Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

I.1

LATAR BELAKANG Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan sendi yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang paling sering terjadi, fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau tertutup). Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Fraktur humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, medial dan distal humerus. Insiden fraktur humerus pada bayi biasanya terjadi pada waktu persalinan sulit. Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat dengan pembentukan kallus massif dan tidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur humerus tidak umum terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat dirawat dengan cara yang sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik maka tidak akan menimbulkan masalah. I.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dari fraktur humerus? I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dari fraktur humerus. I.4 I.4.1 MANFAAT Menambah wawasan mengenai kasus ortopedi

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah sub ortope

BAB II STATUS PENDERITA

II.1

IDENTITAS PENDERITA : Ny.M : 50 tahun : IRT : Jawa : Islam : Sumbermanjing-Wetan

A. Nama B. Umur D. Pekerjaan E. Suku F. Agama G. Alamat

C. Jenis kelamin : Wanita

H. Tanggal MRS : 21 Mei 2013 II.2 ANAMNESA

Keluhan utama : Lengan atas sebelah kanan tidak bisa digerakkan Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang dengan keluhan lengan atas sebelah kanan tak bisa digerakkan, Ini sudah berlangsung 2 tahun yang lalu. Awalnya pasien jatuh karena terpeleset di lantai dapur ketika memasak. Seketika pasien tak sadarkan diri lalu tidak dibawa kemana mana, hanya langsung dibawa ke kamar tidur oleh suaminya sampai pasien sadar. Sesaat setelah sadarkan diri, pasien mengeluh lengan atas nyeri, tak bias digerakkan hinggga ke jari-jarinya, bengkak, panas, terlihat seperti ada tulang yang menonjol tapi tidak menembus kulit, dan terlihat lebih pendek bila dibandingkan dengan lengan atas satunya. Tidak ada luka terbuka maupun lecet, Namun, 4 hari hari setelah jatuh, pasien sudah tidak mengeluh nyeri, panas dan masih terlihat adanya sedikit tulang yang menonjol, tetapi tangan tetap tak bias digerakkan. Sejak paska 3 bulan setelah kejadian pasien hanya dibawa ke pengobatan alternatife saja selama 1 tahun, dari pengobatan tersebut pasien mengatakan bahwa

hanya jari jari nya saja sudah bisa digerakkan. Setelah itu, pasien berhenti terapi dari tempat pengobatan alternative tersebut kemudian beralih ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang. Riwayat mual muntah tak diketahui, riwayat BAB dan BAK lancar setelah kejadian. Riwayat penyakit dahulu Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya Riwayat pengobatan Pengobatan ke pengobatan alternatif selama 1 tahun sejak pasca 3 bulan kejadian Riwayat Keluarga DM (-) Hipertensi (-) II.3 PEMERIKSAAN FISIK Status Present Tampak kesakitan, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6) Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu Kepala Bentuk Mata Sklera Ikterik Conjuctiva Anemis Telinga Bentuk Secret : dalam batas normal : -/4

: 120/80 mmHg : 86 x/menit, isi cukup : 24x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-) : 370 C : Dalam batas normal : -/: -/-

Hidung Tidak ada deviasi septum Sekret Bibir Tonsil Pharing Leher Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB Paru Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/Jantung Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa : teraba lemas, tidak ada defence muskular : timpani. : bising usus (+) normal Look : Tak tampak luka (-), deformitas (+) lebih pendek dibandingkan dengan lengan atas kiri (+), penonjolan tulang (+) ke arah volar, edema (-), tak tampak sianosis pada bagian distal lesi. Feel : False movement (+), nyeri tekan setempat (-), krepitasi (-), terhambat, gerakan abduksi adduksi sensibilitas (+), suhu rabaan normal, kapiler refil (+) < 2 detik Move : Gerakan aktif dan pasif gangguan persarafan tidak ada. lengan kanan terhambat, gerakan rotasi sendi bahu tidak terhambat, : -/: tidak kering dan tidak cyanosis : T1/T1 : tidak hiperemi Mulut dan tenggorokan

Status Lokalis : Regio Humerus Dextra

I. RESUME Wanita umur 50 tahun dating ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang dengan keluhan lengan atas sebelah kanan tidak bisa digerakkan sejak 2 tahun yang lalu. setelah usai jatuh terpeleset di lantai dapur.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan, pada region humeri dextra deformitas (+)

lebih pendek dibandingkan dengan lengan atas kiri (+), penonjolan tulang (+) ke arah volar, nyeri tekan setempat (-), krepitasi, false movement (+), sensibilitas (+), kapiler refil (+) < 2 detik, gerakan aktif dan pasif terhambat, gerakan abduksi adduksi lengan kanan terhambat F. DIAGNOSA KERJA Non union fraktur humeri dextra G. PLANNING DIAGNOSA Planning pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium: Darah lengkap, Ureum, Creatinin, SGOT,SGPT, HbsAg, PPT,apTT, GDS Pemeriksaan radiologi Foto rontgen humerus dextra AP-Lateral dan foto rontgen thorax EKG Planning Terapi 1. Non operatif a. Medikamentosa : b. Non medikamentosa KIE sebelum operasi : 1. Istirahat 2. Edukasi pasien beserta keluarganya tentang penyakit yang dideritanya

3. Berkonsultasi kepada spesialis anastesi untuk persiapan operasi KIE sesudah operasi: 1 .Jika melakukan aktifitas yang berat atau mobilitas yang cepat sebaiknya dilakukan dengan cara hati-hati 2 .Makan dengan makanan yang bergizi 3. Latihan dan pengaturan otot 4.Partisipasi dalam aktivitas sehari hari dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap 2. Operatif ORIF (Plate and Screw) + Bone Graft

BAB III PEMBAHASAN PENYAKIT A. ANATOMI HUMERUS Humerus terdapat sepasang, dan berbentuk tulang panjang yang terletak di regio brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan dengan radius dan ulna di bagian distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian yakni proksimal humeri, medial humeri dan distal humeri. Pada proksimal humeri terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur dibawahnya oleh collum anatomicum. Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum mayor dan tuberculum minor. Tuberculum mayor mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan melanjutkan diri segabai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. Bicipitis. Medial humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan medial humeri dapat dibagi menjadi facies medialis, facies anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai Krista supracondilaris medialis. Margo lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis.

Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan di margo medialis dan merupakan lubang masuk ke kanalis nutricium yang mengarah ke distal. Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan medial humeri. Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta dipermukaan epicondilus medialis terdapat sulcus nervi ulnaris.

Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang melapisi tulang rawan untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang sedikit serong terhadap sumbu panjang medial humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik dipermukaan anterior maupun posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat tipis. Di permukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan posterior disebut fossa olecrani. Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan setengah

bulatan dan tidak mencapai posterior. Capitulum berartikulasi baik dengan radius. Dipermukaan capitulum humeri didapatkan nervi radialis. Otot otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi mm. biceps brachii, coraco brachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi mm. lattisimus dorsi, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan insersi tendon mm. supraspinatus dan infraspinatus.Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf servikalis, medianus, radialis dan ulnaris. B. DEFINISI FRAKTUR Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. C. Klasifikasi fraktur Fraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara lain: 1. Klasifikasi etiologis Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba. Fraktur patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu. 2. Klasifikasi klinis Fraktur tertutup (simple fracture). Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar

10

Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)

Fraktur dengan komplikasi (compicated fracture). Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang

3. Klasifikasi radiologis, klasifikasi ini berdasarkan atas: A. Lokalisasi Difasial Metafisial Intra-artikuler Fraktur dengan dislokasi Fraktur transversal Fraktur oblik Fraktur spiral Fraktur Z Fraktur segmental Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen Fraktur baji, biasanya pada vertebra karena trauma kompresi Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo, misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patela Fraktur depresi, karena trauma langsung, misalnya pada tulang tengkorak Fraktur impaks Fraktur pecah (burst), dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah, misalnya pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus Fraktur epifisis

B. Konfigurasi

11

C. Menurut ekstensi Fraktur total Fraktur tidak total (fraktur crack) Fraktur buckie atau torus Fraktur garis rambut Fraktur green stick Tidak bergeser (undisplaced) Bergeser (displaced)

D. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

12

13

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara: Bersampingan Angulasi Rotasi Distraksi Over-riding Impaksi

Diagnosis fraktur Anamnesis ----Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain Pemeriksaan fisik

14

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: 1. Syok, anemia atau perdarahan 2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen 3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologi. Pemeriksaan lokal 1. Inspeksi (Look) 2. Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hatihati Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi

15

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move) Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf. 4. Pemeriksaan neurologis ----Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau eurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya. 5. Pemeriksaan radiologis ----Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

16

Tujuan pemeriksaan radiologis: Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua angota gerak terutama pada fraktur epifisis Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid, foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian. Penatalaksanaan/Pengobatan Tujuan dari penatalaksanaan/pengobatan adalah untuk menempatkan ujung ujung patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagai mana mestinya. Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi). Imobilisasi bisa dilakukan melalui: 1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

17

2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah 3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul. 4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi. D. PATOFISIOLOGI Tulang yang bersifat rapuh cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. leukosit, infiltrasi leukosit.

18

Namun apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau putusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periostium dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, bone marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematom di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang fraktur. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi adanya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi dan eksudasi plasma. Berdasarkan arah pergeserannya fraktur humerus dibagi menjadi : a. Fraktur 1/3 proksimal humerus Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis mayor diklasifikasikan sebagai fraktur colli humerus. Fraktur di atas insersi m. pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen bergeser kea rah medial. Fraktur antara insersi m pectoraslis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen. b. Fraktur 1/3 medial dan distal humerus Jika fraktur terjadi di distal insersi deltoid pada 1/3 medial humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi

19

E. PEMERIKSAAN KLINIS 1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat, nyeri berkurang jika fragmen tulang immobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen 2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada ekstremitas. Deformitas dapat diketahui dengan menbandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada inegritas tulang tempat melekatnya otot tersebut 3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur 4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya deri tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen yang fraktur 5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. 6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis, arteri brachialis. Saat pemeriksaan apakah ia ia dapat melakukan dorsofleksi pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan. 3.1 Pemeriksaan Penunjang Pada fraktur tes laboratorium yang perlu diketahui : hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, masa perdarahan dan masa pembekuan. Radiologi Pada X-ray dapat dilihat gambaran fraktur, tempat fraktur, garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas. Radiologi humerus AP dan lateral harus dilakukan.sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone scan, dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan Laboratorium

20

fraktur patologis. Venogram /erteriogram menggambarkan arus vaskularisasi. CTscan untuk mendeteksi struktur yang lebih kompleks. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan secara Umum Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto. Penatalaksanaan Kedaruratan Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke

21

dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Prinsip Penanganan Fraktur Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pad kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomic normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan. Metode reduksi : 1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

22

dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. 2. Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain : a. Traksi manual Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency b. Traksi mekanik, ada 2 macam : - Traksi kulit (skin traction) Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg. - Traksi skeletal Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal. Kegunaan pemasangan traksi antara lain: 1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot 2. Memperbaiki & mencegah deformitas 3. Immobilisasi 4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi) 5. Mengencangkan pada perlekatannya

23

Prinsip pemasangan traksi : - Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik. - Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan - Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus. - Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol. - Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman. 3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Imobilisasi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)

24

Rehabilitasi Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik. G. KOMPLIKASI 1. Sindroma Kompartemen Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena beberapa hal, bisa

25

disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia jaringan. Peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke dalam kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan luas/volume kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa darah atau edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya tekanan intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan perfusi kapiler (pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya iskemia jaringan, yang menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa. Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma kompartemen, yang disingkat menjadi 5P: Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa waktu Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu tindakan operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam kompartemen. 2.Major Blood Loss Hal ini disebabkan vaskularisasi yang ekstensif pada daerah femur. Apabila terjadi perdarahan secara signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara sistemik, seperti shock, hipotensi, dan takikardia. 3.Infeksi Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur: Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah Infeksi pasca operasi

26

Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan infeksi dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan mengelola luka merupakan penanganan yang baik. Pemberian antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik memiliki spectrum yang tepat. Sebaiknya dilakukan analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik. 4.Penyembuhan abnormal pada fraktur a. MALUNION Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi, kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna. Etiologi Fraktur tanpa pengobatan Pengobatan yang tidak adekuat Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan Osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma Gambaran klinis Deformitas dengan bentuk yang bervariasi Gangguan fungsi anggota gerak Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi Ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris Osteoarthritis apabila terjadi pada daerah sendi Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas Pemeriksaan radiologist Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang tidak sesuai dengan keadaan yang normal.

27

Pengobatan Konservatif Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi sesuai dengan fraktur yang baru. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat digunakan sepatu orthopedic. Operatif Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi interna Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak anak. Osteotomi yang bersifat baji b.DELAYED UNION Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 -5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah) Etiologi Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion Gambaran klinis Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan. Terdapat pembengkakan Nyeri tekan Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur Pertambahan deformitas Pemeriksaan radiologist Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur Gambaran kista pada ujung ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang Gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur. Pengobatan Konservatif Pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2 3 bulan. Operatif Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera dilakukan fiksasi interna dan pemberian bone graft.

28

c.NONUNION Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga didapat pseudoarthrosis (sendi palsu). Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi sama sama dengan infeksi disebut infected pseudoarthrosis. Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung ujung fragmen tulang : Hipertrofik Ujung ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut gambaran elephants foot. Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa. Pada jenis ini vaskularisasinya baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft. Atrofik (Oligotrofik) Tidak ada tanda tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur. Ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft. Gambaran klinis Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut pseudoarthrosis. Nyeri tekan atau sama sekali tidak ada. Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama sekali Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen. Pemeriksaan radiologist Terdapat gambaran sklerotik pada ujung ujung tulang Ujung ujung tulang berbentuk bulat dan halus Hilangnya ruangan meduler pada ujung ujung tulang Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (psedoarthrosis)

29

Pengobatan Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft Eksisi fragmen kecil dekat sendi. Misalnya kepala radius, prosesus stiloid ulna Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur Stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis. PENYEBAB NONUNION DAN DELAYED UNION Vaskularisasi pada ujung ujung fragmen yang kurang Reduksi yang tidak adekuat Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen. Waktu imobilisasi yang tidak cukup Infeksi Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen tulang Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis) Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler) Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi Fiksasi interna yang tidak sempurna Delayed union yang tidak diobati Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw diantara kedua fragmen.

30

BAB IV KESIMPULAN Wanita umur 50 tahun dating ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang dengan keluhan lengan atas sebelah kanan tak bisa digerakkan, Ini sudah berlangsung 2 tahun yang lalu. Setelah sadarkan diri, pasien mengeluh lengan atas nyeri, tak bisa digerakkan hinggga ke jari-jarinya, bengkak, panas, terlihat seperti ada tulang yang menonjol tapi tidak menembus kulit, dan terlihat lebih pendek bila dibandingkan dengan lengan atas satunya. Tidak ada luka terbuka maupun lecet, Namun, 4 hari hari setelah jatuh, pasien sudah tidak mengeluh nyeri, panas dan masih terlihat adanya sedikit tulang yang menonjol, tetapi tangan tetap tak bias digerakkan Secondary survey didapatkan, Tak tampak luka, terdapat penonjolan abnormal, oedem (-), deformitas (+) , angulasi varus (+), tampak pemendekan dibandingkan dengan humeri sinistra , tak tampak sianosis pada bagian distal lesi. Nyeri tekan setempat (-), krepitasi (-), sensibilitas (+), suhu rabaan normal, kapiler refil (+) < 2 detik. False movement (+), gerakan aktif dan pasif terhambat, gerakan abduksi adduksi lengan kanan terhambat. Berdasarkan anamnesa dan secondary survey didapatkan diagnose non union fraktur humeri dextra.

31

DAFTAR PUSTAKA 1. Mega Prawithasari Lubis 2010 Patofisiologi Fraktur.

http://www.scribd.com/doc/34822066/Patofisiologi-Fraktur. diakses 31 Mei 2013 2. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Bintang Lamumpatue. Makassar. 3. RJ Foster, GL Dixon, AW Bach, RW Appleyard, 1985. TM Green Internal fixation offractures and non-unions of the humeral shaft: Indications and results in a multi-center study. JBJS 67-A,. p 857-864. 4. Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics . USA: The McGraw-Hill Companies. 5. Stephen, Selley. 2004. Skeletal system: Bones and Bone Tissue. Anatomy and Physiology sixth edision. 6. Wim de jong & Sjamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2. EGC: Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai