Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan IPTEK, terjadi pula kemajuan dalam berbagai bidang seperti industri, kesehatan maupun dalam bidang pertanian. Dalam bidang kesehatan, telah ditemukan berbagai macam vaksin, obat-obatan maupun peralatan lainnya. Begitu juga pertanian, mulai dikembangkan berbagai teknik pembudidayaan tanaman, penemuan bibit dengan varietas unggul serta pola tanam dengan masa panen yang lebih cepat. Namun di balik semua kemajuan tersebut terdapat pula berbagai kendala yang masih dihadapi sampai sekarang baik di bidang kesehatan maupun pertanian, salah satu diantaranya adalah masalah tikus. Tikus (Ratuf Argentivetes) tergolong hama mamalia yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Dalam bidang kesehatan tikus bisa menjadi sumber sekaligus penyebar penyakit yang sangat membahayakan pada manusia. Salah satu diantaranya adalah penyakit yang sangat terkenal akhir-akhir ini yaitu Leptospirosis yang ditularkan melalui urine tikus. Tikus yang hidup di dalam rumah yang ruang geraknya sangat terbatas dibandingkan tikus di luar rumah, lewat urine yang mengandung bibit penyakit Leptospirosis dapat mencemari air di kamar mandi atau makanan yang tidak di simpan pada tempat yang aman. Dalam bidang pertanian, tikus merupakan musuh petani yang sampai sekarang belum dapat dicarikan jalan keluarnya sehingga tergolong hama yang relatif sulit untuk dikendalikan. Hal ini disebabkan karena sifat biologisnya berbeda dengan hama padi lainnya. Tikus memiliki potensi reproduksi tinggi di mana tikus dapat beranak sampai 4 kali dalam satu tahun, bahkan pada kondisi yang baik dari 3 pasang tikus selama 13 tahun akan dihasilkan 2046 ekor tikus. Selain kemampuan

reproduksinya tinggi, tikus juga memilki kemampuan menyesuaikan diri yang luar biasa terhadap alam lingkungannya. Makin makmur alam kehidupan manusia yang ditumpanginya makin baik dan pesat pula tingkat kehidupan tikus itu. Tikus menjadi hal menarik untuk diketahui, diteliti dan dipelajari bersama, sebab tikus bukan saja menjadi musuh bagi para petani tetapi juga sudah menjadi musuh bagi kita. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pengendalian tikus scara optimal perlu mendapat perhatian yang besar dari masyarakat. Pada prinsipnya pengendalian harus dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang ada. Namun perlu diingat, teknologi pengendalian yang digunakan harus benar-benar ramah terhadap lingkungan agar tidak menimbulkan masalah baru. Penanggulangan tikus yang telah dilakukan selama ini antara lain dengan racun tikus, lem tikus, ataupun dengan penjepret tikus. Penggunaan racun tikus dipandang kurang ramah lingkungan karena dapat menyebabkan kematian satwa lainnya, di samping akibat-akibat yang lain. Lem tikus dipandang kurang efektif untuk menanggulangi tikus dalam jumlah besar, serta penjepret tikus akan menyebabkan kesan yang kurang baik karena kematian tikus yang tragis. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diciptakan teknologi penanggulangan tikus yang ramah lingkungan, mampu menanggulangi jumlah tikus yang besar, serta mampu menangkap tikus dalam keadaan hidup. Salah satu teknologi yang dimaksud adalah perangkap tikus sistem bubu. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: Keberadaan tikus baik di lahan pertanian maupun di wilayah pemukiman manusia akan menimbulkan dampak yang buruk terhadap kehidupan manusia terutama dalam bidang kesehatan.

Pengendalian tikus pada saat sekarang ini perlu dilakukan sebagai langkah antisipatif terhadap adanya bibit penyakit yang disebabkan oleh tikus. Perlu dibuat alat-alat atau perangkat teknologi untuk mengendalikan tikus.

1.3

Pembatasan Masalah Dalam kegiatan penelitian ini agar lebih terarah dan tidak

mengembang, penulis mengadakan pembatasan permasalahan sebagai berikut : a. Cara atau teknik dalam mengendalikan tikus yang baik melalui suatu sistem perangkap yang ramah terhadap lingkungan dan berpeluang menangkap tikus dalam jumlah yang lebih banyak. b. Tikus yang telah ditangkap diharapkan masih dalam keadaan hidup sehingga masih dapat dimanfaatkan. 1.4 a. b. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah cara atau teknik pembuatan perangkap tikus sistem bubu? Sejauhmanakah kehandalan dari perangkap tikus sistem bubu tersebut?

1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: a. b. Merancang dan membuat suatu alat perangkap tikus dengan menggunakan sistem bubu. Menguji tingkat kehandalam perangkap yang telah dibuat.

1.6 Manfaat Penelitian Manfaat atau kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. c. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang cara penanggulangan tikus dengan menggunakan sistem bubu. Sebagai masukan kepada masyarakat tentang cara atau tehnik penggunaan sistem perangkap bubu yang merupakan salah satu teknologi pengendalian tikus yang ramah lingkungan.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Penyebaran Tikus Hampir tidak ada orang yang senang berbicara soal tikus ,karena iya binatang yang tidak menyenangkan sama sekali.akan tetapi mereka mempunyai peranan yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan umat manusia kenyataannya ,tidak yang berwarna coklat bisa membawa pindah dan menyebar luaskan yang berbahaya yakni:penyakit pes atau sampar,yang kadang kala disebut penyakit maut hitam.Lebih banyak orang yang mati oleh penyakit ini dibandingkan jumlah orang yang mati sebagai korban peperangan selama perjalanan sejarah umat manusia! Tikus yang berwarna coklat,yang kita biasanya sebut tikus rumah mulanya adalah suatu jenis binatang penghuni benua asia.Binatang itu dating ke eropa sekitar zaman berlangsungnya perang salib sebagian dating merembes melalui daratan, sebagian lagi dibawa serta oleh kapalkapal yang mengangkut kembali pasukan-pasukan tentara eropa kembali dari perjalana perang salib.dealam waktu singkat,berkembang biaklah tikus itu dimana mana di daratan eropa.binatang itu dating pula ke amerika serikat selam perang revolusi amerika dan segera pulang tersebar kemana-mana tatkala para pelopor-plopor pejuang kemerdekaan itu bergerak maju arah ke wilayah barat Apakah sebabnya manusia mangalami kesulitan dalam membrantas tikus? Soalnya tikus memeiliki kemampuan menyusuaikan diri yang luar biasa terhadap alam lingkunganya.makin makmur manusia yang menungpangi tikus itu,makin baik dan pesat pula tingkat kehidupan tikus itu sebab bila lebih banyak terdapat persediaan makana di sekitarnya maka makin banyak pula makanan yang dapat diperoleh.Apa bila timbul masa paceklik bagi umat manusia,dabn ini terbukti dalam sepanjang perjalanan umat manusia itu sendiri ,maka tikus-tikus itu punya cara tersendiri pula untuk mengatasi kemelut yang menimpa diri mereka

itu.meraka menjafi binatang ganas dan menjelma menjadi binatang pemakan daging sesama bangsanya Tikus berbulu coklat itu adalah binatang yang istimewa pula kepintarannya.Tidak mudah iya kena jebak dengan satu siasat yang sama. Misalnya saja, apa bila kita mencampuri makanan pancingan kepadanya dengan racun, maka bisa saja makanan itu menyebabkan sejumlah kematian bagi tikus itu untuk pertama kalinya. Akan tetapi tikustikus yang lain segera oula belajar dari pengalaman yang berbahaya itu, sehingga mereka pun berusah menghindarkan diri makanan yang beracun itu. Tikus rumah yang biasa itu mempunyai berat kuraang lebih tiga per empat pon seekornya warna bulunya bermacam macam pula coraknya ,berkisar antara yang kelabu murni sampai pada coklat merah atau coklat kehitam hitaman. Panjang badanya rata rata enambelas sampai sembilanbelas inci. Apa bila terdapat jenis tikus yang lain disekitar tempat itu, maka tikus yang berbulu coklat itu akan mengejar dan mengusir pergi tikus-tikus lain itu , dan menguasai sepenuhnya keadaan sekitarnya. Mereka terdapat dimana saja tempat manusia bermukim, kecuali di wilayah kutub utara dan selatan dan di daerah yang tanhnya sangat gersang dan tandus sekali. Kenyataanya, tidak semua kucing bisa menangkap tikus yang cekatan itulah sebabnya tikuspun makin merajalela pula. 2.2 Beberapa Kerugian Yang Diakibatkan Oleh Tikus Tikus yang hidup di sawah maupun di dalam rumah sangat merugikan kehidupan manusia.Tikus tidak hanya menjadi hama bagi tanaman produksi pangan tetapi juga dapat merusak perabot-perabot rumah tangga yang terbuat dari kayu karena ia termasuk binatang pengerat. Selain itu tikus juga berpotensi untuk menularkan bibit-bibit penyakit terhadap manusia. Adapun penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh tikus antara lain :

a. Leptospirosis Tikus merupakan sumber dan sekaligus penyebar utama penyebab leptospirosis. Penularan umumnya dari bakteri leptospira Sp yang ditularkan lewat urine tikus. Beberapa jenis hewan lain dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi hewan-hewan ini menularkan Leptospirosis ke manusia tidak sehebat tikus. Menurut situs Institut Pasteur Perancis ,Leptospirosis disebabkan bakteri genus Leptospira yang memiliki banyak spesies. Bakteri itu dibagi menjadi dua kelompok : a. Leptospira Interrogans yang terdiri dari 8 spesies penyebab penyakit terhadap hewan dan manusia. Kelompok ini terdiri dari sekitar 230 serovans dan 23 serogroups. Serovar adalah taksonomi dasar dari kelas leptospira yang diperoleh dari hasil pemeriksaan darah. Institut Pasteur mengelompokan leptospira berdasarkan contoh darah dari penjuru dunia. b. Leptospira biflexa yang terdiri dari sejumlah spesies non patogen (tidak menyebabkan penyakit). Menurut Russel Johnson dari Institut Pasteur, Leptospira merupakan bakteri spiroketa gram negatif dengan flagela ( benang cambuk) di dalam. Bakteri itu berbentuk spiral dan lentur. Pada umumnya leptospira masuk tubuh lewat mukosa dan kulit yang luka . Bakteri itu berkembang biak di dalam organ tubuh terutama di sistem saraf, ginjal dan hati. Dalam mendiagnosis ada tiga gejala penting yang khas pada penderita Leptospirosis terutama pada manusia, yang membedakan dengan penyakit lain yaitu: demam tinggi, nyeri otot dan warna kuning yang berbeda dengan gejala seperti meningitis. Penularan leptospirosis pada petani dapat dimengerti karena tikus sawah umumnya tinggal di pematang sawah sehingga urine tikus tersebut mencemari air sawah dan menulari petani lewat luka atau goresan kulit sewaktu mempersiapkan sawah untuk menanam padi. Selain kulit, jalan masuk bakteri ini juga bisa melalui selaput lendir mata, misalnya saat mencuci muka atau selaput lendir mulut saat minum air di

kamar mandi atau makanan yang tidak disimpan pada tempat yang aman. Leptospirosis pada hewan dapat dicegah dengan pemberian vaksin hewan sedangkan vaksin untuk mencegah leptospirosis pada manusia belum diproduksi, mengingat serotipe yang menyerang manusia sangat banyak dibandingkan jumlah serotipe yang menyerang hewan.

2. YERSINIOSIS (PES) Penyakit yersiniosis (pes) telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1910. Pada tahun 1934, yersiniosis bersifat wabah dengan korban manusia lebih dari 20.000 orang. Berbeda dengan penyakit leptospirosis, tikus sawah dalam kaitan penyakit ini hanya bertindak sebagai reservoir, sedangkan penularan ke manusia dilakukan vector penyakit, yakni pinjal (sejenis kutu) yang menempel pada tubuh tikus. Penularan bakteri Yersinia pestis ke manusia lewat gigitan pinjal. Gigitan pinjal sering kurang diperhatikan oleh penderita karena hanya menimbulkan gatal-gatal ringan. Gejala yersiniosis pada manusia diawali dengan demam tinggi, diikuti oleh batuk yang disertai atau tanpa darah. Saat penderita memberat kelenjar leher membengkak. Yersiniosis pada manusia dapat diobati dengan antibiotika tertentu. Selain kedua penyakit diatas, ada beberapa penyakit lain berkaitan dengan tikus yang perlu diperhatikan antara lain: a. Streptobacillary rat bite fever (hoverhill fever) dan spirilary rat bife fever ) : Merupakan dua penyakit bakterial yang ditularkan lewat gigitan tikus. b. Murne typhus (flea-borne typhus) : Suatu penyakit yang disebabkan oleh rickettsia, ditularkan lewat tinja pinjal (Xenopsylla cheopsis). Pinjal ini hidup pada tubuh tikus (Rattus rattus dan Rattus norvegicus). c. Angiostrongyliasis (eosinophilic meningetis) Penyakit ini disebabkan oleh larva cacing paru-paru tikus (angiostrongylus cantonensis) yang dapat menyerang selaput otak. Penularan penyakit ini terjadi lewat sayuran yang tercemar larva cacing dan dimakan tanpa dimasak (lalapan).

10

d. Korean Haemorrhagic Fever (KHF) atau Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS). Berbeda dengan leptospirosis, KKF disebabkan oleh virus dari famili Salabunyaviridae. Virus KHF dikeluarkan oleh tikus lewat urine dan tinja yang mencemari air atau makanan sehingga menular ke manusia lewat kontak atau saluran pencernaan. 2.3 Upaya Menanggulangi Tikus Dari uraian di atas, tikus tidak hanya merugikan petani lewat gangguan terhadap produksi tanaman pangan (padi, jagung dan sebagainya) tetapi juga berpotensi menularkan penyakit secara langsung maupun secara tidak langsung pada manusia. Oleh karena itu pengendalian tikus secara optimal perlu digalakkan. Berbagai upaya telah dilakukan sebagai langkah untuk mengantisipasi berkembangnya populasi tikus, misalnya dengan pemanfaatan teknologi pengendalian tikus yang dilakukan selama ini. Namun tidak semua teknologi pengendalian tikus dapat bekerja sesuai dengan fungsi yang diharapkan bahkan terkadang dapat menimbulkan masalah baru dalam penggunaanya. Adapun teknologi pengendalian tikus yang sering dimanfaatkan antara lain : a. Pengunaan Racun tikus Penggunaan racun untuk menaggulangi tikus akan dapat menimbulkan bahaya dan kesan sampingan yang negatif. Dilihat dari operasinalnya memang sangat mudah untuk dilaksanakan namun tidak dapat dipungkiri jika dalam penggunaanya akan menimbulkan masalah baru. Kerugian dari penggunaan racun tikus antara lain : Dalam penggunaanya tidak ramah terhadap lingkungan, di satu sisi bisa meracuni tikus dan disisi lain dapat meracuni binatang peliharaan yang kebetulan ikut memakan racun tersebut.

11

Penggunaan racun tikus akan menyebabkan kematian bagi tikus itu sendiri sehingga tikus tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Bangkai tikus yang mati dan tidak dapat dilacak keberadaannya, selang beberapa hari akan menimbulkan bau yang busuk sehingga akan dapat mengganggu pernapasan.

b. Penggunaan lem tikus dan penjepret tikus Penggunaan lem sebagai teknologi pengendali tikus, terkadang kehandalannya kurang membuahkan hasil yang maksimal. Pertama, lem tikus sifatnya sementara sehingga tidak dapat dipergunakan dalam jangka waktu yang lama. Kedua, dalam sekali pemakaian hanya mampu menjebak satu ekor tikus sehingga kurang efektif digunakan untuk mengendalikan tikus dalam jumlah yang besar. Sedangkan penggunaan penjepret tikus sebagai upaya dalam mengendalikan tikus dapat mengakibatkan kesan yang buruk pula. Karena sistem ini mengakibatkan kematian bagi tikus secara tragis. 2.4 Perangkap Tikus Sistem Bubu Sesuai dengan namanya, perangkap ini menggunakan bubu sebagai tempat masuknya tikus. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anonim, 1997:148) bubu adalah alat untuk menangkap ikan yang dibuat dari bambu yang dianyam, dipasang dalam air (ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar lagi). Apabila sistem ini diterapkan pada perangkap tikus, maka tikus yang terlanjur masuk tidak akan dapat keluar lagi. Perangkap tikus sistem bubu ini selain cara pembuatannya yang relatif mudah juga memiliki kehandalan yang tidak kalah hebatnya dengan pengendalian tikus yang lainnya. Jika dibandingkan dengan teknologi pengendalian tikus yang lain seperti penggunaan racun, lem tikus, penjepret tikus dan penggunaan bahan kimia, perangkap tikus sistem perangkap bubu ini memiliki kelebihan tersendiri. Keunggulan sistem perangkap ini antara lain :

12

a. Perangkap tikus ini ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia yang memungkinkan kematian satwa-satwa lainnya. b. Berpeluang untuk menangkap tikus dalam jumlah banyak, karena lubang bubu terus terbuka yang memungkinkan banyak tikus yang terperangkap masuk. c. Tikus yang tertangkap masih dalam keadaan hidup sehingga masih dapat dimanfaatkan untuk beberapa keperluan lainnya seperti: pakan ikan atau pakan ternak dan kulitnyapun dapat disamak menjadi berbagai jenis barang seperti: tas, jaket dan lainlain. d. Cara pembuatannya tidak susah, sehingga dapat dibuat oleh siapa saja dan operasionalnya sangat sederhana dan mudah dilakukan.

13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan Pre Experimental Design atau quasi experiment yaitu One-shot case study yaitu diawali dengan merancang alat, membuat alat hanya satu kali, dan hasilnya digunakan untuk menarik simpulan. 3.2 Perancangan Alat Alat perangkap tikus sistem bubu dibuat dengan mengadopsi sistem bubu yang biasa dipakai untuk menangkap ikan sehingga tikus yang sudah masuk ke dalam perangkap tidak dapat keluar lagi. Adapun alat dan bahan yang diperlukan antara lain : a. Alat yang diperlukan : 1. Gunting 2. Las Listrik 3. Kawat 4. Pisau b. Bahan yang diperlukan : 1. Kawat kasa ukuran 1 x 1 cm dengan panjang 67cm dan lebar 30 cm 2. Per / spiral 3. Besi 3.3 Pembuatan Alat Kawat kasa ini dibuat berbentuk tabung (silinder) yang alas bagian depannya dilengkapi dengan corong sepanjang 10 cm 15 cm ( disesuaikan dengan panjang badan perangkap). Mulut corong dibuat dengan ukuran 5x5 cm dan diisi per/spiral sehingga lubangnya akan membesar jika tikus masuk dan segera mengecil jika tikus sudah melewati mulut corong. Karena lubangnya mengecil, maka tikus akan tak bias keluar. Pada alas bagian belakang perangkap dilengkapi dengan pintu kecil untuk melepaskan tikus hasil tangkapan.

14

3.4 Uji Coba Alat Uji coba alat ini dilakukan di rumah peneliti sendiri yaitu di desa Sibetan, kecamatan Bebandem, Karangasem selama empat hari dari tanggal 26 sampai 29 Juni 2010. Diujicobakannya alat ini di rumah peneliti sendiri mengingat di rumah peneliti banyak tikus yang berkeliaran. Uji coba dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dilakukan pada hari pertama dan kedua yaitu dengan meletakkan perangkap di tempat yang sering dilalui tikus pada sore hari dan keesokan harimya dilihat hasilnya. Cara kedua dilakukan pada hari ketiga dan keempat yang dilakukan dengan memasang pagar plastik di samping perangkap sehingga mempersempit ruang gerak tikus dan jalan satu-satunya bagi tikus untuk lewat adalah mulut perangkap tersebut. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode observasi atau pengamatan terhadap pembuatan alat sampai uji coba alat. Data tentang hasil uji coba alat dikumpulkan dengan menghitung jumlah tikus yang tertangkap pada pagi harinya. 3.6 Teknik Analisis Data Data yang terkumpul kemudian kemudian dianalisis secara deskriptif baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cara kualitatif digunakan untuk menjawab permasalahan pertama yakni dengan mendeskripsikan cara pembuatan perangkap tikus sistem bubu. Sedangkan cara kuantitatif digunakan untuk menjawab permasalahan kedua yaitu kehandalan perangkap yang dibuat. Jika perangkap ini sudah mampu menangkap tikus, berarti alat ini sudah cukup handal.

15

BAB IV PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian Sesuai dengan hasil penelitian yang telah kami lakukan dapat kami uraiakan ada beberapa manfaat sebagai berikut : a. Alat ini sangat epektif dan episien karena dapat nenagkap tikus dengan jumlah besar karena dalam pembuatan bubu tidak menggunakan cairan perekat ( lem tikus ) b. tikus ). c. Alat ini tidak langsung mematikan tikus secara tragis seperti pemakain penjepret tikus sehingga hasil tangkapan masih berupa tikus hidup dan bisa dijual oleh para petani. Alat ini tidak mematikan satwa lain yang tidak merugikan petani karena tidak menggunakan cairan pemmbunuh ( racun

4.2

Pembahasan Pada bagian pendahuluan telah diuraikan mengenai kemajuan teknologi / IPTEK baik itu dibidang industri,kesehatan,maupun dibidang pertanian. Terutama banyak masalah yang dihadadapi masyarakat yaitu dibidang pertanian yang paling keras itu masalah tikus. Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab adalah kurangnya alat yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk melawan serangan tikus sehingga berdampak

16

pada hasil pertanian dan berpengaruh pada perekonomian para petani. Tidak jarang para petani mengalami kerugian yang sangat besar akibat ulah para tikus sehingga petani merasa perlu akan pengembangan teknologi untuk bisa mengatasi tikus-tikus yang selalu merugikan para petani,penanggulangan tikus yang telah dilakukan selama ini antara lain dengan racus tikus, lem tikus, ataupun dengan penjepret tikus karena disamping tidak ramah lingkungan dan juga dipandang kurang efektif. Salah satu cara yang dapat menangkap tikus yaitu dengan menggunakan sistem Bubu

a. b.

Alat ini bisa menangkap tikus dengan jumlah banyak. Alat ini juga didak membunuh tikus secara tragis serta tidak merugikan satwa lain yang tidak merugikan masyarakat.

Untuk mewujudkan lahan pertanian terhindar dari serangan tikus yaitu dengan menggunakan sistem Bubu karena disamping pembuatannya yang mudah alat ini juga tergolong sederhana dan mudah menemukan alat dan bahan untuk membuatnya sehingga petani dapet mengusir tikus tanpa mengeluarkan biaya operasional yang besar dan epektif penggunaannya.

17

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Bubu sebagai potensi besar untuk

menangkap tikus. Hal hal yang mendukung potensi ini antara lain berpotensi sebagai alat penangkap tikus, dapat dengan mudah membuatnya,serta seluruh petani bisa membeli atat dan bahannya. 2. Penggunaan bubu tidaklah sulit hanya dengan menunggu tikus masuk pada perangkap tidak perlu takut efek samping bagi keselamatan satwa lain karena tidak memakai cairan pembunuh (racun tikus). 5.2 SARAN Melalui karya tulis ini dapat disampaikan saran sebagai berikut. 1. Pemerintah hendaknya memberikan bantuan kepada petani dalam pembuatan bubu untuk bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk menangkap tikus demi meningkatkan hasil pertanian. 2. lembaga-lembaga yang bergerak dibidang teknologi pertanian diharapkan membantu petani dalam memanfatkan sistem bubu untuk kepentingan petani.

18

DAFTAR PUSTAKA

Wilkipedia.2009.tikus.dapat diakses pada URL: http:// id.wikipedia.org./wiki.tikus Wilkipedia.2009.penyakit tikus .dapat diakses pada URL: http:// id.wikipedia.org./wiki.penyakit tikus Wilkipedia.2009.sejarah tikus.dapat diakses pada URL: http:// id.wikipedia.org./wiki.tikus. sejarah tikus. Leptospirosis, dapat diakses pada URL: http://www.depkes.go.id

19

RIWAYAT HIDUP Nama Tmpt/Lahir Status : I Gede Arya Tangkas Mahardika : Denpasar, 8 Oktober 1995 : Laki-laki : Pelajar

Jenis Kelamin

Alamat Rumah: Jalan KH Samanudi Amlapura Alamat Sekolah: SMA N 2 Amlapura, Jln. Jendral Sudirman Amlapura Orang Tua Ayah Ibu Pekarjaan Ayah Ibu Hobby Cita-Cita : Bupati Karaangasen : Wiraswasta : Memancing : Dokter : I Wayan Geredeg, SH : Ni Ketut Sujani

Peng.Prestasi : Juara III Lomba Karya Tulis Tingkat Provinsi Nama Tmpt/Lahir Status : I Wayan Krisna Andynata .S : : Laki-laki : Pelajar

Jenis Kelamin

Alamat Rumah: Jln.Ahmad Yani ,Abang Kaler Alamat Sekolah: SMA N 2 Amlapura, Jln. Untung Surapati Amlapura Orang Tua Ayah Ibu Pekarjaan Ayah Ibu Hobby : : : : I Nengah Sibang : Ni Wayan Tustiasih

20

Cita-Cita

Peng.Prestasi : Juara I Lomba Karya Tulis Tingkat Provinsi

Anda mungkin juga menyukai