Anda di halaman 1dari 34

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT SYARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU PENYAKIT SYARAF RS BAKTI YUDHA

DEPOK

Nama NIM

: Adhi Pasha Dwitama : 11-2013-034

Dokter Pembimbing : dr.Al Rasyid, Sp.S

BAB I: STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin : Tn. ET : 50 tahun : Laki-laki

Status perkawinan : Kawin Pendidikan Pekerjaan Alamat : SMA : Supir Pabrik : Jl. Haji Asnawi, Depo

Tanggal masuk RS : 27 Agustus 2013

PASIEN DATANG KE RS Sendiri / bisa jalan / tak bisa jalan / dengan alat bantu Dibawa oleh keluarga : ya / tidak

II. SUBJEKTIF Auto dan allo Anamnesis : Istri os, 27/08/2013 Jam 17.00 Keluhan utama: Penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas 12 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke igd rujukan dar RS aprilia medika dengan penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas jatuh dari motor 12 jam SMRS. Os terjatuh dari motor pukul 05.30 pagi. Os terjatuh setelah menabrak lubang dan kepala dan badan terbentur ke jalan. Os menggunakan helm saat kejadian. Setelah jatuh os sempat pingsan 10 menit kemudian os tersadar dan dibawa ke rs aprilia medika untuk mendapat pertolongan. Os kemudian di rujuk ke RS Bhakti Yudha. Di RSBY os tampak mengantuk, os masih membuka mata jika dipanggil, tetapi langsung tertidur lagi. Os mengeluhkan sedikit sakit kepala dibagian yang terbentur. Keluarga os mengatakan saat di rs aprilia medika os tidak ada muntah, darah yang keluar dari hidung ataupun telinga. Os tidak mengingat saat kejadian. Os masih bisa menjawab pertanyaan saat ditanya tetapi hanya menjawab dengan kalimat-kalimat singkat, os juga mengetahui jika berada di rumah sakit. Os mengeluhkan nyeri dibagian badan yang terbentur. Di dagu os juga terdapat luka gores akibat benturan dengan aspal.

Riwayat Peyakit Keluarga

Hipertensi(-) DM(-) Alergi(-) Migrain(-) Trauma(-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi(-) DM(-) Alergi(-) Migrain(-) Trauma(-)

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi: Os seorang supir di pabrik di Cibitung, sudah menikah dan memilik 3 orang anak.

III. OBJEKTIF 1. Status presens a. Kesadaran b. TD c. Nadi : Somnolen, E3M6V4 = 13 : 120/80 mmHg : 72 kali/menit

d. Pernafasan : 21 kali/menit

e. Suhu f. Kepala g. Mata +/+ h. THT i. Leher j. Paru k. Jantung l. Perut atau lien

: 36.8 C : normosefali, simetris : pupil isokor, 3mm/3mm, racoon eye (-), RCL +/+, RCTL

: rinorhea (-), otorhea (-) : simetris, tidak teraba pembesaran KGB : suara dasar: vesikuler +/+, wheezing -/- , ronkhi -/: BJ I II murni regular, murmur (-), gallop (-) : supel, BU (+) normal, tidak teraba pembesaran hepar

m. Ekstremitas : oedem -/- (aksial hangat) n. Berat badan : 70 kg o. Tinggi badan: 165 cm

2. Status psikikus Cara berpikir Perasaan hati Tingkah laku Ingatan Kecerdasan : Tidak dapat dinilai : Tidak dapat dinilai : Kesadaran menurun, tidak aktif : Kurang baik, amnesia (+) : Tidak dapat dinilai

3. Status neurologikus a. Kepala i. Bentuk ii. Nyeri tekan iii. Simetris iv. Pulsasi b. Leher i. Sikap ii. Pergerakan iii. Kaku kuduk c. Urat saraf kepala i. N. I Subjektif kanan Tidak dilakukan kiri : simetris : bebas : tidak ada : normosefali : (+) bagian fronto temporal kiri : (+) : (-)

Dengan bahan ii. N. II Tajam penglihatan Lapangan penglihatan Melihat warna Fundus okuli iii. N. III Sela mata Pergerakan bulbus Strabismus Nistagmus Exophtalmus Pupil Besar Bentuk Refleks terhadap sinar Refleks konversi Refleks konsensuil Melihat kembar iv. N.IV Pergerakan mata (ke bawah-keluar) Sikap bulbus Melihat kembar v. N.V Membuka mulut Mengunyah Menggigit Refleks kornea

Tidak dilakukan kanan 1/60 Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan kanan Kesan: Normal Tidak dapat dilakukan (-) (-) (-) 3mm bulat (+) Tidak dapat dilakukan (-) (-) kanan (+) Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan (-) kanan (+) (+) (+) (+) (-) kiri (+) (+) (+) (+) (-) (-) kiri (+) (-) (-) (-) 3mm bulat (+) kiri kiri 1/60

Sensibilitas vi. N.VI Pergerakan mata ke lateral Sikap bulbus Melihat kembar vii. N.VII Sulcus nasolabialis Mengerutkan dahi Menutup mata Memperlihatkan gigi Bersiul viii. N.VIII Detik arloji Suara berisik Weber Rinne ix. N.IX Perasaan lidah belakang Pharynx x. N.X Arcus pharynx Bicara Menelan Nadi xi. N.XI Mengangkat bahu Memalingkan kepala xii. N.XII Pergerakan lidah Tremor lidah Artikulasi

Tidak dapat dilakukan kanan (+) Tidak dapat dilakukan (-) kanan Tidak dapat dilakukan (+) (+) (+) Tidak dapat dilakukan kanan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan kanan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan kanan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan Kesan: Normal kanan (+) Tidak dapat dilakukan kanan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan kiri kiri (+) kiri kiri kiri (+) (+) (+) (-) kiri kiri (+)

d. Badan dan anggota gerak 1. Badan a. Motorik i. Respirasi: simetris dalam keadaan statis dan dinamis ii. Duduk : tidak dapat dilakukan iii. Bentuk columna verterbralis: kifosis dan lordosis iv. Pergerakan columna vertebralis: Tidak dapat dilakukan b. Sensibilitas Taktil Nyeri Thermi Diskriminasi c. Refleks Refleks kulit perut atas Refleks kulit perut bawah Refleks kulit perut tengah Refleks kremaster 2. Anggota gerak atas a. Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Atrofi b. Sensibilitas Taktil Nyeri Thermi Diskriminasi c. Refleks Biceps Triceps Radius Ulna Tromner-hoffman (-) kanan bebas 5555 N (-) kanan Tidak dapat dilakukan (-) Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan kanan + + Tidak dilakukan Tidak dilakukan (-) kiri + + (-) kiri bebas 5555 N (-) kiri : tidak dapat dilakukan : tidak dapat dilakukan : tidak dapat dilakukan : tidak dapat dilakukan kanan Tidak dapat dilakukan (+) dibagian pinggang dan dada Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan kiri

3. Anggota gerak bawah a. Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Atrofi b. Sensibilitas Taktil Nyeri Thermi Diskriminasi c. Refleks Patella Achilles Babinski Chaddock Rossolimo Mendel-Bechterev Schaefer Oppenheim Klonus paha Tes lasegue Tes kernig Koordinasi, gait, dan keseimbangan Cara berjalan Tes Romberg Disdiadokokinesia Ataksia : Tidak dapat dilakukan : Tidak dapat dilakukan : Tidak dapat dilakukan : Tidak dapat dilakukan kanan bebas kesan : Normal N (-) kanan Tidak dapat dilakukan (+) Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan kanan + + (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) >70 >135 kiri + + (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) >70 >135 (+) N (-) kiri kiri bebas

Rebound phenomenon: Tidak dapat dilakukan Dismetria : Tidak dapat dilakukan

d. Gerakan-gerakan abnormal Tremor Miokloni Khorea : (-) : (-) : (-)

e. Alat vegetatif Miksi Defekasi Ereksi : Tidak dilakukan : Tidak dapat dilakukan : Tidak ditanyakan

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (27/08/2013): Hemoglobin Eritrosit 6.2) Lekosit Trombosit Hematokrit LED MCV : 15,6 (5-10) : 356.000/ mm3 : 41 % : 30 mm/jam (<15) : 90,9 fl : 14,8 g/dl (12-16) : 4.27 juta/mm3 (4.5MCH MCHC Basofil Eosinofil Neutrofil Stab Neutrofil Segmen Lymphosite Monosyte : 32,7 pg : 35,9 g/dl :0% : 0 % (1-3) : 2 % (3-5) : 80 % (54-62) : 8 % (25-33) : 5 % (3-7)

Gula darah sewaktu SGOT SGPT Elektrolit

: 95 gdl : 32 U/L : 35 U/L : Natrium 134 Kalium 4.42 Chlorida 103

Ureum Creatinin

: 18 mg/dl : 0,8 mg/dl (0,5-1,5)

Pemeriksaan Radiologi: CT Scan kepala polos (27/08/2013): Tak tampak lesi hipodense/hyperdense diparenkim otak Sulci dan Gyri tampak normal System ventrikel dan cisterna tampak normal CPA, Pons dan cerebellum tampak normal Tak tampak midline shift Tak tampak kalsifikasi abnormal Mastoid dan bulbus occuli kanan dan kiri tampak normal sinus ethmoidalis, sphenoidalis, frontalis, dan maxillaries tidak tampak penebalan mukosa Tak tampak fraktur pada calvaria

Kesimpulan : CT Scan kepala tak tampak pendarahan intracranial Tak tampak kelainan Gambar. Foto CT Scan Kepala

Gambar. Foto CT Scan Kepala

Foto Thorax AP: Cor: besar dan bentuk normal Aorta tampak normal Pulmones: tak tampak infiltrate Corakan bronkovaskuler normal Diafragma normal Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam Tulang-tulang: tak tampak fraktur costa Kesan: cor tak tampak kelainan Pulmo: tak tampak kelainan Tak tampak fraktur costa

Gambar. X Foto Polos EKG Tampak sinus bradikardi

IV. RINGKASAN Subjektif : Os laki-laki 50 tahun dating rujukan dari RS aprilia medika dengan penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas jatuh dari motor 12 jam SMRS. Os terjatuh dari motor pukul 05.30 pagi. Os menggunakan helm saat kejadian. Setelah jatuh os sempat pingsan 10 menit kemudian os tersadar dan dibawa ke rs aprilia medika untuk mendapat pertolongan. Os kemudian di rujuk ke RS Bhakti Yudha. Di RSBY os tampak mengantuk, os masih membuka mata jika dipanggil, tetapi langsung tertidur lagi. Os mengeluhkan sedikit sakit kepala dibagian yang terbentur. Tidak ada muntah. Os tidak ingat apa-apa saat kejadian.

Os masih bisa menjawab pertanyaan saat ditanya tetapi hanya menjawab dengan kalimat-kalimat singkat, os juga mengetahui jika berada di rumah sakit. Os mengeluhkan nyeri dibagian badan yang terbentur. Di dagu os juga terdapat luka gores akibat benturan dengan aspal.

Objektif : Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang Kesadaran: Somnolen, GCS: E3M6V4 = 13 Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 72x/menit, suhu 36.5C, pernapasan 21x/menit Pemeriksaan Nervus Kranialis: tidak ada kelainan Pemeriksaan badan dan anggota gerak: terdapat nyeri tekan dibagian dada sebelah kanan. Inspeksi Wajah : Terdapat Vulnus ekskoriasi di daerah mandibula kiri. Kekuatan motorik kesan: Normal Reflek fisiologis: Refleks patologis:

Pemeriksaan penunjang: CT Scan kepala polos (27/08/2013): CT Scan kepala tak tampak pendarahan intracranial Tak tampak kelainan Foto Thorax AP: Kesan: cor tak tampak kelainan, Pulmo: tak tampak kelainan, Tak tampak fraktur costae EKG tampak sinus bradikardi V. DIAGNOSIS 1. Diagnosis klinik : Penurunan kesadaran, amnesia retrograde,

Vulnus eskoriasi, nyeri dada 2. 3. 4. Diagnosis topik Diagnosis etiologik : Cranial, thorax : Trauma

Diagnosis patologik : Inflamasi

VI.

PENATALAKSANAAN i. Non Medikamentosa Nasal Canul 02 2 liter EKG

Foto Rontgen thorax Foto CT Scan Kepala Cek Laboratorium DL Lengkap, SGPT, SGOT

ii. Medikamentosa IVFD asering/12jam Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr Ketorolac inj 1 x 1 amp Ranitidin iv 2 x 1 amp Citicholin amp 2 x 500mg

VII.

PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : dubia ad Bonam : dubia ad Bonam : dubia ad Bonam

Follow up 28/08/2013 S : Os tampak mengantuk, mengeluhkan nyeri di kepala bagian yang terbentur dan dada,

Mual (-), muntah (-) O : Ku/kes: tss/somnolen Ttv: TD 120/70, N: 84, S: 36,5, RR:20 Motorik: 5555/5555 RF: ++/++ RP: ++/++ 5555/5555 TES NHSS kesan baik A P : CKS + Trauma thorax : IVFD asering/ 12 jam Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr Ketorolac inj 1 x 1 amp Ranitidin iv 2 x 1 amp Citicholin amp 2 x 500mg Voltaren gel ++/++ ++/++

29/08/2013 S : Os masih mengeluhkan nyeri di kepala bagian yang terbentur dan dada tetapi sudah

berkurang, kesadaran mulai membaik O : Ku/kes: tss/cm Ttv: TD 130/90, N: 88, S: 36,7, RR:22 Motorik: 5555/5555 RF: ++/++ 5555/5555 A P : CKS + Trauma thorax : IVFD asering/ 12 jam Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr Ketorolac inj 1 x 1 amp Ranitidin iv 2 x 1 amp Citicholin amp 2 x 500mg Voltaren gel ++/++ RP: ++/++ ++/++

30/08/2013 S O : Os nyeri di kepala bagian yang terbentur dan dada sudah berkurang : Ku/kes: tsr/cm Ttv: TD 130/80, N: 88, S: 36,5 RR:22 Motorik: 5555/5555 RF: ++/++ 5555/5555 A P : CKS + Trauma thorax : IVFD asering/ 12 jam Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr Ketorolac inj 1 x 1 amp -> stop Ranitidin iv 2 x 1 amp Citicholin amp 3 x 250mg Voltaren gel ++/++ RP: ++/++ ++/++

31/08/2013 S O : Os meengeluhkan pusing, nyeri di bagian dada terasa sedikit jika batuk : Ku/kes: tsr/cm Ttv: TD 130/70, N: 84, S: 36,5 RR:22 Motorik: 5555/5555 RF: ++/++ 5555/5555 A P : CKS + Trauma thorax : IVFD asering/ 12 jam Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr -> stop Ranitidin iv 2 x 1 amp Citicholin amp 3 x 250mg Voltaren gel ++/++ RP: ++/++ ++/++

01/09/2013 S O : Nyeri dada sudah berkurang. : Ku/kes: tsr/cm Ttv: TD 130/70, N: 84, S: 36,5 RR:22 Motorik: 5555/5555 RF: ++/++ 5555/5555 A P : CKS + Trauma thorax : IVFD asering/ 12 jam Ranitidin iv 2 x 1 amp -> stop ganti oral OMZ 2x1 tab Citicholin amp 3 x 250mg -> stop ganti oral 3x 500mg Voltaren gel Rencana rawat jalan ++/++ RP: ++/++ ++/++

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TRAUMA KAPITIS Definisi Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.1 Epidemiologi Insiden trauma kapitis di negara-negara berkembang adalah 200/100.000 populasi per tahun. Dalam satu studi yang berdasarkan populasi menunjukkan bahwa insiden dari trauma kapitis sekitar 180-250/100.000 populasi per tahun di Amerika Serikat. Insiden lebih tinggi di Eropa dari 91/100.000 populasi per tahun di Spanyol hingga 546/100.000 di Swedia, di Southern Australia 322/100.000 dan di AfrikaSelatan 316/100.000.2 Di Indonesia data epidemiologi secara nasional belum ada. Di ruang rawat neurologi RSCM Jakarta, dari tahun ketahun terdapat peningkatan. Pada tahun 1994 jumlah penderita dirawat 1002 orang.3

Insiden tertinggi penderita trauma kapitis ditemukan pada kelompok umur 15-24 tahun atau 75 tahun lebih, sedangkan pada anak insiden puncaknya pada usia kurang dari 5 tahun. Angka insiden untuk pria dua kali lebih sering dibanding wanita dengan ratio tertinggi pada remaja dan dewasa muda, dan range dari 1,2 :1 sampai 4,4 :1 dalam populasi yang berbeda.2 Klasifikasi Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan berbagai pertimbangan dari berbagai aspek maka bagian neurologi menganut pembagian sebagai berikut :1 1. Patologi: 1.1. Komosio serebri 1.2. Kontusio serebri 1.3. Laserasio serebri 2. Lokasi lesi 2.1. Lesi diffus 2.2. Lesi kerusakan vaskuler otak 2.3. Lesi fokal 2.3.1. Kontusio dan laserasi serebri 2.3.2.Hematoma intrakranial 2.3.2.1. Hematoma ekstradural (hematoma epidural) 2.3.2.2. Hematoma subdural 2.3.2.3. Hematoma intraparenkhimal 2.3.2.3.1. Hematoma subarakhnoid 2.3.2.3.2. Hematoma intraserebral

3. Derajat kesadaran berdasarkan SKG : Tabel 1 : Derajat kesadaran berdasarkan SKG (PERDOSSI, 2006. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI. Jakarta.)

Kategori

SKG

Gambaran Klinik

CT Scan otak

Minimal Ringan Sedang Berat

15 14-15 9-13 3-8

Pingsan (-), defisit neurologi (-) Pingsan < 10 menit, defisit neurologi (-) Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologi (+) Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)

Normal Normal Abnormal Abnormal

Beratnya trauma kapitis secara klinis juga didefenisikan dengan lamanya kehilangan kesadaran, kehilangan memori segera sesudah kejadian, atau sesudah cedera (PTA) dan identifikasi lesi intrakranial.2 Trauma kapitis dapat juga digolongkan sebagai resiko rendah, sedang atau resiko tinggi berdasarkan faktor resiko dan perkembangan penilaian awal neurologis (tabel 2)4

Tabel 2 : Stratifikasi resiko pada penderita dengan cedera kepala (Mayer, S.A., Rowland, L.P. Head Injury. In : Rowland, L.P. (ed). Merritts Neurology. 10th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins;2004.page. 401-15.) Kategori resiko Ringan Pemeriksaan neurologi normal Tidak ada contusio Tidak ada intoksikasi obat atau alkohol Dapat mengeluh nyeri kepala dan dizziness Dapat dijumpai abrasi scalp, laserasi atau hematoma, Sedang Tidak ada kriteria trauma sedang atau berat SKG 9-14 (bingung, lethargi, stupor) Concussion Posttraumatic amnesia Seizure Kemungkinan tanda basiler atau fraktur tengkorak yang menekan Muntah atau cedera wajah serius Intoksikasi obat atau alkohol Tidak ada riwayat cedera atau riwayat tidak jelas Usia < 2 tahun atau kemungkinan child abuse Berat SKG 3-8 (koma) Penurunan progresif tingkat kesadaran Tanda neurologik fokal Cedera penetrasi tengkorak atau fraktur tengkorak Karakteristik

Patofisiologi Patologi kerusakan otak akibat trauma kapitis dapat dikelompokkan atas dua stadium yaitu cedera primer dan sekunder.5,6 Cedera kepala primer (Primary Brain Injury) Cedera kepala primer merupakan hasil dari kerusakan mekanikal langsung yang

terjadi pada saat kejadian trauma.7 Cedera primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak .5 Patofisiologi cedera kepala primer dapat dibedakan menjadi lesi fokal dan lesi difus. Cedera kepala fokal (focal brain injury) khas berhubungan dengan pukulan terhadap kepala yang menimbulkan kontusio serebral dan hematoma. Cedera fokal mempengaruhi morbiditas dan mortalitas berdasarkan lokasi, ukuran dan

progresifitasnya. Cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) disebabkan oleh tekanan inersial yang sering berasal dari kecelakaan sepeda motor. Pada praktisnya, diffuse axonal injury dan focal brain lesions sering terjadi bersamaan. Yang termasuk tipe dari cedera kepala primer ini diantaranya fraktur tengkorak, epidural hematoma, subdural hematoma, intraserebral hematoma dan diffuse axonal injury (DAI).7 Cedera kepala sekunder (Secondary Brain Injury) Cedera kepala sekunder terjadi setelah trauma awal dan ditandai dengan kerusakan neuron-neuron akibat respon fisiologis sistemik terhadap cedera awal. Faktor sekunder akan memperberat cedera kepala dikarenakan hasil shearing pada laserasi otak, robekan pembuluh darah, spasme vaskuler, oedem serebral, hipertensi intrakranial, pengurangan cerebral blood flow (CBF), iskemik, hipoksia dan lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan dan kematian neuron (Gilroy, 2000). Sejumlah substans biokemikal telah terbukti memiliki peranan dalam perkembangan cedera neural setelah cedera kranioserebral. Substan ini meliputi asam amino eksitatori glutamat dan aspartat, sitokin dan radikal bekas.

Penegakan Diagnosis1 Anamnesis Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)

Pemeriksaan neurologis: Kesadaran berdasarkan GCS Tanda-tanda vital Otorrhea/rhinorrhea Ecchymosis periorbital bilateral / eyes / hematoma kacamata Gangguan fokal neurologis Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot Refleks patologis Pemeriksaan fungsi batang otak: pupil, refleks kornea, dolls eye phenomen Monitor pola pernafasan Gangguan fungsi otonom Funduskopi

Pemeriksaan penunjang: Foto polos kepalaAP/lateral CT scan kepala untuk mendeteksi perdarahan intrakranial Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal

LESI INTRAKRANIAL Subdural Hematom Hematoma subdural adalah akumulasi darah di bawah lapisan duramater dan di atas lapisan arakhnoid, penyebabnya adalah robekan permukaan vena atau pengeluaran kumpulan darah vena. Kelompok lansia dan kelompok alkoholik merupakan kelompok yang mempunyai frekuensi jatuh yang tinggi serta derajat atrofi

kortikal yang menempatkan struktur jembatan vena yang menimbulkan permukaan otak di bawah tekanan lebih besar.1 Subdural hematom terjadi karena robekan bridging vein yang menghubungkan antara korteks serebri (dilapisi arachnoid mater) dan dura mater. Biasanya dihubungkan dengan trauma korteks serebri dan prognosis tidak lebih baik dari epidural hematom. Subdural hematom dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Subdural hematom akut umumnya terjadi akibat cedera kecepatan tinggi dan dihubungkan dengan kontusio serebri. 1 Perdarahan ini memiliki prognosis lebih buruk dibanding epidural hematom, yaitu angka kematian sekitar 60-80%. Sedangkan subdural hematom kroni terjadi akibat trauma minor kepala yang sering tidak terindetifikasi. Perdarahan terjadi dalam waktu lambat (hitungan hari) dan dapat tidak ditemukan hingga berbulan-bulan sampai terlihat gejala klinis. Perdarahan pada subdural hematom kronis umumnya lebih lambat dibanding akut, dan dapat berhenti dengan sendirinya. Sering terjadi pada orang tua.1 Penekanan akibat akumulasi perdarahan menyebabkan kompresi jaringan otak. Pada beberapa kasus dapat terjadi robekan arachnoid mater dan kebocoran cairan serebrospinal sehingga lebih meningkatkan tekanan intrakranial. Iskemia menyebabkan terjadinya kematian sel otak. 1 Onset gejala subdural hematom lebih lambat dibanding perdarahan epidural, karena aliran vena memiliki tekanan yang lebih rendah dibanding arteri. Gejala yang tumbul antara lain: penurunan kesadaran, iritabel, kejang, sakit kepala, disorientasi, amnesia, lethargi, mual/muntah, gangguan kepribadian, ataxia, pandangan kabur, dan lain-lain. 1 Selain akibat cedera yang disebabkan oleh perubahan kecepatan

(akselerasi/deselerasi), juga dapat terjadi akibat rotasi, pada shaken baby syndrome, dan peminum alkohol (pada alkoholik terjadi atrofi serebral sehingga meningkatkan panjang vena emisaria, yang meningkatkan risiko terjadinya subdural hematom), dan pengguna antikoagulan (aspirin, warfarin). 1

Gambar 1 : Subdural Hematom Subdural hematom dibagi kepada: 1. Hematoma Subdural Akut Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah. 1 Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran hematom dan derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom biasanya bersifat unilateral. Gejala neurologis yang sering muncul adalah: Perubahan tingkat kesadaran, dalam hal ini terjadi penurunan kesadaran Dilatasi pupil ipsilateral hematom Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya Hemiparesis kontralateral Papiledema1

2. Hematoma Subdural Subakut Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. 1 Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-

tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahanlahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intrakranial dan peningkatan intrakranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak. 1 3. Hematoma Subdural Kronik Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrana fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotik yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: sakit kepala yang menetap rasa mengantuk yang hilang-timbul linglung perubahan ingatan kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. 1

Epidural Hematom Epidural hematom merupakan akumulasi darah (hematoma) di antara duramater dan tulang tengkorak/cranium. Cedera yang terjadi biasanya berupa laserasi dari arteri meningeal media yang memiliki tekanan tinggi. Perdarahan dapat berkembang mencapai puncaknya dalam 6-8 jam pasca trauma mencapai 25-75 cc. Hematoma ini dapat memisahkan dura dari bagian dalam tulang, sehingga menimbulkan sakit kepala yang hebat. Tekanan intrakranial yang meninggi mengakibatkan otak mengalami pergeseran posisi, kehilangan suplai darah atau terdesak menuju tulang. Penekanan pada batang otak menyebabkan pasien mengalami kehilangan kesadaran, postur abnormal dan respons pupil yang abnormal. Pemeriksaan dengan CT Scan/MRI memperlihatkan ekspansi hematom berbentuk konveks. Sebanyak 20% pasien dengan gangguan kesadaran diketahui mengalami epidural hematom dengan bantuan CT Scan. 1 Tanda khas dari epidural hematom adalah adanya periode lucid interval, yaitu periode perbaikan sesaat setelah trauma yang diikuti oleh hilangnya kesadaran secara cepat. Periode ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga jam. Kehilangan kesadaran disebabkan oleh akumulasi darah yang meningkatkan tekanan intrakranial dan merusak jaringan otak. 1

Gambar 2 : Epidural Hematom Subarachnoid Hematom Perdarahan subarachnoid terjadi di dalam ruang subarachnoid (yang memisahkan antara membrana arachnoid dan pia mater). Selain karena trauma,

perdarahan juga dapat terjadi secara spontan akibat aneurisma (Saccular Berrys Aneurism) atau malformasi arteriovenosa. Gejala yang timbul antara lain sakit kepala berat yang mendadak (thunderclap headache), penurunan kesadaran, mual/muntah dan terkadang kejang. Kaku kuduk dapat terlihat 6 jam setelah onset perdarahan. Dilatasi pupil terisolasi dan hilangnya refleks cahaya menunjukkan adanya herniasi otak akibat peningkatan tekanan intrakranial. Perdarahan intraokular dapat timbul. Defisiensi neurologis berupa abnormalitas N. okulomotoris (bola mata yang melihat kebawah, keluar serta tidak mampu mengangkat kelopak mata di sisi yang sama) menunjukkan kemungkinan perdarahan berasal dari a.communicating posterior. Sebagai respons terhadap perdarahan, pelepasan adrenalin akan meningkatkan tekanan darah dan aritmia. Sebanyak 85% perdarahan subarachnoid disebabkan oleh aneurisma serebral; kebanyakan terletak di sirkulus Wilisi dan percabangannya. Sisanya terjadi akibat malformasi arteriovena, tumor, atau penggunaan antikoagulan. Selain itu trauma cedera otak juga dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid, melalui fraktur tulang sekitar atau kontusio intraserebral. 1 Diagnosis dapat ditegakkan melalui CT Scan atau punksi lumbal untuk melihat cairan serebrospinal.

Gambar 3 : Subarachnoid Hematom PENATALAKSANAAN Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian

dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. Indikasi untuk tindakan operatif pada kasus cedera kepala ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut : volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih dari 20 cc di daerah infratentorial kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan tanda fokal neurologis semakin berat terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan terjadi gejala akan terjadi herniasi otak terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis1

Pada kasus perdarahan yang kecil ( volume 30 cc ataupun kurang ) dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat mengalami pengapuran. Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejalagejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma. 1 Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan circulation (ABCs). Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill craniotomy, subdural drain. Dan yang paling banyak diterima untuk perdarahan sub dural kronik

adalah burr hole craniotomy. Karena dengan tehnik ini menunjukan komplikasi yang minimal. 1 Reakumulasi dari perdarahan subdural kronik pasca kraniotomi dianggap sebagai komplikasi yang sudah diketahui. Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah menunjukkan perbaikan klinis, reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang kembali .Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah yang invasif dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan awal dari perdarahan subdural kronik sudah mulai berkurang. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. 1 Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial. 1 Perawatan Pascabedah Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Setelah operasipun kita harus tetap berhati hati, karena pada sebagian pasien dapat terjadi perdarahan lagi yang berasal dari pembuluh - pembuluh darah yang baru terbentuk, subdural empiema, irigasi yang kurang baik, pergeseran otak yang tiba-tiba, kejang, tension pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang kembali dan terjadinya reakumulasi dari cairan subdural.. Maka dalam hal ini hematoma harus dikeluarkan lagi dan sumber perdarahan harus ditiadakan. 1 Serial skening tomografi pasca kraniotomi sebaiknya juga dilakukan Markam . Follow-up CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian. 1 Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui subkutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

Penanganan emergensi sesuai dengan beratnya trauma kapitis (ringan, sedang, berat) berdasarkan urutan: 1. Survei primer, gunanya untuk menstabilkan kondisi pasien meliputi tindakan seperti berikut, yaitu: a. Menilai jalan nafas (airway): membersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,mempertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang collar cervikal,memasang guedel atau mayo bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi. b. Menilai pernafasan (breathing), menentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Memasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindungi bahkan terancam atau memperoleh O2 yg adekuat (Pa O2>95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2>95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi. c. Menilai sirkulasi (circulation): otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Menghentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya.

Memperhatikan adanya cedera intra abdomen atau dada.mengukur dan mencatat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG. Memasang jalur intravena yg besar dan memberikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema. d. Menilai disability untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi. 2. Survei sekunder, meliputi pemeriksaan, dan tindakan lanjutan setelah kondisi pasien stabil. Laboratorium Darah: Hb, leukosit, hitung jenis lekosit, trombosit, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu, analisa gas darah dan elektrolit Urin: perdarahan (+/-) Radiologi Foto polos kepalaAP/lateral

CT scan kepala Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal manajemen terapi Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi Siapkan untuk masuk ruang rawat Penanganan luka luka Pemberian obat obatan sesuai kebutuhan Consensus diruang rawat- Trauma kapitis sedang dan berat, yaitu: a. Lanjutkan penanganan ABC b. Pantau tanda vital, pupil, SKG, gerakan ekstrimitas, sampai pasien sadar (pantauan dilakukan tiap 4 jam, lama patauan sampai pasien SKG 15). Dijaga jangan terjadi kondisi sebagai berikut: 1. Tekanan darah sistolik<90mmHg 2. Suhu>38C 3. Frekuensi nafas> 20x/menit c. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intracranial dengan cara: 1. Elevasi kepala 30 2. Hiperventilasi 3. Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dalam waktu 1/2jam-1jam, dripcept, dilanjutkan pemberian dengan dosis 0,5 g/kgBB drip cepat, /2jam-1jam, setelah 6 jam dari pemberian pertama dan 0,25 g/kgBB drip cepat, /2jam-1jam, setelah 12 jam dan 24 jam dari pemberian pertama. 4. Berikan analgetik dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka pendek d. Mengatasi komplikasi 1. kejang: profilaksis OEA selama 7 hari untuk mencegah immediate dan early seizure pada kasus risiko tinggi 2. infeksi akibat fratur basis kranii: profilaksis antibiotika sesuai dosis infeksi intrakranial selama 10-14 hari. 3. Gastrointestinal-pendarahan lambung 4. demam 5. DIC e. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat.

Indikasi untuk tindakan operatif pada kasus cedera kepala ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut, yaitu: 1. Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebihdari 20 cc di daerah infratentorial 2. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan tanda fokal neurologis semakin berat 3. Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat 4. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm 5. Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg 6. Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan 7. Terjadi gejala akan terjadi herniasi otak 8. Terjadi kompresi atau obliterasi sisterna basalis ALGORITME 1. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN Definisi: penderita sadar dan berorientasi (GCS: 14-15) 1. Riwayat: a. Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan b. Mekanisme cedera dan waktu cedera c. Tidak sadar segera setelah cedera d. Tingkat kewaspadaan e. Amnesia: Retrograde, Antegrade f. Sakit kepala: ringan, sedang, berat g. Kejang 2. Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik 3. Pemeriksaan neurologis terbatas 4. Pemeriksaan ronsen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasi 5. Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urine 6. Pemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pads setiap penderita cedera kepala ringan,kecuali bila memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal

Observasi atau dirawat di RS 1. CT scan tidak ada 2. CT scan abnormal Semua cedera tembus 3. Riwayat hilang kesadaran 4. Kesadaran menurun Sakit kepala sedang-berat Intoksikasi alkohol/obat-obatan Fraktur tengkorak 5. Rhinorea-otorea 6. Cedera penyerta yang bermakna 7. Tak ada keluarga di rumah 8. Tidak mungkin kembali ke RS segera 9. Amnesia Dipulangkan dari RS 1. Tidak memenuhi kriteria rawat 2. Diskusikan kemungkinan kembali bila memburuk dan berikan lembar observasi 3. Jadwalkan untuk kontrol ulang di poliklinik biasanya setelah 1 minggu ALGORITME 2. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA SEDANG Definisi: Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah-perintah sederhana (GCS: 9-13). 1. Pemeriksaan awal: a. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditarnbah pemeriksaan darah sederhana b. Pemeriksaan CT scan kepala c. Dirawat untuk observasi 2. Setelah dirawat a. Pemeriksaan neurologis periodik b. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita akandipulangkan

Bila kondisi membaik (90%) 1. Pasien dapat pulang 2. Pasien dapat mengkontrol di poliklinik Bila kondisi memburuk (10%) Bila penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.

ALGORITME 3. PENATALAKSANAAN AWAL CEDERA KEPALA BERAT Definisi: penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena kesadaran yang menurun (GCS 3-8) Pemeriksaan dan penatalaksaan ABCDE Primary Sunny dan resusitasi Secondary Survey dan riwayat AMPLE 22 Re-evaluasi neurologic Respon buka mata Reaksi Cahaya pupil Respon motorik Refleksokulosefalik (Doll's eyes) Respon verbal RefleksOkulovestibuler (Test Kalori) Obat-obatan Manitol Antikonvulsan Hiperventilasisedang TesDiagnostik (sesuaiurutan) CT Scan (semuapenderita)

Ventrikulografiudara Angiogram BAB III PEMBAHASAN KASUS Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.1 Adapun penegakan diagnosis sebagai berikut. Anamnesis Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea Amnesia traumatika (retrograd/anterograd) Os datang ke Unit Gawat Darurat RSBY dalam keadaan penurunan kesadaran 12 jam SMRS. Menurut saksi yang melihat, os sempat tidak sadarkan diri saat kejadian berlangsung 10 menit. os mengalami kecelakaan lalu lintas jatuh dari motornya dan helm. os jatuh dengan kepala dan badannya terbentur di atas aspal jalan. Os kemudian dibawa ke RS aprilia medika untuk mendapat pertolongan. Menurut keluarga, tidak ditemukan bekas muntah di tempat kejadian dan juga pada pakaian pasien, saat di RS aprilia medika juga os tidak muntah. Dari telinga, hidung, dan tenggorokan tidak keluar berdarah. Pada dagu pasien terdapat luka sekitar 3 cm. Os dirujuk ke RSBY. Sesampainya di RSBY os tampak mengantuk tetapi masih dapat dibangunkan jika dipanggil, os tidak dapat mengingat saat kejadian Pada pasien saat dibawa ke IGD RSBY didapatkan pemeriksaan tekanan darah= 120/80 mmHg, GCS E3M6V4 = 13, Pupil isokor ODS, 3 mm, RCL +/+, RCTL +/+ ODS, N. kranialis tidak ditemukan kelainan. reflex fisiologis normal, reflex patologis tidak ditemukan. Pemeriksaan penunjang: CT Scan tidak tapak adanya kelainan, foto thorax tidak tampak adanya kelainan.

Dari penegakkan diagnosis tersebut maka didapatkan kriteria berdasarkan Derajat kesadaran berdasarkan SKG (GCS): Tabel 1 : Derajat kesadaran berdasarkan SKG (PERDOSSI, 2006. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI. Jakarta.)

Kategori

SKG

Gambaran Klinik

CT Scan otak

Minimal Ringan Sedang Berat

15 13-15 9-12 3-8

Pingsan (-), defisit neurologi (-) Pingsan < 10 menit, defisit neurologi (-) Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologi (+) Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)

Normal Normal Abnormal Abnormal

Pada pasien ini merupakan cidera kepala sedang dan tidak didapatkan adanya lesi perdarahan intra kranial. Sehingga os perlu dirawat dan diobservasi di Rs. Pada Os diberikan ketorolac sebagai analgetik untuk mengurangi gejala nyeri akibat benturan yang dialami pasien. Ranitidine sebagai obat antiemetik pula diberikan untuk rasa mual os. Os juga diberikan ceftriakson iv 1x2gr karena didapatkan leukosit 15rb/mm3 dan untuk mencegah infeksi dimana sebelumnya dilakukan skin test untuk mencegah alergi akibat pemberian antibiotic. Trauma yang disertai penurunan kesadaran diberikan Inj Citicholin sebanyak 500mg, 2 kali sehari karena bisa membantu meningkatkan densitas dopamin seterusnya mengatasi gangguan memori pasca-trauma. Secara umum prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA 1. PERDOSSI, 2006. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI. Jakarta. 2. Bondanelli, M., Ambrosio, M.R., Zatelli, M.C., Marinis, L.D., Uberti, E.C.D. Hypopituitarism after traumatic brain injury. European Journal of

Endocrinology:2005;152.hlm.679-691. 3. Musridharta, E., Janni, J., Soertidewi, L. Rifki, N.N., Prihartono, J. Modifikasi Revised Trauma Score pada Pasien Dewasa Trauma Kapitis Sedang dan Berat. Neurona:2006;23.hlm.4-11. 4. Mayer, S.A., Rowland, L.P. Head Injury. In : Rowland, L.P. (ed). Merritts Neurology. 10th ed. Philadelphia:Lippincott Williams &

Wilkins;2004.page. 401-15. 5. Perdarahan subarachnoid. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/54953550/Perdarahan-Subarachnoid. 6. Percival H Pangilinan Jr, MD; Chief Editor: Denise I Campagnolo, MD, Traumatic brain injury. MS 10 november 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/326643-overview#aw2aab6b3

Anda mungkin juga menyukai