mengandung bahan kimia penyerap dan dibuang setelah digunakan. Beberapa popok sekali pakai meliputi wewangian, lotion atau minyak esensial untuk membantu menutupi bau popok kotor atau untuk melindungi kulit. Perawatan popok sekali pakai adalah minimal, dan terutama terdiri dari menjaga mereka di tempat yang kering sebelum digunakan, dengan pembuangan yang tepat dalam wadah sampah pada kekotoran. Bangku yang seharusnya disimpan di toilet, tetapi pada umumnya dimasukkan ke dalam sampah dengan sisa popok. 2.1.2 Bahaya menggunakan popok sekali pakai : a. Mengandung bahan kimia sintetik yaitu Dioxin. Bahan ini merupakan toksin yang bersifat Karsinogen ( bisa menyebabkan kanker).

b. Mengandung Sodium Polyacrylate yang berfungsi menyerap cairan ( urin) dan akan berubah menjadi gel apabila basah. Ia dapat menyebabkan kulit bayi menjadi merah dan ruam. Bahkan dalam keadaan kronis dapat menyebabkan muntah-muntah, deman serta terjangkiti kuman. c. Mengandung Tributyl Tin (TBT) yaitu bahan pencemaran alam yang sangat bertoksik. Ia dapat menganggu sistem hormon dan imunisasi badan. d. Merusak dan mencemarkan alam sekitar. Popok sekali pakai (disposable diapers) menggunakan banyak bahan mentah dalam pembuatannya, diantaranya pohon untuk menghasilkan kertas dan bahan kimia untuk menghasilkan plastik. e. Sumber sampah ketiga terbesar, sedangkan hanya 5% populasi dunia memanfaatkannya. Sehelai popok sekali pakai (disposable diapers) perlu waktu hingga 500 tahun untuk mengurai dengan sendirinya. f. Meningkatkan efek ruam di kalangan bayi. Penelitian mendapati efek ruam-ruam bayi meningkat sesuai dengan peningkatan pemakaian popok sekali pakai (disposable diapers) . Menurut Journal of Pediatrics, 54% dari bayi berumur 1 bulan yang menggunakan popok sekali pakai (disposable diapers) terkena ruam. Penelitian lainnya juga diketahui bahwa efek ruam popok sekali pakai (disposable diapers) telah meningkat dari 7% ke 78%.

2.2 Toilet Training 2.2.1 Pengertian Toilet training Suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besa (Hidayat, 2005). Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak usia todler yang harus mendapat perhatian orang tua dalam berkemih dan defekasi. Dan toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar (Harunyahya, 2007).

2.1.2 Cara mengajarkan toilet training pada anak Cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di antaranya: 1) Teknik lisan Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar dimana lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar. 2) Teknik modelling Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara tersebut di atas terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak merasakan buang air kecil dan buang air besar, tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air kecil dan buang air besar, dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di hadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita, berikan pujian jika anak berhasil jangan disalahkan dan dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu dan beri anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan (hidayat, 2005).

2.1.3 Latihan mengontrol berkemih dan defekasi pada anak Orang tua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih, di antaranya pot kecil yang bisa diduduki anak apabila ada, atau langsung ke toilet, pada jam tertentu secara regular. Misalnya, setiap dua jam anak dibawa ke toilet untuk berkemih. Anak didudukkan pada toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakkan kaki dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan. Latihan untuk merangsang rasa untuk mengejan ini dapat dilakukan selam 5 sampai 10 menit. Selama latihan, orang tua harus mengawasi anak dan kenakan pakaian anak yang mudah untuk dibuka (Supartini, 2002).

2.1.3

Faktor-faktor yang mendukung toilet training pada anak

1. Kesiapan fisik a. Usia telah mencapai 18-24 bulan. b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian 2. Kesiapan mental a. Mengenal rasa ingin berkemih dan defekasi b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain 3. Kesiapan psikologis a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu b. Mempunyai rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap kebiasaan

orang dewasa dalam buang air keci, dan buang air besar c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera diganti segera 4. Kesiapan orangtua a. Mengenal tingkat kesiapan anak dalam berkemih dan defekasi b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan defekasi pada anak c. Tidak mengalami konflik tertentu atau stres keluarga yang berarti (Perceraian) 2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan selama Toilet Training 1. Hindari pemakain popok sekali pakai. 2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air kecil dan buang air besar dengan benar. 3. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur. 4. Jangan memarahi anak saat anak dalam melakukan toilet training. 2.1.6 Pengkajian masalah toilet training Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu yang harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan buang air besar, mengingat anak yang melakukan buang air besar atau buang air kecil akan meengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil dan buang air besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak, untuk mencegah terjadinya kegagalan maka dilakukan sesuatu pengkajian sebelum melakukan toilet training yang meliputi pengkajian fisik, pengkajian psikologis, dan pengkajian inteletual. 1) Pengkajian Fisik Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan buang air kecil dan buang air besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus mandapat perhatian karena

kemampuan untuk buang air besar ini lancar dan tidaknya dapat dilihat dari kesiapan fisik sehingga ketika anak berkeinginan untuk buang air kecil dan buang air besar sudah mampu dan siap untu melakukannya. Selain itu, yang harus dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak mengompol setelah tidur. 2) Pengkajian Psikologis Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan buang air besar seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu buang air besar atau buang air kecil, ekspresi wajah menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel atau meninggalkannya, adanya keinginantahuan kebiasaan toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan pada orangtuanya. 3) Pengkajian Intelektual Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan buang air besar antara lain: kemampuan anak untuk mengertibuang air kecil dan buang air besar, kemampuan mengkomunikasikan buang nair kecil dan buang air besar, anak menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air besar, mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru prilaku yang tepat seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil dan buang air besar. Dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan buang air besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: hindari pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air besar, mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci muka, cuci kaki, dan lain-lain. 2.1.8. Dampak toilet training Menurut Hidayat (2005), dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat

retentif dimana anak cenderung bersikap keras keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orangtua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari- hari.

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL

Heriditas Kelainan genetik

Lingkungan Ketersediaa n toilet

Status kesehatan Toilet training

Pelayanan kesehatan

Perilaku Pemakaian diaper

Konsep model status kesehatan Hendrik L blum 2.6 Hipotesis Hipotesis yang dapat ditetapkan dalam penelitian ini adalah ,ada pengaruh antara pemakaian popok sekali pakai dengan toilet training.

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian Desain Penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah di tetapkan dan berperan sebagai pedoman penelitian Observasional Analitik menggunakan rancangan Cross Sectional yaitu mengetahui pengaruh pemakaian popok sekali pakai dengan toilet training yang diobservasikan pada waktu tertentu. 4.2. Kerangka Kerja Kerangka kerja ini merupakan pentahapan atau langkah - langkah dalam aktivitas ilmiah mulai dari penetapan, sampel dan seterusnya yaitu kegiatan sejak awal penelitian dan akan dilaksanakan (Nursalam, 2003)

Populasi Seluruh anak toodler

Sampel Seluruh anak toodler yang memakai popok sekali pakai

Sampling

Random Sampling

Desain Penelitian Analytic Observasional

Variabel Independen: Pemakaian popok sekali pakai Dependen: toilet training

Pengumpulan Data: Kuesioner

Pengolahan Data: Editing, coding dan analisa data

Penyajian Hasil

Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh pemakaian popok sekali pakai dengan toilet training 4.3. Populasi, Sampel dan Sampling 4.3.1. Populasi Populasi adalah seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya obyek atau subyek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subyek atau obyek tersebut ( Sugiyono, 2009 ). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak toodler. 4.3.2. Sampel Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi ( Hidayat A.A.A, 2010 ). Sampel

dalam penelitian ini adalah Seluruh anak toodler yang memakai popok sekali pakai. Kriteria Inklusi pada penelitian ini : 1) Orang tua klien setuju menjadi responden. 2) Anak toodler ( usia 12 36 bulan ) 3) Orang tua dapat Membaca dan Menulis 4) Tidak dalam keadaan gangguan Jiwa atau gangguan kesadaran. Kriteria Eksklusi 1) Orang tua klien yang tidak menyetujui menjadi responden Menurut A. Aziz Alimul H ( 2003) pengambilan sample secara simple random sampling atau systematic random sampling, dengan data proporsi (populasi infinit) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Z 2 1 a / 2 p(1 P ) d2
1,96 2 0,45.0,8 0,052

n=

n=

n = 553,19

Keterangan : n P = Besar Sample Minimum = Harga proporsi dipopulasi = Nilai distribursi normal baku = Kesalahan absolut yang dapat di toleransi Diketahui jumlah populasi Penderita TBC yang ada diwilayah puskesmas perak timur yang tidak minum obat adalah N = 45 orang Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel (n) di Poli Paru Puskesmas Perak timur Surabaya sebagai berikut :

Z 21 a / 2
d

4.3.2. Sampling Pengambilan Sampel menggunakan tekhnik Random Sampling ( 4.4. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional 4.4.1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian terdiri atas : 1. Variabel bebas / Independen : Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan menciptakan stimulus yang di manipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel Independen (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah pemakaian popok sekali pakai. 2. Variabel terikat / Dependen : Variabel dependen adalah variabel yang nilainya di tentukan oleh variabel lain, faktor yang di amati dan di ukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan / pengaruh dari variabel bebas (Unrealism, 2008) dalam penelitian ini variabel Dependen adalah toilet training.

4.4.2. Definisi Operasiona Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Jenis Kriteria

Data Variabel independen Pemakaian popok sekali pakai Penggunaan popok yang mengandung bahan kimia berdaya serap tinggi dan dibuang setelah digunakan. Dependen: Toilet training usaha untuk melatih Menggunakan anak agar mampu kuesioner dalam tentang toilet mengontrol Kuisener 18 pertanyaa n ordinal Nilai 0-6 gagal 7-12 bermasalah 13-18 berhasil Pakai Tidak pakai Kuesioner Nominal 0 = pakai 1= tidak pakai

melakukan buang air training kecil dan buang air besar

4.5. Pengumpulan Data dan Analisis Data 4.5.1. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengkaji dokumendokumen yang telah tersedia / ada sebagai penunjang. Adapun pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikerjakan melalui suatu proses dengan tahapan sebagai berikut : 1. Editing Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi, editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban. Editing dilakukan dilapangan. 2. Coding

Jawaban-jawaban yang ada pada lembar kusioner dilakukan klarifikasi dengan jalan memberi tanda dari tiap-tiap pertanyaan dengan simbol berupa angka, kemudian dimasukan dalam lembar tabel kerja untuk mempermudah membacanya. 3. Tabulasi data Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses pengolahan. Dalam hal ini setelah data tersebut dikoding kemudian ditabulasi agar lebih mempermudah penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi. 4. Penyajian data Penyajian data dalam bentuk tabel dan tulisan. 4.5.2. Analisa Data Setelah data-data terkumpul, kemudian dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows . 4.6. Etika Penelitian 4.6.1 Lembar Persetujuan Pada Responden (Informed Consent) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati haknya responden. 4.6.2 Tanpa Nama (Anonimity) Merupakan masalah lembar pengumpulan data. 4.6.3 Kerahasian (Comfidentiality) etika dalam penelitian keperawatan dengan

memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode pada

Merupakan masalah etika dengan menjamin dalam kerahasian dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasian oleh peneliti, hanya kelompok dara tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (A. Aziz Alimul H, 2003). 4.7. Keterbatasan Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian. Dalam hal ini keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti antara lain : 4.7.1. Alat Ukur / Instrumen Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti pertanyaan yang dimaksud sehingga hasilnya kurang mewakili secara kualitatif.

4.7.2. Sampling Desain Sampling yang digunakan dalam penelitian ini berobyek pada Seluruh anak toodler yang menggunakan popok sekali pakai. 4.7.3. Faktor Feasibility Waktu penelitian yang diberikan sangatlah terbatas, sehingga hasil yang diperoleh kurang memuaskan atau kurang sempurna. Dalam hal ini peneliti masih dalam tingkat pemula untuk melakukan penelitian sehingga hasil yang diperoleh masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna

Anda mungkin juga menyukai