Anda di halaman 1dari 12

PENANGANAN HEMATEMESIS Tindakan umum

1. Resusitasi Infus/Transfusi darah Penderita dengan perdarahan 500 -- 1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan diberi transfusi sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan transfusi sampai 40 -- 50% dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80 -- 100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya keracunan asam sitrat. 2. Lavas lambung Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi lambung dan lavas air es, mula-mula setiap 30 menit 1 jam. Bila air kurasan lambung tetap merah, penderita terus dipuasakan. Sesudah air kurasan menjadi merah muda atau jernih, maka disarankan dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat menentukan lokasi perdarahannya. Pada perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es, diperlukan tindakan medik intensif yang akan dibicarakan kemudian.Sedangkan pada perdarahan ulkus

peptikum, gastritis hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan berhenti dapat mulai diberi susu + aqua calcis 50 -- 100 cc/jam, dan secara bertahap ditingkatkan pada diit makanan lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1 -- 2 jam. 3. Hemostatika Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10 -- 40 mg sehari parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki- defisiensi kompleks protrombin. Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom dapat pula diberikan. 4. Antasida dan simetidin Pemberian antasida secara intensif 10 -- 15 cc setiap jam disertai simetidin 200 mg tiap 4 -- 6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan dalam dosis lebih rendah setiap 3 -- 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per oral 200 mg tiap 4 6 jam. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan : -- sucralfate sebanyak 1 -- 2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian per oral. -- pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam. -- somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam. Tindakan khusus

MEDIK INTENSIF Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik Bila perdarahan tetap berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul Noradrenalin atau Aramine 2 -- 4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan bubuk trombin (Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang menyemprotkan larutan trombin melalui saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di lambung, sehingga di bawah pengawasan

endoskopik dapat mengikuti langsung apakah perdarahannya berhenti dan apakah terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang perlu aspirasi dengan endoskop. Sterilisasi usus dan lavement usus Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati hepatik yang disebabkan antara lain oleh peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein darah oleh bakteri usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan : -- Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya Neomisin 4 x 1 gram atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga pembuatan amoniak oleh bakteri usus berkurang. -- Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk larutan 400 cc yang bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipa nasogastrik.Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12 -- 24 jam. Untuk pencegahan ensefalopati hepatik dapat diberi infus Aminofusin Hepar 1000 -- 1500 cc per hari.Bila penderita telah berada dalam keadaan prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus Comafusin Hepar 1000 -- 1500 cc per hari. Beta Bloker Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol, oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada penderita sirosis hati, akibat penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke hati dan gastrointestinal akan berkurang. Obat golongan beta bloker ini tidak dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung, juga pada penderita asma dan penderita gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok. Infus Vasopresin Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem baskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang

selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan doudenum juga ikut berhenti. Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara pemberian vasopresin ialah 20 unit dilartkan dalam 100 -- 200 cc Dextrose 5%, diberikan dalam 10 -- 20 menit intravena. Efek samping pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan adalah angina pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada penderita penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vaso kontriksi dari vasopresin pada arteri koroner. Selain itu juga ada penderita yang mengeluh tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu 0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama dan bila perdarahan berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam berikutnya. Pada cara pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek sampingyang ditemukan. Efek vasopresin dalam menghentikan perdarahan SMBA berkisar antara 35 - 100%, perdarahan ulang timbul pada 21 - 100% dan mortalitas berkisar pada 21 - 80%. Balontamponade Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau Linton Nachlas Tube diperlukan pada penderita penderita varises esofagusyang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dan pemberian infus vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini merupakan pilihan pertama pada penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat diberikan infus vasopresin. Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon di daerah kardia dan esofagus yang akan menekan, dan dengan demikian

menghentikan perdarahan di esofagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon, masing-masing untuk lambung dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya dari 1 balon yang mengkompresi daerah distal esofagus dan kardia. Protokol pemasangan SB Tube : -- Penderita secara klinis menderita perdarahan varises esofagus, bila mungkin telah diendoskopi. -- Keadaan umum cukup baik, tidak koma/syok/gelisah dan kooperatif. -- Pemasangan dilakukan sedini mungkin, kurang dari 12 jam setelah dirawat. -- Sebelumnya dilakukan lavas lambung untuk mengeluarkan isi lambung terutama gumpalan darah. -- Pemasangan dilakukan oleh dokter atau perawat yang berpengalaman. -- Balon SB sebelum dipasang harus dites tidak bocor dan kemudian diolesi dengan salep zylocain atau parafin. --SB Tube dimasukkan secara perlahan-lahan melalui lubang hidung, sambil penderita disuruh menelan sampai SB Tube masuk ke lambung, hingga garis ukuran pipa bagian luar menunjukkan 50 cm dekat lubang hidung. -- Balon lambung dikembangkan dengan 30 - 50 cc udara dan SB Tube ditarik perlahan-lahan ke luar sampai balon lambung mencapai kardia dan terasa adanya tahanan pada penarikan lebih lanjut. Angka pada garis ukuran SB Tube di lubang hidung berkisar antara 40 - 45 cm. -- SB Tube difiksasi dengan plester, balon esofagus kemudian dikembangkan dengan 100 - 200 cc udara tergantung ukuran SB Tube. -- Penderita dipuasakan selama SB. Tube terpasang. Lavas lambung dan pemberian obat -obatan dapat dilakukan melalui pipa sentral. Sekret di hipofaring perlu diaspirasi secara berkala.

-- Pemasangan SB Tube berkisar antara 12 - 24 jam, kemudian dicoba dikempeskan dari dikontrol tiap-tiap jam dengan lava lambung apakah terjadi perdarahan ulang. Bila terjadi perdarahan ulang, balon SB Tube yang belum ditarik keluar itu dapat segera dikembangkan kembali. SB Tube dipasang maksimal48 jam. Menurut laporan peneliti -peneliti, pemasangan SB Tube dapat menghentikan 55 - 92% perdarahan varises esofagus, tetapi 25 - 60% penderita kemudian mengalami perdarahan ulang,sedangkan mortalitas berkisar antara 20 60%. Komplikasi pemasangan SB Tube adalah obstruksi laring serta asfiksi akibat migrasi balonke hipofaring dan ulserasi esofagus, karena pemasangan terlalu lama. Sklerosis varises endoskopik Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus dengan penyuntikan bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol, sodium morrhuate melalui esofagoskop kaku atau serat optik. Karena pemakaian esofagoskop kaku membutuhkan anestesi umum, dan sebagai komplikasi dapat terjadi ruptur esofagus, maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang lebih banyak digunakan endoskop serat optik baik yang umum maupun yang khusus dengan 2 saluran, sehingga sewaktu penyuntikan dilakukan melalui saluran pertama, penghisapan perdarahan yang mungkin terjadi dapat dilakukan melalui saluran kedua. Teknik penyuntikan dapat paravasal atau intravasal. Terapi ini dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti, tetapi tergantung dari keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang mengalami perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini perdarahan dapat dihentikan pada 80 - 100%, perdarahan ulang terjadi pada 10 40% sedangkan mortalitas selama dirawat mencapai 30%. Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB Tube atau infus vasopresin, terapi sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises yang luas umumnya membutuhkan 2 - 3 x terapi dengan jangka waktu 7 - 10 hari.

Mortalitas penderita yang diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4 14%. Komplikasi metoda ini yang pernah dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur dan stenosis dari esofagus, effusi pleura, mediastinitis. Koagulasi laser endoskopik Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik gagal dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat diterapkan terapi koagulasi dengan Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik. Ada ahli yang melaporkan keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127 penderita). Hanya alat ini sangat mahal. Demikian juga perdarahan SMBA lainnya seperti pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat dihentikan dengan koagulasi laser endoskopik. Embolisasi varises transhepatik Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati sampai mencapai vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin tersebut sepanjang vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan kontras angiografin. Pada transhepatik portalvenografi ini akan terlihat vena-vena kolateral utama termasuk varises esofagus. Selanjutnya sebanyak 30 -- 50 cc Dextrose 50% disuntikkan melalui kateter diikuti dengan suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein. Perdarahan varises esofagus umumnya segera berhenti. Metoda ini belum banyak laporannya dalam kepustakaan, karena tekniknya sukar dan sering mengalami kegagalan yang disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites. Komplikasi yang membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas tusukan jarum tersebut. Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul varises esofagus yang baru. TINDAKAN BEDAH Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat,

seperti pintasan portosistemik atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus. Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli atau duodeni serta keganasan SMBA yang tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan tindakan bedah. Bila tidak diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita membaik dan pemeriksaan diagnostik telah selesai dilakukan, dapat dilakukan tindakan bedah elektif setelah 6 minggu.

Gambar 1. Penilaian Awal dan Resusitasi


Anamnesis dan pemeriksaan fisik Tanda vital Akses vena Selang nasogastrik Pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, trombosit Pemeriksaan hemostasis Cairan kristaloid Cairan koloid Transfusi darah

Hemodinamik stabil Tidak ada perdarahan aktif Terapi empiris Hemodinamik stabil Perdarahan berhenti

Hemodinamik tidak stabil Perdarahan aktif

Hemodinamik stabil Perdarahan menetap

Perdarahan berhenti

Obat vasoaktif Somatostatin Octreotide vasopresin + nitrat EMERGENSI or AWAL endoskopi UGI

Endoskopi saluran cerna bagian atas elektif Variasi esofagus/gaster Skleroterapi atau ligasi atau selang SB Jika gagal Terapi definitif Terapi bedah Ulkus Penyuntikan obat hemostatik atau operasi segera Sumber perdarahan tidak tampak Diagnosis tindakan dan terapi radiologi intervensional atau operasi segera

Gambar 2. Pengkajian/evaluasi awal dan resusitasi


Anamnesis dan pemeriksaan fisik Tanda vital Akses vena Selang nasogastrik Pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, trombosit Pemeriksaan hemostasis Crystalloid solution Colloid solution Blood transfusions Hemodinamik stabil perdarahan aktif (-)
Terapi empiris : Vitamin K 3 x 1 amp, obat-obatan, antisekresi, Antasid, sukralfat

Hemodinamik tidak stabil perdarahan aktif

Hemodinamik stabil perdarahan berhenti Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata >70 mmHg nadi < 100/m, Hb > 9 g%, tes Tilt (-)

Hemodinamik instabil perdarahan berlanjut Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata <70 mmHg nadi 100/m, Hb < 9 g%, tes Tilt (+)

Perdarahan berhenti

Perdarahan berlanjut

Obat vasoaktif Somatostatin Octreotide vasopresin + nitrat

Evaluasi efektif Radiologi barlin saluran cerna bagian atas atau rujuk untuk endoskopi saluran cerna bagian atas

Tamponade balon/selang SB

Perdarahan berhenti

Perdarahan berlanjut

Operasi segera Terapi definitif

Gambar 3. Pengkajian/evaluasi awal dan resusitasi


Anamnesis dan pemeriksaan fisik Tanda vital Akses vena Selang nasogastrik Pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, trombosit Pemeriksaan hemostasis Crystalloid solution Colloid solution Blood transfusions Hemodinamik stabil perdarahan aktif (-)
Terapi empiris : Vitamin K 3 x 1 amp, obat-obatan, antisekresi, Antasid, sukralfat

Hemodinamik tidak stabil perdarahan aktif

Hemodinamik stabil perdarahan berhenti Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata >70 mmHg nadi < 100/m, Hb > 9 g%, tes Tilt (-)

Hemodinamik instabil perdarahan berlanjut Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata <70 mmHg nadi 100/m, Hb < 9 g%, tes Tilt (+)

Perdarahan berhenti

Stabilisasi

Obat vasoaktif Somatostatin Octreotide vasopresin + nitrat

Rujuk untuk evaluasi efektif lebih lanjut Radiologi barlin saluran cerna bagian atas atau rujuk untuk endoskopi saluran cerna bagian atas REFERRAL INSTABLE HEMODYNAMIC

Terapi definitif

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurachman SA, Hematemesis dan Melena. Tinjauan kasus di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin Bandung, selama 1970 - 1974. Proceeding KOPAPDI III di Bandung, 1975. 2. Gross R. Die akute Magen-Darmblutung in Der internistische Not fall, F.K. Sehattauer Verlag Stuttgart 1973, haL 545 - 576. 3. Fruhmorgen P. Neue Verfahren zur Blutstillung dalam Operative Endoskopie. Acron Verlag 1979, haL 83 - 90. 4. Hadi S. Hematemesis Melena dalam Gastroenterologi. Alumni Bandung 1981, hal 161- 191. 5. Hadi S. Langkah pendekatan penatalaksanaan perdarahan saluran makan bagian atas. Makalah pada pertemuan Ilmiah PPHI ke 3. Kongres PGI/PEGI Palembang 1 3 Agustus 1985. 6. Hernomo K. Terapi medik perdarahan hipertensi portal. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, th. 1984 hal 795 - 807. 7. Kiefhaber P. Endoskopische Blutstillung blutender Osophagus und Magenvarizen mit Neodym-Yag-Laser dalam Operative Endoskopie haL 19 - 26. 8. Paquet KJ. Wandsklerosierung bei Osophagusvarizen dalam Operative Endoskopie. Acron Verlag, Berlin, hal 33 - 46. 9. Soehendra N. Sclerotherapy of Oesophageal Varices by Means of Fibreendoscopy in Clinical Hepatology. Springer Verlag Berlin 1983. 10. Tondobala TH. Hematemesis dan Melena. Buku Ilmu Penyakit Dalam 1984, haL 737 - 743. 11. Westaby D, Macdougall B, Williams R. New Approaches to the Management of Portal Hypertension and Variceal Haemorrhage in Clinical Hepatology. Springer. Verlag Berlin 1983

Anda mungkin juga menyukai