Abstrak Sistem ekonomi kapitalis dipandang lebih mampu mensejahterakan masyarakat dibandingkan dengan sistem ekonomi sosialis. Tapi ternyata sistem ekonomi kapitalis ini juga telah mulai dipertanyakan para ahli tentang kemampuannya mensejahterakan masyarakat terutama pada era globalisasi ekonomi dewasa ini. Berbagai masalah telah muncul dan telah dicarikan berbagai alternatif pemecahannya. Salah satu di antaranya adalah penerapan sistem ekonomi Islam yang diyakini mampu mengatasi masalah ekonomi konvensional yang muncul sekarang ini akibat isu globalisasi ekonomi.
Kata-kata Kunci: Ekonomi Islam, hukum ekonomi, perbankan, investor, pasar modal.
Sistem ekonomi kapitalis dianggap lebih berhasil mensejahterakan masyarakat dibandingkan sistem ekonomi sosialis. Bandingkan misalnya, apa yang terjadi di antara Korea Utara dan Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan dengan Cina Daratan (sebelum Deng Xiaoping) atau antara Jerman Barat dan Jerman Timur sebelum robohnya tembok Berlin. 1 Namun, akhir- akhir ini sistem ekonomi kapitalis ini mulai dipertanyakan para ahli apakah bisa dipertahankan untuk mensejahterakan masyarakat. Jargon ekonomi (welfare economics) yang berkembang sejak tahun 1930-an memang sudah menimbulkan wacana untuk dikaji kembali. Sebab welfare economics, seperti konstruksi ilmu ekonomi kapitalis sebelumnya, selalu mendasarkan analisis kesejahteraan yang bebas nilai. Dimana hukum pareto efficiency atau juga sering disebut pareto optimally menjadi salah satu pisau analisis dalam membuka tabir kegiatan ekonomi. Dalam pandangan pareto, tanpa campur tangan siapapun akan terjadi proses produksi seluruh konfigurasi barang dan jasa dalam keharmonisan maksimum terhadap keinginan konsumen disebut paling efisien karena tidak Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
2
mungkin lagi meraih lebih dari itu tanpa menjadikan pihak lainnya merugi. Disinilah welfare economics kandas karena pada akhirnya tidak bisa memberikan jaminan konsisten tentang tujuan yang berdimensi kemanusiaan juga, berapa banyak kesejahteraan yang bisa diwujudkan dalam batasan sumber daya yang terbatas, tanpa merusak keseimbangan makro ekonomi dan ekologi. 2
Salah seorang ahli ekonomi yang memperdebatkan hal itu adalah Joseph Stiglitz dalam bukunya yang berjudul "Globalization and its Discontents " dan "The Roaring Nineties Seeds of Destruction". Beliau mengatakan "saya meyakini bahwa globalisasi - yaitu penghapusan hambatan-hambatan terhadap perdagangan bebas dan integrasi ekonomi yang semakin kuat dapat merupakan suatu kekuatan yang kekal dan berpotensi untuk memakmurkan setiap orang di dunia, khususnya orang-orang miskin. Tetapi saya juga percaya bahwa jika memang demikian keadaannya, pengelolaan globalisasi selama ini, termasuk berbagai perjanjian perdagangan internasional yang telah memainkan peranan besar dalam menghapuskan hambatan-hambatan tersebut dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada negara-negara berkembang dalam proses globalisasi, perlu dipertimbangkan kembali secara radikal". 3
Berdasarkan perkembangan sistem ekonomi demikian itu, saatnyalah sekarang ini mencari alternatif sistem ekonomi, misalnya sistem ekonomi Islam. Dengan perkataan lain, ekonomi konvensional yang didasarkan kepada sistem ekonomi kapitalis akan dicermati dalam perspektif ekonomi Islam. Apakah paradigma ekonomi Islam berbeda secara signifikan dari ekonomi konvensional? Jawabnya, tidak mungkin untuk mengatakan bahwa ekonomi Islam dan ekonomi konvensional itu sama. 4
Paradigma kedua disiplin ilmu tersebut berbeda secara radikal. Paradigma Islam bukanlah sekuler, bebas nilai, materialis. Tetapi cenderung berlandaskan sejumlah konsep yang mengakar dalam doktrin-doktrinnya. Ia memberikan kepentingan utama pada nilai- nilai moral, persaudaraan manusia dan keadilan sosial ekonomi, tidak seperti konsep Marxisme dan Kapitalisme yang tidak menggantungkan diri kepada negara maupun pasar untuk merealisasikan visinya. Paradigma Islam lebih mengarah kepada peran mengintegrasikan nilai-nilai dan institusi-institusi, pasar, keluarga, masyarakat, dan negara untuk menjamin terealisasinya Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
3
falah atau kesejahteraan untuk semua. Ini menekankan pentingnya perubahan sosial melalui perbaikan individu dan masyarakat, tanpa menimbulkan ketidakadilan di dalam pasar dan negara. 5
Al-quran dan as-Sunnah secara bersama-sama telah menerangkan bahwa seluruh unsur paradigma Islam dengan gamblangnya, sehingga sangat kecil kemungkinan adanya ambiguitas. Jika terdapat perbedaaan pendapat, itupun disebutkan dengan jelas. Hodgson pun mengatakan bahwa "seluruh macam ragam tradisi relijius Islam tetap mengacu pada sebuah integritas tertentu, dan hal ini sangat berbeda dengan Kristen dan Budha". 6
Hukum dan Ekonomi Hukum ekonomi konvensional berkaitan dengan pendekatan hukum dengan menggunakan ilmu ekonomi. Misalnya, hukum pasar modal, perbankan, hukum anti persaingan (antitrust), pengaturan industri-industri, perpajakan, dan masalah moneter. Melalui pendekatan hukum melalui ekonomi digunakan untuk menjawab pertanyaan, "siapa yang menjadi tergugat dalam pasar modal?." "Dapatkah kontrol harga dalam asuransi mobil mengurangi nilai riilnya?", "Siapa sebenarnya yang dibebankan pajak?". Perkembangan pesat terjadi sekitar tahun 1960-an, ketika analisis ekonomi terhadap hukum (the economics analysis of law) masuk ke dalam bidang hukum, seperti properti, kontrak, kesalahan/kerugian, hukum pidana dan hukum acaranya, dan hukum tata negara. Hal ini dikemukakan oleh Ronald H. Coase dalam tulisannya yang berjudul The Problem of Social Cost (1960) dan Guido Calabresi dalam tulisannya yang berjudul Some Thoughts on Risk Distribution and the Law of Torts (1961). 7
Terdapat pendapat bahwa ekonomi menghasilkan sebuah teori tingkah laku/perilaku untuk memprediksi bagaimana respon manusia terhadap perubahan-perubahan dalam hukum. Teori ini melampaui intuisi, hanya sebagai ilmu sains yang melampaui akal biasa (common sense). 8
Di samping itu, suatu sains tentang perilaku, ekonomi menghasilkan sebuah standar normatif yang sangat berguna untuk mengevaluasi hukum dan kebijakan. Hukum bukan sekedar (arcane) argumen-argumen teknis saja, hukum adalah instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan kepentingan sosial yang penting. Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
4
Untuk mengetahui efek-efek dari hukum dalam tujuan itu, hakim dan pembuat hukum lainnya harus mempunyai sebuah metode untuk mengevaluasi efek-efek hukum dalam nilai-nilai sosial yang penting. 9
Perlu pula dipahami bahwa ilmu ekonomi memprediksi efek kebijakan terhadap efisiensi. Efisiensi selalu berhubungan dengan pembuatan kebijakan, karena akan selalu lebih baik mencapai semua kebijakan-kebijakan yang ada dengan biaya yang rendah dari pada dengan biaya yang tinggi. Selain efisiensi itu, ilmu ekonomi juga memprediksi akibat kebijakan-kebijakan dari nilai penting lainnya, seperti distribusi. Sebab diantara penerapan ilmu ekonomi itu dalam kebijakan publik digunakan untuk memprediksi siapa sebenarnya yang dibebankan berbagai macam pajak. Lebih daripada penelitian ilmu-ilmu sosial, ahli ekonomi memahami bagaimana hukum memberi dampak terhadap distribusi pendapatan dan kesejahteraan di segala lapisan sosial. Sementara ahli ekonomi seringkali merekomendasikan perubahan untuk peningkatan efisiensi, mereka mencoba menghindari sengketa tentang distribusi, biasanya memberikan rekomendasi tentang distribusi kepada pengambil kebijakan (policy makers) atau pemilih (voters). Menjadi pertanyaan disini, mengapa ahli hukum sebaiknya harus mempelajari ekonomi?. Analisa Ekonomi terhadap hukum (the economic analysis of law) adalah suatu bidang ilmu interdisipliner yang meliputi dua bidang ilmu yang luas dan juga pemahaman yang lebih dari keduanya. Ekonomi membantu kita untuk melihat hukum dari cara yang baru, salah satunya adalah sangat berguna bagi ahli hukum dan bagi siapa saja yang tertarik dalam persoalan kebijakan publik. Ketika kita memusatkan perhatian bahwa apakah ekonomi dapat membawa sesuatu kepada hukum, kita juga sebaiknya menemukan bahwa hukum membawa sesuatu kepada ekonomi. Analisis ekonomi seringkali mengambil peran untuk dijaminkan pada lembaga hukum (legal institutions) seperti properti dan kontrak, dimana memberi dampak ekonomi.
Hukum Ekonomi Konvensional: Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan di Pasar Modal. Salah satu prinsip dari muamalat dalam pasar modal adalah BaiDayn. Pada pertemuan kedua pada tanggal 21 Agustus 1996, Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
5
Dewan Penasehat Syariah bersatu menyetujui untuk menerima prinsip dari baidayn debt trading (perdagangan hutang) sebagai salah satu dari konsep untuk membangun instrumen pasar modal. Ini sudah berdasarkan pada pandangan dari ahli hukum Islam yang menganut konsep ilmu ini untuk kondisi-kondisi tertentu. Dalam konteks pasar modal, kondisi ini dapat menjadi bertemu ketika adanya keteraturan sistem tranparansi dimana dapat melindungi maslahah (kepentingan umum) dari pelaku pasar modal. 10
Dalam konteks pasar modal Islam, baidayn adalah prinsip penjualan dayn dimana hasil dari pertukaran perjanjian (perjanjian muawadat maliyyah), seperti murabahah, bai bi thaman ajil (BBA), ijarah, ijarah muntahiyah bi tamlik, istisna dan yang lainnya. 11
Dalam pasar modal konvensional prinsip transparansi juga diterapkan. Grup Penasehat Bisnis Sektor Organization for Economic Coorporation and Development (OECD) mengenai pengelolaan perusahaan 12 membuat satu laporan mengenai prinsip-prinsip umum dari pengelolaan perusahaan (corporate governance) dari pandangan sektor swasta dengan menitikberatkan pada apa yang diperlukan oleh suatu pengelolaan untuk menarik modal. Laporan tersebut diketahui oleh, Ira M. Millstein (Laporan Millstein). 13
Dalam laporan Millstein itu disebutkan, intervensi pemerintah dalam pengelolaan perusahaan akan menjadi cara yang paling efektif dalam rangka menarik modal, jika intervensi tersebut terfokus pada empat bidang. Salah satu bidang diantara tiga bidang lainnya adalah bidang transparansi, 14 yang sekaligus menjadi salah satu prinsip OECD dalam pengelolaan perusahaan. 15
Prinsip transparansi tersebut menyatakan, bahwa kerangka pengelolaan perusahaan harus dapat memastikan bahwa pengugkapan informasi yang akurat atau tepat dilaksanakan berkaitan dengan materi yang menyangkut perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan kepemimpinan dari suatu perusahaan. 16
Berkaitan dengan prinsip-prinsip umum pengelolaan perusahaan yang baik oleh OECD tersebut, Cetak Biru Pasar Modal Indonesia yang dibuat Bapepam, juga menetapkan strategi pengembangan pasar modal dimana di antara strategi tersebut ditekankan, bahwa agar good corporate governance dapat Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
6
dimengerti dan diterapkan dengan baik, maka perlu dicermati kajian yang dilakukan oleh OECD terhadap prinsip-prinsip utama corporate governance, tersebut termasuk prinsip keterbukaan 17
upaya mencapai good corporate governance tersebut, juga sesuai dengan pernyataan Bapepam, bahwa salah satu penyebab rentannya perusahaan-perusahaan di Indonesia terhadap gejolak perekonomian adalah lemahnya penerapan good corporate governance dalam pengelolaan perusahaan. 18
Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal harus diupayakan dapat berjalan dengan baik, agar apa yang menjadi tujuan prinsip keterbukaan dapat dicapai. Upaya tersebut harus didukung dengan peraturan yang cukup berkenaan degan peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan, penentuan fakta materiel yang mempengaruhi harga saham dan perbuatan menyesatkan.
Tujuan Prinsip Keterbukaan Pentingnya prinsip keterbukaan dalam pasar modal, juga telah ditekankan oleh hasil studi International Federation of Stock Exchanges (FIBV) pada tahun 1998. Disebutkan dalam rangka menuju millenium ketiga orientasi pengembangan pasar modal dunia adalah menciptakan pasar modal pasar modal yang likuid dan efisien. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, pasar modal di mana-mana cenderung meningkatkan hal-hal yang antara lain terkait dengan keterbukaan. 19 Perlu diingat, berkembangnya suatu pasar modal sangat tergantung pada kemampuan lembaga- lembaga yang ada di pasar modal tersebut untuk memberikan keamanan investasi dan kualitas pelayanan yang tinggi. Keamanan dan kualitas jasa yang tinggi tersebut diperlukan untuk menarik sumber daya domestik untuk terlibat di pasar modal dan juga merupakan tuntutan dari investor internasional. Hasil riset International Organization of Securities Commissions (IOSCO), mengungkapkan bahwa pasar modal yang mengembangkan sistem yang aman dan efisien terbukti lebih menarik bagi investor domestik maupun asing. 20
Oleh karena itu, perlu pengaturan yang dapat mengembangkan pasar modal menjadi efisien. Keperluan pengaturan tersebut juga mengingat pasar modal telah lama dipandang sebagai barometer dalam hakekat bisnis. Federal Reserve Board (FRB) 21
memformulasikan kebijaksanaan moneternya dengan mengikuti 12 Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
7
indikator ekonomi, di antaranya adalah pasar modal. Selama bertahun-tahun FRB telah merumuskan, bahwa pasar modal dapat membantu ramalan dan bentuk bisnis yang akan datang. 22 Sebagai salah satu indikator ekonomi, posisi pasar modal dalam menunjang perekonomian nasional mempunyai peran yang strategis. 23
Dengan demikian prinsip keterbukaan dalam pasar modal menjadi isu utama yang harus dikaji. Prinsip keterbukaan sekarang ini bukan merupakan hal baru, tetapi sudah merupakan sejarah yang panjang dalam dunia pasar modal, sebagaimana tuntutan perlunya prinsip keterbukaan dalam pasar modal Amerika Serikat untuk menyelamatkan pasar modalnya dari kehancuran akibat terjadinya great depression tahun 1929. 24
Untuk lebih memahami pembenaran prinsip keterbukaan tersebut, dapat diikuti pengamatan Jonh C. Coffee, Jr tentang perlunya sistem keterbukaan yang wajib. Teori yang lebih sederhana dapat menjelaskan dimana sistem keterbukaan difokuskan. Jawaban ini akan menghasilkan empat tuntutan. 25
Pertama, karena informasi memiliki berbagai karakteristik dari suatu barang umum (public good), maka penelitian saham umum cenderung kurang tersedia. Kurangnya ketersediaan terebut berarti bahwa informasi yang diberikan emiten tidak akan diverifikasi secara optimal dan bahwa kurangnya upaya diberlakukan terhadap pencarian informasi materil dari sumber emiten. Sistem keterbukaan yang wajib dapat dilihat sebagai suatu strategi pengurangan biaya melalui mana masyarakat akibatnya mensubsidi biaya pencarian guna menjamin baik adanya informasi dalam jumlah besar dan pengujian akurasi yang lebih baik. Walaupun hasil akhir dari peningkatan upaya yang demikian secara signifikan tidak mempengaruhi keseimbangan dari keuntungan (advantage) antara penjual dan pembeli, atau bahkan tujuan dari distributive fairness yang lebih umum, namun hal ini meningkatkan alokasi efisiensi dari pasar modal dan pada akhirnya peningkatan tersebut menunjukkan suatu perekonomian yang lebih produktif. Kedua, dasar substansial ada untuk percaya bahwa ketidak efisienan yang lebih besar akan terjadi tanpa sistem keterbukaan yang wajib karena biaya sosial yang berlebih akan dikeluarkan investor untuk mengejar laba perdagangan. Pengkolektipan mengurangi social waste yang sebaliknya bisa timbul dari kesalahan alokasi sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
8
ini. Ketiga, self-induced disclosure, yang sekarang populer di antara para teoritis perusahaan dan sebagaimana diyakini oleh Easterbrook dan Fischel, hanya memiliki validitas terbatas. Suatu kelemahan khusus dalam teori tersebut adalah bahwa teori tersebut mengabaikan signifikasi dari kontrol perusahaan dan terlalu banyak menganggap bahwa kepentingan manajer dan pemegang saham dapat diluruskan secara sempurna. Pada kenyataannya, prasyarat besar yang ditentukan oleh para teoritis ini, diperlukan untuk efektifnya sistem keterbukaan sukarela (disclosure voluntary system) sepertinya tidak memuaskan. Walaupun manajemen dapat dipengaruhi melalui incentive contracty device untuk mengidentifikasi kepentingan diri sendiri dengan maksimalisasi nilai saham, namun manajemen masih memiliki kepentingan dalam mengakuisisi penyertaan pemegang saham pada suatu harga diskon, sedikitnya sepanjang manajemen masih dapat melakukan insider trading atau leveraged buyouts. Karena insentif bagi keduanya mungkin masih kuat, maka masalah akan muncul dimana manajemen dapat keuntungan dengan memberikan sinyal yang salah terhadap pasar. Keempat, dalam pasar modal efisien, masih ada informasi yang dibutuhkan investor rasional untuk mengoptimalkan portofolio sahamnya. Informasi yang demikian sangat baik diberikan melalui suatu sistem kewajiban keterbukaan. Pengamatan Coffee, Jr tentang perlunya mempertahankan sistem keterbukaan yang wajib tersebut dapat dijadikan sebagai dasar penerapan prinsip keterbukaan bagi emiten atau perusahaan publik. Gunanya untuk mengatur pemberian informasi mengenai keadaan keuangan dan informasi lainnya kepada investor. 26
Dengan perkataan lain, tujuan yang ingin dicapai ketentuan ini adalah untuk menghasilkan dokumen yang menceritakan kepada pembeli prospektif, mengenai berbagai hal yang seharusnya diketahui oleh pembeli tersebut sebelum ia membeli suatu saham. 27
Dengan pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan itu, akan dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan investor tidak memperoleh informasi atau fakta materiel atau tidak meratanya informasi bagi investor disebabkan ada informasi yang tidak disampaikan dan bisa juga terjadi informasi yang belum tersedia untuk publik telah disampaikan kepada orang-orang tertentu. Seperti seorang atau kelompok investor lainnya. 28 Sedangkan Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
9
informasi itu sangat berfungsi disebabkan berisi fakta materiel, yang dapat dibuat sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk melakukan investasi. 29
Antisipasi tersebut dilakukan dengan adanya sistem keterbukaan yang wajib bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum atau perusahaan publik untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai keadaan usahanya, baik dari segi keuangan, manajemen produksi maupun yang berkaitan dengan kegiatan usaha. 30
Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal Indonesia adalah langkah yang tepat dilakukan, mengingat terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan tersebut. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan terhadap masalah-masalah yang timbul akan menjadikan tujuan prinsip keterbukaan itu tidak tercapai. Sebaliknya dapat mengakibatkan pasar modal tidak efisien atau distorsi. Investor tidak dapat memperoleh informasi atau fakta materiel yang akurat. Pengungkapan informasi tentang fakta materiel secara akurat dan penuh akan dapat merealisasikan tujuan prinsip keterbukaan tersebut dan menghindarkan timbulnya pernyataan yang menyesatkan (misleading) bagi investor. Terdapat sedikitnya tiga tujuan ditegakkan prinsip keterbukaan di pasar modal. Pertama, menjaga kepercayaan investor. 31 Oleh karena itu, prinsip keterbukaan yang menambah kepercayaan investor atau publik 32 terhadap pasar modal sangat penting untuk diperhatikan. Pada umumnya, apabila terjadi krisis kepercayaan atau ketidakpercayaan investor kepada pasar modal dan perekonomian, maka investor akan menarik modal mereka dari pasar. Akibatnya pasar dan perekonomian akan rusak secara keseluruhan. 33
Argumentasi perlunya prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor tersebut sangat relevan dengan munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal, yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal (bursa saham). Sebab ketiadaan keterbukaan atau ketertutupan informasi akan menimbulkan ketidakpastian bagi investor. 34 Akibatnya investor sulit mengambil keputusannya untuk berinvestasi melalui pasar modal. Hal ini sesuai dengan pendapat, Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
10
bahwa apabila makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk berinvestasi akan makin tinggi. Selanjutnya ketiadaan atau ketertutupan informasi akan menimbulkan keragu- raguan untuk berinvestasi bagi investor. 35 Akibatnya keadaan informasi yang demikian akan menimbulkan ketidakpercayaan investor pada pasar modal. Dengan demikian dapat dipahami, tujuan prinsip keterbukaan yang bertujuan sebagai cara menjaga kepercayaan investor dalam pasar modal adalah merupakan suatu hal yang paling penting. 36
Keadaan ketidakpercayaan investor tersebut pernah terjadi dalam pasar modal Amerika Serikat, tepatnya pada tahun 1929-1934, 37
yang mengakibatkan investor melarikan modalnya dari pasar modal Amerika Serikat tersebut. 38
Untuk mengantisipasi keadaan ini peraturan prinsip keterbukaan harus ditegakkan. Karena peraturan prinsip keterbukaan secara substansial akan memberikan informasi pada saat-saat yang telah ditentukan, dan yang lebih penting peraturan prinsip keterbukaan akan pengawasan, waktu, tempat dan dengan cara bagaimana perusahaan melakukan keterbukaan. 39
Pembenaran prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor ini sejalan dengan pengembangan pasar modal di Indonesia, yang tujuannya adalah agar kualitas informasi semakin terpercaya dan semakin tepat waktu, akses investor terhadap informasi semakin terbuka luas, dan biaya memperoleh informasi semakin murah. 40
Prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor sebagai pendekatan fundamental, bukan satu-satunya pendekatan untuk memprediksi harga saham. Faktor teknis, seperti psikologis dan emosi juga mempengaruhi harga saham tersebut. 41 misalnya berkenaan dengan keadaan ekonomi, 42 keadaan politik, 43
kebijakan pemerintah dan rumor. 44 Pendekatan teknis sebagai aliran kedua setelah pendekatan fundamental, menyatakan bahwa investor adalah makhluk yang irrasional. Bursa pada dasarnya adalah cerminan mass behaviour. Seorang individu yang bergabung dalam suatu massa, bukan hanya kehilangan rasionalitasnya, tetapi seringkali melebur identitas pibadi ke dalam identitas kolektif. Harga saham sebagai komoditas perdagangan, tentu, dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Pada gilirannya permintaan dan penawaran merupakan manifestasi dari kondisi psikoligis investor. 45
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
11
Pelaku pasar modal baik analis saham atau penasehat investasi, pialang maupun investor, khususnya para investor yang potensial atau investor rasional bisa terbawa faktor psikoligis dan emosi yang mempengaruhi harga saham. Proposisi, bahwa harga saham dipengaruhi oleh faktor psikologis tersebut adalah dilatar belakangi oleh kehancuran pasar modal Amerika Serikat pada Oktober 1987. 46 Hancurnya penurunan harga saham pada pasar modal Amerika Serikat waktu itu, penyebabnya adalah pengaruh faktor psikologis dari investor. Harris menulis tentang kehancuran pasar modal Amerika Serikat pada Oktober 1987, dengan membahas tiga jenis volatility 47 harga saham, yaitu fundamental, induksi transaksi (transaction-induced), dan induksi noise (noise-induced). Jenis volatility tersebut memberikan banyak pemahaman tentang ekonomi atas penciptaan pasar, dan membentuk kerangka analisis yang berguna untuk menilai efektifitas rencana kebijakan berkenaan dengan kehancuran. 48 Kehancuran pasar modal Oktober 1987 dipengaruhi oleh berita buruk mengenai ekonomi makro. Seperti tingkat bunga, defisit perdagangan, dan nilai dollar serta diperburuk lagi oleh penyalahgunaan asuransi portofolio. 49
Kenyataan yang terjadi pada kehancuran di Wall Street 50
Amerika Serikat pada tanggal 19 Oktober 1987, lebih dikenal dengan sebutan Black Monday. 51 Menurut Dow Jones Industrial Average (DJIA) 52 perdagangan jatuh sebanyak 508 point. Keadaan ini merupakan suatu rekor yang mengikuti penurunan-penurunan tajam dalam minggu sebelumnya. Hal ini mencerminkan kekhawatiran investor mengenai tingkat harga saham yang melambung, defisit anggaran federal dan perdagangan, serta kegiatan pasar asing. 53
Pembatasan Kepemilikan Bank Sekarang ini muncul wacana untuk memperkuat sistem perbankan dengan cara membuat ketentuan pembatasan kepemilikan bank. Hal ini perlu mengingat perbankan di Indonesia pernah mengalami kehancuran disebabkan ketidakpercayaan masyarakat, dimana ketidakpercayaan itu telah pula membuat kegagalan pasar. Oleh karena industri perbankan pernah dijadikan sebagai bahan eksploitasi pemiliknya. Pada masa lalu perubahan regulasi atas sistem dan struktur perbankan atas dorongan liberalisasi perbankan telah memfasilitasi Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
12
pertumbuhan perbankan yang cepat, sehingga memberi peluang untuk masuknya individu yang tidak bermutu ke dalam bisnis perbankan. Sistem dan struktur perbankan yang demikian itu mengakibatkan dimungkinkan terjadinya kepemilikan silang (interlocking ownership) dan lending pattern serta dimilikinya satu bank secara mayoritas. 54 Pemilikan demikian sangat rawan terhadap kegagalan pasar disebabkan moral hazard, adverse selection dan harga oligopolistik. Sebab kondisi pemilikan mayoritas itu memudahkan pengambilan risiko berlebihan pada perbankan. Konsentrasi kepemilikan dimungkinkan pula timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Hal ini antara lain menyebabkan fungsi pengawasan internal sebagai first line of defense menjadi kurang berfungsi. Sebab pada umumnya pemilik itu sekaligus menjadi komisaris. Akibatnya komisaris sebagai pengawas bisa tidak efektif. Padahal komisaris memiliki peran strategis dalam pengawasan jalannya bank tersebut. Kondisi konsentrasi pemilik itu dapat pula menimbulkan terjadinya cross-ownership atau cross-management yang bisa menimbulkan benturan kepentingan, dimana benturan kepentingan terjadi sebagai akibat adanya cross-ownership atau cross-management antara bank dengan usaha lain baik di sektor finansial maupun sektor riil. Selanjutnya, keadaan tersebut membuka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan bank untuk mendukung kepentingan usaha pribadi pemilik. Dengan demikian perlu perangkat peraturan pembatasan tentang pemilikan bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam peraturan itu harus ditentukan secara jelas jumlah maksimal kepemilikan saham dalam satu bank 55 dan sanksi atas pelanggarannya. 56
Masalah perbankan konvensional tersebut harus dikaji dari perspektif perbankan syariah. Misalnya dalam perbankan syariah sebagai suatu sistem yang secara alami dibutuhkan oleh dan dari lembaga keuangan, keberadaan lembaga keuangan itu menjadi lembaga intermediasi atau lembaga penghubung antara pemilik modal atau dana yang membutuhkan peluang untuk berinvestasi dengan pemilik usaha yang membutuhkan tambahan modal atau dana untuk kegiatan usahanya. Jadi untuk itu lembaga keuangan harus mencari kegiatan usaha yang halal untuk dibiayai, harus Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
13
berlaku amanah dengan menghindari kondisi yang gharar dan menjauhi yang maysir. Serta harus lebih mendekatkan nasabah pemilik dana dengan nasabah pemilik usaha, bukan menjadi penghalang di antara mereka agar bisa mencari keuntungan dari kedua pihak tersebut. 57
Penutup Masalah-masalah hukum yang muncul dalam mengatur ekonomi konvensional di muka tepat dikaji dari segi hukum Islam. Tentunya pengkajian hukum dalam Islam serta pengorganisasian unsur-unsurnya ke dalam sebuah sistem yang koheren dipengaruhi atau dipercepat oleh faktor-faktor lainnya, namun inspirasinya tidak berasal dari faktor-faktor tersebut, tetapi dari agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, dari Quran dan Sunnah. 58
Pemikiran pengkajian itu sejalan pula dengan keabadian hukum ilahi dipahami dari ayat Quran terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad pada Haji Wada (perpisahan) beberapa puluh hari sebelum beliau wafat. Ayat itu berbunyi,pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama-Ku untuk kalian, Aku telah melengkapkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku telah merestui Islam menjadi agama kalian. (al-Maidah; 5:3). Kesempurnaan dan kelengkapan yang mendapat restu ilahi itu termasuk hukum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari agama secara keseluruhan. Singkat kata, perlu pula menjadi pemahaman bagi kita, bahwa fuqaha (para juris/teoris hukum Islam) telah mengembangkan sebuah prinsip ushul fiqh yang berbunyi, La yunkaru taghayyur al-ahkam bitaghayyuri al-azman (Perubahan ketentuan-ketentuan hukum dengan perubahan zaman tidak ditolak). Allah itu sendiri tetap sebagai al-Hakim (the Lawgiver), namun Ia membentangkan sebuah esensi perintah yang berkembang (an evolving imperative), persis seperti Ia melingkari manusia dengan lingkungan yang berkembang. 59 Oleh karena itu, kita meyakini masalah-masalah ekonomi konvensional yang muncul sekarang ini, yang dipengaruhi dengan isu globalisasi ekonomi akan bisa dijawab dengan alternatif penerapan sistem ekonomi Islam.
Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
14
Catatan
1 Milton Friedman, Capitalism and Freedom (Chicago: The University of Chicago Press, 2002), Fortieth Anniversary edition, hal. 15. 2 M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003), Cetakan Pertama, hal. 163-167. 3 Joseph Stiglitz, Globalization and its Discontents (London: Penguin Books, 2002), hal. ix. 4 M. Umer Chapra, The Future of Economics: An Islam Perspective, Landasan Baru Perekonomian Masa Depan (Jakarta: Shari'ah Economics and Banking Institute, 2001), hal. 59. 5 Ibid., hal. 59. 6 Ibid., hal. 60. 7 Robert Cooter and Thomas Ulen, Law & Economic (Massachusets: Addison Wesley Longman, 2000), hal. 2. 8 Ibid., hal. 3. 9 Ibid., hal. 3. 10 Securities Comission, Resolution of the Securities Commission Syariah Advisory Council (Malaysia: Majelis Penasihat Syariah Suruhanjaya Sekuriti, 2002), hal. 16. 11 Ibid., hal. 10. 12 Holly J. Gregory dan Marsha E. Simms menguraikan istilah pengelolaan perusahaan dari Ira M. Millstein, The evolution of Corporate Gonernance in the United States. Yang dibacakan di depan Forum Ekonomi Dunia, Davos, Swiss, (2 Pebruari 1998). Dikatakan, bahwa istilah pengelolaan perusahaan memiliki banyak defenisi, istilah tersebut dapat mencakup segala hubungan perusahaan: hubungan antara modal, produk, jasa dan penyediaan sumber daya manusia, pelanggan dan bahkan masyarakat luas. Istilah ini juga dapat mencakup segala aturan hukum yang ditujukan untuk memungkinkan suatu perusahaan untuk dapat dipertanggung jawabkan di depan para pemegang saham perusahaan publik, seperti juga kerja dari pasar untuk mengontrol perusahaan. Istilah ini juga dapat mengacu kepada keaktipan pemegang saham. Secara lebih sempit, istilah ini dapat digunakan untuk menggambarkan peran dan praktik dari dewan direksi. Adapun sebutan yang tepat untuk istilah ini adalah: pengelolaan perusahaan berkaitan dengan hubungan antara manajer perusahaan dan pemegang saham, Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
15
didasarkan kepada pandangan bahwa dewan direksi merupakan agen para pemegang saham utuk memastikan suatu perusahaan utuk dikelola guna kepentingan perusahaan tersebut. Paradigma ini sangatlah sederhana: para manajer (pengelola) bertanggung jawab kepada dewan komisaris dan dewan komisaris kepada pemegang saham. Secara singkat istilah pengelolaan perusahaan tersebut oleh Holly J. Gregory dan Marshal E.Simms diuraikan dengan pandangan defenisi yang luas maupun terbatas. Secara terbatas, istilah tersebut berkaitan dengan hubungan antara pengelola (manajer), direktur dan pemegang saham perusahaan. Istilah tadi juga dapat mencakup hubungan antara perusahaan itu sendiri dengan pembeli saham dan masyarakat. Secara luas, istilah pengelolaan perusahaan dapat meliputi kombinasi hukum, peraturan, aturan pendaftaran dan praktik pribadi yang memungkinkan perusahaan menarik modal masuk, berkinerja secara efisien, menghasilkan keuntungan dan memenuhi harapan masyarakat secara umum dan sekaligus kewajiban hukum. Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance): Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance), kerjasama Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan University of South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000, hal. 3-4. 13 Laporan Millstein itu dimuat dalam Business Sector Advisory Group, Report to the OECD on Corporate Governance: Improving Competiveness and Access to Capital in Global Markets (April 1998). Diuraikan Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, op.cit, hal. 12. 14 Tiga bidang lainnya ialah: pertama, pemastian adanya perlindungan atas hak-hak pemilik saham minoritas dan asing, dan pemastian diberlakukannya kontrak yang adil dengan penyediaan sumber daya/bahan. Kedua, pengklarifikasi peran dan tanggung jawab pengelolaan serta usaha-usaha yang dapat membantu memastikan kepentingan pengelolaan dan kepentingan pemilik saham untuk diawasi oleh dewan direksi. Ketiga, pemastian bahwa perusahaan memenuhi kewajiban hukum dan peraturan lainnya yang menggambarkan penilaian masyarakat. Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, op.cit, hal. 12-13. 15 Ibid., hal. 14 -16. 16 Ibid., hal. 15. 17 Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal Indoneisa 2000-2004 (Jakarta: Bapepam, 1999), hal. 17. 18 Ibid. 19 Disamping untuk meningkatkan keterbukaan, juga adalah untuk meningkatkan infrastruktur pasar, kliring dan penyelesaian transaksi, jenis instrumen yang diperdagangkan, pelayanan terhadap nasabah dan Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
16
teknologi. Bapepam, op.cit., hal. 8. 20 Ibid., hal. 24. 21 FRB adalah dewan pimpinan Federal Reserve System. Ketujuh anggotanya, dengan persetujuan senat, diangkat oleh Presiden Amerika Serikat untuk masa bakti 14 tahun. Dewan menetapkan kebijakan Federal Reserve System mengenai masalah-masalah kunci seperti persyaratan cadangan dan peraturan perbankan lainnya, menetapkan tarif diskonto, mengetatkan atau melonggarkan tersediaan kredit dalam perekonomian, dan mengatur pembelian sekuritas atas marjin. John Downes dan Jordan Elliot Goodman. Op.cit, hal. 182. Federal Reserve System adalah sistem yang didirikan berdasarkan Federal Reserve Act tahun 1913 untuk mengatur sistem moneter dan perbankan Amerika Serikat. Federal Reserve System terdiri atas 12 Federal Reserve Banks Regional, 24 cabang, dan semua bank nasional dan negara bagian yang menjadi bagian dari sistem. Bank-bank nasional menjadi pemegang saham dari Federal Reserve Bank di wilayah masing-masing. Fungsi utama dari Federal Reserve System adalah untuk mengatur pasokan uang nasional, menetapkan persyaratan cadangan bagi bank-bank anggota, mengawasi pencetakan uang di percetakan uang, bertindak sebagai lembaga kliring untuk transper dana di seluruh sistem perbankan, dan meneliti bank-bank anggota untuk memastikan bahwa mereka mentaati berbagai peraturan Federal Reserve. Walaupun para anggota dari dewan pimpinan sistem diangkat oleh Presiden Amerika Serkat dan dokonfirmasikan melalui Senat. Federal Reserve System dianggap sebagai satuan kerja yang mandiri, yang diharapkan membuat keputusan yang bebas dari pengaruh politik. Para Gubernur diangkat untuk masa jabatan 14 tahun yang semakin memperkuat kemandirian mereka. John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Dictionary of Finance and Investment Terms, diterjemahkan oleh Soesanto Budhidarmo (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), hal. 182. 22 E. S. Gayed, Challenge of A Generation Beyond the Crash of 87 (New York: Institute of Finance New York, 1989), hal. 34. 23 Bandingkan Peter S. Rose, Money and Capital Market the Financial System in an Increasingly Global Economy (Illinois, Boston: Dowjones- Irwin, 1989), hal. 4. 24 Hancurnya pasar modal Amerika Serikat pada tahun 1929 juga mempengaruhi bursa efek di Hindia Belanda. Apalagi resesi ekonomi dunia ini disusul Perang Dunia II tahun 1939 serta masuknya Indonesia dalam era penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan membuat bursa tidak berfungsi. Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 40. Untuk mengaktifkan bursa, pada1 September 1951 dikeluarkan Udang- Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
17
Uundang Darurat No. 13 Tentang Bursa dan kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Bursa No. 15 Tahun 1952. Jasso Winarto (ed), Pasar Modal Indonesia Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1977), hal. 12. Undang-Undang Darurat ini belum mengatur prinsip keterbukaan dan belum memadai sebagai rambu perlindungan investor atau pemegang saham. Untuk keperluan ini dan untuk mengembangkan pasar modal, maka dibutuhkan suatu Undang-Undang yang dapat mendukung pasar modal, yang kmudian direalisasikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). Dengan UUPM ini diharapkan dapat dilaksanakan guna berperannya pasar modal secara strategis dalam pembangunan ekonomi. Selanjutnya UUPM sebagai hukum yang diharapkan menciptakan keteratutan mekanisme pasar modal, harus mengandung stability (stabilitas), predictability (kepastian) dan fairness (keadilan). Hal ini dapat dibandingkan dengan studi yang dilakukan Burgs mengenai hukum dan pembangunan sebagaimana dikutip Leonard J. Theberge dalam tulisannya Law and Economic Development. Burgs menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan dalam kualitas hukum supaya membuat pembangunan lebih baik, yaitu stability, predictability, fairness, education dan the special development abilities of the lawyer. Menurut Burgs unsur kualitas stability dan predictability merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi. Leonard J. Theberge, Law and Economic Development, Journal of International Law and Policy (Vol. 9, 1980), hal. 232. 25 John C. Coffee, Jr, 1, Market Failure and the Economic Case for A Mandatory Disclosure System, Virgina Law Review, (Vol. 79, 1984), hal. 721-722. 26 Richard W. Jenning dan Harold Marsh, Jr, Securities Regulation Cases and Materials (New York: The Foundation Press Inc, 1987), hal. 63. 27 David L. Ratner dan Thomas Lee Hazen, Securities Regulation and Cases Materials (St. Paul Minn: West Publishing, 1991), hal. 79. 28 James D. Cox, Roberd W. Hillman, Donal C. Langevoort, Securities Regulation and Cases Materials (Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1991), hal. 55-56. 29 D. Brian Hufford, Deserring Fraud vs Avoiding the Strike Suit : Reaching An Appropriate Balance, Brooklyn Law Review (Vol. 61, 1995), hal. 593-594. 30 Bandingkan dengan pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan, bahwa Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan, objektivitas, kemudahan untuk Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
18
dimengerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan Pendaftaran untuk memastikan bahwa Pernyataan Pendaftaran memenuhi prinsip keterbukaan. Bandingkan juga dengan pasal 89 ayat (10 yang menyatakan, bahwa informasi yang wajib disampaikan oleh setiap pihak kepada Bapepam berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya tersedia untuk umum. Dalam penjelasan Pasal 89 ayat (1) ini dinyatakan, bahwa yang dimaksud informasi dalam ayat ini, antara lain Peryataan Pendaftaran termasuk prospektus, permohonan izin usaha, izin orang perorangan, persetujuan dan pendaftaran profesi, laporan berkala, dan laporan lain-lainnya. 31 Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic Structure of Corporate Law (Cambridge, Massachusetts, London: Harvard University Press, 1996), hal. 296. Lihat juga. Kenneth E. Scott, dalam Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott, (ed), Economic of Corporation Law and Securities Regulation (Boston, Toronto: Little, Brown & Company, 1980), hal. 317. 32 Di dalam ilmu Psikologi dikenal teori bahwa manusia bereaksi terhadap apa yang dipercayainya sebagai suatu kenyataan dan terhadap kenyataan itu sendiri. Dengan perkataan lain, faktor persepsi tentang suatu hal lebih menentukan perilaku orang dan hal itu sendiri, Myers dalam Sarlito W. Sarwono dan Acuk Parsudi, Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat, disampaikan pada Simposium Penjelajahan Trace Baru II, Universitas Indonesia, Depok, 30 Maret 1988, hal. 2. 33 Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 2. Mandatory Disclosure and the Protection of Investors, Virginia Law Review, (Vol. 70, 1984), hal. 673. 34 John C. Coffee, Jr, 1, op.cit., hal. 737. 35 William H. Beaver, The Nature of Mandated Disclosure, dalam Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott (ed), loc.cit. 36 Michael B. Metzger, Jane P. Mallor, James Barnes, a.l, Business Law and The Regulation Environment Concepts and Cases (Homewwod, Illinois: Irwin, 1986), hal. 635. 37 Marshall E. Blume, Jeremy J. Siegel, dan Dan Rottenberg, Revolution on Wall Street the Rise and Decline of the New York Stock Exchange (New York, London: W.W. Norton & Company, 1993), hal. 33. 38 Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 1, op. cit, hal. 296-297. 39 Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 2, op. cit, hal. 273.. 40 Hasan Zein, CMS dan Pengembangan Pasar Modal Di Indonesia, dalam Indra Safitri, ed, Catatan Kolom Hasan Zein Buku Pertama (Jakarta: Go Global Book Publishing Division Safitri & Co, 1998), hal. Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
19
30. 41 Lawrence A. Cunningham, 2, Capital Market Theory, Mandatory Disclosure, and Price Discovery, Washington and Lee Law Review, (Vol. 51, 1994), hal. 854. Lihat juga. Kenneth M. Lehn, Comment on the Harris paper, Cornell Law Review, (Vol. 74, 1989), hal. 948. Bandingkan. Faktor fundamental bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi harga saham, terlihat juga di BEJ. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa dari analisis regresi terhadap data dari periode sebelum dan sesudah (deregulasi I 1987, Pakto 1988 dan Pakdes II 1988), tampak bahwa hipotesis analisis fundamental sebagai faktor yang menentukan, tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari pengujian metode kuantitatif yang dilakukan. Melakukan fluktuasi IHSG. Sjahrir, 1, Analisis Bursa Efek (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995) hal. 16-17. 42 Kenneth M. Lehn, loc.cit. 43 Marzuki Usman, Djoko Koesnadi, Arys Liyas, Hasan Zein M, al, ABC Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Jakarta, 1990), hal. 172. 44 Sjahrir, 2, Tinjauan Pasar Modal, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal. 229. 45 Ibid., hal. 157. 46 Ibid. 47 Volatility adalah ciri suatu harga sekuritas, komoditas, atau pasar untuk naik atau turun dengan tajam dalam masa yang pendek. John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal 646. 48 Kenneth M. Lehn, loc.cit. 49 Ibid. 50 Nama umum untuk distrik keuangan di sisi bawah Manhattan di kota New York, lokasi New York Stock Exchange, America Stock Exchange, dan kantor pusat sejumlah besar perusahaan perpialangan. Sebenarnya lokasi New York Stock Exchange adalah dipojok Wall Street dan Broad Street. hal. John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal. 649. 51 Black Monday (Senin Kelam), 19 Oktober 1987 saat Dow Jones Industrial Average jatuh sebanyak 508 poin (suatu rekor) mengikuti penurunan-penurunan tajam dalam minggu sebelumnya. Hal ini mencerminkan kekhawatiran investor mengenai tingkat harga saham yang melambung, defisit anggaran federal dan perdagangan, serta kegiatan pasar asing. Banyak orang menyalahkan perdagangan program sebagai biang keladi dari mudah merubahnya keadaan secara ekstrim. John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal. 51 52 Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah rata-rata harga saham Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
20
tertimbang dari 30 saham unggul yang diperdagangkan secara aktif, terutama saham industrial tetapi termasuk American Express Company dan American Telephone and Telegraph Company. Dipersiapkan dan diterbitkan oleh Dow Jones & Company, rata-rata ini adalah rata-rata tertua dan paling banyak dikutip dari semua indikator pasar. Komponennya, yang sekali waktu berubah mewakili sekitar 15% dan 20% nilai pasar saham NYSE. DJIA ini dihitung dengan menambahkan harga-harga penutup dari saham komponen dan menggunakan pembagi yang disesuaikan untuk pemecahan, untuk dividen saham sebesar 10% atau lebih dari nilai peleburan. Rata-rata dicatat dalam angka, bukan dalam dollar, John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Op.cit, hal. 559. 53 Ibid., hal. 51. 54 Lihat Zulkarnain Sitompul, Pembatasan Kepemilikan Bank : Gagasan Untuk Memperkuat Sistem Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis (Volume 22, No. 6, Tahun 2003), hal. 36. 55 Misalnya, Thailand, Taiwan dan Korea Selatan membatasi kepemilikan maksimal 4-5 persen. 56 Di Thailand kepemilikan saham melampaui 5 persen menyebabkan pemiliknya kehilangan hak untuk mendapatkan dividen atas kelebihan saham yang dimilikinya. 57 Mokh. Syaiful Bakhri, Ekonomi Syari'ah Dalam Sorotan (Jakarta: Yayasan Amnah, 2003), hal. 87. 58 Rifyal Kabah, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Universitas Yasri Jakarta, 1999), hal. 35. 59 Ibid., hal. 38.
Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
21
Bibliografi
Bakhri, Mokh. Syaiful. Ekonomi Syariah Dalam Sorotan. Jakarta: Yayasan Amanah, 2003. Bapepam. Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004. Jakarta: Bapepam, 1999. Blume, Marshall E., Jeremy J. Siegel dan Dan Rottenberg. Revolution on Wall Street the Rise and Decline of the New York Stock Exchange. New York, London: W.W. Norton & Company, 1993. Chapra, M. Umer. The Future of Economics : An Islamic Perspective, Landasan Baru Perekonomian Masa Depan. Jakarta: Shariah Economics and Banking Institute, 2001. Coffee, Jr. John C., 1 Market Failure and the Economic Case for a Mandatory Disclosure System, Virginia Law Review, (Vol. 79, 1984). Cooter, Robert and Thomas Ulen. Law & Economics. Massachusets: Addison Wesley Longman, 2000. Cox, James D.; Robert W.Hillman, Donald C. Langevoort. Securities, Regulation Cases and Materiels. Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1991. Cunningham, Lawrence A., 2, Capital Market Theory, Mandatory Disclosure, and Price Discovery, Washington and Lee Law Review, (Vol. 51, 1994). Downes, John dan Jordan Elliot Goodman. Dictionary of Finance and Investment Terms, diterjemahkan oleh Soesanto Budhidarmo. Jakarta: PT. Gramedia, 1996. Friedman, Milton. Capitalism and Freedom. Chicago: The University of Chicago Press, 2002, Fortieth Anniversary edition. Gayed, E.S. Challenge of A Generation Beyond the Crash of 87. New York: Institute of Finance New York, 1989. Gregory, Holly J. dan Marshal E. Simms. Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance) : Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting,: Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance), kerjasama, Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan University of South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000. Analytica Islamica, Vol. 6, No. 1, 2004: 1-35
22
Hamidi, M. Luthfi. Jejak-Jejak Ekonomi Syariah. Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003. Hufford, D. Brian. Deserring Fraud vs Avoiding the Strike Suit :Reaching An Appropriate Balance, Brooklyn Law Review, (Vol. 61, 1995). Jenning, Richard W. dan Harold Marsh, Jr., Securities Regulation Cases and Materials. New York: The Foundation Press Inc, 1987. Kabah Rifyal. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Universitas Yasri Jakarta, 1999. Leonard J. Theberge. Law and Economic Development, Journal of International Law and Policy (Vol. 9, 1980). M. Lehn, Kenneth. Comment on the Harris paper, Cornell Law review, (Vol. 74, 1989). Metzger, Michael B.; Jane P. Mallor; James Barnes a.l., Business Law and The Regulation Environment Concepts and Cases. Homewwod, Illinois: Irwin, 1986. Posner, Richard A. dan Kenneth E. Scott, (ed). Economic of Corporation Law and Securities Regulation. Boston, Toronto: Little, Brown & Company, 1980. Ratner, David L. dan Thomas Lee Hazen. Securities Regulation Cases and Materials. St. Paul Minn: West Publishing, 1991. Rose Peter S. Money and Capital Market The Financial System in an Increasingly Global Economy. Illinois, Boston: Dowjones Irwin, 1989. Safitri, Indra ed. Catatan Kolom Hasan Zein Buku Pertama. Jakarta: Go Global Book Publishing Division Safitri & Co, 1998. Sarwono, Sarlito W. dan Acuk Parsudi. Mengembalikan kepercayaan masyarakat, disampaikan pada Simposium Penjelajahan Trace Baru II, Universitas Indonesia, Depok, 30 Maret 1988. Securities Commission. Resolutions of the Securities Commission Syariah Advisory Council. Malaysia: Majelis Penasihat Syariah Suruhanjaya Sekuriti, 2002. Sitompul, Zulkarnain. Pembatasan Kepemilikan Bank: Gagasan Untuk Memperkuat Sistem Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis. Ekonomi Islam dan Kualitas Hukum (Bismar Nasution)
23
(Volume 22, No. 6, Tahun 2003). Sjahrir, 1. Analisis Bursa Efek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995. Sjahrir, 2. Tinjauan Pasar Modal. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995. Stiglitz, Joseph. Globalization and its Discontents. London: Penguin Books, 2002. Sumantoro. Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988. Usman, Marzuki; Djoko Koesnadi, Arys Liyas, Hasan Zein M. al. ABC Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Jakarta, 1990.
_____________ Bismar Nasution adalah guru besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Hukum USU, S2 dan S3 pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.