Anda di halaman 1dari 21

REFERAT BLOK GENITO URINARY SYSTEM HIPOSPADIA

Pembimbing : dr. Madya Ardi Wicaksono, M.Sc

Disusun oleh : Kelompok 1 G1A011001 G1A011002 G1A011003 G1A011004 G1A011005 G1A011006 G1A011007 G1A011066 G1A011009 G1A011010 G1A009008 Iman Hakim Wicaksana Imelda Widyasari Situmorang Mutia Milidiah Gilang Rara Amrullah Irma Nuraeni Hidayat Raditya Bagas Wicaksono Isnila F Kelilauw Yefta Nyimas Eva Fitriani Fiska Praktika Widyawibowo Fickry Adiansyah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO

2013

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan karuniaNya lah kami bisa menyelesaikan tugas referat kami ini yang berjudul Hipospadia. Pembuatan referat ini merupakan salah satu dari tugas di blok Genito Urinary dalam rangka menambah pengetahuan dan keilmuan kami tentang penyakit Hipospadia. Dengan pembuatan referat ini kami berharap dapat menambah pengetahun mengenai penyakit Hipospadia kepada para pembaca. Dalam proses pembuatan laporan ini, terimakasih kami ucapkan kepada beliau dibawah ini atas bimbingannya selama proses pembuatan referat: 1. dr. Madya Ardi Wicaksono, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan referat ini. 2. Dr. dr.Hidayat S, Sp.PA selaku preseptor yang telah meluangkan waktu untuk mengoreksi dan menilai hasil tulisan ini 3. Teman-teman FK-Unsoed Angkatan 2011 serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak kekurangan. Namun, kami telah berusaha menyusun referat ini sebaik mungkin dengan komprehensif berdasarkan berbagai referensi baik dari jurnal maupun teks book. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan untuk menyempurnakan penyusunan referat ini.

Purwokerto,

September 2013

Tim Penyusun

DAFTAR ISI Halaman Judul .. 1 Halaman Pengesahan......................................................................................... 2 Kata Pengantar ......... 3 Daftar Isi 4 I Pendahuluan A. Data Epidemiologi ................................................................................ 5 B. Bahaya atau Kompikasi......................................................................... C. Teori Baru Penatalaksanaan.................................................................. II Tinjauan Pustaka A. Tanda, Gejala dan Patofisiologi Hipospadia......................................... B. Pemeriksaan Penunjang Hipospadia..................................................... C. Penegakkan Diagnosis .......................................................................... E. Prognosis.. .................................................................... F. Komplikasi ........................................................................... III Pembahasan A. Teori Baru Penatalaksanaan Hipospadia............................. 16 6 8 12 5 5

D. Penatalaksanaan............................ ........................................................ 12 14 14

B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Baru Dibandingkan Teori 17 Sebelumnya.......................................................................................... C. Harapan Penatalaksanaan yang Lebih Baik Bab IV Kesimpulan Daftar Pustaka.................................................................................................. 18 19 20

I.

PENDAHULUAN

A. Data Epidemiologi Hipospadia adalah kelainan letak lubang uretra pada bayi laki-laki yang baru lahir, yang bersifat kongenital dari yang seharusnya diujung penis menjadi lebih ke arah ventral. Kelainan ini bisa bersifat ringan maupun ekstrem. Sebagian bayi memperlihatkan letak meatus (lubang) uretra di daerah skrotum atau perianus (Corwin, 2009). Kelainan ini terdapat pada kira-kira 1 diantara 500 bayi baru lahir (Behrman, 2000). Jika salah satu saudara kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%. Jika bapak dan anak laki-lakinya terkena, maka resiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25% (Heffner, 2005).

B. Bahaya atau Komplikasi Gambaran klinis pada kelainan ini selain letak anatomis uretra yang lebih ke arah ventral yaitu, ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri. Kemudian bisa juga disertai dengan chordee (melengkungnya penis ke arah?) dan juga bisa terdapat hernia inguinalis (testis tidak turun) (Corwin, 2009). Apabila penanganan tidak segera dilakukan, kelainan ini akan menimbulkan berbagai komplikasi di kemudian hari. Mulai dari yang paling ringan yaitu gangguan psikologis dikarenakan memiliki organ genitalia yang cacat, kemudian terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee sudah parah, maka penetrasi selama hubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009).

C. Teori Baru Tata Laksana Penanganan hipospadia mulai pada periode bayi baru lahir. Usia ideal untuk reparasi adalah sebelum umur 18 bulan. Khitan harus dihindari, karena kulit kulup zakar terkadang diperlukan untuk reparasi. Pada hipospadia ringan, reparasi dilakukan untuki alasan kosmetik saja. Sedangkan pada kasus
Comment [w71]: preputium

hipospadia

berat,

reparasi

bertujuan

untuk

memungkinkan

anak

mengosongkan urin dengan berdiri, untuk memungkinkan fungsi seksual di masa depan, dan juga untuk menghindari gangguan psikologis pada anak, karena memiliki genitalia externa yang cacat (Behrman, 2000).

Comment [w72]: menjadi satu kesatuan, tida dipisah2

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanda dan Gejala Klinis serta Patofisiologi Hipospadia 1. Anamnesis a. Penderita mengeluh terjadinya pelengkungan penis kearah bawah pada saat ereksi. Hal ini disebabkan karena adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis (Mansjoer, 2000). b. Urin keluar melalui muara uretra yang terletak disebelah ventral penis 2. Pemeriksaan Fisik Pada Inspeksi didapatkan: a. Meatus uretra terletak kepermukaan inferior penis (Bickley, 2008).

Comment [w73]: buat dalam bentuk paragraf

Comment [w74]: buat dalam bentuk paragraf

Gambar 1: Hipospadia

b.

Tidak didapatkan prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan (dorsal hood) dan sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral) (Purnomo, 2012).

Comment [w75]: korde atau chordee? liha bab 1

Gambar 2: Hipospadia tipe penile

Gambar 3: Korde Berat

Comment [w76]: ada tipe apa saja? Apa bedanya?

3.

Patofisiologi Hipospadia Perkembangan genitalia eksterna pada pria berada di bawah pengaruh berbagai androgen yang disekresikan oleh testis janin dan ditandai oleh pemanjangan cepat tuberkulum genitale (phallus atau penis). Selama pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke arah depan sehingga lipatan-lipatan tersebut membentuk dinding lateral dari alur uretra (urethral groove). Alur ini berjalan di sepanjang aspek kaudal phallus yang telah memanjang tetapi tidak mencapai bagian paling distal, glans. Lapisan epitel alur yang berasal dari endoderm, membentuk lempeng uretra (Sadler, 2009). Pada akhir bulan ketiga, kedua lipatan uretra menutupi lempeng uretra, membentuk uretra penis. Saluran ini tidak memanjang hingga ke ujung phallus. Bagian paling distal uretra terbentuk selama bulan keempat, saat sel-sel ektoderm dari ujung glans penis menembus ke arah dalam dan membentuk suatu korda epitel pendek. Korda ini kemudian memperoleh lumen sehingga terbentuklah Ostium uretrae eksternum (Sadler, 2009). Hipospadia terjadi akibat penyatuan lipatan uretra yang tidak sempurna sehingga terbentuk muara uretra abnormal. Muara uretra abnormal ini terletak pada sisi ventral penis, di sepanjang permukaan inferior penis, biasanya di dekat glans, di sepanjang batang penis, atau di dekat pangkal penis (Price & Wilson, 2005; Sadler, 2009). 7

Ada berbagai derajat kelainan letak, seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glans), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (Price & Wilson, 2005). Pada bayi baru lahir hingga remaja, hispospadia tidak menyebabkan masalah fisik. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptorkidisme (Price & Wilson, 2005).

Comment [w77]: Derajat kelainan atau tipe?

Comment [w78]: Apakah gangguan urinasi/berkemih bukan masalah fisik? lihat ba

Comment [w79]: Di bab 1 hanya disebutkan masalah gangguan urinasi dan disfungsi seksual sa

B. Pemeriksaan Penunjang pada Hipospadia Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadia sering disertai kelainan pada ginjal (Purnomo, 2000). Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan adalah pemeriksaan radiologis urografi seperti BNO-IVP untuk menilai gambaran saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit berkemih (Purnomo, 2000). Serta beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter (Purnomo, 2000). 1. BNO-IVP BNO merupakan satu istilah medis dari bahasa Belanda yang merupakan kependekan dari Blass Nier Overzicht (Blass = Kandung Kemih, Nier = Ginjal, Overzicht = Penelitian). Dalam bahasa Inggris,
Comment [w710]: Kata sambung jangan di depan kalimat

BNO disebut juga KUB (Kidney Ureter Blass). Jadi, pengertian BNO adalah suatu pemeriksaan didaerah abdomen / pelvis untuk mengetahui kelainan-kelainan pada daerah tersebut khususnya pada sistem urinaria. IVP atau Intra Venous Pyelography merupakan pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria (dari ginjal hingga blass) dengan menyuntikkan zat kontras melalui pembuluh darah vena. Untuk mendapatkan gambaran radiografi dari letak anatomi dan fisiologi serta mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter dan blass (Purnomo, 2000).

Gambar 1. Pemeriksaan radiologi BNO-IVP fase 5 menit

Gambar 2. Pemeriksaan radiologi BNO-IVP fase 15 menit

Gambar 3. Pemeriksaan radiologi BNO-IVP fase 30 menit

Gambar 4. Pemeriksaan radiologi BNO-IVP fase 45 menit

Gambar 5. Pemeriksaan radiologi BNO-IVP fase 60 menit

10

Gambar 6. Pemeriksaan radiologi BNO-IVP post miksi 2. Cystoscopy Pemeriksaan bagian dalam kandung kemih dan uretra, tabung yang membawa urin dari kandung kemih ke luar tubuh. Pada pria, uretra adalah tabung yang berjalan melalui penis. Dokter melakukan pemeriksaan menggunakan cystoscope-panjang, instrumen tipis dengan lensa mata di ujung eksternal dan lensa kecil dan cahaya di ujung yang dimasukkan ke dalam kandung kemih. Para dokter memasukan cystoscope ke uretra pasien, dan lensa kecil memperbesar lapisan dalam uretra dan kandung kemih, yang memungkinkan dokter untuk melihat ke dalam kandung kemih kosong. Banyak cystoscopes memiliki saluran ekstra dalam sarungnya untuk memasukkan instrumen kecil lainnya yang dapat digunakan untuk mengobati atau mendiagnosa masalah kencing (Michael, 2012). 3. Urethtroscopy Pemeriksaan atau prosedur menggunakan ureteroscope.
Comment [w712]: uretroskopi atau ureteroskopi? Comment [w711]: berkemih

Ureteroscope A, seperti cystoscope, adalah alat untuk memeriksa bagian dalam saluran kemih. Ureteroscope A lebih panjang dan lebih tipis dari cystoscope dan digunakan untuk melihat melampaui kandung kemih ke ureter, tabung yang membawa urin dari ginjal ke kandung kemih. Beberapa ureteroscopes fleksibel seperti tipis, jerami panjang. Lain lebih kaku dan tegas. Melalui ureteroscope, dokter dapat melihat batu di ureter dan kemudian menghapusnya dengan keranjang kecil di ujung kawat dimasukkan melalui saluran ekstra dalam ureteroscope tersebut. Cara lain untuk mengobati batu melalui ureteroscope adalah untuk memperpanjang serabut yang fleksibel melalui teropong ke batu dan kemudian, dengan sinar laser bersinar melalui serabut, memecah batu menjadi potongan kecil yang kemudian dapat keluar dari tubuh dalam urin. Bagaimana dan apa yang dokter akan lakukan adalah ditentukan oleh lokasi, ukuran, dan komposisi batu (Michael, 2012).
Comment [w713]: Maksudnya? Comment [w714]: Menghapus batu?

Comment [w715]: Kenapa jadi membahas ba ureter??

11

C. Penegakkan Diagnosis Hipopadia Pada hipospadia, diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dari genitalia eksterna. Cek posisi meatus, dimensi penis, dan ada tidaknya kedua testis. Tidak adanya meatus urethra externa di daerah glands penis pada tempat seharusnya dan bentuk penis melengkung menunjukkan ciri khas dari hipospadia. Selain itu hipospadia menunjukkan penis tampak berkerudung karena kulit depan penis berlebihan dan tidak ada pada bagian bawah serta ada tidaknya kedua testis (Hohenfellner, 2006). Dalam penilaian derajat hipospadia, perlu dideskripsikan posisi meatus urethra, serta lokasi dan derajat chordae. Penjelasan ini penting dalam merencanakan penatalaksanaan (Hohenfellner, 2006). Semakin proksimal posisi meatus urethra semakin besar kemungkinan pancaran urin akan memancar ke bawah yang mengharuskan penderita miksi dengan posisi duduk. Adanya chordae akan memperparah kelainan ini. Ejakulasi yang abnormal akan mengganggu proses inseminasi yang efektif dan adanya chordae menyebabkan nyeri saat ereksi (Duckett, 2002). Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya yang sering menyertai seperti Cryptorchidism (9%), hernia inguinalis (9%), megalourethra, fistula urethra, hypoplastic testikular dan defek pada traktus urinarius bagian atas (46%). Pada hipospadia sering disertai dengan undesensus testis dan kelainan kongenital lainnya sehingga kadang-kadang diperlukan pemeriksaan BNO-IVP (Duckett, 2002).
Comment [w717]: Chordae, chordee, atau korde? Comment [w716]: Glands atau glans?

D. Penatalaksanaan pada Hipopadia Penanganan hipospadia adalah dengan cara pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah : (Bhat, 2008) 1. 2. Membuat penis lurus dengan memperbaiki chordee Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (uretroplasti)

12

3.

Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik) dengan merekonstruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis (glans, corpus spongiosum dan kulit) Pembedahan sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam
Comment [w718]: Glans atau glands?

bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak mbleber ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan pembedahan rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia (Baskin, 2006). Pembedahan dilakukan berdasarkan kondisi malformasinya. Pada hipospadia glanular, uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and glanuloplasty], termasuk preputium plasti) (McAninch, 2008). Tahapan pembedahan rekonstruksi antara lain : (Bhat, 2008) 1. Release Chordae dan Tunneling Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang

Comment [w719]: Gunakan bahasa Indonesia yg baik

mengakibatkan penis bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra dan dibuat lubang di gland penis sehingga MUE berada di ujung penis. 2. Uretroplasty Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.

Comment [w720]: Meatus urethrae externus Gunakan singkatan yg lazim

13

Gambar 8. Perbandingan sebelum dan sesudah pembedahan

E. Prognosis Hipospadia Prognosis pasien dengan hipospadia baik jika mendapatkan

penanganan intensif dan cepat dan tidak dilakukan sirkumsisi, dan prognosis memburuk dan penderita akan infertile apabila tidak dilakukan

penatalaksanaan secara cepat (Muscari, 2005).

F. Komplikasi Komplikasi yang timbul pada hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak fakto rantara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik operasi, serta perawatan paska hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi menurut Corwin tahun 2009, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Perdarahan Infeksi Fistelurethrokutan Striktur urethra, stenosis urethra Divertikel urethra. Komplikasi paling sering dari hipospodia adalah fistula,
Comment [w722]: Fistula urethrocutan Comment [w721]: (2009)

divertikulum, penyempitan uretra dan stenosis meatus. Penyebab paling sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu keteter harus

dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepitepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu. Penyempitan uretra adalah suatu masalah. Bila

14

penyempitan ini padat, maka dilatasi dari uretra akan efektif. Pada penyempitan yang hebat, operasi sekunder diperlukan. Urethrotomy internal akan memadai untuk penyempitan yang pendek. Sedang untuk penyempitan yang panjang uretra itu harus dibuka disepanjang daerah penyempitan dan ketebalan penuh dari graft kulit yang dipakai untuk menyusun kembali ukuran uretra Suatu kateter bisa dipergunakan untuk mendukung skin graft (Corwin, 2009).

15

III. PEMBAHASAN

Hipospadia merupakan malformasi kongenital dari tractus urinarius, yaitu dengan adanya pembukaan semacam meatus atau saluran uretra proksimal tidak seperti biasanya. Hipospadia bisa terjadi di distal, medial, dan proksimal. Bagian proksimal bisa menjadi penoscrotal (PS), scrotal (SC), dan perineal (PE) ( Ehrlich et all, 2009). Awal paragraf sama dengan paragraf sebelumnya Tujuan tata laksana hipospadia adalah untuk memperbaiki keadaan penis dengan orthoplasty untuk memperbaiki saluran uretra (urethroplasty), memperbaiki bentuk glans penis (glansplasty), serta kosmetik permukaan atau kulit penis dan untuk membuat scrotum yang normal (Gatti dkk, 2013). Reparasi hipospadi dianjurkan pada usia pra sekolah agar tidak mengganggu kegiatan belajar pada saat operasi karena sering sekali operasi hipospadi dilakukan berulangkali jika terjadi komplikasi. Misalnya striktura uretra, fistula uretrokutan, dan timbulnya divertikel uretra (Purnomo, 2012).

Comment [w723]: Lihat bab 2, bagian jenis/t hipospadia

A. Penjelasan Teori Baru mengenai Penatalaksanaan Masalah Hipospadia berpotensi sekali disebabkan oleh adanya kelainan gen. Oleh karena itu, satu-satunya cara terapinya adalah dengan operasi. Waktu operasi yang optimal adalah saat anak berusia 3-18 bulan. Pada saat ini anak akan mengalami amnesia dari prosedur operasi dan 70-80% kelainan dapat ditangani tanpa perlu dirawat. Dua tahap utama operasi hipospadia adalah eksisi chorde dan urethroplasty. Ada 2 teknik operasi terbaru yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik satu langkah yang disarankan oleh Snodgrass dan teknik free transplant oleh Bracca, menggunakan mucosa bucal atau prepucium dorsal (Snodgrass, 2005). Langkah yang harus dilakukan adalah : (Snodgrass, 2005) 1. 2. Teknik insisi mucosa collar sekitar 2mm ke proksimal meatus. Setelah itu dilakukan insisi kulit penisdengan 69 Beaver scalpel secara longitudinal di sepanjang junctional antara glans penis dengan urethra,

Comment [w724]: Prepucium atau preputium

16

sebelumnya

menggunakan infiltfasi 1:100000 noradrenalin, dengan

meletakkan torniquet di sepanjang penis. 3. Insisi basis uretra dengan menggunakan gunting tenotomy. Kedalaman insisi biasanya sampai mendekati corpora cavernosa. 4. Sebuah silastic stent dilewatkan ke dalam kandung kemih dan melakukan tubularisasi, yang ditempatkan di sepanjang epitel bagian distal glans penis untuk membuat neourethra. 5. Pedikel dartos diseksi dari bagian preputial dan kulit bagian dorsal, kemudian menutup neourethra. 6. Melakukan glansplastydengan menggunakan jahitan interuptur

menggunakan 6-0 polyglactin subepithelial di bagian sutura proksimal ke corona. 7. 8. 9. Aplikasi tegoderm dressing. Penyembuhan setelah operasi membutukan waktu sekitar 3-18 bulan. Melakukan check-uppra-post operative
Comment [w725]: Check-up post operatif?

B. Penjelasan Kekurangan dan Kelebihan Teori Baru dibandingkan dengan Teori Sebelumnya Teori lama Thiersche dan Duplay memberikan hasil yang memuaskan terhadap perbaikan hipospadia dengan melakukan perbaikan dua tahap, yaitu melakukan reseksi jaringan yang menyebabkan chordae dan meluruskan penis. Kulit penis ditutup dan bulan berikutnya membentuk neouretha dengan membuat insisi longitudinal di bawa permukaan ventral saluran penis ke uretra dan merusak kulit laps lateral dan menutupi salurannya. Kekurangan dari operasi ini adalah tidak adekuat memperpanjang uretra ke ujung glans penis (Snodgrass, 2005). Sedangkan teori Snodgrass sudah melakukan teknik operasi

hipospadia dengan alat dan teknologi yang lebih canggih tanpa memberikan side effect yang terlalu merugikan seperti pada teori lama di atas (Snodgrass, 2005).
Comment [w726]: Efek samping

17

C. Harapan untuk Penatalaksanaan Masalah Dalam Referat Semoga dalam penatalaksanaan hipospadia dapat dilakukan dengan baik dengan meminimalisir side effect dari tindakan operasi yang dilakukan, karena mungkin masalah hipospadia ini selain karena masalah anomali bentuk anatomis tapi juga bisa menjadi masalah mental bagi orang yang mengalaminya.

Comment [w727]: Maksudnya, apa yg disarankan setelah menulis referat ini? Apakah menggunakan teknik yg lama, yg baru, kombinasi atau bagaimana?

18

IV. KESIMPULAN

1. Hipospadia adalah kelainan letak lubang uretra pada bayi laki-laki yang baru lahir, yang bersifat kongenital dari yang seharusnya diujung penis menjadi lebih ke arah ventral. 2. Kelainan ini terdapat pada kira-kira 1 diantara 500 bayi baru lahir. 3. Gambaran klinis pada kelainan ini adalah letak anatomis uretra yang lebih ke arah ventral, ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri, selain itu bisa juga disertai dengan chordee (melengkungnya penis) dan juga bisa terdapat hernia inguinalis (testis tidak turun). 4. Penanganan hipospadia adalah dengan cara pembedahan. 5. Prognosis pasien dengan hipospadia baik jika mendapatkan penanganan intensif dan cepat dan tidak dilakukan sirkumsisi, dan prognosis memburuk dan penderita akan infertile apabila tidak dilakukan penatalaksanaan secara cepat.
Comment [w728]: Apa bedanya hernia inguinalis dan undescented testes?

19

DAFTAR PUSTAKA

Baskin, S. Laurence. 2006. Cambridge Pediatric Surgery & Urology 2nd ed. Hypospadias. New York : Cambridge University Press 2006; p. 611-618 Behrman, Kliegman., Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 3. Jakarta: EGC Bhat, Amila. 2008. General considerations in hypospadias surgery. Indian Journal of Urology 2008;24(2):188-194 Bickley, Lynn. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates Edisi 5. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Duckett, J. W. 2002. Hypospadias Repair. In : Operative Pediatric Urology 2nd Edition. London : Churchill Livingstone. Ehrlich, Richard., William, J. 2009. One Step or Two Steps for Complex Hypospadias Forms. Brazil : Federal University of Saulo Paulo Heffner L. J., Danny, J. S. 2005. At a Glance SISTEM REPRODUKSI Edisi Kedua. Jakarta : EMS Hohenfellner, R. 2006. Hypospadia Repair : The Past and The Present-also the Future. In: Urethral Reconstructive Surgery. Berlin : springer. Mansjoer, Arief; Suprohaita; dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran UI Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius McAninch, W. Jack W. 2008. Smiths General Urology 17th ed. Disorders of the Penis & Male Urethra. California : The McGraw-Hill Companies; 2008. p. 629-631 Michael, B. Chancellor, M.D. 2012. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease (NIDDK). University of Pittsburgh Medical Center Muscari, Mary, F. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Jakarta:EGC Price, Sylvia, A., Lorraine, M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC

20

Purnomo B. B. 2000. Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-Dasar Urologi. Malang : EGC. Vol 6, hal 137-138 Purnomo, Basuki. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto Purnomo, Basuki B. 2012. Dasar-Dasar Urologi. SMF Radiologi/ Ilmu Bedah : Malang Sadler, Thomas W. 2009. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 10. Jakarta: EGC Snodgrass, Warrent T. 2005. Snodgrass Technique for Hypospadias Repair. Departement of Pediatric Urology, Childrens Medical Center and University of Texas South-Western Medical Center : USA Available at http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1464-410X.2005.05384.x/pdf Smith, Donald. The Treatment of Hypospadias. University of California : San Fransisco.
Comment [w730]: SMF Radiologi?

Comment [w729]: Betulkah penerbitnya EGC

21

Anda mungkin juga menyukai