Anda di halaman 1dari 0

SINDROM DEPRESIF

PADA PENDERITA HIV/AIDS DI RSUP


HAJI ADAM MALIK MEDAN


TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian Dalam
Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara











OLEH :
JUWITA SARAGIH

DEPARTEMEN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Juwita Saragih : Sindrom Depresif Pada Penderita HIV/AIDS Di RSUP Haji Adam Malik Medan, 2008
USU Repository 2008
1
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat Rida
dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya
dan memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa. Sebagai manusia terutama sebagai pelajar dalam pendidikan,
saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari
sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat
bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

Sindrom Depresif Pada Penderita HIV/AIDS
di RSUP Haji Adam Malik Medan

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Prof. dr. Syamsir BS, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Departemen Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai
pembimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, yang penuh
kesabaran dan perhatian telah membimbing dan memberi pengarahan,
pengetahuan, dorongan, dukungan dan masukan-masukan yang berharga di
dalam menyelesaikan tesis ini dan selama penulis mengikuti pendidikan
spesialisasi.
3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Program Studi PPDS I
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan guru penulis
yang telah banyak membimbing, memberikan pengarahan, pengetahuan,
dorongan, dukungan, dan memberikan buku-buku bacaan yang berharga


2
selama penulis menyelesaikan tesis ini dan mengikuti pendidikan
spesialisasi, baik dalam pertemuan formal maupun informal.
4. dr. Tambar Kembaren Sp.PD, sebagai pembimbing penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, yang penuh kesabaran dan perhatian telah
membimbing dan memberi pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan
dan masukan-masukan yang berharga di dalam menyelesaikan tesis ini.
5. dr. Harun T. Parinduri, Sp. KJ (K), sebagai guru yang penuh kesabaran dan
perhatian telah membimbing dan memberi pengarahan, pengetahuan,
dorongan, dukungan dan masukan-masukan yang berharga di dalam
menyelesaikan tesis ini dan selama penulis mengikuti pendidikan
spesialisasi.
6. dr. Raharjo Suparto, Sp. KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan
spesialisasi.
7. dr. Marhanuddin Umar, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengetahuan selama penulis mengikuti
pendidikan spesialisasi.
8. Prof. dr. M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengetahuan selama penulis mengikuti
pendidikan spesialisasi, terutama di bidang Psikiatri Anak.
9. dr. Elmeida Effendy, Sp. KJ, sebagai Sekretaris Program Studi PPDS I
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan guru penulis
yang telah banyak membimbing, memberikan pengarahan, pengetahuan,
dorongan, dan dukungan, selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
10. dr. Mustafa M Amin, Sp.KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
11. dr. Vita Camelia, Sp.KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
12. dr. Donald F. Sitompul, Sp. KJ; dr. Rosminta Girsang, Sp. KJ; dr. Artina R.
Ginting, Sp. KJ; dr. Sulastri Effendi, Sp. KJ; dr. Mariati, Sp. KJ; dr. Evawati
Siahaan, Sp. KJ; dr. Paskawani Siregar, Sp. KJ; dr. Citra J. Tarigan, Sp. KJ;
dr. Dapot P. Gultom, Sp. KJ; dr. Vera RB. Marpaung, Sp. KJ; dr. Juskitar, Sp.
KJ; dr. Herlina G, Sp. KJ; dr. Mawar G. Tarigan, Sp. KJ; dan dr. Freddy SN,


3
Sp. KJ, dr. Adhayani Lubis, Sp.KJ sebagai senior penulis yang telah
memberikan pengetahuan selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
13. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur RSJD Pemerintah Propinsi
Sumatera Utara, Kepala Badan Pelayanan Kesehatan RS dr. Pirngadi
Medan, Direktur RS Tembakau Deli Medan, yang telah memberikan izin,
kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama
mengikuti pendidikan spesialisasi.
14. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp. S (K), sebagai Ketua Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Rusli Dhanu, Sp. S (K),
sebagai Ketua Program Studi PPDS I Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp. S (K), dan dr.
Puji PO. Sinurat, Sp. S, yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama menjalani stase di Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
15. Prof. dr. Habibah Hanum Nasution, Sp. PD (K), sebagai Kepala Divisi
Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing penulis selama
menjalani stase di Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
16. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes, sebagai konsultan statistik dalam penelitian
ini, yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi
dengan penulis dalam penelitian ini.
17. Teman-teman sejawat peserta PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara : dr. Evalina P, dr. Yusak PS, dr. Friedrich Lupini,
dr. Rudyhard EH, dr. Laila Sylvia S, dr. M. Surya Husada, dr. Silvy AH, dr.
Victor EP, dr. Siti Nurul H, dr. Lailan Sapinah, dr. Herny TT, dan dr. Mila AH,
dr. Ira Dania, dr. Ricky W Tarigan, dr. Baginda H, dr. M. Yusuf yang telah
banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-
diskusi dan kritik-kritik baik dalam pertemuan formal maupun informal, serta
selalu memberikan dorongan yang membangkitkan semangat penulis dalam
menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini.
18. Dokter Muda, perawat, pegawai RSUP. H. Adam Malik, RS dr. Pirngadi
Medan, RS Tembakau Deli Medan, dan RSJD Pemerintah Propinsi Sumatera


4
Utara, yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan
spesialisasi.
19. Kedua orangtua penulis yang sangat penulis hormati dan sayangi : Mukhtar
Saragih, SH dan Asni Purba, demikian juga kepada adik-adik penulis, yang
telah memberi dorongan, semangat dan doa.
20. Kepada Mertua: H. Pahala Siahaan dan Hj. Fatimah Tambunan, yang penulis
hormati dan sayangi, demikian juga kakak dan adik ipar serta keponakan
yang telah memberikan dorongan semangat dan doa kalian.
21. Buat suamiku tercinta Bakti Siahaan, SH, M.Hum, tiada kata terindah yang
dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada ALLAH SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan saya suami dan
anak-anak yang baik dan penuh pengertian. Terima kasih atas segala doa,
dukungan, dorongan, semangat, kesabaran dan pengorbanan waktu yang
diberikan kepada saya.

Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan bermohon semoga Allah SWT
memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan
terima kasih.




Medan, Oktober 2008
Penulis


Juwita Saragih







5
ABSTRAK

Tujuan Penelitian : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
sindrom depresif pada penderita-penderita HIV/AIDS dengan menggunakan
kuesioner BDI dan tujuan khususnya adalah mengetahui apakah sindrom
depresif pada penderita HIV/AIDS berbeda berdasarkan kelompok umur, jenis
kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, tempat tinggal, stadium klinis
HIV dan jumlah CD4, dan agar penderita-penderita HIV/AIDS yang memiliki
sindrom depresif dapat dirujuk ke Departemen Psikiatri untuk mendapatkan
penilaian dan perawatan lebih lanjut.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan studi
cross sectional untuk menilai apakah terdapat sindrom depresif pada penderita
HIV/AIDS dan apakah sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS tersebut
berbeda berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
pekerjaan, tempat tinggal, stadium klinis HIV dan jumlah CD4. Sampel adalah
100 penderita HIV/AIDS yang diambil secara consecutive sampling yang berobat
di Poliklinik Pusyansus dan Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP H. Adam
Malik Medan. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2008 sampai dengan Oktober
2008. Data-data dikumpulkan dengan cara seluruh sampel penelitian mengisi
kuesioner Beck Depression Inventory (BDI), dan analisa statistik menggunakan
uji hipotesis kai kuadrat, uji T independen dan annova.

Hasil Penelitian : Pada 100 penderita HIV/AIDS dijumpai mean skor BDI yang
tertinggi adalah depresi sedang yaitu 22,7 (SD 4,0), depresi ringan adalah 12,9
(SD 1,6), tidak depresi adalah 6,4 (SD 2,2), depresi berat adalah 33,1 (SD 2,8),
dan mean skor CD4 adalah 136,5 (SD 159,8). Terdapat hubungan bermakna
sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan kelompok pekerjaan,
CD4 dan stadium klinis HIV. Tidak terdapat hubungan bermakna sindrom
depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan,
status perkawinan dan tempat tinggal.
Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna sindrom depresif pada penderita
HIV/AIDS berdasarkan kelompok pekerjaan, CD4 dan stadium klinis HIV.


Kata Kunci : Sindrom depresif, penderita HIV/AIDS, skala BDI.


6

DAFTAR ISI
Hal
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................i
ABSTRAK..........................................................................................................v
DAFTAR ISI.......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ix
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xi
BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1. Latar belakang....................................................................................1
1.2. Rumusan masalah..............................................................................4
1.3. Hipotesis.............................................................................................5
BAB 2. TUJUAN PENELITIAN...........................................................................6
2.1. Tujuan penelitian.................................................................................6
2.2. Manfaat penelitian...............................................................................6
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7
3.1. HIV/AIDS.............................................................................................7
3.2. Depresi..............................................................................................14
BAB 4. KERANGKA KONSEP.........................................................................19
BAB 5. METODE PENELITIAN........................................................................20
5.1. Desain Penelitian...............................................................................20
5.2. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................20
5.3. Populasi Penelitian............................................................................20
5.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel.................................................20
5.4.1. Sampel Penelitian......................................................................20
5.4.2. Cara Pemilihan Sampel.............................................................20
5.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...............................................................21
5.5.1. Kriteria Inklusi.............................................................................21
5.5.2. Kriteria Eksklusi..........................................................................21
5.6. Besar Sampel....................................................................................21
5.7. Cara Kerja.........................................................................................22
5.8. Identifikasi Variabel...........................................................................22


7
5.8.1. Variabel Bebas...........................................................................22
5.8.2. Variabel Tergantung...................................................................22
5.9. Rencana Manajemen dan Analisis Data .........................................22
5.10. Definisi Operasional.......................................................................23
BAB 6. KERANGKA OPERASIONAL.................................................................25
BAB 7. HASIL PENELITIAN...............................................................................26
7.1. Karakteristik Sampel Penelitian..........................................................26
7.2. Sindrom Depresif Pada Penderita HIV/AIDS .....................................27
7.3. Mean dan Standard Deviation (SD) BDI dan CD4
Penderita HIV/AIDS............................................................................28
7.4. Sebaran Umur Penderita HIV/AIDS Dengan
Sindrom Depresif................................................................................28
7.5. Sebaran Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS
Dengan Sindrom Depresif..................................................................29
7.6. Sebaran Tingkat Pendidikan Penderita HIV/AIDS
Dengan Sindrom Depesif...................................................................29
7.7. Sebaran Status Perkawinan Penderita HIV/AIDS
Dengan Sindrom Depresif..................................................................30
7.8. Sebaran Tempat Tinggal Penderita HIV/AIDS
Dengan Sindrom Depresif...................................................................30
7.9. Sebaran Pekerjaan Penderita HIV/AIDS
Dengan Sindrom Depresif..................................................................31
7.10. Sebaran Stadium Klinis HIV Dengan Sindrom Depresif...................31
7.11. Sebaran Jumlah CD4 Penderita HIV/AIDS
Dengan Sindrom Depresif................................................................32
BAB 8. PEMBAHASAN......................................................................................33
8.1. Mean dan Standard Deviation BDI
Pada Penderita HIV/AIDS................................................................33
8.2. Sindrom Deperesif Pada Penderita HIV/AIDS.................................34
8.3. Sebaran Umur Penderita Dengan Sindrom Depresif.......................34
8.4. Sebaran Jenis Kelamin Dengan Sindrom Depresif..........................35
8.5. Sebaran Tingkat Pendidikan Dengan Sindrom Depresif..................35
8.6. Sebaran Status Perkawinan Dengan Sindrom Depresif...................36
8.7. Sebaran Tempat Tinggal Dengan Sindrom Depresif........................36


8
8.8. Sebaran Pekerjaan Dengan Sindrom Depresif.................................36

8.9. Sebaran Stadium Klinis HIV Dengan Sindrom Depresi...................37
8.10. Sebaran Jumlah CD4 Dengan Sindrom Depresf...........................38
BAB 9. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................39
9.1. Kesimpulan.......................................................................................39
9.2. Saran...............................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40
LAMPIRAN..........................................................................................................44



























9
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Orang Yang Terinfeksi HIV Berdasarkan
Kategori CDC..........................................................................................9
Tabel 2. Klasifikasi CD4 Penderita HIV Berdasarkan Kategori CDC..................10
Tabel 3. Karakteristik Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Status
Perkawinan, Tempat Tinggal, Pekerjaan, Stadium Klinis HIV
dan Jumlah CD4...................................................................................26
Tabel 4. Sindrom Depresif pada Penderita HIV/AIDS..........................27
Tabel 5. Mean, Standard Deviation BDI dan CD4
Penderita HIV/AIDS..........................................................................28
Tabel 6. Sebaran Umur Penderita HIV/AIDS dengan
Sindrom Depresif..................................................................................28
Tabel 7. Sebaran Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS dengan
Sindrom Depresif..................................................................................29
Tabel 8. Sebaran Tingkat Pendidikan Penderita HIV/AIDS dengan
Sindrom Depresif.................................................................................29
Tabel 9. Sebaran Status Perkawinan Penderita HIV/AIDS dengan
Sindrom Depresif..................................................................................30
Tabel 10. Sebaran Tempat Tinggal Penderita HIV/AIDS dengan
Sindrom Depresif................................................................................30
Tabel 11. Sebaran Pekerjaan Penderita HIV/AIDS dengan
Sindrom Depresif................................................................................31
Tabel 12. Sebaran Stadium Klinis HIV dengan Sindrom Depresif.....................31
Tabel 13. Sebaran Jumlah CD4 Penderita HIV/AIDS dengan
Sindrom Depresif...............................................................................32










10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan Antara Depresi Dengan HIV..........................................15


DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
ARS : Acute Retroviral Syndrome
ARV : Anti Retro Viral
BDI : Beck Depression Inventory
CES-D : Center for Epidemiologic Studies Depression Scale
CDC : Centers of Disease Control and prevention
CD4 : Cluster Differentiation 4
CNS : Central Nervous System
DSM : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
df : degree of freedom
ECA : Epidemiologic Catchment Area Study
ELISA : Enzym Linked Immuno Sorbent Assay
FK-USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
HRS-D : Hamilton Rating Scale for Depression
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HIV-1 : Human Immunodeficiency Virus Type 1
HTLV-III : Human T Limphotropic Virus Type III
IFA : Immunofluorescent Assay
LAV : Lymphadenopathy Virus
MACS : The Multicenter AIDS Cohort Study
NIMH : National Institute of Mental Health
PPC : Pneumonia Pneumocystis Carinii
PCR : Polymerase Chain Reaction
PTSD : Post Traumatic Stress Disorder
P2MPLP : Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman
PUSYANSUS : Pusat Pelayanan Khusus
RNA : Ribonucleic Acid


11
RIPA : Radio Immuno Precipitation Assay
SD : Standard Deviation
SSP : Susunan Saraf Pusat
SK : Sarkoma kaposi
WHO : World Health Organization


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1................................................................................................... 44
Lampiran 2................................................................................................... 48
Lampiran 3................................................................................................... 49
Lampiran 4................................................................................................... 50
Lampiran 5................................................................................................... 54






















12
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit-penyakit infeksi merupakan satu masalah yang paling besar di
dunia, sementara mortalitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) itu sendiri menduduki peringkat kedua.
1

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan
banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari
HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan,
menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis ekonomi,
pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV/AIDS
menyebabkan krisis multi dimensi.
2

Kasus pertama AIDS telah dilaporkan pada tahun 1981. Analisis
spesimen diambil dari orang yang telah meninggal sebelum tahun 1981,
bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa infeksi HIV telah ada diawal tahun
1959
3
dan selanjutnya penemuan kasus terus berkembang sampai saat ini.
4,5
Sejak AIDS dikenal pada awal tahun 1980an, sebanyak 65 juta individu terinfeksi
dengan virus dan lebih dari 25 juta orang meninggal. Perkiraan sekarang
menyatakan bahwa 64% dari 38.6 juta orang HIV positif di seluruh dunia berada
di Afrika Sub-Sahara.
6
Infeksi HIV di Indonesia sudah merupakan masalah kesehatan yang
memerlukan perhatian. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia dalam 4 tahun terakhir
telah berubah dari low level epidemic menjadi concentrated level epidemic.
7

Menurut Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (P2MPLP) Departemen Kesehatan Republik Indonesia jumlah
pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS yang dilaporkan dari 1 Juli 1987 sampai
dengan Maret 2008 angka kumulatif per 100.000 penduduk nasional sebesar
5,23 dengan jumlah keseluruhan 17.998 orang, dimana 11.868 penderita AIDS
dan 6130 penderita HIV.
8

Infeksi HIV dan gangguan psikiatrik mempunyai hubungan yang
kompleks. Menjadi terinfeksi HIV akan menyebabkan gangguan psikiatrik
sebagai konsekuensi psikologis dari infeksi atau karena efek dari virus HIV
dalam otak.
9


13
Perjalanan penyakit AIDS yang progresif dan berakhir dengan kematian, serta
penyebaran yang cepat, adanya stigma dan diskriminasi terhadap penderita
dapat menimbulkan keadaan stres dan gangguan psikiatrik pada penderita
tersebut.
10,11
Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi ganggguan psikiatrik
pada orang yang hidup dengan HIV/AIDS adalah antara 30% - 60%.
11
Berbagai
gangguan psikiatrik yang sering menyertai penyakit HIV/AIDS antara lain depresi,
ansietas, post traumatic stress disorder (PTSD), dan lain-lain.
9,11
Diagnosa yang
paling banyak adalah depresi berat, ansietas, dan gangguan penyesuaian,
walaupun tidak ada bukti insidensi yang tinggi dari psikosis pada infeksi HIV.
12
Depresi berkenaan dengan keadaan psikiatrik yang paling umum pada
orang dengan infeksi HIV.
13
Prevalensi gangguan depresi berat pada penderita
dengan HIV positif adalah 2 3 kali lebih tinggi daripada populasi umum.
14,15

Pada pasien yang dirawat, angka ini lebih tinggi lagi (sekitar 40%).
16
Bing et al
menyatakan secara keseluruhan, angka depresi diantara orang-orang dengan
infeksi HIV adalah mencapai 50%.
13
Acuff et al menemukan diantara pasien-
pasien yang terinfeksi HIV yang diarahkan untuk evaluasi psikiatrik, rata-rata
mengalami depresi berat berkisar dari 8% - 67%, dan Stolar et al menemukan
hingga 85% individu dengan HIV positif melaporkan beberapa gejala-gejala
depresi.
14
Penelitian lainnya yang diadakan pada klinik spesialis HIV pusat
perawatan kesehatan tersier (tertiary health care centre) di India Selatan
melaporkan 10% - 40% individu dengan HIV positif menderita depresi.
9,14

Diantara pasien-pasien yang depresi, 20% menunjukkan harapan untuk mati,
dan 12% dilaporkan kadang-kadang muncul ide-ide suicide sedangkan 8%
melakukan percobaan hingga commit suicide.
9
Pada laporan 3 penelitian dan membandingkan dengan Epidemiologic
Catchment Area Study (ECA) Rieger et al menemukan bahwa prevalensi risiko
depresi berat adalah dua hingga empat kali lipat lebih tinggi pada satu yang
terdeteksi pada ECA diantara laki-laki berusia 25-44 tahun.
17
Sedangkan Brown
et al mengevaluasi 43 wanita yang terinfeksi HIV dan mendapat pelayanan di
Angkatan Udara Amerika Serikat, hanya 2 pasien (5%) yang depresi.
18

Prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dengan HIV positif 4 kali lebih
tinggi daripada wanita dengan HIV negatif dan 3 kali lebih tinggi dari pria dengan
HIV positif.
19



14
Suatu studi yang di follow up selama 2 tahun menyatakan bahwa 10% 25%
wanita dengan HIV positif dilaporkan depresi selama perjalanan penyakitnya.
9
Lipsitz et al mengeksplorasi prevalensi gangguan-gangguan mental pada sampel
orang-orang pengguna obat-obatan (drug users) secara intra vena yang tinggal
di kota New York, 70% adalah orang Amerika Afrika dan 89% adalah tidak
mempunyai pekerjaan. Prevalensi gangguan depresif adalah secara signifikan
lebih tinggi pada pria dengan HIV positif daripada kontrol dengan HIV negatif,
dan diagnosis adalah dihubungkan dengan gejala berdasarkan stadium klinis
penyakit HIV.
20
Sedangkan Lyketsos et al melaporkan hasil yang di follow up dari
911 laki-laki HIV positif dari The Multicenter AIDS Cohort Study (MACS),
timbulnya semua bentuk-bentuk depresi yang signifikan, termasuk prevalensi
sindrom depresif yang mana dalam waktu 6 bulan sebelum AIDS berkembang.
Adanya depresi sebelumnya, tidak mempunyai pekerjaan, dan laporan gejala-
gejala yang berhubungan dengan AIDS adalah hanya sebagai prediktor dari
peningkatan tersebut.
20
Blalock et al melaporkan pada penilaian cross sectional
dari 200 pasien Warga Afrika-Amerika laki-laki dan wanita dengan HIV/AIDS
yang mengikuti suatu pelayanan klinik medik yang pada beberapa waktu
mempunyai jumlah CD4 kurang dari 200 cell/mm
3
, 60% adalah tidak mempunyai
pekerjaan dan 15% mempunyai pekerjaan.
21
Penelitian di Uganda yang
mendapati bahwa dari 1017 penderita yang terinfeksi HIV yang dinilai gejala-
gejala depresinya dengan menggunakan Center for Epidemiologic Studies
Depression Scale (CES-D), 47% dilaporkan mengalami gejala depresi (CES-D
23) memiliki jumlah CD4 < 50 cells/l.
22

Pada penelitian meta analisis yang dipublikasikan, Ciesla dan Roberts
menemukan bahwa orang dengan HIV positif, kemungkinan hampir dua kali lebih
banyak didiagnosa dengan depresi berat dan orang dengan HIV simtomatik dan
asimtomatik umumnya adalah sama mengalami depresi.
17
Studi Kelly et al
menemukan bahwa stadium klinis infeksi HIV simtomatik pada penderita dengan
HIV positif angka gangguan depresif berat lebih tinggi daripada penderita
dengan HIV positif yang asimtomatik.
15
Dew et al mengikuti selama 1 tahun dari
113 kelompok pria dengan HIV positif dan 57 kontrol dengan HIV negatif, yang
ikut pada setting perawatan primer. Mereka menemukan bahwa prevalensi
depresi berat selama periode follow up adalah secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok pria dengan HIV positif. Usia muda, adanya riwayat depresi berat, dan


15
dukungan sosial yang rendah, adalah hanya prediktor yang signifikan diantara
subjek HIV positif dalam terjadinya episode depresif selama periode follow up.
17

Satz et al melaporkan 502 sampel laki-laki bangsa Afrika-Amerika di Los
Angeles, secara signifikan

menemukan prevalensi yang tinggi depresi berat baik
pada subjek HIV positif yang simtomatik dan asimtomatik dibandingkan dengan
kontrol HIV negatif adalah orang berpendidikan, dan dari kelas ekonomi
menengah.
20
Perry et al menemukan bahwa beratnya gejala-gejala fisik yang
berhubungan dengan HIV berkorelasi dengan skor Beck Depression Inventory
(BDI) dan Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D).
14
Pada penelitian
yang lebih banyak terhadap 129 orang-orang dengan HIV/AIDS, diperkirakan
sepertiganya mempunyai skor Beck Depression Inventory (BDI) 14 atau lebih
tinggi ( depresi ringan hingga sedang).
15


Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian ini
karena penelitian ini adalah penelitian yang pertama mengenai sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS di pusat pelayanan khusus dan Bangsal Rawat Inap
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP-HAM)
Medan dan dengan harapan memperoleh data apakah terdapat sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS di Pusat Pelayanan Khusus (PUSYANSUS) dan
Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP-Haji Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah
1. Berapakah proporsi sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS RSUP
Haji Adam Malik Medan?
2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik demografik (usia, jenis
kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, tempat tinggal,
pekerjaan), dengan sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS di RSUP
Haji Adam Malik Medan?
3. Apakah terdapat hubungan antara stadium klinis HIV dengan sindrom
depresif pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan?
4. Apakah terdapat hubungan antara jumlah CD4 dengan sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan?




16
1.3. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara karakteristik demografik (usia, jenis kelamin,
status perkawinan, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan), dengan
sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik
Medan.
2. Terdapat hubungan antara stadium klinis HIV dengan sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan.
3. Terdapat hubungan antara jumlah CD4 dengan sindrom depresif pada
penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan.



























17
BAB 2
TUJUAN PENELITIAN

2.1. Tujuan Penelitian
2.1.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS dengan
menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI).
2.1.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui proporsi sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik demografik (usia, jenis kelamin, status
perkawinan, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan).
2. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografik (usia, jenis
kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, tempat tinggal,
pekerjaan) dengan sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS di RSUP-
HAM Medan.
3. Untuk mengetahui hubungan antara stadium klinis HIV dengan sindrom
depresif pada penderita HIV/AIDS.
4. Untuk mengetahui gambaran CD4 dan hubungannya dengan sindrom
depresif pada pederita HIV/AIDS.

2.2. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi
tentang sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS di RSUP-HAM
Medan, sehingga penderita-penderita HIV/AIDS bisa mendapatkan
perawatan yang lebih adekuat tidak hanya untuk HIV/AIDSnya saja tapi
juga untuk sindrom depresifnya.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan kerjasama
antara Departemen Penyakit Dalam FK-USU / RSUP-HAM Medan dan
Departemen Psikiatri FK-USU.
3. Hasil penelitian ini juga dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian lanjutan
yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sebagai
bahan acuannya.




18
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. HIV / AIDS
HIV adalah virus yang menyebabkan AIDS. AIDS merupakan suatu
keadaan yang serius, penyakit yang mengancam hidup.
24
AIDS adalah
sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae.
2
Kondisi akhir
pada orang yang terkena HIV membuat seseorang rentan terhadap infeksi
oportunistik dan tumor. Walaupun sudah ada penanganan untuk AIDS dan HIV,
penyakit ini belum bisa disembuhkan.
3

AIDS menarik komunitas kesehatan pertama kali pada tahun 1981
setelah terjadi secara tidak lazim, kasus-kasus pneumonia pneumocystis carinii
(PPC) dan sarkoma kaposi (SK) pada laki-laki muda homoseks di California.
Bukti epidemiologik mengisyaratkan bahwa terdapat keterlibatan suatu agen
infeksiosa, dan pada tahun 1983 virus imunodefisiensi manusia tipe 1 (HIV-1)
diidentifikasi sebagai penyebab penyakit. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi
klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV.
25

HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III)
atau virus limfadenopati (LAV) adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus.
25
Kelompok virus ini adalah dikenal dengan latensi, viremia
persisten, menginfeksi sistem saraf dan melemahkan respons imun.
26
HIV
merupakan virus single-stranded ribonucleic acid (RNA) yang secara selektif
menginfeksi sel-sel imun, terutama limfosit T dan makrofag.
27
Terdapat dua tipe
HIV : HIV-1 dan HIV-2. Kebanyakan kasus HIV diseluruh dunia adalah
disebabkan oleh HIV-1.
28

Virus HIV secara langsung dan tidak langsung merusak sel T CD4+,
padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh berfungsi dengan
baik. Jika virus HIV membunuh sel T CD4+ sampai terdapat kurang dari 200 sel
T CD4+ per mikroliter darah, maka kekebalan seluler akan hilang. Infeksi ini
awalnya asimtomatik dan akan berlanjut menjadi infeksi laten sampai terjadi
gejala infeksi dan kemudian akan berlanjut menjadi AIDS, yang diidentifikasi
berdasarkan jumlah sel T CD4+ di dalam darah dan adanya infeksi
oportunistik.
28,29



19
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh.
Infeksi ini dapat timbul karena mikroba (bakteri, jamur, virus) yang berasal dari
luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh manusia namun dalam
keadaan normal terkendali oleh kekebalan tubuh. Pada umumnya kematian pada
orang dengan HIV/AIDS disebabkan oleh infeksi oportunistik.
29

Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk
tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS
sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi
HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit
tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan
sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.
2

Definisi untuk menyatakan stadium-stadium penyakit HIV dan saat
timbulnya AIDS telah mengalami revisi berulang kali. Revisi terakhir dilakukan
pada tahun 1993 oleh Centers of Disease Control and prevention (CDC)
berdasarkan kondisi klinis yang berhubungan dengan HIV dan hitung sel CD4+ T
limfosit.
4,16

Terdapat dua dimensi dari klasifikasi HIV, yaitu riwayat keadaan klinis dan
derajat immunosupresinya yang dilambangkan dalam hitung CD4+ limfosit T.
Keadaan klinis yang berhubungan dengan HIV ini dibagi menjadi 3 kategori (lihat
tabel1). Semua keadaan pada kategori C tanpa memandang keadaan derajat
imunosupresinya didiagnosis sebagai AIDS, sedangkan semua pasien dengan
CD4+ limfosit T < 200/mm didiagnosis sebagai AIDS tanpa melihat keadaan
klinisnya.
4,16
Sebagian ahli memandang definisi AIDS sangat kompleks dan rumit
sehingga seorang klinisi sebaiknya tidak mempertanyakan apakah AIDS telah
muncul atau tidak, tetapi memandang penyakit HIV sebagai suatu spektrum
mulai dari infeksi primer (baik dengan sindrom akut maupun tidak) sampai ke
stadium asimptomatik hingga stadium lanjut.
16







20
Tabel 1 . Sistem klasifikasi orang yang terinfeksi HIV berdasarkan kategori
Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
30









21
Tabel 2. Klasifikasi CD4 penderita HIV berdasarkan kategori Centers for
Disease Control and Prevention (CDC)
5
CD4 Kategori Klinis A Kategori klinis B Kategori klinis
Total (/mL) % (asimtomatik) (simtomatik) (AIDS)
500 29 A1 B1 C1
200-499 14-28 A2 B2 C2
<200 <14 A3 B3 C3
Dikutip dari : Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Disease : AIDS and Related
Disorders. In : Braunwald E, Fauci AS, et al, eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. Vol.II. 15
th
ed. New York : McGraw-Hill ; 2001. p. 1852.

HIV dan penularannya
HIV ditemukan didalam darah, semen, sekresi serviks dan vagina, dan
dalam jumlah yang lebih kecil, didalam saliva, air mata, air susu ibu, dan cairan
serebrospinalis dari orang yang terinfeksi.
31
HIV dapat ditularkan dalam 3 cara,
yaitu: melalui hubungan seksual (baik homoseksual atau heteroseksual) ; melalui
darah ; dan dari ibu ke anaknya (selama kehamilan atau kelahiran, atau melalui
air susu ibu).
17

Penularan HIV paling sering terjadi melalui hubungan seksual atau
perpindahan darah yang terkontaminasi. Seks anal, vaginal dan oral yang tidak
terproteksi adalah aktivitas seksual yang paling mungkin menularkan virus.
31

Rute seksual (risiko transmisi adalah 0.3% dari pria-ke pria, 1.2% pria ke wanita,
0.1% dari wanita ke pria), transfusi, needle sticks (0.3%), vertical (15-40%).
32

Adanya penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual, seperti herpes
atau sifilis, atau lesi lainnya yang membahayakan integritas kulit atau mukosa,
meningkatkan lebih lanjut risiko penularan.
31
Transmisi juga terjadi melalui
terpaparnya jarum yang terkontaminasi, dimana insidensi yang tinggi terinfeksi
HIV pada pengguna obat-obat (drug users).
28
Prevalensi HIV pada intravenous
drug users (IDU) rata-rata nasional adalah 41,6%.
7

Anak-anak dapat terinfeksi in utero atau melalui air susu ibu jika ibunya
terinfeksi HIV.
31
Petugas kesehatan secara teoritis berada pada risiko karena
kemungkinan kontak dengan cairan tubuh dari pasien yang terinfeksi HIV. Dalam
prakteknya, bagaimanapun, insidensi transmisi tersebut sangat kecil dan hampir
semua laporan kasus telah menemukan tusukan jarum yang tidak disengaja
dengan jarum yang terkontaminasi.
31
Tidak ditemukan bukti-bukti bahwa HIV


22
dapat tertular melalui kontak biasa, seperti tinggal bersama-sama dirumah atau
kelas dengan orang yang terinfeksi HIV, walaupun kontak langsung maupun
tidak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi, seperti darah dan
semen, harus dihindari.
31

Diagnosis
Diagnosis ditujukan pada kedua hal, yaitu terinfeksi HIV dan AIDS.
Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk
dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku risiko tinggi individu tertentu.
16
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 metode :
16

1. Langsung : isolasi virus dari sampel, umumnya dengan pemeriksaan
mikroskop elektron atau deteksi antigen virus, misalnya dengan Polymerase
Chain Reaction (PCR).
2. Tidak langsung : dengan melihat respons zat anti spesifik, misalnya dengan
Enzym Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA), Westerm Blot,
Immunofluorescent Assay (IFA) atau Radio Immuno Precipitation Assay
(RIPA).
Untuk diagnosis HIV yang lazim digunakan pertama-tama adalah
pemeriksaan ELISA karena memiliki sensitivitas yang tinggi (98-100%). Akan
tetapi, spesifisitas kurang sehingga hasil tes ELISA yang positif harus
dikonfirmasi dengan Westerm Blot yang spesifitasnya tinggi (99,6%-100%).
Sedangkan pemeriksaan PCR biasanya dilakukan pada bayi yang masih
memiliki zat anti maternal sehingga menghambat pemeriksaan secara serologis
dan pada kelompok risiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
16

Gejala klinis
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala
tertentu.
2
Hingga 70% pasien dengan infeksi HIV primer berkembang menjadi
acute mononucleosis-like syndrome setelah infeksi awal. Dikenal juga sebagai
acute retroviral syndrome (ARS), tanda dan gejala ini terjadi sebagai hasil dari
infeksi awal dan penyebaran dari HIV, dan meliputi sindroma klinis atipikal.
33

Manifestasi yang paling umum meliputi demam, rasa lemah, nyeri otot, ruam
kulit, limfadenopati, nyeri kepala, dan nyeri tenggorokan. Gejala flu seperti
ingusan atau hidung tersumbat tidak menonjol, membantu untuk membedakan


23
ARS dari influenza atau kondisi-kondisi respiratori viral lainnya.
33
Lamanya
keadaan ini adalah biasanya kurang dari 14 hari tetapi dapat menjadi lebih lama,
dalam beberapa minggu atau bahkan bulan.
33

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala).
Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8 - 10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya 2
tahun. Setelah masa tanpa gejala, akan diikuti infeksi oportunistik dan
selanjutnya memasuki stadium AIDS.
2


Sistem tahapan WHO untuk infeksi dan penyakit HIV
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan
untuk pasien yang terinfeksi dengan virus HIV-1.
3
Sistem ini kemudian
diperbaharui pada tahun 2006.
34

Stadium infeksi HIV pada orang dewasa oleh WHO
34

Klinis stadium I :
Asimtomatik
Limfadenopati menyeluruh dan persisten
Skala penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal

Klinis stadium II
Penurunan berat badan < 10%
Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis
media, faringitis)
Herpes zoster
Angular cheilitis
Ulserasi oral yang berulang
Papular pruritic eruption
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur pada kuku
Dan/atau skala penampilan 2 : simtomatik, aktifitas normal

Klinis stadium III
Penurunan berat badan > 10%
Diare kronik yang tidak bisa dijelaskan > 1 bulan
Demam berkepanjangan yang tidak bisa dijelaskan (intermitten atau
konstan) > 1 bulan
Kandidiasis oral persisten
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru


24
Infeksi bakteri yang berat (yakni pneumonia, pyomyositis, empiema,
infeksi tulang atau sendi)
Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis
Anemia yang tidak bisa dijelaskan (<8 g/dl), neutropenia (<0,5x10
9
per liter) dan atau trombositopenia kronik (<50x10
9
per liter)
Dan/atau skala penampilan 3: terbaring < 50% hari dalam bulan terakhir

Klinis stadium IV :
HIV wasting syndrome
Pneumocystis carinii pneumonia
Pneumonia bakterial berat yang berulang
Infeksi herpes simpleks kronik (orolabial, genital atau anorektal yang
lamanya > 1 bulan atau beberapa tempat viseral)
Candidiasis oesophageal (kandidiasis trakea, bronkus, atau paru-
paru)
Tuberkulosis ekstrapulmonar
sarkoma kaposi
Infeksi cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ-organ lainnya)
Toxoplasmosis susunan saraf pusat
Ensefalopati HIV
Cryptococcosis ekstra paru termasuk meningitis
Disseminated non-tuberculous mycobacterial infection
Progressive multifocal leukoencephalopathy
Cryptosporidiosis kronik
Isosporiasis kronik
Disseminated mycosis (ekstrapulmonar histoplasmosis,
coccidioidomycosis)
Recurrent septicaemia (termasuk Salmonella non-tifoid)
Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel B)
Karsinoma serviks invasif
Atypical disseminated leishmaniasis
Symptomatic HIV-associated nephropathy or symptomatic HIV
associated cardiomyopathy
Dan/atau skala penampilan 4 : terbaring > 50% hari dalam bulan terakhir

Pengobatan
Pendekatan utama terhadap infeksi HIV adalah pencegahannya.
Pencegahan primer adalah melindungi orang dari mendapatkan penyakit ;
pencegahan sekunder meliputi modifikasi perjalanan penyakit. Semua orang
dengan tiap risiko untuk infeksi HIV harus diinformasikan tentang praktek seks
yang aman dan perlu menghindari menggunakan bersama-sama jarum
hipodermik yang terkontaminasi. Strategi pencegahan dipersulit oleh nilai-nilai
sosial yang kompleks disekitar tindakan seksual, orientasi seksual, pengendalian
kelahiran, dan penyalahgunaan zat. Kondom telah terbukti merupakan strategi


25
pencegahan yang cukup aman (walaupun tidak sepenuhnya) dan efektif untuk
melawan infeksi HIV.
31
Secara umum, penatalaksanaan orang dengan HIV/AIDS terdiri atas
beberapa jenis yaitu : (a) pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan
obat antiretroviral (ARV), (b) pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit
infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, (c) pengobatan suportif yaitu
makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik dan pengobatan pendukung lain
seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup
dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut,
angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi
oportunistik amat berkurang.
2


3.2. DEPRESI
Dalam psikiatri, depresi menunjukkan ke suatu sindroma klinis yang terdiri
dari sifat mood yang menurun (perasaan sedih yang menyakitkan), kesulitan
dalam berpikir, dan retardasi psikomotor.
35

Depresi dapat terjadi pada berbagai umur. Studi yang disponsori NIMH
memperkirakan bahwa di Amerika Serikat 6% berumur 9-17 tahun dan hampir
10% warga Amerika dewasa diusia 18 tahun atau lebih, mengalami depresi
setiap tahun.
6
Umur onset untuk gangguan depresif berat sekitar 40 tahun,
dengan 50% dari seluruh penderita memiliki onset antara usia 20 hingga 50
tahun. Gangguan depresif berat juga bisa muncul pada masa anak atau usia
tua.
31
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Indonesia menjumpai
bahwa 94% penduduk Indonesia mengidap depresi mulai dari tingkat berat
hingga ringan.
36

Meskipun usaha yang intensif untuk menegakkan dasar etiologi atau
patofisiologis dari gangguan depresif mayor, penyebab pastinya belum diketahui.
Terdapat konsensus bahwa faktor etiologinya adalah multipel genetik,
biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan sosial mungkin saling berinteraksi
dengan cara yang kompleks dan pemahaman terbaru mengenai gangguan ini
menghendaki adanya pemahaman yang pintar terhadap hubungan faktor-faktor
ini.
37
Seperti penyakti-penyakit serius lainnya seperti kanker, penyakit jantung
atau stroke, bagaimanapun, depresi sering menyertai HIV/AIDS.
5


26
Hubungan antara depresi dengan HIV/AIDS merupakan hubungan yang sangat
kompleks, di satu sisi depresi dapat timbul karena penyakit HIV/AIDS itu sendiri,
di sisi lain depresi yang timbul akan lebih memperberat perjalanan penyakit
HIV/AIDS itu sendiri. Depresi akan memperberat perjalanan penyakit HIV /AIDS
melalui perubahan perilaku seperti perasaan bersalah, kurangnya minat
berkomunikasi, berkurangnya kepatuhan memakan obat serta keinginan untuk
bunuh diri dan juga gangguan sistim imun. Berbagai gejala pada depresi seperti
gangguan neurovegetatif (gangguan tidur, nafsu makan berkurang, disfungsi
seksual), gangguan kognitif (pelupa, susah berkonsentrasi) juga akan
memperberat perjalanan penyakitnya.
38,39


Depresi yang timbul pada penderita HIV/AIDS dapat disebabkan oleh
beberapa hal seperti :
9,17,40

1. Invasi virus HIV ke Susunan Saraf Pusat (SSP), dimana menghasilkan
perubahan neuropatologis pada basal ganglia, thalamus, nukleus batang otak
yang menyebabkan disfungsi dan akhirnya akan menyebabkan gangguan
pada mood dan motivasi.
2. Efek samping penggunaaan obat-obat anti retroviral seperti : efavirenz
interferon, zidovudin.
3. Komplikasi HIV seperti infeksi oportunistik dan tumor intra kranial.
4. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan setelah diketahui menderita penyakit
tersebut, biasanya penderita mengalami reaksi penolakan dari pekerjaan,
keluarga maupun masyarakat.

Gambar 1. Hubungan antara depresi dengan HIV
41

Dikutip dari : Angelino FA. Depression and Adjustment Disorder in Patients With HIV Disease.
Perspecti ve 2002 ;10 : 31.


27
Walaupun kejadian depresi pada penderita HIV/AIDS ini sebenarnya
cukup tinggi tetapi sering kurang terdiagnosis karena beberapa gejala depresi
sering dijumpai sebagai bagian dari gejala penyakit HIV/AIDS itu sendiri.
27,42
Beberapa hal yang menjadikan diagnosis depresi pada penderita HIV/AIDS
menjadi lebih sulit untuk ditegakkan antara lain:
23
1. Kemungkinan efek gejala klinis yang timbul akibat infeki virus HIV itu sendiri
seperti : fatique, berkurangnya nafsu makan dan tidur, dan penurunan berat
badan.
2. Kemungkinan efek gangguan kognitif yang timbul akibat infeksi virus HIV pada
otak dengan gejala seperti retardasi psikomotor, pelupa, dan kesulitan untuk
berkonsentrasi mungkin gejala-gejala awal dari kerusakan ini.
3. Reaksi emosional dan perilaku yang bersifat sementara, yang sering timbul
dalam perjalanan penyakit seperti: hilangnya minat berkomunikasi dengan
sesama, perasaan bersalah tentang perilaku berisiko sebelumnya, keinginan
bunuh diri.
Kriteria depresif mayor menunjukkan bahwa simtom-simtom ini
seharusnya diperhitungkan sebagai bagian dari depresi jika simtom-simtom
secara jelas bukan akibat masalah fisik yang komorbid.
41
Beragam solusi telah
diajukan oleh Cohen-Cole dan kawan-kawan, yang menyarankan 4 pendekatan
yang mungkin :
17
1. Pendekatan etiologikal, yang mengikuti kriteria Diagnostic and statistical
manual of mental disorder (DSM) yang memerlukan penilaian terdahulu untuk
memasukkan simtom / tanda tertentu bukan hasil dari gangguan fisik yang
melatarbelakanginya.
41

2. Pendekatan inklusif, dimana seluruh simtom-simtom dihitung tanpa
memperhatikan penyebab yang mungkin.
17,41

3. Pendekatan eksklusif, yang tidak mengizinkan setiap simtom-simton fisik untuk
dimasukkan pada diagnosis.
17

4. Pendekatan substitusi, yang mana empat kriteria psikologikal / kognitif yang
baru disubstitusi untuk dipindahkan / dihilangkan.
41



28
Tinjauan selanjutnya memisahkan pendekatan ini kedalam 2 pendekatan
yaitu eksklusif dan inklusif. Pendekatan ekslusif mungkin secara diagnostik yang
paling murni dan jadi pilihan yang terbaik untuk tujuan penelitian.
41
Namun,
pendekatan inklusif, meskipun diagnosis depresi memungkinkan, menunjukkan
yang terbaik untuk manajemen klinikal karena pasien-pasien sering tidak
melaporkan simtom-simtom psikologik depresi akibat stigma kultural
41
dan
perlindungan terbaik terhadap pasien dari risiko depresi yang tidak
terdiagnosis.
43
Pendekatan ini merekomendasikan bahwa klinisi
memperhitungkan setiap simtom-simtom depresif yang relevan meskipun bila
terdapat alasan untuk meyakini simtom mungkin bukan bagian dari sindrom
depresif tapi mungkin sekunder terhadap proses penyakit atau pengobatannya.
43
Skrining rutin untuk penyakit psikiatrik pada pasien-pasien klinis HIV/AIDS
secara efektif dapat digunakan. Beberapa alat-alat skrining untuk depresi pada
setting medis telah diteliti. Beck Depression Inventory (BDI) dikembangkan untuk
mengukur manifestasi perilaku depresi pada remaja dan dewasa. Alat ukurnya di
desain untuk menstandarisasi penilaian keparahan depresi agar pemonitoran
perubahan sepanjang waktu atau untuk menjelaskan gangguannya secara
sederhana.
44
Pokok-pokok dalam BDI orisinalnya diperoleh dari observasi
penderita-penderita depresi yang dibuat sepanjang perjalanan psikoterapi
psikoanalitik. Sikap dan simtom-simtom yang muncul secara spesifik terhadap
kelompok penderita ini dijelaskan oleh rentetan pernyataan, dan suatu nilai
angka diberikan untuk setiap pernyataan.
44
Dalam bentuk orisinilnya, 21 manifestasi perilaku diungkapkan disini,
setiap area diwakili oleh empat hingga lima pernyataan yang menjelaskan
keparahan simtom mulai dari ringan hingga berat. Subjek diminta untuk
mengidentifikasi pernyataan yang paling tepat yang menjelaskan perasaannya
sekarang. Pokok-pokoknya kemudian dinilai dan disimpulkan untuk
memperoleh suatu nilai total untuk keparahan simtom depresif.
44

BDI terdiri dari kumpulan 21 pokok, masing-masingnya dengan rentetan
empat pernyataan. Pernyataannya menjelaskan keparahan simtom sepanjang
rangkaian kesatuan nomor urut dari tidak ada atau ringan (nilai 0) ke berat (nilai
3). Walaupun instrumen orisinilnya dimaksudkan untuk dibacakan dengan kuat
oleh seorang pewawancara yang mencatat pilihan subjeknya, skalanya
kemudian telah digunakan sebagai kuesioner yang dilaporkan sendiri (self-report


29
questionnaire). Nilai keparahan depresi dibuat dengan menyimpulkan nilai-nilai
dari pokok-pokoknya yang disokong dari setiap pokoknya.
44
Panduan-panduan
belakangan ini menyarankan interpretasi dari nilai-nilai keparahan : 0-9, tidak
depresi; 10-16, ringan; 17-29, sedang; dan 30-63, berat. Nilai subskala bisa
dikalkulasikan untuk faktor kognitif-afektif dan faktor hasil somatik.
44

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita depresi dengan HIV/ AIDS secara garis besar
dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu penatalaksaan terhadap penyakit HIV/AIDS
dan penatalaksanaan terhadap depresinya. Penatalaksaan terhadap penyakit
HIV/AIDS sendiri telah cukup berkembang dengan ditemukannya obat-obat anti
retrovirus. Penatalaksanaan yang baik terhadap depresinya akan memperbaiki
kualitas hidup, memperbaiki kepatuhan terhadap pengobatan, dan
memperpanjang angka harapan hidup penderita HIV/AIDS.
45




















30
BAB 4
KERANGKA KONSEP



PENDERITA HIV/AIDS

Karakteristik Demografik
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Status perkawinan
- Tempat Tinggal
- Pekerjaan







- Jumlah CD4

Stadium klinis HIV:
- I
- II
- III
- IV

SINDROM
DEPRESIF
















31
BAB 5
METODE PENELITIAN

5.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional
46,47
untuk menilai apakah terdapat sindrom depresif pada
penderita HIV/AIDS dan apakah sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
tersebut berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, stadium klinis HIV dan CD4.

5.2. Tempat dan Waktu Penelitian :
a. Tempat penelitian : Poliklinik PUSYANSUS dan Bangsal Rawat Inap
Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan.
b. Waktu penelitian : Bulan Juli 2008 - Oktober 2008.

5.3. Populasi penelitian
a. Populasi target :
Penderita HIV/AIDS berusia 20 tahun.
b. Populasi terjangkau :
Penderita HIV/AIDS berusia 20 tahun di Poliklinik PUSYANSUS dan
bangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.4. Sampel dan Cara pemilihan sampel
5.4.1. Sampel penelitian :
Penderita yang didiagnosis dengan HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan
anamnese, gejala klinis, laboratorium dan kriteria WHO.

5.4.2. Cara pemilihan sampel :
Pemilihan sampel dengan cara consecutive sampling yaitu semua
subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.





32
5.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Penderita HIV/AIDS yang didiagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
laboratorium dan kriteria WHO
5.5.1. Kriteria Inklusi :
a. Berusia 20 tahun
b. Pertama sekali bertemu dengan peneliti
c. Kooperatif dan mau mengisi kuesioner serta lembar penjelasan ikut
penelitian
d. Pendekatan inklusif

5.5.2. Kriteria eksklusi :
a. Mengalami gangguan psikiatrik berat lainnya sebelum ikut penelitian
b. Cedera subkortikal (subcortical injury)
c. Infeksi susunan saraf pusat (CNS inflammation)
d. Komplikasi HIV seperti tumor intrakranial
e. Menggunakan obat antiretroviral: zidovudin, interferon, efaviren

5.6. Besar Sampel
Besar sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi menggunakan
ketepatan absolut dengan rumus yang digunakan adalah :

Z

2
PQ
n =
d
2


Z


= Nilai batas bawah dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai

yang
Ditentukan ; untuk nilai

= 0,05 Z

= 1,96
P = Proporsi depresi pada penderita HIV/AIDS 50%
q = 1-p : 1-0,5 = 0,5
d = ketepatan penelitian (tingkat ketepatan absolut yang dihendaki) =
0,1



33
(1,96)
2
x (0,5) x (0,5)
n =
(0,1)
2

n = 97 n =100

5.7. Cara Kerja
Pemilihan penderita HIV/AIDS dilakukan dengan cara consecutive sampling
dan memenuhi kriteria inklusi mengisi persetujuan secara tertulis untuk ikut
ke dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan
jelas dan selanjutnya subjek penelitian mengisi kuesioner BDI. Hasil dari
setiap kuesioner BDI yang diisi oleh penderita kemudian dilihat apakah
memilki nilai tidak ada depresi, depresi ringan, sedang, atau berat.
Selanjutnya melalui uji statistik dilihat apakah terdapat perbedaan antara
sindrom depresif yang dialami penderita dengan usia, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, CD4 dan stadium klinis
HIV .

5.8. Identifikasi Variabel
5.8.1. Variabel bebas
Karakteristik demografi (umur, Jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan), CD4, stadium klinis HIV/AIDS.

5.8.2. Variabel tergantung
Sindrom depresif

5.9. Rencana Manajemen dan Analisis Data
Hasil yang didapat disusun dalam tabel distribusi, dilihat proporsi penderita
HIV/AIDS yang memiliki sindrom depresif. Untuk mencari hubungan antara
sindrom depresif dengan karakteristik demografik dan stadium klinis HIV,
CD4 digunakan uji hipotesis chi-square. Selain itu untuk menentukan
perbedaan rata-rata skor BDI menurut demografik, stadium dan CD4
digunakan anova (lebih dari 2 kelompok) dan uji T independen (2
kelompok). Dikatakan bermakna bila p < 0,05.


34
5.10. Definisi Operasional
a. Penderita HIV/AIDS adalah penderita HIV/AIDS yang didiagnosis
berdasarkan anamnese, gejala klinis, laboratorium dan kriteria WHO,
dalam penelitian ini dari stadium HIV I-1V.
b. Depresi adalah suatu sindrom klinis yang terdiri dari sifat mood yang
menurun (perasaan sedih yang menyakitkan), kesulitan dalam berpikir,
dan retardasi psikomotor.
c. Sindrom depresif adalah kumpulan gejala depresif yang dinilai
berdasarkan kuesioner BDI.
d. Beck Depression Inventory adalah suatu kuesioner untuk mengevaluasi
ada tidaknya sindrom depresif pada seseorang, yang terdiri dari
kumpulan 21 pokok, masing-masingnya dengan rentetan 4 pernyataan
yang menjelaskan keparahan simtom dari tidak ada atau ringan (nilai 0)
ke berat (nilai 3), interpretasi nilai keparahan adalah: 0-9, tidak depresi ;
10-16, ringan ; 17-29, sedang ; 30-63, berat.
e. Umur : lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun.
Dikelompokkan dalam 5 kategori, yaitu : 20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49
tahun, 50-59 tahun.
f. Pendidikan : jenjang pengajaran yang telah diikuti atau sedang dijalani
responden melalui pendidikan formal. Pendidikan dibagi atas SD
(Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMU (Sekolah
Menengah Umum), Diploma / Sarjana atau yang lebih tinggi.
g. Status perkawinan : ditentukan apakah subjek masih dalam ikatan
perkawinan (menikah), atau tidak dalam ikatan perkawinan (cerai/tidak
kawin).
h. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang mendapatkan upah.
i. CD4 adalah jumlah sel darah putih (limfosit) atau disebut juga sel T4
(CD4+) didalam darah yang merupakan indikator untuk memantau
beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV. Di kelompokkan dalam 3
kategori, yaitu : < 200/mm
3
, 200-350/mm
3
, > 300/mm
3
.
j. Stadium klinis HIV : tingkat tahapan untuk pasien yang terinfeksi virus
HIV-1 menurut kriteria WHO.
k. Pendekatan inklusif adalah seluruh simtom-simtom depresi dihitung tanpa
memperhatikan penyebab yang mungkin.


35
l. Mengalami gangguan psikiatrik berat lainnya misalnya skizofrenia, dan
gangguan bipolar.
m. Cedera subkortikal (subcortical injury) adalah cedera otak yang
disebabkan oleh invasi virus HIV yang menghasilkan perubahan
neuropatologis pada otak yang menyebabkan disfungsi dan gangguan
pada mood.






























36
BAB 6
KERANGKA OPERASIONAL



Pemeriksaan
Laboratorium




Penderita HIV/AIDS

Kriteria
Inklusi
Kriteria
Eksklusi






Kuesioner Beck Depression Inventory
Sindrom Depresif
(Tidak depresi, Ringan, Sedang dan Berat)




Analisis Data












37
BAB 7
HASIL PENELITIAN

Responden berjumlah 100 orang penderita HIV/AIDS yang datang ke Poliklinik
PUSYANSUS dan rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan. Pengambilan
responden dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2008. Penyajian hasil-
hasil penelitian dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi.

7.1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN
Tabel 3. Karakteristik Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Status Perkawinan, Tempat
Tinggal, Pekerjaan, Stadium Klinis HIV dan Jumlah CD4

Karakteristik Responden Jumlah %
Umur 20-29 tahun 44 44
30-39 tahun 44 44
40-49 tahun 11 11
50-59 tahun 1 1
Mean umur = 31,3 tahun (SD=5,9)

Jenis Kelamin Pria 72 72
Wanita 28 28
Pendidikan SD 5 5
SMP 14 14
SLTA 73 73
Akademi/ PT 8 8

Status Perkawinan Kawin 51 51
Tidak kawin 49 49

Tempat Tinggal Medan 54 54
Luar Medan 46 46


Pekerjaan Bekerja 38 38
Tidak bekerja 62 62



38

Sambungan tabel 1....

Stadium Klinis I 3 3
HIV II 15 15
III 38 38
IV 44 44
Jumlah CD4/mm
3
< 200 76 76
200-350 12 12
> 350 12 12
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa sampel didominasi oleh kelompok
umur 20-29 tahun (44%) dan 30-39 tahun (44%), Jenis Kelamin Pria (72%),
pendidikan tamat SLTA (73%), status kawin (51%), tempat tinggal Medan (54%),
tidak bekerja (62%), stadium IV (44%) untuk stadium klinis HIV dan Jumlah CD4
<200 (76%).

7.2. SINDROM DEPRESIF PADA PENDERITA HIV/AIDS
Tabel 4. Sindrom Depresif pada Penderita HIV/AIDS

Sindrom Depresif Jumlah %
Tidak depresi 26 26
Ringan 28 28
Sedang 34 34
Berat 12 12
Total 100 100

Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif sedang paling
banyak terjadi pada penderita HIV/AIDS (34%), diikuti oleh sindrom depresif
ringan (28%), tidak depresi (26%) dan sindrom depresif berat (12%).








39
7.3. MEAN, STANDARD DEVIATION (SD) BDI DAN CD4 PENDERITA
HIV/AIDS
Tabel 5. Mean dan Standard deviation (SD) BDI dan CD4 Penderita HIV/AIDS

Variabel n Mean SD

BDI
Tidak depresi 26 6,4 2,2
Ringan 28 12,9 1,6
Sedang 34 22,7 4,0
Berat 12 33,1 2,8

CD4 100 136,5 159,8

Dari tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa mean BDI pada penderita
HIV/AIDS yang mengalami depresi sedang adalah 22,7 (SD 4,0), depresi ringan
adalah 12,9 (SD 1,6), tidak depresi adalah 6,4 (SD 2,2), depresi berat adalah
33,1 (SD 2,8), dan mean CD4 pada penderita HIV/AIDS adalah 136,5 (SD
159,8).

7.4. SEBARAN UMUR PENDERITA HIV/AIDS DENGAN SINDROM DEPRESIF
Tabel 6. Sebaran Umur Penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresif

Umur Sindrom Depresif
(tahun) Tidak depresi Ringan Sedang Berat
n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p

20-29 10 38,5 6,4 2,3 0,23 15 53,6 13,2 1,6 0,53 15 44.1 23 3,8 0,66 4 33,3 34,2 4,2 0,37
30-39 10 38,5 5,7 2,4 11 39,3 12.6 1,7 15 44,1 22,2 4,3 8 66,7 32,6 1,9
40-49 6 23,1 7,6 1,2 2 7,1 12,5 2,1 3 8,8 25 4,5
50-59 1 2,9 20
Total 26 100 28 100 34 100 12 100

2
=10,032 p=0,348
Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat paling
banyak adalah umur 30-39 tahun (66,7%), mean BDI 32,6 (SD 1,9). Tidak
terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
berdasarkan kelompok umur.


40
7.5. SEBARAN JENIS KELAMIN PENDERITA HIV/AIDS DENGAN SINDROM
DEPRESIF
Tabel 7. Sebaran jenis kelamin penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresif

Sindrom Depresif

Jenis Tidak depresi Ringan Sedang Berat
Kelamin n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p

Pria 18 69,2 6,7 2,2 0,22 21 75 13,1 1,6 0,24 24 70,6 22,7 4,1 0,90 9 75 33 3,2 0,74
Wanita 8 30,8 5,6 2,1 7 25 12,2 1,7 10 29,4 22,9 4,2 3 25 33,6 1,5

Total 26 100 28 100 34 100 12 100

2
= 0,311, p= 0,958
Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang paling
banyak adalah pria (75%), mean BDI 33 (SD 3,2). Tidak terdapat perbedaan
bermakna sindrom depresif pada penderita HIV berdasarkan kelompok jenis
kelamin.

7.6. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN PENDERITA HIV/AIDS DENGAN
SINDROM DEPRESIF
Tabel 8. Sebaran Tingkat Pendidikan penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresif

Sindrom Depresif

Tingkat Tidak depresi Ringan Sedang Berat
Pendidi-
kan n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p

SD 1 3,8 9,0 0,9 0,64 2 7,1 12 2,8 0,68 2 5,9 20,5 0,7 0,36
SMP 3 11,5 7,0 2,0 2 7,1 12 1,4 6 17,6 24,6 3,6 3 25 34,6 5,0 0,38
SLTA 20 76,9 6,2 2,2 19 67,9 13,1 1,7 26 76,5 22,5 4,1 8 66,7 33 1,7
D3/ PT 2 7,7 6,5 3,5 5 17,9 12,8 1,3 1 8,3 30

Total 26 100 28 100 34 100 12 100

2
= 9,796 p=0,367
Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa yang mengalami depresi yang
paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA yaitu depresi sedang (76,5%),
mean BDI 22,5 (SD 4,1). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS berdasarkan tingkat pendidikan.


41
7.7. SEBARAN STATUS PERKAWINAN PENDERITA HIV/AIDS DENGAN
SINDROM DEPRESIF
Tabel 9. Sebaran Status Perkawinan penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresif

Sindrom Depresif

Status Tidak depresi Ringan Sedang Berat
Kawin n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p

Kawin 15 57,7 6,2 2,2 0,22 14 50 12,5 1,6 0,26 17 50 23 3,7 0,74 5 41,7 32,8 1,9 0,72
Tidak 11 42,3 6,7 2,1 14 50 13,2 1,6 17 50 22,5 4,4 7 58,3 33,4 3,5
kawin
Total 26 100 28 100 34 100 12 100

2
= 0,909 p= 0,823
Dari tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang
paling banyak adalah tidak kawin (58,3%), mean BDI 33,4 (SD 3,5). Tidak
terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
berdasarkan status perkawinan.

7.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL PENDERITA HIV/AIDS DENGAN SINDROM
DEPRESIF
Tabel 10. Sebaran Tempat Tinggal penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresif

Sindrom Depresif

Tempat Tidak depresi Ringan Sedang Berat
tinggal n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p

Medan 14 53,8 6,7 2,1 0,48 13 46,4 13,6 1,4 0,02 19 55,9 23 4,4 0,70 8 66,7 33,3 3,1 0,73
Luar 12 46,2 6,0 2,2 15 53,6 12,2 1,5 15 44,1 22,4 3,6 4 33,3 32,7 2,6
Medan
Total 26 100 28 100 34 100 12 100

2
= 1,470 p= 0,689

Dari tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang
paling banyak bertempat tinggal di Medan (66,7%), mean BDI 33,3 (SD 3,1).
Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
berdasarkan tempat tinggal.



42
7.9. SEBARAN PEKERJAAN PENDERITA HIV/AIDS DENGAN SINDROM
DEPRESIF
Tabel 11. Sebaran Pekerjaan penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresif

Sindrom Depresif

Pekerjaan Tidak depresi Ringan Sedang Berat
n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p

Bekerja 7 26,9 6,4 2,4 0,99 19 67,9 13,1 1,6 0,42 9 26,5 23,6 3,8 0,44 3 25 32 1,0 0,44
Tidak 19 73,1 6,4 2,1 9 32,1 12,5 1,6 25 73,5 22,4 4,1 9 75 33,5 3,2
bekerja
Total 26 100 28 100 34 100 12 100

2
= 14,72 p= 0,002

Dari tabel 11 diatas dapat diamati bahwa sindrom depresif berat yang
paling banyak adalah tidak bekerja (75%), mean BDI 33,5 (SD 3,2). Terdapat
perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan
pekerjaan.

7.10. SEBARAN STADIUM KLINIS HIV DENGAN SINDROM DEPRESIF
Tabel 12. Sebaran Stadium Klinis penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresi

Sindrom Depresif

Stadium Tidak depresi Ringan Sedang Berat
Klinis n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p
HIV
I 1 3,8 8,0 0,22 1 3,6 12 0,89 1 2,9 20 0,89
II 11 42,3 5,6 2,1 2 7,1 13 2,8 2 5,9 23,5 7,7
III 8 30,8 6,2 2,3 11 39,3 13,1 1,5 15 44,1 22,5 3,5 4 33,3 32,2 2,2 0,45
IV 6 23,1 7,8 1,8 14 50 12,7 1,8 16 47,1 23 4,3 8 66,7 33,6 3,1

Total 26 100 28 100 34 100 12 100

2
= 23,27 p=0,006


Dari tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang
paling banyak adalah stadium IV (66,7%), mean BDI 33,6 (SD 3,1).Terdapat
perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan
stadium klinis HIV.


43
7.11. SEBARAN JUMLAH CD4 PENDERITA HIV/AIDS DENGAN SINDROM
DEPRESIF
Tabel 13. Sebaran jumlah CD4 penderita HIV/AIDS dengan Sindrom Depresif

CD4 Sindrom Depresif
(mm
3
)
Tidak depresi Ringan Sedang Berat
n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p n % mean SD p

<200 9 34,6 7,4 2,0 0,04 23 82,1 13 1,6 0,44 33 97,1 22,5 3,9 0,11 11 91,7 33 2,9 0,52
200-350 6 23,1 7,1 1,9 5 17,9 12,4 2 1 2,9 29
>350 11 42,3 5,1 2,0 1 8,3 35

Total 26 100 28 100 34 100 12 100


2
= 43,07 p=0,001

Dari tabel 13 diatas dapat diamati bahwa sindrom depresif sedang yang
paling banyak adalah jumlah CD4 < 200/mm
3
(97,1%), mean BDI 22,5 (SD 3,9).
Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV /AIDS
berdasarkan jumlah CD4.



















44
BAB 8
PEMBAHASAN

Penelitian Sindrom Depresif pada Penderita HIV/AIDS ini merupakan
suatu penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada penderita-
penderita HIV/AIDS dengan menggunakan kuesioner BDI dan tujuan khususnya
adalah mengetahui apakah sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berbeda
berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
tempat tinggal, pekerjaan, stadium klinis HIV, jumlah CD4 dan agar penderita-
penderita HIV/AIDS yang memiliki sindrom depresif dapat dirujuk ke Departemen
Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan perawatan lebih lanjut.
Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan bahwa sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS berbeda berdasarkan kelompok pekerjaan, stadium
klinis HIV dan jumlah CD4 terbukti.

8.1. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) BDI PADA PENDERITA
HIV/AIDS
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa mean BDI pada 100 penderita HIV/AIDS
adalah depresi sedang 22,7 (SD 4,0), depresi ringan 12,9 (SD 1,6), depresi berat
33,1 (SD 2,8), tidak depresi 12,9 (SD 1,6). Sedangkan Evans et al yang
melakukan penelitian terhadap 63 penderita dengan HIV positif, dan 30 dengan
HIV negatif mendapati rerata masing-masing skor Hamilton Rating Scale for
Depression adalah 8,62 (SD 7,26) yaitu depresi ringan dan 5,67 (SD 7,33) yaitu
tidak depresi.
49
Sementara Perry et al yang melakukan penelitian terhadap 129
penderita HIV/AIDS mendapati bahwa sepertiganya mempunyai skor BDI 14 atau
lebih tinggi ( depresi ringan hingga sedang).
15
Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa berdasarkan skor BDI maka sindrom depresif sedang paling
banyak terjadi pada penderita HIV/AIDS, hal yang sama dengan penelitian Perry
et al yang mendapati bahwa penderita HIV/AIDS paling banyak mengalami
depresi ringan hingga sedang.
15





45
8.2. SINDROM DEPRESIF PADA PENDERITA HIV/AIDS
Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif sedang paling
banyak terjadi pada penderita HIV/AIDS (34%), diikuti oleh sindrom depresif
ringan (28%), tidak depresi (26%) dan sindrom depresif berat (12%). Secara
keseluruhan juga dapat diamati bahwa dari 100 penderita HIV/AIDS yang
mengalami sindrom depresif berjumlah 74 orang (74%), sementara Stolar et al
menemukan hingga 85% individu dengan HIV positif melaporkan mengalami
gejala-gejala depresi.
14
Penelitian lainnya yang diadakan pada klinik spesialis HIV
pusat perawatan kesehatan tersier (tertiary health care centre) di India Selatan
melaporkan 40% individu HIV seropositif menderita sindrom depresif.
9,14
Bing et
al, menyatakan secara keseluruhan, angka depresi diantara orang-orang dengan
infeksi HIV adalah mencapai 50%,
13
dan Acuff et al menemukan diantara pasien-
pasien yang terinfeksi HIV yang diarahkan untuk evaluasi psikiatrik, rata-rata
mengalami depresi berat berkisar dari 8% - 67%,
14
sedangkan pada penelitian ini
angka depresi berat 12% hal ini tidak berbeda jauh.
Dari penelitian ini depresi yang ada pada penderita HIV/AIDS menurut
literatur dikatakan bahwa hubungan antara depresi dengan HIV/AIDS merupakan
hubungan yang sangat kompleks, di satu sisi depresi dapat timbul karena
penyakit HIV/AIDS itu sendiri, disisi lain depresi yang timbul akan lebih
memperberat perjalanan penyakit HIV/AIDS itu sendiri.
38,39


8.3. SEBARAN UMUR PENDERITA DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif yang paling
banyak adalah sindrom depresi berat, pada kelompok umur 30-39 tahun (66,7%),
mean BDI 32,6 (SD 1,9). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS berdasarkan kelompok umur.
Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Christ et al yang menyatakan bahwa
kebanyakan subjek yang terinfeksi HIV/AIDS mengalami sindrom depresif terjadi
pada kelompok umur 25-49 tahun.
17
Sedangkan hasil penelitian ini sindrom
depresif yang paling banyak pada kelompok umur 30-39 tahun, hal ini sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa umur onset untuk gangguan depresif
berat sekitar 40 tahun, dengan 50% dari seluruh penderita memiliki onset antara
20 hingga 50 tahun.
31





46
8.4. SEBARAN JENIS KELAMIN DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif yang paling
banyak adalah sindrom depresi berat dengan jenis kelamin pria (75%), mean BDI
33 (SD 3,2) dan sindrom depresif ringan (75%), mean BDI 13,1 (SD 1,6).
Sedangkan wanita depresi sedang (29,4%), mean BDI 22,9 (SD 4,2). Tidak
terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
berdasarkan kelompok jenis kelamin.
Penelitian Brown et al mengevaluasi 43 wanita yang terinfeksi HIV dan
mendapat pelayanan di Angkatan Udara Amerika Serikat, hanya 2 pasien (5%)
yang depresi. Pada studi yang ditunjukkan 3 tahun kemudian, peneliti lainnya
mendiagnosa depresi pada sampel wanita HIV positif hanya 1,9%.
18
Dew et al
mengikuti selama 1 tahun dari 113 kelompok pria dengan HIV positif dan 57
kontrol dengan HIV negatif, yang ikut pada setting perawatan primer. Mereka
menemukan bahwa prevalensi depresi berat selama periode follow up adalah
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok pria dengan HIV positif.
23

Secara keseluruhan dari penelitian ini didapat jumlah penderita laki-laki
lebih banyak yang menderita depresi. Hal yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lipsitz et al didapatkan angka kejadian depresi pada laki-laki
dengan HIV positif lebih tinggi dibandingkan pada wanita yaitu masing-masing
sebesar 33% dan 26%.
20


8.5. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa yang mengalami depresi yang
paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA yaitu depresi sedang (76,5%),
mean BDI 22,5 (SD 4,1). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif
pada penderita HIV/AIDS berdasarkan tingkat pendidikan.
Dari literatur mengatakan sindrom depresif lebih sering terjadi pada
tingkat pendidikan rendah dibandingkan tingkat pendidikan lebih tinggi.
31
Ini
berbeda pendapat dengan penelitian diatas dimana tingkat pendidikan SLTA
yaitu depresi sedang (76,5%), mean BDI 22,5 (SD 4,1) lebih tinggi daripada
tingkat pendidikan SMP yaitu depresi berat 25%, mean BDI 34,6 (SD 5,0).





47
8.6. SEBARAN STATUS PERKAWINAN DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang paling
banyak adalah tidak kawin (58%), mean BDI 33,4 (SD 3,5). Tidak terdapat
perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan
status perkawinan.
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa penderita HIV/AIDS yang
paling banyak mengalami sindrom depresi berat adalah tidak kawin. Dari literatur
dikatakan bahwa gangguan depresif berat sering dialami individu yang tidak
memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai dibandingkan
dengan yang menikah. Status perceraian menempatkan seseorang pada risiko
lebih tinggi untuk menderita depresi. Depresi lebih sering pada orang yang
tinggal sendiri bila dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat
lainnya.
31,48


8.7. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat paling
banyak adalah bertempat tinggal di Medan (66,7%), mean BDI 33,3 (SD 3,1).
Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
berdasarkan tempat tinggal.
Pada penelitian ini penderita HIV/AIDS yang mengalami sindrom depresif
berat paling banyak bertempat tinggal di Medan. Dari literatur dikatakan bahwa
faktor lingkungan seperti pemaparan terhadap peristiwa hidup yang penuh
tekanan tampaknya memainkan peranan untuk menyebabkan timbulnya sindrom
depresif. Ketidakmampuan peranan sosial untuk menyesuaikan diri dengan
stresor sosial mengarah pada berkembangnya depresi pada seseorang. Stresor
psikososial lebih tinggi pada daerah perkotaan dari pada pedesaan.
31

8.8. SEBARAN PEKERJAAN DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 11 diatas dapat diamati bahwa sindrom depresif berat paling
banyak adalah tidak bekerja (75%), mean BDI 33,5 (SD 3,2). Terdapat
perbedaan bermakna di sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan
pekerjaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Blalock et al yang
melaporkan hasil yang sama pada penilaian cross sectional dari 200 pasien


48
Warga Afrika-Amerika laki-laki dan wanita dengan HIV/AIDS yang mengikuti
suatu pelayanan klinik medik yang pada beberapa waktu mempunyai jumlah CD4
kurang dari 200 cell/mm
3
, 60% adalah tidak mempunyai pekerjaan dan 15%
mempunyai pekerjaan.
20
Sedangkan Lyketsos et al melaporkan hasil yang di
follow up dari 911 laki-laki HIV positif dari The Multicenter AIDS Cohort Study
(MACS), timbulnya semua gejala-gejala depresi yang signifikan, termasuk
prevalensi sindrom depresif dalam waktu 6 bulan sebelum AIDS berkembang.
Adanya depresi sebelumnya, tidak mempunyai pekerjaan, dan laporan gejala-
gejala yang berhubungan dengan AIDS adalah hanya sebagai prediktor dari
peningkatan tersebut.
20
Dari literatur dikatakan bahwa tidak mempunyai
pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor risiko terjadinya depresi.
Suatu survei yang dilakukan terhadap wanita dan laki-laki dibawah 65 tahun yang
tidak bekerja sekitar enam bulan melaporkan bahwa depresi tiga kali lebih sering
pada pengangguran daripada yang bekerja.
48


8.9. SEBARAN STADIUM KLINIS HIV/AIDS DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang
paling banyak adalah stadium IV (66,7%), menurut kriteria WHO yaitu stadium
klinis yang simtomatik dengan mean BDI 33,6 (SD 3,1). Terdapat perbedaan
bermakna sindrom depresif pada penderita HIV /AIDS berdasarkan stadium klinis
HIV.
Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Kelly et al yang menemukan
bahwa stadium klinis infeksi HIV simtomatik pada penderita dengan HIV positif
angka gangguan depresif berat lebih tinggi daripada penderita dengan HIV
positif yang asimtomatik.
15
Penelitian meta analisis yang dipublikasikan, Ciesla
dan Roberts juga menemukan bahwa orang dengan HIV positif, kemungkinan
hampir dua kali lebih banyak didiagnosa dengan depresi berat dan orang dengan
HIV simtomatik dan asimtomatik umumnya adalah sama mengalami depresi.
17

Sementara Lipsitz et al mengeksplorasi prevalensi gangguan-gangguan mental
pada sampel orang-orang pengguna obat-obatan (drug users) secara intra vena
yang tinggal di kota New York, prevalensi gangguan depresif adalah secara
signifikan lebih tinggi pada pria dengan HIV positif daripada kontrol dengan HIV
negatif, dan diagnosis adalah dihubungkan dengan gejala berdasarkan stadium
klinis penyakit HIV.
20


49
Lyketsos et al melaporkan hasil yang di follow up dari 911 laki-laki HIV positif dari
The Multicenter AIDS Cohort Study (MACS), timbulnya semua gejala-gejala
depresi yang signifikan, termasuk prevalensi sindrom depresif dalam waktu 6
bulan sebelum AIDS berkembang.
20


8.10. SEBARAN JUMLAH CD4 DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 13 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif sedang paling
banyak adalah jumlah CD4 < 200/mm
3
(97,1%), mean BDI 22,5 (SD 3,9).
Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV /AIDS
berdasarkan jumlah CD4.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian di Uganda. Hasil
penelitian di Uganda mendapati bahwa dari 1017 penderita yang terinfeksi HIV
yang dinilai gejala-gejala depresinya dengan menggunakan Center for
Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), 47% dilaporkan mengalami
gejala depresi (CES-D 23) memiliki jumlah CD4 < 50 cells/l.
22






















50
BAB 9
KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. KESIMPULAN
Penelitian ini mendapati hasil bahwa mean untuk skor BDI pada subjek
dengan sindrom depresif sedang adalah 22,7 (SD 4,0), diikuti sindrom depresif
ringan 12,9 (SD 1,6), tidak depresi 6,4 (SD 2,2) dan sindrom depresif berat 33,1
(SD 2,8) dan mean untuk skor CD4 pada seluruh subjek adalah 136,5 (SD
159,8). Sindrom depresif sedang paling banyak dijumpai (34%), diikuti oleh
sindrom depresif ringan (28%), tidak depresi (26%) dan sindrom depresif berat
(12%). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita
HIV/AIDS berdasarkan kelompok pekerjaan, stadium klinis HIV, dan jumlah CD4.
Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS
berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan tempat
tinggal.

9.2. SARAN
Melihat tingginya angka sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS, maka
perlu dipertimbangkan pentingnya penanganan yang bersifat menyeluruh dalam
dampak psikologis. Seperti juga di berbagai negara maju, perlu kiranya
dipertimbangkan keterlibatan Consultation Liaison Psychiatry sedini mungkin.
Perlunya peranan dokter-dokter baik di poliklinik atau di bangsal untuk
lebih menanggapi adanya gejala-gejala depresi pada penderita HIV/AIDS, dan
untuk peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS tersebut, perlu
dipertimbangkan adanya kerjasama antara Departemen Penyakit Dalam dengan
Departemen Psikiatri.
Perlu dilakukan penyuluhan lebih lanjut tentang HIV/AIDS dan dengan
ditemukannya sindrom depresif sedang dan berat pada penderita HIV/AIDS agar
dipertimbangkan pemberian obat anti depresan dalam meningkatkan kualitas
hidup pasien.






51
DAFTAR PUSTAKA

1. Pohan HT. Opportunistic Infection of HIV Infected/AIDS Patients in Indonesia
: Problem and Challenge. The Indonesian Journal of Internal Medicine 2006 ;
38 :169-73.
2. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2006. h.1825-29.
3. Wikipedia. AIDS. Available from : http//www.id.wikipedia.org/wiki/HIV/AIDS
4. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Disease : AIDS
and Related Disorders. In : Braunwald E, Fauci AS, et al, eds. Harrisons
Principles of Internal Medicine. Vol.II. 15
th
ed. New York : McGraw-Hill ; 2001.
p. 1852-1911.
5. NIMH. Depression and HIV/AIDS. Available from :http//www.nimh.nih.gov
6. Vaidya SA, Klotman M, Simon V. HIV/AIDS at 25 : History, Epidemiology,
Clinical Manifestations, and Treatment. In : Cohen MA, Gorman JM, eds.
Comprehensive Textbook of AIDS Psychiatry. New York : Oxford University
Press ; 2008. p. 15-24.
7. Depkes RI. Perencanaan dan Penanggulangan HIV/AIDS Perlu Sinergisme
17 Maret 2008. Available from :
http//www.depkes.go.id.index/php?option=news&task
8. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor
s/d Maret 2008. Available from : http://www.aids-
ina.org/files/datakasus/jun2008.pdf
9. Chandra PS, Desai G, Ranjan S. HIV & Psychiatric Disorders. Indian J Med
Res 2005 ; 121 : 451-467.
10. Laserman J, Jackson ED, et al. Progression to AIDS : The Effects of Stress,
Depressive Symptoms, and Social Support. Psychosomatic Medicine 1999;
61 : 397-406.
11. Goldenberg D, Boyle BA. HIV dan Psikiatri. Available from :
http//www.spiritia.or.id/cst/php?=10418
12. Fell M, Newman S, Herns M,et al. Mood and Psychiatric Disturbance in HIV
and AIDS : Changes Over Time. British Journal of Psychiatry 1993 ; 162 :
604-610.


52
13. Cournos F,McKinnon K. Epidemiology of Psychiatric Disorders Associated
with HIV and AIDS. In: Cohen MA, Gorman JM, eds. Comprehensive
Textbook of AIDS Psychiatry. New York: Oxford University Press; 2008.p. 39-
46.
14. Vardhana S, Laxminarayana B. Depression in Patients with HIV/AIDS. Kuwait
Medical Journal 2007 ; 39 : 227-230.
15. Olatunji BO, Mimiaga MJ, OCleirigh C, Safren SA. A Review of Treatment
Studies of Depression in HIV. Intenational AIDS Society-USA 2006 ; 14 : 112-
123.
16. Tandiono E, Wibisono S, Darmabrata W. Peran Consultation Liaison
Psychiatry Pada Penatalaksanaan Pasien Dengan HIV/AIDS. Available from :
http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/hor-1.htm
17. Maj M. Depression and AIDS. In : Robertson MM, Katona CL, eds.
Depression and Physical Ilness. New York : John Wiley & Sons Ltd ;
1997.p.185-205.
18. De Mello VA, Malbergier A. Depression In Women Infected With HIV. Rev
Bras Psiquiatr 2006; 28 : 10-7.
19. Hsu J. Depression. Johns Hopkins POC-IT Center 2008 ; 1-5.
20. Maj M. Depression in Symptomatic HIV Infection. In : Moussaoi D, Ibor JJL,
Okasha A, Maj M,eds. Depression in General Practice 10 year Special Issue.
France : Servier ; 2000. p. 47-49.
21. Rabkin JG, McElhiney M, Ferrando SJ, Gorp WV, Lin AH. Predictors of
Employment of Men With HIV/AIDS : A Longitudinal Study. Psychosomatic
Medicine 2004; 66 : 72-8.
22. Kaharuza FM, Bunnel R, Moss S, et al. Depression and CD4 Cell Count
Amaong Person With HIV Infection in Uganda. AIDS Behav 2006; 10: 105-11.
23. Rabkin J. HIV and Mood Disorders. ACRIA Update 2006 ; 15 : 1-5.
24. JAMA. HIV Infection : The Basics. The Journal of American Medical
Assosiation 2006 ; 296 : 1-3.
25. Lan VM. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi
Didapat (AIDS). Dalam : Price SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol1. 16
th
ed. Jakarta : EGC ; 2005.p. 225-
241.


53
26. Dubin J. HIV and AIDS. Available from :
http:www.emedicine.com/EMERG/topic253.htm
27. Treisman GJ, Angelino AF, Hutton HE, Hsu J, Lyketsos CG. Neuropsychiatric
Aspects of HIV Infection and AIDS. In : Sadock BJ, Sadock VA, eds. Kaplan
& Sadocks Comprehensive textbook of psychiatry. Vol I. 8
th
ed. Philadelphia :
Lippincot Williams & Wilkins ; 2005. p.426-449.
28. Temesgen Z. HIV Infection. In : Habermann TM, Ghosh AK, eds. Mayo Clinic
Internal Medicine Review 2006-2007. 7
th
ed. Canada : Mayo Clinic Scientific
Press ; 2006. p. 465-481.
29. Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z. Infeksi Oportunistik pada AIDS. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas kedokteran UI ; 2005.
30. Kamps BS, Hoffmann C. Introduction. In : Hoffmann C, Rockstroh JK, Kamps
BS, eds. HIV Medicine 2007. 15
th
ed. Paris : Flying Publisher ; 2007. p. 23-29.
31. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry,
Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 10
th
ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins ; 2007.
32. Sabatine MS. Pocket Medicine. 3
rd
ed. Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins ; 2008. p.147-150.
33. Nadler JP, Montero J. Pathophysiology of HIV Infection. Available from :
http://www.faatl.org/pdf/primarycareguide/pathophysiolgy.pdf
34. WHO. Clinical Staging of HIV for Adults and Adolescents With Confirmed HIV
Infection August 2006. Available from : http://womenchildrenhiv.org
35. Campbell RJ. Psychiatric Dictionary. 5
th
. New York : Oxford University Press ;
1981
36. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Berita 21 Juni 2007. Available
from :
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid= 2846
37. Loosen PT, Beyer JL, Sells SR, et al. Mood Disorders. In : Ebert MH, Loosen
PT, Nurcombe, eds. Current Diagnosis & Treatment in Psychiatry. United
States of America : McGraw Hill ; 2001. p. 290-307.
38. Penzak SR, Reddy YS, Grimsley SR. Depression in Patients With HIV
Infection. American Journal of Health-System Pharmacy 2000 ; 57 : 376-386.
39. Angelino FA. Depression and Adjustment Disorder in Patients with HIV
Disease. Perspective 2002; 10 : 31-35.


54
40. Colibazzi T, Hsu TT, Gilmer W. Human Immunodeficiency Virus and
Depression in Primary Care: A Clinical Review. Prim Care Companion J Clin
Psychiatry 2006 ; 8 : 201-211.
41. Jiminez IM, Goodnick P. Depression in Patients With Diabetes Mellitus.
Psychiatric Disorders & Comorbid Medical Illnesses. New York : The
Hatherleigh Company ; 1998. p. 1-18.
42. Tabrizian S, Mittermeier O. HIV and Psychiatric Disorders. In : Hoffman C,
Rockstroh JK, Kamps BS, eds. HIV Medicine 2007. 15
th
ed. Paris : Flying
Publisher ; 2007. p. 667-677.
43. Creed F. Assessing Depression In The Context of Physical Illness. In :
Robertson MM, Katona CL, eds. Depression and Physical Ilness. New York :
John Wiley & Sons Ltd ; 1997.p.3-17.
44. Beck AT, Steer RA. Beck Depression Inventory (BDI). In : Rush AJ, Pincus
HA, First MB, et al, eds. Handbook of Psychiatric Measures. Washington DC :
American Psychiatric Association ; 2000. p. 519-522.
45. Cruess DG, Douglas SD, et al. Association of Resolution of Major Depression
With Increased Natural Killer Cell Activity Among HIV-Seropositive Women.
AM J Psychiatry 2005; 162 : 2125-30.
46. Sastroasmoro S, Gatot D, Kadri N, Pudjiarto PS. Usulan Penelitian. Dalam
Sastroasmoro S, Ismael S, ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto, 2002 . h. 24-47.
47. Ghazali MV, Sastromiharjo S, Soedjarwo SR, et al. Studi cross-sectional.
Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto, 2002. h. 97-108.
48. Amir N. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tata Laksana. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005.
49. Evans DL, Ten Have TR, Douglas SD, et al. Association of Depression With
Viral Load, CD8 T Lymphocytes, and Natural Killer Cells in Women With HIV
Infection. Am J Psychiatry 2002; 159 : 1752-59.







55
Lampiran 1
Beck Depression Inventory

Nama :
Umur :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
Pendapatan :
Suku :
Pendidikan :
Stadium Penyakit :
Tanggal Pemeriksaan :

Instruksi : Kuisioner ini terdiri dari 21 kelompok pernyataan. Silakan membaca masing-masing
kelompok pertanyaan dengan seksama, dan pilih satu pernyataan yang terbaik pada masing-
masing kelompok yang menggambarkan dengan baik bagaimana perasaan anda. Lingkari nomor
selain pernyataan yang telah anda pilih. Jika beberapa pernyataan dalam beberapa kelompok
sama bobotnya, lingkari nomor yang paling tinggi untuk kelompok itu. Yakinkan bahwa anda tidak
memilih lebih dari satu pernyataan untuk satu kelompok, termasuk soal nomor 16 (Perubahan Pola
tidur) atau soal nomor 18 (Perubahan Selera Makan).

Pilihlah satu jawaban yang sesuai dengan keadaan anda
1. A. Saya tidak merasa sedih
B. Saya merasa sedih
C. Saya sedih dan murung sepanjang waktu dan tidak bisa menghilangkan perasaan itu
D. Saya demikian sedih atau tidak bahagia sehingga saya tidak tahan lagi rasanya

2. A. Saya tidak terlalu berkecil hati mengenai masa depan
B. Saya merasa kecil hati mengenai masa depan
C. Saya merasa bahwa tidak ada satupun yang dapat saya harapkan
D. Saya merasa bahwa masa depan saya tanpa harapan dan bahwa semuanya tidak
akan dapat membaik

3. A. Saya tidak menganggap diri saya sebagai orang yang gagal
B. Saya merasa bahwa saya telah gagal lebih daripada kebanyakan orang
C. Saat saya mengingat masa lalu, maka yang teringat oleh saya hanyalah kegagalan
D. Saya merasa bahwa saya adalah seorang yang gagal total






56
4. A. Saya mendapat banyak kepuasan dari hal-hal yang biasa saya lakukan
B. Saya tidak dapat lagi mendapat kepuasan dari hal-hal yang biasa saya lakukan
C. Saya tidak mendapat kepuasan dari apapun lagi
D. Saya merasa tidak puas atau bosan dengan segalanya

5. A. Saya tidak terlalu merasa bersalah
B. Saya merasa bersalah di sebagian waktu saya
C. Saya agak merasa bersalah di sebagian besar waktu
D. Saya merasa bersalah sepanjang waktu

6. A. Saya tidak merasa seolah saya sedang dihukum
B. Saya merasa mungkin saya sedang dihukum
C. Saya pikir saya akan dihukum
D. Saya merasa bahwa saya sedang dihukum

7. A. Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
B. Saya kecewa dengan diri saya sendiri
C. Saya muak terhadap diri saya sendiri
D. Saya membenci diri saya sendiri

8. A. Saya tidak merasa lebih buruk dari pada orang lain
B. Saya mencela diri saya karena kelemahan dan kesalahan saya
C. Saya menyalahkan diri saya sepanjang waktu karena kesalahan-kesalahan saya
D. Saya menyalahkan diri saya untuk semua hal buruk yang terjadi

9. A. Saya tidak punya sedikitpun pikiran untuk bunuh diri
B. Saya mempunyai pikiran-pikiran untuk bunuh diri, namun saya tidak akan
melakukannya
C. Saya ingin bunuh diri
D. Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan

10. A. Saya tidak lebih banyak menangis dibandingkan biasanya
B. Sekarang saya lebih banyak menangis dari pada sebelumnya
C. Sekarang saya menangis sepanjang waktu
D. Biasanya saya mampu menangis, namun kini saya tidak dapat lagi menangis
walaupun saya menginginkannya

11. A. Saya tidak lebih terganggu oleh berbagai hal dibandingkan biasanya
B. Saya sedikit lebih pemarah dari pada biasanya akhir-akhir ini
C. Saya agak jengkel atau terganggu di sebagian besar waktu saya
D. Saya merasa jengkel sepanjang waktu sekarang


57
12. A. Saya tidak kehilangan minat saya terhadap orang lain
B. Saya agak kurang berminat terhadap orang lain dibanding biasanya
C. Saya kehilangan hampir seluruh minat saya pada orang lain
D. Saya telah kehilangan seluruh minat saya pada orang lain

13. A. Saya mengambil keputusan-keputusan hampir sama baiknya dengan yang biasa
saya lakukan
B. Saya menunda mengambil keputusan-keputusan begitu sering dari yang biasa saya
lakukan
C. Saya mengalami kesulitan lebih besar dalam mengambil keputusan-keputusan
daripada sebelumnya
D. Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan-keputusan lagi

14. A. Saya tidak merasa bahwa keadaan saya tampak lebih buruk dari biasanya
B. Saya khawatir saya tampak lebih tua atau tidak menarik
C. Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang menetap dalam penampilan
saya sehingga membuat saya tampak tidak menarik
D. Saya yakin bahwa saya terlihat jelek

15. A. Saya dapat bekerja sama baiknya dengan waktu-waktu sebelumnya
B. Saya membutuhkan suatu usaha ekstra untuk mulai melakukan sesuatu
C. Saya harus memaksa diri sekuat tenaga untuk mulai melakukan sesuatu
D. Saya tidak mampu mengerjakan apa pun lagi

16. A. Saya dapat tidur seperti biasanya
B. Tidur saya tidak senyenyak biasanya
C. Saya bangun 1-2 jam lebih awal dari biasanya dan merasa sukar sekali untuk bisa
tidur kembali
D. Saya bangun beberapa jam lebih awal dari biasanya dan tidak dapat tidur kembali

17. A. Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya
B. Saya merasa lebih mudah lelah dari biasanya
C. Saya merasa lelah setelah melakukan apa saja
D. Saya terlalu lelah untuk melakukan apapun

18. A. Nafsu makan saya tidak lebih buruk dari biasanya
B. Nafsu makan saya tidak sebaik biasanya
C. Nafsu makan saya kini jauh lebih buruk
D. Saya tak memiliki nafsu makan lagi




58
19. A. Berat badan saya tidak turun banyak atau bahkan tetap akhir-akhir ini
B. Berat badan saya turun lebih dari 2.5 kg
C. Berat badan saya turun lebih dari 5 kg
D. Berat badan saya turun lebih dari 7.5 kg

20. A. Saya tidak lebih khawatir mengenai kesehatan saya dari pada biasanya
B. Saya khawatir mengenai masalah-masalah fisik seperti rasa sakit dan tidak enak
badan, atau perut mual atau sembelit
C. Saya sangat cemas mengenai masalah-masalah fisik dan sukar untuk memikirkan
banyak hal lainnya
D. Saya begitu cemas mengenai masalah-masalah fisik saya sehingga tidak dapat
berfikir tentang hal lainnya

21. A. Saya tidak melihat adanya perubahan dalam minat saya terhadap seks
B. Saya kurang berminat di bidang seks dibandingkan biasanya
C. Kini saya sangat kurang berminat terhadap seks
D. Saya telah kehilangan minat terhadap seks sama sekali






















59
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN UNTUK PENELITIAN
SINDROM DEPRESIF PADA PENDERITA HIV/AIDS

Bapak/Ibu/Sdr/i Yth,
Saya sedang meneliti tentang sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS.
Sindrom depresif adalah kumpulan tanda dan gejala yang menggambarkan rasa sedih
yang tidak normal. Seperti yang Bapak/Ibu/Sdr/i ketahui banyak penelitian yang
menyebutkan bahwa para penderita HIV/AIDS umumnya menderita sindrom depresif.
Saat ini diperkirakan 50% penderita HIV/AIDS menderita sindrom depresi.
Pada penelitian saya ini sindrom depresif dinilai dengan cara Bapak/Ibu/Sdr/i
mengisi kuesioner yang saya berikan. Tingkat keparahan dari sindrom depresif diperoleh
setelah Bapak/Ibu/Sdr/i mengisi kuesioner yang saya berikan dan selanjutnya saya
menjumlahkan nilai total dari kuesioner yang telah Bapak/Ibu/Sdr/i isi tersebut. Kemudian
saya akan memberikan informasi mengenai tingkat keparahan dari sindrom depresif yang
Bapak/Ibu/Sdr/i alami bila memang ada.
Partisipasi pasien dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan
maupun tekanan dari siapapun. Seandainya Bapak/Ibu/Sdr/i menolak untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini, maka tidak akan terdapat sanksi apapun dan Bapak/Ibu/Sdr/i tetap
tidak akan kehilangan hak sebagai pasien.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan
Bapak/Ibu/Sdr/i yang terpilih sebagai sukarelawan pada penelitian ini, dapat mengisi
lembar persetujuan turut serta dalam penelitian, yang telah disiapkan.
Jika selama menjalani penelitian terdapat hal-hal yang kurang jelas sehubungan
dengan penelitian ini, maka Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya: dr. Juwita Saragih,
Departemen Psikiatri FK-USU, telepon (061) 77900732 atau telepon genggam
081265840765. Terima kasih.

Medan, Juli 2008
Hormat saya


dr. Juwita Saragih






60
Lampiran 3

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian
Sindrom Depresif Pada Penderita HIV/AIDS dan setelah mendapat kesempatan
tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian
tersebut, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan
bersedia diikutkan dalam penelitian tersebut.



Medan, .. 2008
Yang menyatakan,



(.)











61



48



Juwita Saragih : Sindrom Depresif Pada Penderita HIV/AIDS Di RSUP Haji Adam Malik Medan, 2008
USU Repository 2008

Anda mungkin juga menyukai