Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM FAAL

KELOMPOK 12

Anggota: Yoshua Adiprawira Wina Nafullani Chalix Christian Haryanto Hendra Wijaya Adrie Niko Kevin Gusti Putu A.B Thedi Dharma Intan Azzahra Fajar Panjaitan 405090111 405090112 405090113 405090114 405090115 405090116 405090117 405090118 405090119 405090120 405090245 405090246

Penglihatan

I. Mata Sebagai Susunan Optik


Tujuan: 1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata cenco-ingersoll yang menirukan mata sebagai susunan optik 2. Mendemonstrasika pelbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model mata Cenco-ingersoll: a. peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi b. mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi c. mata miopi serta tindakan koreksi d. mata hipermetropi serta tindakan koreksi e. mata astigmat serta tindakan koreksi Alat-alat: 1. Sebuah bejana berisi air hamper penuh 2. Kornea 3. Retina yg dapat di letakan di 3 tempat yg berbeda 4. Benda yg bercahaya (lampu), perhatikan arah tanda panah 5. Kotak berisi : a. iris b. 4 lensa sferis masing-masing berkekuatan: +2D, +7D, +20D, -1,75D c. 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan: +1,75D dan -5,5D Cara kerja: A. Hipermetropia 1. arahkan lampu pada bejana dan gunakan lensa sferis +7D sebagai lensa kristalina. 2. Pasang retina d R. 3. Setelah diperoleh bayangan tegas, pindahkan retina dari R k Rh. Perhatikan bayangan akan menjadi kabur 4. Koreksi kelainan ini dengan meletakan lensa d S1 atau S2 sebagai kacamata sehingga bayangan menjadi tegas kembali 5. Catat jenis dan kekuatan lensa yg saudara pasang d S1 atau S2.

B. Miopia 1. Kembalikan retina d R dan angkat lensa dari posisi S1 atau S2. Perhatikan bayangan yg tetap tegas. 2. Pindahkan retina di Rm. Perhatikan bayangan akan menjadi kabur. 3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakan lensa di S1 atau S2 sebagai kacamata sehingga bayangan menjadi tegas kembali. 4. Catat jenis lensa dan kekuatan lensa yg saudara pasang di S1 dan S2.

Hasil: A. Hipermetropia Setelah retina dipindahkan ke Rh maka bayangan yang terbentuk akan jatuh di belakang retina sehingga bayangan menjadi kabur. Setelah itu kami meletakan lensa berkekuatan +2D yaitu lensa cembung di S2, yang terjadi adalah bayangan kembali menjadi tegas kembali. B. Miopia Setelah retina dipindahkan ke Rm maka bayangan yang terbentuk akan jatuh d depan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Setelah itu kami meletakan lensa berkekuatan -1,75D yaitu lensa cekung di S2, yang terjadi adalah bayangan kembali menjadi tegas kembali. Kesimpulan: Koreksi yg dilakukan pada cacat mata hipermetropi dengan menggunakan lensa positif atau lensa cembung sedangkan pada cacat mata miopi dengan menggunakna lensa negative atau lensa cekung

II. Visus
Tujuan: Menetapkan visus seseorang dengan menggunakan optotip Snellen Alat: 1. Optotip Snellen 2. Penutup mata Cara kerja: 1. Suruh orang percobaan duduk menghadap optotip Snellen pada jarak 6,1 m (20 feet) 2. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus yang tersedia dalam kotak lensa 3. Periksa visus mata kanan orang percobaan dengan menyuruhnya membaca huruf yang saudara tunjuk. Mulai dari baris huruf yang terbesar sampai baris huruf yang terkecil yang seluruhnya masih dapat dibaca o.p. dengan lancar tanpa kesalahan 4. Catat visus mata kanan o.p. 5. Ulangi pemeriksaan ini pada : a. Mata kiri b. Kedua mata bersama-sama 6. Catat hasil pemeriksaan

Hasil: O.P. Gusti Putu A.B Mata kanan 20/120 feet Mata kiri 20/120 feet Kedua mata 20/120 feet

Kesimpulan : Pada orang dengan penglihatan normal dapat melihat optotip Snellen tersebut dengan jelas pada jarak 120 feet, tetapi o.p. baru dapat melihat dengan jelas pada jarak 20 feet, maka dapat disimpulkan bahwa o.p. mengalami gangguaan refraksi, yaitu miopi

III. Refraksi
Tujuan: 1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan refraksi mata 2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan koreksi mata dengan menggunakan optotip Snellen, seperangkat lensa dan gambar kipas Lancaster Regan Alat: 1. 2. 3. 4. Optotip Snellen Seperangkat lensa Mistar Gambar kipas Lancaster Regan

Cara kerja: A. Jika visus orang percobaan tersebut di atas tanpa lensa = 6/6 maka mata itu tidak mungkin M (miopi). Mata tersebut mungkin E (emetrop) atau H (hipermetrop). Untuk membedakan kedua hal di atas dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : 1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus.

2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis 0,25 D dan periksa visus matanya lagi. 3. Jika mata kanan orang percobaan E pemeriksaan dihentikan. 4. Jika mata orang percobaan H teruskan pemasangan lensa-lensa dengan setiap kali memberikan lensa positif yang 0,25 lebih kuat. Lensa positif yang terkuat , yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat H yang dinyatakan dalam dioptri. 5. Catat derajat H orang percobaan dalam dioptri.

B. Jika visus rata kanan orang percobaan tanpa lensa lebih kecil dari 6/6 maka mata itu biasanya M. Untuk menetapkan derajat M dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : 1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. 2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis negatif , mulai dari -0,25 D dengan setiap kali memberikan lensa negatif yang 0,25 D lebih kuat. Periksa visus matanya lagi setiap kali setelah perubahan kekuatan lensa. Lensa negatif yang terlemah, yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat M yang dinyatakan dalam dioptri. 3. Catat M o.p dalam dioptri.

C. Jika pada pemberian lensa sferis visus tidak mencapai 6/6 maka harus diingat adanya astigmatisme. Cara memperbaiki astigmatisme dilakukan dengan lensa silindris sebagai berikut : 1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada o.p dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. 2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis sehingga visus o.p tersebut maksimal. 3. Suruh o.p melihat gambar kipas.

Bila warna hitam garis pada semua meridian terlihat merata berarti o.p tidak astigmatisme. Hentikan pemeriksaan refraksi. Bila terdapat gambar garis yang lebih kabur, tentukan meridiannya.
4. Tambahkan sekarang di depan lensa sferis tersebut lensa silindris positif atau negatif yang sesuai dengan jenis lensa sferis di atas dengan sumbu lensa silindris tegak lurus pada garis meridian yang terlihat paling tegas sehingga warna hitam garis pada semua meridian merata.

5. Suruh orang percobaan melihat kembali ke optotip Snellen. Tentukan

dan cata jenis serta kekuatan lensa sferis dan silindris yang memberikan visus maksimal serta arah sumbu lensa silindris tersebut

Hasil: Visus o.p. tanpa lensa lebih kecil daripada 6/6 maka, mata itu biasanya miopi. O.P Mata kanan ( derajat miopi dalam dioptri ) - 1,25 D Mata kiri (derajat miopi dalam dioptri ) - 1,75 D

Gusti Putu A.B

Kesimpulan: Mata o.p mengalami gangguan refraksi yaitu miopi yang disebabkan oleh lensa yang terlalu kuat atau bola mata yang terlalu panjang. Gangguan refraksi ini dapat diperbaiki dengan menggunakan lensa yang berkekuatan -1,25 D pada mata kanan o.p. dan lensa -1,75 D pada mata kirinya, sehingga penglihatan dapat menjadi normal dengan visus 6/6 m

IV. Pemeriksaan Luas Lapang Pandang (Perimetri)

Tujuan: Memeriksa luas lapang pandang untuk beberapa macam warna dengan menggunakan perimeter Alat: Perimeter dan formulir Cara Kerja: 1. Suruh orang percobaan duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter 2. Tutup mata kiri orang percobaan dengan sapu tangan 3. Letakkan dagu orang percobaan di tempat sandaran dagu yang dapat diatur tingginya, sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang vertical sandaran dagu 4. Pasang formulir untuk mata kanan di sebelah belakang piringan perimeter sebagai berikut: a. Putar busur perimeter sehingga letaknya horizontal dan penjepit formulir berada di bagian atas piringan b. Jepit formulir tersebut pada piringan sehingga garis 180-0 formulir letaknya berhimpit dengan garis 0-180 piringan perimeter; dan lingkaran konsentris formulir letaknya sesuai dengan skala pada perimeter 5. Suruh orang percobaan memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di tengah perimeter. Selama pemeriksaan, penglihatan orang percobaan harus tetap dipusatkan pada titik fiksasi tersebut 6. Gunakan benda yang dapat digeser pada busur perimeter untuk pemeriksaan luas lapang pandang. Pilih bulatan berwarna putih dengan diameter sedang ( + 5mm) pada benda tersebut 7. Gerakkan perlahan-lahan bulatan putih itu menyusuri busur dari tepi kiri orang percobaan ke tengah. Tepat pada saat orang percobaan melihat bulatan putih tersebut penggeseran benda dihentikan 8. Baca tempat penghentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat 9. Ulangi tindakan no. 7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mkengubah posisi busur 10. Ulangi tindakan no. 7, 8, dan 9 setelah busur tiap kali diputar 300 sesuai arah jarum jam dari pemeriksa, sampai posisi busur vertikal 11. Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula. Pada posisi ini tidak perlu dilakukan pencatatan lagi 12. Ulangi tindakan no. 7, 8, dan 9 setelah memutar busur tiap kali 30 0 berlawanan arah jarum jam dari pemeriksa, sampai tercapai posisi busur 600 dari bidang horizontal 13. Periksa juga lapang pandang orang percobaan untuk berbagai warna lai: merah, hijau, kuning, dan biru, dengan cara yang sama seperti di atas 14. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri hanya dengan bulatan berwarna putih Kesimpulan:

Berdasarkan pemeriksaan pada alat perimeter, Yosua memiliki lapang pandang yang sempit

V. Pemeriksaan Menggunakan Oftalmoskop

Model Mata Thorington Tujuan: Melihat fundus occuli model mata Thorington pada keadaan miopo, emetrop, dan lhipermetrop Alat: 1. Oftalmoskop 2. Model mata Thorington Cara kerja:
1. Buatlah model mata Thorington menjadi emetrop dengan cara menarik bagian belakangnya ke angka 0 pada skala. 2. Aturlah besar pupil "model mata" sebesar - besarnya dengan cara memutar "piring pupil" 3. Putarlah piring lensa oftalmoskop sehingga terbaca angka 0 dan nyalakan lampu oftalmoskop 4. Tempatkan "model mata" setinggi mata 5. Tempatkan lubang Oftalmoskop di depan pupil mata,dan arahkan sinar lampu ke "model mata".Dekatkan Oftalmoskop bersama mata ke "pupil model mata",sehingga jaraknya kira - kira 7,5 cm 6. Lihatlah fundus "model mata" melalui lubang oftalmoskop 7. Jika mata saudara emetrop,saudara akan melihat fundus "model mata" itu: jelas diperbesar tegak

8. Jika mata saudara tidak emetrop,carilah lensa yang sesuai dengan memutar piring lensa Oftalmoskop sampai model fundus mata terlihat dengan jelas 9. Jadikanlah sekarang "model mata" itu miop dengan cara menarik bagian belakangnya ke arah huruf M sampai angka 3 10.Carilah lensa yang sesuai dengan memutar piring lensa Oftalmoskop sampai fundus "model mata" terlihat dengan jelas.

11.Jadikanlah sekarang model mata itu H dengan cara mendorong bagian belakangnya ke arah huruf H sampai angka 3 12.Carilah lensa yang sesuai dengan memutar piring lensa Oftalmoskop sampai fundus "model mata" terlihat dengan jelas.

VI. Penetapan Jauh Dekat Benda Secara Monokuler Dan Binokuler


Tujuan : Mendemostrasikan perbedaan kemampuan menentukan posisi jauh dekat suatu benda terhadap benda lain secara monokuler dan binekuler serta menerangkan mekanisme terjadinya perbedaan tersebut Alat dan bahan: - Alat jatuh hering - Kelereng yang berbeda-beda besarnya Cara kerja: 1. Suruh orang percobaan duduk menghadap alat jatuh hering dan suruh ia melihat melalui teropong,pertama dengan satu mata yakni yang kiri dan kanan,kemudian kedua-duanya. 2. jatuhkan kelereng yang berbeda-beda besarnya bergantian didepan atau dibelakang batang sebanyak 10 kali 3. suruh orang percobaan menentukan temapat jatuh kelereng tersebut,didepan atau dibelakang batang. 4. Catat jumlah jawaban orang percobaan yang salah 5. ulangi percobaan ini dengan menyuruh orang percobaan melihat dengan satu mata saja 6. catat jumlah kesalahan dan bandingkan jumlah kesalahan pada penglihatan monokuler dan binokuler Hasil: Penguji O.P. : : Wina nafullani Kevin keenan S. Salah 4 0 Benar 6 10

Pecobaan Monokuler Binokuler

Kesimpulan: Pada percobaan ini,apabila OP menggunakan penglihatan monokuler,maka ia banyak mempunyai kesalahan.begitu pula sebaliknya,apabila OP menggunakan penglihatan binokuler, ia tidak memiliki kesalahan.

VII. Penetapan Posisi Depan Belakang Beberapa Batang Horizontal Vertikal


Tujuan: Mendemonstrasikan perbedaan kemampuan menentukan posisi depan belakang beberapa batang vertical dan horizontal serta menerangkan mekanisme terjadinya perbedaan tersebut.(disparasi melintang). Cara kerja: 1. Pasang 3 batang yang tidak sama tebalnya pada jarak yang berlainan ke dalam lubang di dalam teropong karton tanpa diketahui orang percobaan. 2. Putar teropong sehingga batang-batang terlihat horizontal. 3. Suruh orang percobaan melihat melalui teropong, dan suruh ia menentukan posisi depan belakang batang yang satu terhadap yang lain. 4. Catat jawabannya dan bandingkan dengan kenyataannya. 5. Ulangi percobaan diatas, akan tetapi setelah teropong diputar sehingga batang letaknya vertikal. 6. Catat jawabannya dan bandingkan dengan kenyataan. Hasil: O.P.= Adrie. Benar Salah Kesimpulan: Dari percobaan ini adalah bila OP(Adrie) menggunakan hanya satu mata pasti akan lebih banyak salah dari pada menggunakan kedua mata. Karena dengan kedua akomodasi mata bisa memperjelas benda yang sedang di lihat. Mata kanan 7 3 Mata kiri 8 2 Kedua mata 10 0

VIII. Buta Warna Organik dan Fungsionil

Tujuan: Memeriksa ada atau tidak adanya buta warna organik seseorang dengan menggunakan buku pseudoisokromatik. menentukan jenis kelamin buta warna seseorang berdassarkan buku pseudoisokromati. Alat: 1. Buku pseudoisokromatik ishihara Cara kerja: Organik: -Menyuruh orang percobaan mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku pseudoisokromatik Ishihara. -Mencatat hasil pemeriksaan saudara Fungsionil: -menyuruh orang percobaan melihat melalui kaca merah atau hijau untuk beberapa waktu kearah suatu bidang yang terang (awan putih) -Segera setelah itu, periksa keadaan butawarna yang terjadi dengan menggunakan buku pseudoisokromatik Ishihara. Catat hasil pemeriksaan saudara. Hasil: Pada percobaan yang dilakukan pada kelompok kami, tidak ada yang buta warna. Kesimpulan: Interpretasi hasil pemeriksaan buta warna ditentukan dari bisa atau tidaknya seseorang membaca angka atau menghubungkan garis(untuk anak-anak atau orang buta

huruf) dari setiap halamannya. pada buku Ishihara telah ada patokan khusus sebagai pedoman penilaiaan yaitu seperti yang tertera di bawah ini: Halaman1: Orang normal dan kelompok defisiensi warna dapat membaca angka 12. Halaman 2-5: Orang normal dapat membaca 8,6,9,57. Buta warna merah-hijau membacanya sebagai 3, 5, 70, 35. Buta warna total tidak dapat membaca satu angkapun. Halaman 6-9: orang normal membaca 5,3,15,74, buta warna merah-hijau membaca sebagai 2,5,17,21. Buta warna total tidak dapat membaca satu angkapun. Halaman 10-13: Orang normal membaca 5,7,16,73. Kebanyakan pada kelainan buta warna tidak dapat atau salah membacanya. Halaman 14-17: Orang normal membaca 5,7,16,73. Kebanyakan pada kelainan buta warna tidak dapat atau salah membacanya. Halaman 18-21: Kebanyakan pada kelainan merah-hijau membaca 5,2,45,74. Kebanyakan pada orang normal maupun bita warna total tidak dapat membacanya. Halaman 22-25: Orang normal membaca 26,42,35,96 namun angka 6,2,5,6 terlihat lebih jelas. Pada deuteranopia dan deuteranomali kuat hanya dapat membaca 2,4,3,9 dan deuteranomali ringan dapat membaca 26,42,35,96, namun angka 2,4,3,9 terlihat lebih jelas. Halaman 26-27: orang normal dapat menghubungkan garis merah dan ungu dari dua tanda x. pada protanomali kuat hanya dapat menghubungkan garis ungu,dan pada protanomali ringan dapat menghubungkan kedua garis namun garis ungu lebih mudah diikuti. Pada deuteranopia dan deuteranomali kuat hanya dapat menghubungkan garis merah, dan pada deuteranomali ringan dapat menghubungkan kedua garis namun garis merah lebih mudah diikuti. Halaman 28-29: kebanyakan pada kelainan merah-hijau dapat menghubungkan garis diantara 2 tanda x,namun tidak bisa pada orang normal maupun buta warna total. Halaman 30-31: orang normal dapat menghubungkan garis hijau kebiruan diantara 2 tanda x,tetapi pada kelainan defisiensi warna umumnya tidak dapat atau mengikuti garis yang lain. Halaman 32-33: orang normal dapat menghubungkan garis oranye,tetapi pada kelainan defisiensi warna umumnya tidak dapat atau mengikuti garis yang lain. Halaman 34-35: orang normal dapat menghubungkan garis hijau kebiruan dengan hijau kekuningan, tetapi pada kelainan warna merah-hijau dapat menghubungkan garis hijau kebiruan dengan ungu, dan pada buta warna total tidak dapat menghubungkan sama sekali Halaman 36-37: orang normal dapat menghubungkan garis ungu dan oranye, tetapi pada kelainan warna merah-hijau dapat menghubungkan garis ungu dan hijau kebiruan,dan pada buta warna total tidak dapat menghubungkan garis sama sekali Halaman 38: orang normal maupun kelainan defisiensi warna dapat menghubungkan garis diantara 2 tanda x

Pendengaran

IX. Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala


Tujuan: Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran menurut cara:
a. Rinne b. Weber c. Schwabach

Cara kerja: A. Cara Rinne 1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukul salah satu ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-sekali memukulnya pada benda yang keras. 2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga.orang percobaan. 3. Tanyakanlah pada orang percobaan apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang di periksa, bila demikian orang percobaan harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi itu menghilang. 4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari proc. mastoideus orang percobaan dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang diperiksa itu. 5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut: Positif: bila orang percobaan masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. Negatif: bila orang percobaan tidak lagi mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. B. Cara Weber

1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukul salah satu ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-sekali memukulnya pada benda yang keras. 2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi orang percobaan di garis median. 3. Tanyakanlah pada orang percobaan apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya ataukah terjadi laterasi. 4. Bila pada orang percobaan tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan, tutuplah salah satu telinga dengan kapas dan ulangilah percobaannya. C. Cara Schwabach 1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukul salah satu ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-sekali memukulnya pada benda yang keras. 2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoiddeus salah satu telinga orang percobaan. 3. Suruhlah orang percobaan mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang. 4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus orang percobaan ke processus mastoideusnya sendiri. Pada pemeriksaan telinga sipemeriksa di anggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh orang percobaan masih dapat didengar oleh sipemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMENDEK. 5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh orang percobaan juga tidak dapat dapat didengar oleh pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH NORMAL ATAU SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoiddeus sipemeriksa sampai tidak terdengar lagi kemudian ujung tangkai penala segera ditekankan ke processus mastoiddeus o.p. Bila dengungan(setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh orang percobaan, hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMANJANG. Bila dengungan setelah dinyatakan beerhenti oleh sipemeriksa juga tidak dapat di dengar oleh orang percobaan maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL. Hasil: O.P. Pemeriksa Cara Rinne Weber Schwabach Kesimpulan: = Adrie H Sitindjak = Fajar Panjaitan Telinga Kanan Positif Schwabach Normal Telinga kiri Positif Schwabach Normal Kedua Telinga Sama Kuat -

Pemeriksaan pendengaran pasien dengan cara Rinne pada telinga kanan dan kiri adalah positif, cara Weber di kedua telinga sama kuat dan dengan cara Schwabach di telinga kanan dan kiri adalah normal. Ini membuktikan pendengaran o.p baik.

Mekanisme Sensorik

X. Lokalisasi Taktil
Tujuan: 1. memeriksa daya menentukan tempat rangsangan taktil(lokalisasi taktil) 2. memeriksa daya membedakan dua titik tekan(diskriminasi taktil) pada perangsangan serentak(simultan) dan perangsangan berturutan(suksesif) Alat: Pensil Cara kerja: 1. Tutup mata orang percobaan dan tekankan ujung pensil pada suatu titik di kulit ujung jarinya. 2. 3. 4. Suruh sekarang orang percobaan melokalisasi tempat yang baru dirangsang tadi dengan ujung sebuah pensil pula. Tetapkan jarak antara titik rangsang dengan titik yang ditunjuk. Ulangi percobaan ini sampai lima kali dan tentukan jarak rata-rata untuk kulit ujung jari, telapak tangan, lengan bawah, lengan atas dan tengkuk

. Hasil: O.P. : Niko Hizkia Simatupang. Kulit jari : 0,3 cm.

Telapak tangan : 0,2 cm. Lengan bawah : 0.3 cm. Lengan atas : 1,5 cm. Tengkuk : 1 cm.

Kesimpulan: Saraf sensoris yang paling sensitif berada pada ujung jari, mempunyai banyak reseptor, dibandingkan dengan telapak tangan, lengan bawah, lengan atas, dan tenguk.

XI. Diskriminasi Taktil

Tujuan: Memeriksa daya membedakan dua titik tekan (diskriminasi taktil) pada perangsangan serentak (simultan) dan perangsangan berurutan (suksesif) Alat: Jangka dan mistar Cara keja: 1. 2. 3. 4. 5. Tentukan secara kasar ambang membedakan 2 titik untuk ujung jari dengan menempatkan kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit ujung jari dekatkan kedua ujung jangka itu sampai dibawah ambang dab kemudian jauhkan berangsur-angsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat dibedakan sebagai 2 titik Ulangi pecobaan ini dari satu jarak permulaan diatas ambang.Ambil angka ambang terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu Lakukan percobaan diatas sekali lagi,tetapi sekaran dengan menempatkan kedua ujung jangka secara berturut-turut (suksesif) tentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksesif) ambang membedakan dua titik ujung jari,tenguk,bibir,pipi dan lidah.

6.

Berikan jarak kedua ujung jangka yang sebesar-besarnya yang masih dirasakan depan telinga sebagai satu titik.Dengan jarak ini,gerakan jangka itu dengan ujungnya pada kulit kearah pipi muka,bibir atas dan bibir bawah.Arah gerakan harus tegak luruss terhadap garis yang menghubungkan kedua ujung jangka. 7. catat apa yang dialami Hasil: Ujung jari Telapak tangan Lengan bawah Pipi Tengkuk Lengan atas : : : : : : 0,3 cm 0,5 cm 0,5 cm 1 cm 1 cm 0,5 cm

Kesimpulan: Semakin kecil jarak jangka hasil percobaan tersebut maka paling sensitif diujung jari

XII. Titik Panas dan Dingin


Tujuan: Untuk mengetahui letak dan jumlah reseptor rasa panas dan rasa dingin Alat: 1. Air panas 2. Air dingin 3. Batang kuningan Cara kerja: 1. Membuat kotak bujur sangkar dengan ukuran 3x3 pada telapak tangan dan pada kertas 2. Merendam batang kuningan pertama pada air panas dan batang kuningan kedua pada air dingin 3. Tekankan kuningan pada kotak bujur sangkar pada tangan O.P kemudian catat hasilnya Hasil: IBU JARI KELINGKING

: Panas : Dingin Kesimpulan: Reseptor yang dominan pada telapak tangan adalah reseptor dingin, bisa sampai 4-10x lebih banyak. Reseptor panas kebanyakan terletak pada pertengahan telapak tangan.

XIII. Perasaan Image ( After Image)


Tujuan:
1. 2. Untuk mengetahui kepekaan meatus pada benda yang menempel di dekatnya Untuk mengetahui rangsangan yang diberikan benda kepada meatus

Alat: 1. Kacamata 2. Pensil 3. Sumpit Cara Kerja :


1. Penguji menyuruh OP untuk duduk dengan keadaan santai dan dalam keadaan mata tertutup rapat 2. Penguji meletakan salah satu alat yang sudah disiapkan kepada OP di meatus 3. Angkat alat dengan diam diam tanpa sepengetahuan OP

4. Tanyakan kepada OP apakah ia masih merasakan alat itu atau tidak 5. Penguji mencaatat hasil percobaan di kertas

Hasil Percobaan : Penguji O.P

: Christian Haryanto : Gusti Putu AB

OP masih merasakan benda tersebut walaupun sudah diangkat oleh Penguji. Dengan kata lain, saraf di meatus OP sangat sensitif terhadap objek Kesimpulan:
1. Setiap benda yang memiliki massa dan bentuk yang berbeda memiliki rangsangan yang berbeda sehingga ada yang masih bisa di rasakan pada walaupun benda tersebut sudah tidak ada atau tidak memberikan rangsangan

2. Rangsangan telinga pada setiap individu berbeda beda sehingga memberikan hasil yang berbeda

XIV. Daya Membedakan Benda


Tujuan: Untuk mengetahui tingkat kepekaan resepktor pada tangan terhadap benda benda yang memiliki tekstur berbeda

Alat: 1. Benda tajam 2. Benda tumpul 3. Benda kasar 4. Benda halus Cara kerja: : Jangka : Pensil tumpul : Batu : Kertas

1. Penguji menyuruh OP untuk duduk dengan keadaan santai dan dalam keadaan mata tertutup rapat 2. Penguji meletakan salah satu benda yang sudah disiapkan kepada OP di tangan nya 3. OP harus menebak jenis benda tersebut tanpa melihat 4. Penguji mencatat setiap hasil percobaan di selembar kertas

Hasil: Penguji O.P : Christian Haryanto : Gusti Putu AB

OP dapat membedakan setiap benda yang diujikan oleh Penguji. Dengan kata lain, efektor pada OP berjalan normal dan baik Kesimpulan: Pada tangan terhadap beberapa reseptor yang paling kuat dalam indra peraba sehingga dapat dengan mudah menebak tekstur benda tersebut kecuali orang tersebut menderita kelainan pada efektor tangan nya

Anda mungkin juga menyukai