Anda di halaman 1dari 5

JOURNAL READING

Efficacy and Savety of Oral Aripiprazole Compared with Haloperidol in Patients Transitioning from Acute Treatment with Intramuscular Formulations

Pembimbing : dr. H. Abdul Wahid, SpKJ

Disusun oleh : Belanny Dwi Desihartati Citra Amira Maessy Eka Ruli Safitri Maiova Nur Annisa Rahayu Afiah Surur 1102008052 1102008057 1102008088 1102008 1102008200

SMF Ilmu Penyakit Jiwa RSUD Gunung Jati Cirebon September 2013

ABSTRAK

Objektif Untuk melaporkan keberhasilan dan keamanan pada pasien transisi yang mendapat obat Aripirazol atau Haloperidol secara intramuskular (IM) ke obat oral. Metode 448 orang pasien gelisah dengan skizofrenia (73%) atau gangguan skizoafektif (27%) diacak untuk mendapat Aripiprazol IM 9.75 mg, Haloperidol IM 6.5 mg, atau plasebo IM selama 24 jam. Pasien yang diobati dengan Aripiprazol IM atau Haloperidol IM yang melewati fase IM 24 jam ditransisikan dan masing-masing dibutakan dengan formula obat oral selama 4 hari (Aripiprazol 10-15 mg/hr, n = 153; Haloperidol 7.5-10 mg/hr, n = 151). Pasien yang diobati dengan plasebo IM ditransisikan ke Aripiprazol oral. Keberhasilan primer berarti perubahan pada skor Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component (PEC) dari awal fase oral sampai selesai. Hasil Selama fase oral, Aripiprazol 15 mg dan Haloperidol 10 mg keduanya efektif untuk mempertahankan respon keberhasilan selama 24 jam fase IM. Rata-rata peningkatan skor PEC dari studi hari ke 1 sampai 5 adalah -1.37 untuk Aripiprazol dan -1.40 untuk Haloperidol. Aripiprazol oral dapat ditoleransi dengan baik. Gejala ekstrapiramidal sangat rendah pada Aripiprazol (1,3%) daripada Haloperidol (8,0%). Mual dan muntah terjadi lebih sering pada pasien yang mendapat Aripiprazol (3,9%) daripada yang mendapat Haloperidol (0,7%). Kesimpulan Pasien gangguan akut dengan skizofrenia atau gangguan skizoafektif diobati dengan Aripiprazol IM atau Haloperidol IM menunjukkan persamaan dalam efektifitas dan keamanan transisi pada formula oral. Keuntungan awal dari penurunan agitasi dan peningkatan status klinis selama fase IM dipertahankan sepanjang fase oral dengan toleransi yang baik.

Tatalaksana agitasi akut pada pasien psikotik atau manik meninggalkan satu dari tantangan yang paling sulit untuk klinisi. Intervensi awal dalam pengaturan perawatan akut yang ditujukan terutama untuk memperbaiki perilaku agresif dan gejala lainnya dari agitasi yang memberi resiko pada pasien untuk melukai dirinya sendiri dan orang lain dan untuk meringankan penderitaan akut dari pasien. Agitasi dalam pengaturan gawat darurat pada pasien yang tidak mendapat pengobatan oral biasanya diobati dengan antipsikotik dan benzodiazepin secara intramuskular (IM). Obat ini biasanya berhubungan dengan efek samping yang tidak diinginkan, terutama gejala ekstrapiramidal dengan agen konvensional, serta sedasi dan ataksia yang berlebihan dengan benzodiazepin. Formula IM pada antipsikotik atipikal seperti olanzapin, ziprasidon, dan baru-baru ini aripiprazol telah menunjukkan resolusi yang cepat dari gejala agitasi dan peningkatan toleransibilitas, sehingga memberikan pilihan pengobatan alternatif untuk pasien agitasi dalam pengaturan gawat darurat. Idealnya, antipsikotik digunakan pada pengaturan akut harus sesuai dengan tiga kriteria dasar : 1. Pasien tenang tanpa sedasi yang berlebihan, memungkinkan mereka untuk tetap waspada, responsif, dan dapat bekerjasama dengan evaluasi dan pengobatan. 2. Mengobati gejala utama dari gangguan psikiatri jika memungkinkan. 3. Hindari efek samping yang tidak diinginkan yang mungkin mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan dan perawatan rawat jalan berikutnya. Selain itu, pemilihan pengobatan farmakologi pada pengaturan akut harus juga melihat perkembangan dari pengobatan akut ke tatalaksana jangka panjang. Perbaikan dari pengobatan IM harus dipertahankan setelah transisi oral untuk keberhasilan intervensi. Hal ini merupakan pokok utama dari analisis. Setelah pengobatan akut, kontrol gejala jangka panjang, kepatuhan, dan penggunaan antipsikotik dengan toleransibilitas yang baik harus menjadi faktor dalam merancang strategi pengobatan jangka panjang. Ketersediaan formula antipsikotik oral maupun IM memungkinkan bagi klinisi untuk melanjutkan pengobatan pasien dengan gangguan psikiatrik serius, seperti skizofrenia atau gangguan bipolar, pada pasien rawat jalan dengan pengobatan yang sama. Aripiprazol oral telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi dengan baik untuk pasien skizofrenia atau gangguan bipolar pada studi jangka pendek maupun jangka panjang, dengan potensi rendah dapat menyebabkan efek samping ekstrapiramidal, sedasi, dan perpanjangan segmen QT pada EKG. Tiga studi terakhir, menunjukkan bahwa aripiprazol IM juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik untuk pasien agitasi dengan skizofrenia atau gangguan bipolar I. Pada studi pertama oleh Zymbroff et al., aripiprazol IM 9.75 mg meningkatkan skor

PEC secara signifikan pada pasien dengan gangguan bipolar I 2 jam setelah injeksi dibandingkan dengan plasebo IM. Perbaikan juga diperlihatkan oleh pemberian aripiprazol IM 15 mg, sama halnya dengan lorazepam IM 2 mg dosis tunggal. Kedua dosis aripiprazol IM dapat ditoleransi dengan baik. Sedasi jarang ditemui dengan pemberian aripiprazol IM 9.75 mg daripada pemberian aripiprazol IM 15 mg atau lorazepam IM 2 mg. Studi kedua yang dibutakan oleh Tran-Johnson et al., membandingkan plasebo IM dengan aripiprazol IM pada dosis 1, 5.25, 9.75, dan 15 mg serta dengan haloperidol IM 7.5 mg. Baik aripiprazol IM maupun haloperidol IM menghasilkan perbaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan plasebo IM dalam 2 jam setelah injeksi tanpa menyebabkan sedasi yang berlebihan pada pasien skizofrenia. Hasil dari studi ini mengindikasikan bahwa, dari dosis aripiprazol yang diuji, dosis 9.75 mg merupakan dosis yang paling tepat untuk tatalaksana akut untuk agitasi pada skizofrenia. Studi ketiga oleh Andrezina et al., merupakan double-blind, placebo-controlled, membandingkan aripiprazol IM 9.75 mg dengan haloperidol IM 6.5 mg pada pengobatan agitasi akut pada pasien skizofrenia atau gangguan skizoafektif. Pada studi ini, kelompok pasien baik aripiprazol IM maupun haloperidol IM menunjukkan peningkatan statistik yang signifikan pada skor PEC dalam 2 jam setelah injeksi dibandingkan dengan pasien yang mendapat plasebo IM (p < 0.001). Kedua antipsikotik tersebut juga menghasilkan perbaikan yang signifikan pada pengukuran efikasi sekunder, termasuk skala Clinical Global Impressions-Improvement (CGI-I) and Severity (CGI-S), Agitation-Calmness Scale (ACES), dan Corrigan Agitated Behavior Scale (CABS), dibandingkan dengan plasebo IM (p < 0.02). Terapi dengan aripiprazol IM dapat ditoleransi dengan baik. Insidens gejala ekstrapiramidal pada kelompok aripiprazol IM sangat rendah (1,7%) dibandingkan dengan kelompok plasebo IM (2,3%), sedangkan pada kelompok haloperidol IM 12,6%. Fase kedua dari studi ini menelusuri transisi pasien yang diterapi dengan aripiprazol IM atau haloperidol IM pada fase 1 menjadi formula oral pada pengobatan yang sama. Data dari fase oral dijelaskan pada studi ini.

DAFTAR PUSTAKA David Daniel, et al. Efficacy and Savety of Oral Aripiprazole Compared with Haloperidol in Patients Transitioning from Acute Treatment with Intramuscular Formulations . Journal of Psychiatric Practice Vol. 13, No. 3, May 2007.

Anda mungkin juga menyukai