Anda di halaman 1dari 0

PENGEMBANGAN EKONOMI ISLAM DAN

KUALITAS HUKUM EKONOMI KONVENSIONAL



Bismar Nasution

Abstrak
Sistem ekonomi kapitalis dipandang lebih mampu
mensejahterakan masyarakat dibandingkan dengan sistem
ekonomi sosialis. Tapi ternyata sistem ekonomi kapitalis ini juga
telah mulai dipertanyakan para ahli tentang kemampuannya
mensejahterakan masyarakat terutama pada era globalisasi
ekonomi dewasa ini. Berbagai masalah telah muncul dan telah
dicarikan berbagai alternatif pemecahannya. Salah satu di
antaranya adalah penerapan sistem ekonomi Islam yang diyakini
mampu mengatasi masalah ekonomi konvensional yang muncul
sekarang ini akibat isu globalisasi ekonomi.

Kata-kata Kunci: Ekonomi Islam, hukum ekonomi, perbankan,
investor, pasar modal.

Sistem ekonomi kapitalis dianggap lebih berhasil
mensejahterakan masyarakat dibandingkan sistem ekonomi
sosialis. Bandingkan misalnya, apa yang terjadi di antara Korea
Utara dan Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan dengan Cina
Daratan (sebelum Deng Xiaoping) atau antara Jerman Barat dan
Jerman Timur sebelum robohnya tembok Berlin.
1
Namun, akhir-
akhir ini sistem ekonomi kapitalis ini mulai dipertanyakan para ahli
apakah bisa dipertahankan untuk mensejahterakan masyarakat.
Jargon ekonomi (welfare economics) yang berkembang sejak
tahun 1930-an memang sudah menimbulkan wacana untuk dikaji
kembali. Sebab welfare economics, seperti konstruksi ilmu ekonomi
kapitalis sebelumnya, selalu mendasarkan analisis kesejahteraan
yang bebas nilai. Dimana hukum pareto efficiency atau juga sering
disebut pareto optimally menjadi salah satu pisau analisis dalam
membuka tabir kegiatan ekonomi. Dalam pandangan pareto, tanpa
campur tangan siapapun akan terjadi proses produksi seluruh
konfigurasi barang dan jasa dalam keharmonisan maksimum
terhadap keinginan konsumen disebut paling efisien karena tidak
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

2


mungkin lagi meraih lebih dari itu tanpa menjadikan pihak lainnya
merugi. Disinilah welfare economics kandas karena pada akhirnya
tidak bisa memberikan jaminan konsisten tentang tujuan yang
berdimensi kemanusiaan juga, berapa banyak kesejahteraan yang
bisa diwujudkan dalam batasan sumber daya yang terbatas, tanpa
merusak keseimbangan makro ekonomi dan ekologi.
2

Salah seorang ahli ekonomi yang memperdebatkan hal itu
adalah Joseph Stiglitz dalam bukunya yang berjudul "Globalization
and its Discontents " dan "The Roaring Nineties Seeds of
Destruction". Beliau mengatakan "saya meyakini bahwa globalisasi
- yaitu penghapusan hambatan-hambatan terhadap perdagangan
bebas dan integrasi ekonomi yang semakin kuat dapat
merupakan suatu kekuatan yang kekal dan berpotensi untuk
memakmurkan setiap orang di dunia, khususnya orang-orang
miskin. Tetapi saya juga percaya bahwa jika memang demikian
keadaannya, pengelolaan globalisasi selama ini, termasuk berbagai
perjanjian perdagangan internasional yang telah memainkan
peranan besar dalam menghapuskan hambatan-hambatan tersebut
dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada negara-negara
berkembang dalam proses globalisasi, perlu dipertimbangkan
kembali secara radikal".
3

Berdasarkan perkembangan sistem ekonomi demikian itu,
saatnyalah sekarang ini mencari alternatif sistem ekonomi,
misalnya sistem ekonomi Islam. Dengan perkataan lain, ekonomi
konvensional yang didasarkan kepada sistem ekonomi kapitalis
akan dicermati dalam perspektif ekonomi Islam.
Apakah paradigma ekonomi Islam berbeda secara signifikan
dari ekonomi konvensional? Jawabnya, tidak mungkin untuk
mengatakan bahwa ekonomi Islam dan ekonomi konvensional itu
sama.
4

Paradigma kedua disiplin ilmu tersebut berbeda secara radikal.
Paradigma Islam bukanlah sekuler, bebas nilai, materialis. Tetapi
cenderung berlandaskan sejumlah konsep yang mengakar dalam
doktrin-doktrinnya. Ia memberikan kepentingan utama pada nilai-
nilai moral, persaudaraan manusia dan keadilan sosial ekonomi,
tidak seperti konsep Marxisme dan Kapitalisme yang tidak
menggantungkan diri kepada negara maupun pasar untuk
merealisasikan visinya. Paradigma Islam lebih mengarah kepada
peran mengintegrasikan nilai-nilai dan institusi-institusi, pasar,
keluarga, masyarakat, dan negara untuk menjamin terealisasinya
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

3

falah atau kesejahteraan untuk semua. Ini menekankan pentingnya
perubahan sosial melalui perbaikan individu dan masyarakat,
tanpa menimbulkan ketidakadilan di dalam pasar dan negara.
5

Al-quran dan as-Sunnah secara bersama-sama telah
menerangkan bahwa seluruh unsur paradigma Islam dengan
gamblangnya, sehingga sangat kecil kemungkinan adanya
ambiguitas. Jika terdapat perbedaaan pendapat, itupun disebutkan
dengan jelas. Hodgson pun mengatakan bahwa "seluruh macam
ragam tradisi relijius Islam tetap mengacu pada sebuah integritas
tertentu, dan hal ini sangat berbeda dengan Kristen dan Budha".
6


Hukum dan Ekonomi
Hukum ekonomi konvensional berkaitan dengan pendekatan
hukum dengan menggunakan ilmu ekonomi. Misalnya, hukum
pasar modal, perbankan, hukum anti persaingan (antitrust),
pengaturan industri-industri, perpajakan, dan masalah moneter.
Melalui pendekatan hukum melalui ekonomi digunakan untuk
menjawab pertanyaan, "siapa yang menjadi tergugat dalam pasar
modal?." "Dapatkah kontrol harga dalam asuransi mobil
mengurangi nilai riilnya?", "Siapa sebenarnya yang dibebankan
pajak?".
Perkembangan pesat terjadi sekitar tahun 1960-an, ketika
analisis ekonomi terhadap hukum (the economics analysis of law)
masuk ke dalam bidang hukum, seperti properti, kontrak,
kesalahan/kerugian, hukum pidana dan hukum acaranya, dan
hukum tata negara. Hal ini dikemukakan oleh Ronald H. Coase
dalam tulisannya yang berjudul The Problem of Social Cost (1960)
dan Guido Calabresi dalam tulisannya yang berjudul Some
Thoughts on Risk Distribution and the Law of Torts (1961).
7

Terdapat pendapat bahwa ekonomi menghasilkan sebuah teori
tingkah laku/perilaku untuk memprediksi bagaimana respon
manusia terhadap perubahan-perubahan dalam hukum. Teori ini
melampaui intuisi, hanya sebagai ilmu sains yang melampaui akal
biasa (common sense).
8

Di samping itu, suatu sains tentang perilaku, ekonomi
menghasilkan sebuah standar normatif yang sangat berguna untuk
mengevaluasi hukum dan kebijakan. Hukum bukan sekedar
(arcane) argumen-argumen teknis saja, hukum adalah instrumen
untuk mencapai tujuan-tujuan kepentingan sosial yang penting.
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

4


Untuk mengetahui efek-efek dari hukum dalam tujuan itu, hakim
dan pembuat hukum lainnya harus mempunyai sebuah metode
untuk mengevaluasi efek-efek hukum dalam nilai-nilai sosial yang
penting.
9

Perlu pula dipahami bahwa ilmu ekonomi memprediksi efek
kebijakan terhadap efisiensi. Efisiensi selalu berhubungan dengan
pembuatan kebijakan, karena akan selalu lebih baik mencapai
semua kebijakan-kebijakan yang ada dengan biaya yang rendah
dari pada dengan biaya yang tinggi.
Selain efisiensi itu, ilmu ekonomi juga memprediksi akibat
kebijakan-kebijakan dari nilai penting lainnya, seperti distribusi.
Sebab diantara penerapan ilmu ekonomi itu dalam kebijakan
publik digunakan untuk memprediksi siapa sebenarnya yang
dibebankan berbagai macam pajak. Lebih daripada penelitian
ilmu-ilmu sosial, ahli ekonomi memahami bagaimana hukum
memberi dampak terhadap distribusi pendapatan dan
kesejahteraan di segala lapisan sosial. Sementara ahli ekonomi
seringkali merekomendasikan perubahan untuk peningkatan
efisiensi, mereka mencoba menghindari sengketa tentang distribusi,
biasanya memberikan rekomendasi tentang distribusi kepada
pengambil kebijakan (policy makers) atau pemilih (voters).
Menjadi pertanyaan disini, mengapa ahli hukum sebaiknya
harus mempelajari ekonomi?. Analisa Ekonomi terhadap hukum
(the economic analysis of law) adalah suatu bidang ilmu
interdisipliner yang meliputi dua bidang ilmu yang luas dan juga
pemahaman yang lebih dari keduanya. Ekonomi membantu kita
untuk melihat hukum dari cara yang baru, salah satunya adalah
sangat berguna bagi ahli hukum dan bagi siapa saja yang tertarik
dalam persoalan kebijakan publik. Ketika kita memusatkan
perhatian bahwa apakah ekonomi dapat membawa sesuatu
kepada hukum, kita juga sebaiknya menemukan bahwa hukum
membawa sesuatu kepada ekonomi. Analisis ekonomi seringkali
mengambil peran untuk dijaminkan pada lembaga hukum (legal
institutions) seperti properti dan kontrak, dimana memberi dampak
ekonomi.

Hukum Ekonomi Konvensional: Pelaksanaan Prinsip
Keterbukaan di Pasar Modal.
Salah satu prinsip dari muamalat dalam pasar modal adalah
BaiDayn. Pada pertemuan kedua pada tanggal 21 Agustus 1996,
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

5

Dewan Penasehat Syariah bersatu menyetujui untuk menerima
prinsip dari baidayn debt trading (perdagangan hutang) sebagai
salah satu dari konsep untuk membangun instrumen pasar modal.
Ini sudah berdasarkan pada pandangan dari ahli hukum Islam
yang menganut konsep ilmu ini untuk kondisi-kondisi tertentu.
Dalam konteks pasar modal, kondisi ini dapat menjadi bertemu
ketika adanya keteraturan sistem tranparansi dimana dapat
melindungi maslahah (kepentingan umum) dari pelaku pasar
modal.
10

Dalam konteks pasar modal Islam, baidayn adalah prinsip
penjualan dayn dimana hasil dari pertukaran perjanjian (perjanjian
muawadat maliyyah), seperti murabahah, bai bi thaman ajil
(BBA), ijarah, ijarah muntahiyah bi tamlik, istisna dan yang
lainnya.
11

Dalam pasar modal konvensional prinsip transparansi juga
diterapkan. Grup Penasehat Bisnis Sektor Organization for
Economic Coorporation and Development (OECD) mengenai
pengelolaan perusahaan
12
membuat satu laporan mengenai
prinsip-prinsip umum dari pengelolaan perusahaan (corporate
governance) dari pandangan sektor swasta dengan menitikberatkan
pada apa yang diperlukan oleh suatu pengelolaan untuk menarik
modal. Laporan tersebut diketahui oleh, Ira M. Millstein
(Laporan Millstein).
13

Dalam laporan Millstein itu disebutkan, intervensi pemerintah
dalam pengelolaan perusahaan akan menjadi cara yang paling
efektif dalam rangka menarik modal, jika intervensi tersebut
terfokus pada empat bidang. Salah satu bidang diantara tiga
bidang lainnya adalah bidang transparansi,
14
yang sekaligus
menjadi salah satu prinsip OECD dalam pengelolaan perusahaan.
15

Prinsip transparansi tersebut menyatakan, bahwa kerangka
pengelolaan perusahaan harus dapat memastikan bahwa
pengugkapan informasi yang akurat atau tepat dilaksanakan
berkaitan dengan materi yang menyangkut perusahaan, termasuk
situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan kepemimpinan dari
suatu perusahaan.
16

Berkaitan dengan prinsip-prinsip umum pengelolaan
perusahaan yang baik oleh OECD tersebut, Cetak Biru Pasar
Modal Indonesia yang dibuat Bapepam, juga menetapkan strategi
pengembangan pasar modal dimana di antara strategi tersebut
ditekankan, bahwa agar good corporate governance dapat
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

6


dimengerti dan diterapkan dengan baik, maka perlu dicermati
kajian yang dilakukan oleh OECD terhadap prinsip-prinsip utama
corporate governance, tersebut termasuk prinsip keterbukaan
17

upaya mencapai good corporate governance tersebut, juga sesuai
dengan pernyataan Bapepam, bahwa salah satu penyebab
rentannya perusahaan-perusahaan di Indonesia terhadap gejolak
perekonomian adalah lemahnya penerapan good corporate
governance dalam pengelolaan perusahaan.
18

Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan di
pasar modal harus diupayakan dapat berjalan dengan baik, agar
apa yang menjadi tujuan prinsip keterbukaan dapat dicapai. Upaya
tersebut harus didukung dengan peraturan yang cukup berkenaan
degan peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan, penentuan fakta
materiel yang mempengaruhi harga saham dan perbuatan
menyesatkan.

Tujuan Prinsip Keterbukaan
Pentingnya prinsip keterbukaan dalam pasar modal, juga telah
ditekankan oleh hasil studi International Federation of Stock
Exchanges (FIBV) pada tahun 1998. Disebutkan dalam rangka
menuju millenium ketiga orientasi pengembangan pasar modal
dunia adalah menciptakan pasar modal pasar modal yang likuid
dan efisien. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, pasar modal di
mana-mana cenderung meningkatkan hal-hal yang antara lain
terkait dengan keterbukaan.
19
Perlu diingat, berkembangnya suatu
pasar modal sangat tergantung pada kemampuan lembaga-
lembaga yang ada di pasar modal tersebut untuk memberikan
keamanan investasi dan kualitas pelayanan yang tinggi. Keamanan
dan kualitas jasa yang tinggi tersebut diperlukan untuk menarik
sumber daya domestik untuk terlibat di pasar modal dan juga
merupakan tuntutan dari investor internasional. Hasil riset
International Organization of Securities Commissions (IOSCO),
mengungkapkan bahwa pasar modal yang mengembangkan sistem
yang aman dan efisien terbukti lebih menarik bagi investor
domestik maupun asing.
20

Oleh karena itu, perlu pengaturan yang dapat mengembangkan
pasar modal menjadi efisien. Keperluan pengaturan tersebut juga
mengingat pasar modal telah lama dipandang sebagai barometer
dalam hakekat bisnis. Federal Reserve Board (FRB)
21

memformulasikan kebijaksanaan moneternya dengan mengikuti 12
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

7

indikator ekonomi, di antaranya adalah pasar modal. Selama
bertahun-tahun FRB telah merumuskan, bahwa pasar modal dapat
membantu ramalan dan bentuk bisnis yang akan datang.
22
Sebagai
salah satu indikator ekonomi, posisi pasar modal dalam menunjang
perekonomian nasional mempunyai peran yang strategis.
23

Dengan demikian prinsip keterbukaan dalam pasar modal
menjadi isu utama yang harus dikaji. Prinsip keterbukaan sekarang
ini bukan merupakan hal baru, tetapi sudah merupakan sejarah
yang panjang dalam dunia pasar modal, sebagaimana tuntutan
perlunya prinsip keterbukaan dalam pasar modal Amerika Serikat
untuk menyelamatkan pasar modalnya dari kehancuran akibat
terjadinya great depression tahun 1929.
24

Untuk lebih memahami pembenaran prinsip keterbukaan
tersebut, dapat diikuti pengamatan Jonh C. Coffee, Jr tentang
perlunya sistem keterbukaan yang wajib. Teori yang lebih
sederhana dapat menjelaskan dimana sistem keterbukaan
difokuskan. Jawaban ini akan menghasilkan empat tuntutan.
25

Pertama, karena informasi memiliki berbagai karakteristik dari
suatu barang umum (public good), maka penelitian saham umum
cenderung kurang tersedia. Kurangnya ketersediaan terebut berarti
bahwa informasi yang diberikan emiten tidak akan diverifikasi
secara optimal dan bahwa kurangnya upaya diberlakukan
terhadap pencarian informasi materil dari sumber emiten. Sistem
keterbukaan yang wajib dapat dilihat sebagai suatu strategi
pengurangan biaya melalui mana masyarakat akibatnya
mensubsidi biaya pencarian guna menjamin baik adanya informasi
dalam jumlah besar dan pengujian akurasi yang lebih baik.
Walaupun hasil akhir dari peningkatan upaya yang demikian
secara signifikan tidak mempengaruhi keseimbangan dari
keuntungan (advantage) antara penjual dan pembeli, atau bahkan
tujuan dari distributive fairness yang lebih umum, namun hal ini
meningkatkan alokasi efisiensi dari pasar modal dan pada akhirnya
peningkatan tersebut menunjukkan suatu perekonomian yang lebih
produktif.
Kedua, dasar substansial ada untuk percaya bahwa ketidak
efisienan yang lebih besar akan terjadi tanpa sistem keterbukaan
yang wajib karena biaya sosial yang berlebih akan dikeluarkan
investor untuk mengejar laba perdagangan. Pengkolektipan
mengurangi social waste yang sebaliknya bisa timbul dari
kesalahan alokasi sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

8


ini.
Ketiga, self-induced disclosure, yang sekarang populer di
antara para teoritis perusahaan dan sebagaimana diyakini oleh
Easterbrook dan Fischel, hanya memiliki validitas terbatas. Suatu
kelemahan khusus dalam teori tersebut adalah bahwa teori tersebut
mengabaikan signifikasi dari kontrol perusahaan dan terlalu banyak
menganggap bahwa kepentingan manajer dan pemegang saham
dapat diluruskan secara sempurna. Pada kenyataannya, prasyarat
besar yang ditentukan oleh para teoritis ini, diperlukan untuk
efektifnya sistem keterbukaan sukarela (disclosure voluntary
system) sepertinya tidak memuaskan. Walaupun manajemen dapat
dipengaruhi melalui incentive contracty device untuk
mengidentifikasi kepentingan diri sendiri dengan maksimalisasi nilai
saham, namun manajemen masih memiliki kepentingan dalam
mengakuisisi penyertaan pemegang saham pada suatu harga
diskon, sedikitnya sepanjang manajemen masih dapat melakukan
insider trading atau leveraged buyouts. Karena insentif bagi
keduanya mungkin masih kuat, maka masalah akan muncul
dimana manajemen dapat keuntungan dengan memberikan sinyal
yang salah terhadap pasar.
Keempat, dalam pasar modal efisien, masih ada informasi yang
dibutuhkan investor rasional untuk mengoptimalkan portofolio
sahamnya. Informasi yang demikian sangat baik diberikan melalui
suatu sistem kewajiban keterbukaan.
Pengamatan Coffee, Jr tentang perlunya mempertahankan
sistem keterbukaan yang wajib tersebut dapat dijadikan sebagai
dasar penerapan prinsip keterbukaan bagi emiten atau perusahaan
publik. Gunanya untuk mengatur pemberian informasi mengenai
keadaan keuangan dan informasi lainnya kepada investor.
26

Dengan perkataan lain, tujuan yang ingin dicapai ketentuan ini
adalah untuk menghasilkan dokumen yang menceritakan kepada
pembeli prospektif, mengenai berbagai hal yang seharusnya
diketahui oleh pembeli tersebut sebelum ia membeli suatu saham.
27

Dengan pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan
itu, akan dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan investor tidak
memperoleh informasi atau fakta materiel atau tidak meratanya
informasi bagi investor disebabkan ada informasi yang tidak
disampaikan dan bisa juga terjadi informasi yang belum tersedia
untuk publik telah disampaikan kepada orang-orang tertentu.
Seperti seorang atau kelompok investor lainnya.
28
Sedangkan
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

9

informasi itu sangat berfungsi disebabkan berisi fakta materiel, yang
dapat dibuat sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk
melakukan investasi.
29

Antisipasi tersebut dilakukan dengan adanya sistem keterbukaan
yang wajib bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum
atau perusahaan publik untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat mengenai keadaan usahanya, baik dari segi keuangan,
manajemen produksi maupun yang berkaitan dengan kegiatan
usaha.
30

Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan
dalam pasar modal Indonesia adalah langkah yang tepat
dilakukan, mengingat terdapatnya berbagai masalah yang timbul
dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan tersebut. Tanpa upaya
pembenahan prinsip keterbukaan terhadap masalah-masalah yang
timbul akan menjadikan tujuan prinsip keterbukaan itu tidak
tercapai. Sebaliknya dapat mengakibatkan pasar modal tidak
efisien atau distorsi. Investor tidak dapat memperoleh informasi
atau fakta materiel yang akurat.
Pengungkapan informasi tentang fakta materiel secara akurat
dan penuh akan dapat merealisasikan tujuan prinsip keterbukaan
tersebut dan menghindarkan timbulnya pernyataan yang
menyesatkan (misleading) bagi investor.
Terdapat sedikitnya tiga tujuan ditegakkan prinsip keterbukaan
di pasar modal. Pertama, menjaga kepercayaan investor.
31
Oleh
karena itu, prinsip keterbukaan yang menambah kepercayaan
investor atau publik
32
terhadap pasar modal sangat penting untuk
diperhatikan. Pada umumnya, apabila terjadi krisis kepercayaan
atau ketidakpercayaan investor kepada pasar modal dan
perekonomian, maka investor akan menarik modal mereka dari
pasar. Akibatnya pasar dan perekonomian akan rusak secara
keseluruhan.
33

Argumentasi perlunya prinsip keterbukaan untuk menjaga
kepercayaan investor tersebut sangat relevan dengan munculnya
ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal, yang pada
gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara
besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran
pasar modal (bursa saham). Sebab ketiadaan keterbukaan atau
ketertutupan informasi akan menimbulkan ketidakpastian bagi
investor.
34
Akibatnya investor sulit mengambil keputusannya untuk
berinvestasi melalui pasar modal. Hal ini sesuai dengan pendapat,
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

10


bahwa apabila makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan
investor untuk berinvestasi akan makin tinggi. Selanjutnya
ketiadaan atau ketertutupan informasi akan menimbulkan keragu-
raguan untuk berinvestasi bagi investor.
35
Akibatnya keadaan
informasi yang demikian akan menimbulkan ketidakpercayaan
investor pada pasar modal.
Dengan demikian dapat dipahami, tujuan prinsip keterbukaan
yang bertujuan sebagai cara menjaga kepercayaan investor dalam
pasar modal adalah merupakan suatu hal yang paling penting.
36

Keadaan ketidakpercayaan investor tersebut pernah terjadi dalam
pasar modal Amerika Serikat, tepatnya pada tahun 1929-1934,
37

yang mengakibatkan investor melarikan modalnya dari pasar
modal Amerika Serikat tersebut.
38

Untuk mengantisipasi keadaan ini peraturan prinsip keterbukaan
harus ditegakkan. Karena peraturan prinsip keterbukaan secara
substansial akan memberikan informasi pada saat-saat yang telah
ditentukan, dan yang lebih penting peraturan prinsip keterbukaan
akan pengawasan, waktu, tempat dan dengan cara bagaimana
perusahaan melakukan keterbukaan.
39

Pembenaran prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan
investor ini sejalan dengan pengembangan pasar modal di
Indonesia, yang tujuannya adalah agar kualitas informasi semakin
terpercaya dan semakin tepat waktu, akses investor terhadap
informasi semakin terbuka luas, dan biaya memperoleh informasi
semakin murah.
40

Prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor
sebagai pendekatan fundamental, bukan satu-satunya pendekatan
untuk memprediksi harga saham. Faktor teknis, seperti psikologis
dan emosi juga mempengaruhi harga saham tersebut.
41
misalnya
berkenaan dengan keadaan ekonomi,
42
keadaan politik,
43

kebijakan pemerintah dan rumor.
44
Pendekatan teknis sebagai
aliran kedua setelah pendekatan fundamental, menyatakan bahwa
investor adalah makhluk yang irrasional. Bursa pada dasarnya
adalah cerminan mass behaviour. Seorang individu yang
bergabung dalam suatu massa, bukan hanya kehilangan
rasionalitasnya, tetapi seringkali melebur identitas pibadi ke dalam
identitas kolektif. Harga saham sebagai komoditas perdagangan,
tentu, dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Pada
gilirannya permintaan dan penawaran merupakan manifestasi dari
kondisi psikoligis investor.
45

Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

11

Pelaku pasar modal baik analis saham atau penasehat investasi,
pialang maupun investor, khususnya para investor yang potensial
atau investor rasional bisa terbawa faktor psikoligis dan emosi yang
mempengaruhi harga saham.
Proposisi, bahwa harga saham dipengaruhi oleh faktor
psikologis tersebut adalah dilatar belakangi oleh kehancuran pasar
modal Amerika Serikat pada Oktober 1987.
46
Hancurnya
penurunan harga saham pada pasar modal Amerika Serikat waktu
itu, penyebabnya adalah pengaruh faktor psikologis dari investor.
Harris menulis tentang kehancuran pasar modal Amerika Serikat
pada Oktober 1987, dengan membahas tiga jenis volatility
47
harga
saham, yaitu fundamental, induksi transaksi (transaction-induced),
dan induksi noise (noise-induced). Jenis volatility tersebut
memberikan banyak pemahaman tentang ekonomi atas
penciptaan pasar, dan membentuk kerangka analisis yang berguna
untuk menilai efektifitas rencana kebijakan berkenaan dengan
kehancuran.
48
Kehancuran pasar modal Oktober 1987 dipengaruhi
oleh berita buruk mengenai ekonomi makro. Seperti tingkat bunga,
defisit perdagangan, dan nilai dollar serta diperburuk lagi oleh
penyalahgunaan asuransi portofolio.
49

Kenyataan yang terjadi pada kehancuran di Wall Street
50

Amerika Serikat pada tanggal 19 Oktober 1987, lebih dikenal
dengan sebutan Black Monday.
51
Menurut Dow Jones Industrial
Average (DJIA)
52
perdagangan jatuh sebanyak 508 point. Keadaan
ini merupakan suatu rekor yang mengikuti penurunan-penurunan
tajam dalam minggu sebelumnya. Hal ini mencerminkan
kekhawatiran investor mengenai tingkat harga saham yang
melambung, defisit anggaran federal dan perdagangan, serta
kegiatan pasar asing.
53


Pembatasan Kepemilikan Bank
Sekarang ini muncul wacana untuk memperkuat sistem
perbankan dengan cara membuat ketentuan pembatasan
kepemilikan bank. Hal ini perlu mengingat perbankan di Indonesia
pernah mengalami kehancuran disebabkan ketidakpercayaan
masyarakat, dimana ketidakpercayaan itu telah pula membuat
kegagalan pasar. Oleh karena industri perbankan pernah dijadikan
sebagai bahan eksploitasi pemiliknya.
Pada masa lalu perubahan regulasi atas sistem dan struktur
perbankan atas dorongan liberalisasi perbankan telah memfasilitasi
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

12


pertumbuhan perbankan yang cepat, sehingga memberi peluang
untuk masuknya individu yang tidak bermutu ke dalam bisnis
perbankan.
Sistem dan struktur perbankan yang demikian itu
mengakibatkan dimungkinkan terjadinya kepemilikan silang
(interlocking ownership) dan lending pattern serta dimilikinya satu
bank secara mayoritas.
54
Pemilikan demikian sangat rawan
terhadap kegagalan pasar disebabkan moral hazard, adverse
selection dan harga oligopolistik. Sebab kondisi pemilikan
mayoritas itu memudahkan pengambilan risiko berlebihan pada
perbankan.
Konsentrasi kepemilikan dimungkinkan pula timbulnya campur
tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Hal
ini antara lain menyebabkan fungsi pengawasan internal sebagai
first line of defense menjadi kurang berfungsi. Sebab pada
umumnya pemilik itu sekaligus menjadi komisaris. Akibatnya
komisaris sebagai pengawas bisa tidak efektif. Padahal komisaris
memiliki peran strategis dalam pengawasan jalannya bank tersebut.
Kondisi konsentrasi pemilik itu dapat pula menimbulkan
terjadinya cross-ownership atau cross-management yang bisa
menimbulkan benturan kepentingan, dimana benturan
kepentingan terjadi sebagai akibat adanya cross-ownership atau
cross-management antara bank dengan usaha lain baik di sektor
finansial maupun sektor riil. Selanjutnya, keadaan tersebut
membuka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan bank untuk
mendukung kepentingan usaha pribadi pemilik.
Dengan demikian perlu perangkat peraturan pembatasan
tentang pemilikan bank yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan. Dalam peraturan itu harus ditentukan secara jelas
jumlah maksimal kepemilikan saham dalam satu bank
55
dan sanksi
atas pelanggarannya.
56

Masalah perbankan konvensional tersebut harus dikaji dari
perspektif perbankan syariah. Misalnya dalam perbankan syariah
sebagai suatu sistem yang secara alami dibutuhkan oleh dan dari
lembaga keuangan, keberadaan lembaga keuangan itu menjadi
lembaga intermediasi atau lembaga penghubung antara pemilik
modal atau dana yang membutuhkan peluang untuk berinvestasi
dengan pemilik usaha yang membutuhkan tambahan modal atau
dana untuk kegiatan usahanya. Jadi untuk itu lembaga keuangan
harus mencari kegiatan usaha yang halal untuk dibiayai, harus
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

13

berlaku amanah dengan menghindari kondisi yang gharar dan
menjauhi yang maysir. Serta harus lebih mendekatkan nasabah
pemilik dana dengan nasabah pemilik usaha, bukan menjadi
penghalang di antara mereka agar bisa mencari keuntungan dari
kedua pihak tersebut.
57


Penutup
Masalah-masalah hukum yang muncul dalam mengatur
ekonomi konvensional di muka tepat dikaji dari segi hukum Islam.
Tentunya pengkajian hukum dalam Islam serta pengorganisasian
unsur-unsurnya ke dalam sebuah sistem yang koheren dipengaruhi
atau dipercepat oleh faktor-faktor lainnya, namun inspirasinya
tidak berasal dari faktor-faktor tersebut, tetapi dari agama Islam
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, dari Quran dan Sunnah.
58

Pemikiran pengkajian itu sejalan pula dengan keabadian hukum
ilahi dipahami dari ayat Quran terakhir yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad pada Haji Wada (perpisahan) beberapa puluh
hari sebelum beliau wafat. Ayat itu berbunyi,pada hari ini Aku
telah menyempurnakan agama-Ku untuk kalian, Aku telah
melengkapkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku telah merestui Islam
menjadi agama kalian. (al-Maidah; 5:3). Kesempurnaan dan
kelengkapan yang mendapat restu ilahi itu termasuk hukum yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari agama secara
keseluruhan.
Singkat kata, perlu pula menjadi pemahaman bagi kita, bahwa
fuqaha (para juris/teoris hukum Islam) telah mengembangkan
sebuah prinsip ushul fiqh yang berbunyi, La yunkaru taghayyur
al-ahkam bitaghayyuri al-azman (Perubahan ketentuan-ketentuan
hukum dengan perubahan zaman tidak ditolak). Allah itu sendiri
tetap sebagai al-Hakim (the Lawgiver), namun Ia
membentangkan sebuah esensi perintah yang berkembang (an
evolving imperative), persis seperti Ia melingkari manusia dengan
lingkungan yang berkembang.
59
Oleh karena itu, kita meyakini
masalah-masalah ekonomi konvensional yang muncul sekarang ini,
yang dipengaruhi dengan isu globalisasi ekonomi akan bisa
dijawab dengan alternatif penerapan sistem ekonomi Islam.



Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

14






Catatan

1
Milton Friedman, Capitalism and Freedom (Chicago: The University
of Chicago Press, 2002), Fortieth Anniversary edition, hal. 15.
2
M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah (Jakarta: Senayan
Abadi Publishing, 2003), Cetakan Pertama, hal. 163-167.
3
Joseph Stiglitz, Globalization and its Discontents (London: Penguin
Books, 2002), hal. ix.
4
M. Umer Chapra, The Future of Economics: An Islam Perspective,
Landasan Baru Perekonomian Masa Depan (Jakarta: Shari'ah Economics
and Banking Institute, 2001), hal. 59.
5
Ibid., hal. 59.
6
Ibid., hal. 60.
7
Robert Cooter and Thomas Ulen, Law & Economic (Massachusets:
Addison Wesley Longman, 2000), hal. 2.
8
Ibid., hal. 3.
9
Ibid., hal. 3.
10
Securities Comission, Resolution of the Securities Commission
Syariah Advisory Council (Malaysia: Majelis Penasihat Syariah
Suruhanjaya Sekuriti, 2002), hal. 16.
11
Ibid., hal. 10.
12
Holly J. Gregory dan Marsha E. Simms menguraikan istilah
pengelolaan perusahaan dari Ira M. Millstein, The evolution of
Corporate Gonernance in the United States. Yang dibacakan di depan
Forum Ekonomi Dunia, Davos, Swiss, (2 Pebruari 1998). Dikatakan,
bahwa istilah pengelolaan perusahaan memiliki banyak defenisi, istilah
tersebut dapat mencakup segala hubungan perusahaan: hubungan antara
modal, produk, jasa dan penyediaan sumber daya manusia, pelanggan
dan bahkan masyarakat luas. Istilah ini juga dapat mencakup segala
aturan hukum yang ditujukan untuk memungkinkan suatu perusahaan
untuk dapat dipertanggung jawabkan di depan para pemegang saham
perusahaan publik, seperti juga kerja dari pasar untuk mengontrol
perusahaan. Istilah ini juga dapat mengacu kepada keaktipan pemegang
saham. Secara lebih sempit, istilah ini dapat digunakan untuk
menggambarkan peran dan praktik dari dewan direksi. Adapun sebutan
yang tepat untuk istilah ini adalah: pengelolaan perusahaan berkaitan
dengan hubungan antara manajer perusahaan dan pemegang saham,
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

15


didasarkan kepada pandangan bahwa dewan direksi merupakan agen
para pemegang saham utuk memastikan suatu perusahaan utuk dikelola
guna kepentingan perusahaan tersebut. Paradigma ini sangatlah
sederhana: para manajer (pengelola) bertanggung jawab kepada dewan
komisaris dan dewan komisaris kepada pemegang saham. Secara singkat
istilah pengelolaan perusahaan tersebut oleh Holly J. Gregory dan
Marshal E.Simms diuraikan dengan pandangan defenisi yang luas
maupun terbatas. Secara terbatas, istilah tersebut berkaitan dengan
hubungan antara pengelola (manajer), direktur dan pemegang saham
perusahaan. Istilah tadi juga dapat mencakup hubungan antara
perusahaan itu sendiri dengan pembeli saham dan masyarakat. Secara
luas, istilah pengelolaan perusahaan dapat meliputi kombinasi hukum,
peraturan, aturan pendaftaran dan praktik pribadi yang memungkinkan
perusahaan menarik modal masuk, berkinerja secara efisien,
menghasilkan keuntungan dan memenuhi harapan masyarakat secara
umum dan sekaligus kewajiban hukum. Holly J. Gregory dan Marshal E.
Simms, Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance): Apa dan
Mengapa Hal Tersebut Penting. Makalah disampaikan pada Lokakarya
Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance), kerjasama Program
Pascasarjana Universitas Indonesia dan University of South Carolina,
Jakarta, tanggal 4 Mei 2000, hal. 3-4.
13
Laporan Millstein itu dimuat dalam Business Sector Advisory
Group, Report to the OECD on Corporate Governance: Improving
Competiveness and Access to Capital in Global Markets (April 1998).
Diuraikan Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, op.cit, hal. 12.
14
Tiga bidang lainnya ialah: pertama, pemastian adanya perlindungan
atas hak-hak pemilik saham minoritas dan asing, dan pemastian
diberlakukannya kontrak yang adil dengan penyediaan sumber
daya/bahan. Kedua, pengklarifikasi peran dan tanggung jawab
pengelolaan serta usaha-usaha yang dapat membantu memastikan
kepentingan pengelolaan dan kepentingan pemilik saham untuk diawasi
oleh dewan direksi. Ketiga, pemastian bahwa perusahaan memenuhi
kewajiban hukum dan peraturan lainnya yang menggambarkan penilaian
masyarakat. Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, op.cit, hal. 12-13.
15
Ibid., hal. 14 -16.
16
Ibid., hal. 15.
17
Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal Indoneisa 2000-2004 (Jakarta:
Bapepam, 1999), hal. 17.
18
Ibid.
19
Disamping untuk meningkatkan keterbukaan, juga adalah untuk
meningkatkan infrastruktur pasar, kliring dan penyelesaian transaksi,
jenis instrumen yang diperdagangkan, pelayanan terhadap nasabah dan
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

16



teknologi. Bapepam, op.cit., hal. 8.
20
Ibid., hal. 24.
21
FRB adalah dewan pimpinan Federal Reserve System. Ketujuh
anggotanya, dengan persetujuan senat, diangkat oleh Presiden Amerika
Serikat untuk masa bakti 14 tahun. Dewan menetapkan kebijakan
Federal Reserve System mengenai masalah-masalah kunci seperti
persyaratan cadangan dan peraturan perbankan lainnya, menetapkan
tarif diskonto, mengetatkan atau melonggarkan tersediaan kredit dalam
perekonomian, dan mengatur pembelian sekuritas atas marjin. John
Downes dan Jordan Elliot Goodman. Op.cit, hal. 182. Federal Reserve
System adalah sistem yang didirikan berdasarkan Federal Reserve Act
tahun 1913 untuk mengatur sistem moneter dan perbankan Amerika
Serikat. Federal Reserve System terdiri atas 12 Federal Reserve Banks
Regional, 24 cabang, dan semua bank nasional dan negara bagian yang
menjadi bagian dari sistem. Bank-bank nasional menjadi pemegang
saham dari Federal Reserve Bank di wilayah masing-masing. Fungsi
utama dari Federal Reserve System adalah untuk mengatur pasokan uang
nasional, menetapkan persyaratan cadangan bagi bank-bank anggota,
mengawasi pencetakan uang di percetakan uang, bertindak sebagai
lembaga kliring untuk transper dana di seluruh sistem perbankan, dan
meneliti bank-bank anggota untuk memastikan bahwa mereka mentaati
berbagai peraturan Federal Reserve. Walaupun para anggota dari dewan
pimpinan sistem diangkat oleh Presiden Amerika Serkat dan
dokonfirmasikan melalui Senat. Federal Reserve System dianggap
sebagai satuan kerja yang mandiri, yang diharapkan membuat keputusan
yang bebas dari pengaruh politik. Para Gubernur diangkat untuk masa
jabatan 14 tahun yang semakin memperkuat kemandirian mereka. John
Downes dan Jordan Elliot Goodman, Dictionary of Finance and
Investment Terms, diterjemahkan oleh Soesanto Budhidarmo (Jakarta:
PT. Gramedia, 1996), hal. 182.
22
E. S. Gayed, Challenge of A Generation Beyond the Crash of 87
(New York: Institute of Finance New York, 1989), hal. 34.
23
Bandingkan Peter S. Rose, Money and Capital Market the Financial
System in an Increasingly Global Economy (Illinois, Boston: Dowjones-
Irwin, 1989), hal. 4.
24
Hancurnya pasar modal Amerika Serikat pada tahun 1929 juga
mempengaruhi bursa efek di Hindia Belanda. Apalagi resesi ekonomi
dunia ini disusul Perang Dunia II tahun 1939 serta masuknya Indonesia
dalam era penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan membuat bursa
tidak berfungsi. Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar
Modal di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 40. Untuk
mengaktifkan bursa, pada1 September 1951 dikeluarkan Udang-
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

17


Uundang Darurat No. 13 Tentang Bursa dan kemudian ditetapkan
sebagai Undang-Undang Bursa No. 15 Tahun 1952. Jasso Winarto (ed),
Pasar Modal Indonesia Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1977), hal. 12. Undang-Undang
Darurat ini belum mengatur prinsip keterbukaan dan belum memadai
sebagai rambu perlindungan investor atau pemegang saham. Untuk
keperluan ini dan untuk mengembangkan pasar modal, maka dibutuhkan
suatu Undang-Undang yang dapat mendukung pasar modal, yang
kmudian direalisasikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (UUPM). Dengan UUPM ini diharapkan dapat
dilaksanakan guna berperannya pasar modal secara strategis dalam
pembangunan ekonomi. Selanjutnya UUPM sebagai hukum yang
diharapkan menciptakan keteratutan mekanisme pasar modal, harus
mengandung stability (stabilitas), predictability (kepastian) dan fairness
(keadilan). Hal ini dapat dibandingkan dengan studi yang dilakukan
Burgs mengenai hukum dan pembangunan sebagaimana dikutip
Leonard J. Theberge dalam tulisannya Law and Economic
Development. Burgs menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) unsur yang
harus dikembangkan dalam kualitas hukum supaya membuat
pembangunan lebih baik, yaitu stability, predictability, fairness, education
dan the special development abilities of the lawyer. Menurut Burgs unsur
kualitas stability dan predictability merupakan persyaratan supaya sistem
ekonomi berfungsi. Leonard J. Theberge, Law and Economic
Development, Journal of International Law and Policy (Vol. 9, 1980),
hal. 232.
25
John C. Coffee, Jr, 1, Market Failure and the Economic Case for A
Mandatory Disclosure System, Virgina Law Review, (Vol. 79, 1984), hal.
721-722.
26
Richard W. Jenning dan Harold Marsh, Jr, Securities Regulation
Cases and Materials (New York: The Foundation Press Inc, 1987), hal.
63.
27
David L. Ratner dan Thomas Lee Hazen, Securities Regulation and
Cases Materials (St. Paul Minn: West Publishing, 1991), hal. 79.
28
James D. Cox, Roberd W. Hillman, Donal C. Langevoort, Securities
Regulation and Cases Materials (Boston, Toronto, London: Little, Brown
and Company, 1991), hal. 55-56.
29
D. Brian Hufford, Deserring Fraud vs Avoiding the Strike Suit :
Reaching An Appropriate Balance, Brooklyn Law Review (Vol. 61,
1995), hal. 593-594.
30
Bandingkan dengan pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan, bahwa Bapepam wajib
memperhatikan kelengkapan, kecukupan, objektivitas, kemudahan untuk
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

18



dimengerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan Pendaftaran untuk
memastikan bahwa Pernyataan Pendaftaran memenuhi prinsip
keterbukaan. Bandingkan juga dengan pasal 89 ayat (10 yang
menyatakan, bahwa informasi yang wajib disampaikan oleh setiap pihak
kepada Bapepam berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini dan atau
peraturan pelaksanaannya tersedia untuk umum. Dalam penjelasan
Pasal 89 ayat (1) ini dinyatakan, bahwa yang dimaksud informasi dalam
ayat ini, antara lain Peryataan Pendaftaran termasuk prospektus,
permohonan izin usaha, izin orang perorangan, persetujuan dan
pendaftaran profesi, laporan berkala, dan laporan lain-lainnya.
31
Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic
Structure of Corporate Law (Cambridge, Massachusetts, London:
Harvard University Press, 1996), hal. 296. Lihat juga. Kenneth E. Scott,
dalam Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott, (ed), Economic of
Corporation Law and Securities Regulation (Boston, Toronto: Little,
Brown & Company, 1980), hal. 317.
32
Di dalam ilmu Psikologi dikenal teori bahwa manusia bereaksi
terhadap apa yang dipercayainya sebagai suatu kenyataan dan terhadap
kenyataan itu sendiri. Dengan perkataan lain, faktor persepsi tentang
suatu hal lebih menentukan perilaku orang dan hal itu sendiri, Myers
dalam Sarlito W. Sarwono dan Acuk Parsudi, Mengembalikan
Kepercayaan Masyarakat, disampaikan pada Simposium Penjelajahan
Trace Baru II, Universitas Indonesia, Depok, 30 Maret 1988, hal. 2.
33
Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 2. Mandatory
Disclosure and the Protection of Investors, Virginia Law Review, (Vol.
70, 1984), hal. 673.
34
John C. Coffee, Jr, 1, op.cit., hal. 737.
35
William H. Beaver, The Nature of Mandated Disclosure, dalam
Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott (ed), loc.cit.
36
Michael B. Metzger, Jane P. Mallor, James Barnes, a.l, Business Law
and The Regulation Environment Concepts and Cases (Homewwod,
Illinois: Irwin, 1986), hal. 635.
37
Marshall E. Blume, Jeremy J. Siegel, dan Dan Rottenberg,
Revolution on Wall Street the Rise and Decline of the New York Stock
Exchange (New York, London: W.W. Norton & Company, 1993), hal.
33.
38
Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 1, op. cit, hal. 296-297.
39
Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 2, op. cit, hal. 273..
40
Hasan Zein, CMS dan Pengembangan Pasar Modal Di Indonesia,
dalam Indra Safitri, ed, Catatan Kolom Hasan Zein Buku Pertama
(Jakarta: Go Global Book Publishing Division Safitri & Co, 1998), hal.
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

19


30.
41
Lawrence A. Cunningham, 2, Capital Market Theory, Mandatory
Disclosure, and Price Discovery, Washington and Lee Law Review, (Vol.
51, 1994), hal. 854. Lihat juga. Kenneth M. Lehn, Comment on the
Harris paper, Cornell Law Review, (Vol. 74, 1989), hal. 948.
Bandingkan. Faktor fundamental bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi harga saham, terlihat juga di BEJ. Berdasarkan hasil
penelitian, bahwa dari analisis regresi terhadap data dari periode sebelum
dan sesudah (deregulasi I 1987, Pakto 1988 dan Pakdes II 1988), tampak
bahwa hipotesis analisis fundamental sebagai faktor yang menentukan,
tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari pengujian metode kuantitatif
yang dilakukan. Melakukan fluktuasi IHSG. Sjahrir, 1, Analisis Bursa Efek
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995) hal. 16-17.
42
Kenneth M. Lehn, loc.cit.
43
Marzuki Usman, Djoko Koesnadi, Arys Liyas, Hasan Zein M, al, ABC
Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Jakarta, 1990),
hal. 172.
44
Sjahrir, 2, Tinjauan Pasar Modal, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1995), hal. 229.
45
Ibid., hal. 157.
46
Ibid.
47
Volatility adalah ciri suatu harga sekuritas, komoditas, atau pasar
untuk naik atau turun dengan tajam dalam masa yang pendek. John
Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal 646.
48
Kenneth M. Lehn, loc.cit.
49
Ibid.
50
Nama umum untuk distrik keuangan di sisi bawah Manhattan di kota
New York, lokasi New York Stock Exchange, America Stock Exchange,
dan kantor pusat sejumlah besar perusahaan perpialangan. Sebenarnya
lokasi New York Stock Exchange adalah dipojok Wall Street dan Broad
Street. hal. John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal. 649.
51
Black Monday (Senin Kelam), 19 Oktober 1987 saat Dow Jones
Industrial Average jatuh sebanyak 508 poin (suatu rekor) mengikuti
penurunan-penurunan tajam dalam minggu sebelumnya. Hal ini
mencerminkan kekhawatiran investor mengenai tingkat harga saham
yang melambung, defisit anggaran federal dan perdagangan, serta
kegiatan pasar asing. Banyak orang menyalahkan perdagangan program
sebagai biang keladi dari mudah merubahnya keadaan secara ekstrim.
John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal. 51
52
Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah rata-rata harga saham
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

20



tertimbang dari 30 saham unggul yang diperdagangkan secara aktif,
terutama saham industrial tetapi termasuk American Express Company
dan American Telephone and Telegraph Company. Dipersiapkan dan
diterbitkan oleh Dow Jones & Company, rata-rata ini adalah rata-rata
tertua dan paling banyak dikutip dari semua indikator pasar.
Komponennya, yang sekali waktu berubah mewakili sekitar 15% dan
20% nilai pasar saham NYSE. DJIA ini dihitung dengan menambahkan
harga-harga penutup dari saham komponen dan menggunakan pembagi
yang disesuaikan untuk pemecahan, untuk dividen saham sebesar 10%
atau lebih dari nilai peleburan. Rata-rata dicatat dalam angka, bukan
dalam dollar, John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal. 559.
53
Ibid., hal. 51.
54
Lihat Zulkarnain Sitompul, Pembatasan Kepemilikan Bank :
Gagasan Untuk Memperkuat Sistem Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis
(Volume 22, No. 6, Tahun 2003), hal. 36.
55
Misalnya, Thailand, Taiwan dan Korea Selatan membatasi
kepemilikan maksimal 4-5 persen.
56
Di Thailand kepemilikan saham melampaui 5 persen menyebabkan
pemiliknya kehilangan hak untuk mendapatkan dividen atas kelebihan
saham yang dimilikinya.
57
Mokh. Syaiful Bakhri, Ekonomi Syari'ah Dalam Sorotan (Jakarta:
Yayasan Amnah, 2003), hal. 87.
58
Rifyal Kabah, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Universitas Yasri
Jakarta, 1999), hal. 35.
59
Ibid., hal. 38.














Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

21


Bibliografi

Bakhri, Mokh. Syaiful. Ekonomi Syariah Dalam Sorotan. Jakarta:
Yayasan Amanah, 2003.
Bapepam. Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004. Jakarta:
Bapepam, 1999.
Blume, Marshall E., Jeremy J. Siegel dan Dan Rottenberg.
Revolution on Wall Street the Rise and Decline of the New York
Stock Exchange. New York, London: W.W. Norton &
Company, 1993.
Chapra, M. Umer. The Future of Economics : An Islamic
Perspective, Landasan Baru Perekonomian Masa Depan.
Jakarta: Shariah Economics and Banking Institute, 2001.
Coffee, Jr. John C., 1 Market Failure and the Economic Case for a
Mandatory Disclosure System, Virginia Law Review, (Vol. 79,
1984).
Cooter, Robert and Thomas Ulen. Law & Economics.
Massachusets: Addison Wesley Longman, 2000.
Cox, James D.; Robert W.Hillman, Donald C. Langevoort.
Securities, Regulation Cases and Materiels. Boston, Toronto,
London: Little, Brown and Company, 1991.
Cunningham, Lawrence A., 2, Capital Market Theory, Mandatory
Disclosure, and Price Discovery, Washington and Lee Law
Review, (Vol. 51, 1994).
Downes, John dan Jordan Elliot Goodman. Dictionary of Finance
and Investment Terms, diterjemahkan oleh Soesanto
Budhidarmo. Jakarta: PT. Gramedia, 1996.
Friedman, Milton. Capitalism and Freedom. Chicago: The
University of Chicago Press, 2002, Fortieth Anniversary edition.
Gayed, E.S. Challenge of A Generation Beyond the Crash of 87.
New York: Institute of Finance New York, 1989.
Gregory, Holly J. dan Marshal E. Simms. Pengelolaan
Perusahaan (Corporate Governance) : Apa dan Mengapa Hal
Tersebut Penting,: Makalah disampaikan pada Lokakarya
Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance), kerjasama,
Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan University of
South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000.
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35

22



Hamidi, M. Luthfi. Jejak-Jejak Ekonomi Syariah. Jakarta: Senayan
Abadi Publishing, 2003.
Hufford, D. Brian. Deserring Fraud vs Avoiding the Strike Suit
:Reaching An Appropriate Balance, Brooklyn Law Review,
(Vol. 61, 1995).
Jenning, Richard W. dan Harold Marsh, Jr., Securities Regulation
Cases and Materials. New York: The Foundation Press Inc,
1987.
Kabah Rifyal. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Universitas Yasri
Jakarta, 1999.
Leonard J. Theberge. Law and Economic Development, Journal
of International Law and Policy (Vol. 9, 1980).
M. Lehn, Kenneth. Comment on the Harris paper, Cornell Law
review, (Vol. 74, 1989).
Metzger, Michael B.; Jane P. Mallor; James Barnes a.l., Business
Law and The Regulation Environment Concepts and Cases.
Homewwod, Illinois: Irwin, 1986.
Posner, Richard A. dan Kenneth E. Scott, (ed). Economic of
Corporation Law and Securities Regulation. Boston, Toronto:
Little, Brown & Company, 1980.
Ratner, David L. dan Thomas Lee Hazen. Securities Regulation
Cases and Materials. St. Paul Minn: West Publishing, 1991.
Rose Peter S. Money and Capital Market The Financial System in
an Increasingly Global Economy. Illinois, Boston: Dowjones
Irwin, 1989.
Safitri, Indra ed. Catatan Kolom Hasan Zein Buku Pertama.
Jakarta: Go Global Book Publishing Division Safitri & Co, 1998.
Sarwono, Sarlito W. dan Acuk Parsudi. Mengembalikan
kepercayaan masyarakat, disampaikan pada Simposium
Penjelajahan Trace Baru II, Universitas Indonesia, Depok, 30
Maret 1988.
Securities Commission. Resolutions of the Securities Commission
Syariah Advisory Council. Malaysia: Majelis Penasihat Syariah
Suruhanjaya Sekuriti, 2002.
Sitompul, Zulkarnain. Pembatasan Kepemilikan Bank: Gagasan
Untuk Memperkuat Sistem Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis.
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)

23


(Volume 22, No. 6, Tahun 2003).
Sjahrir, 1. Analisis Bursa Efek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1995.
Sjahrir, 2. Tinjauan Pasar Modal. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1995.
Stiglitz, Joseph. Globalization and its Discontents. London: Penguin
Books, 2002.
Sumantoro. Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal di
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Usman, Marzuki; Djoko Koesnadi, Arys Liyas, Hasan Zein M. al.
ABC Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Lembaga Pengembangan
Perbankan Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
Cabang Jakarta, 1990.


















_____________
Bismar Nasution adalah guru besar Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan, menyelesaikan pendidikan S1 pada
Fakultas Hukum USU, S2 dan S3 pada Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai