Anda di halaman 1dari 5

New York (ANTARA News) - Wall Street mengalami kerugian besar pada Kamis (Jumat pagi WIB) ketika

penutupan sementara sebagian kegiatan (shutdown) pemerintah AS memasuki hari ketiga dan meningkatnya kekhawatiran bahwa pertempuran anggaran bisa meningkat menjadi gagal bayar utang. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 136,66 poin (0,90 persen) menjadi berakhir pada 14.996,48, lapor AFP. Indeks berbasis luas S&P 500 turun 15,21 poin (0,90 persen) menjadi 1.678,66, sedangkan indeks komposit teknologi Nasdaq jatuh 40,68 poin (1,07 persen) menjadi 3.774,34. Sementara "shutdown" telah memicu kegelisahan, para analis umumnya menyatakan kekhawatiran lebih dalam tentang tenggat waktu 17 Oktober untuk menaikkan plafon utang AS. Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde memperingatkan bahwa kegagalan AS untuk menaikkan plafon bisa mendatangkan malapetaka pada ekonomi global, sementara Departemen Keuangan AS mengatakan "default" atau gagal bayar bisa memiliki efek "bencana" pada ekonomi. Komentar-komentar kemungkinan mengangkat kecemasan beberapa investor, kata Jack Ablin, kepala investasi dari BMO Private Bank. Tetapi Ablin mengatakan ayunan 400 hingga 500 poin terjadi selama pertarungan besar terakhir tentang plafon utang pada 2011. "Karena kita mendekati batas waktu, kita bisa melihat tingkat volatilitas yang tinggi," katanya. Ablin juga mengutip data "agak mengecewakan" dari Institute for Supply Management (ISM). Data ISM untuk aktivitas non-manufaktur jatuh menjadi 54,4 persen pada September, turun 4,2 poin dari Agustus. Dalam Dow, beberapa kerugian terbesar berasal dari perusahaan-perusahaan industri, termasuk Boeing turun 2,2 persen, serta Chevron dan DuPont, keduanya turun 2,1 persen. Komponen Dow, United Technologies turun 1,2 persen setelah kontraktor pertahanan itu memperingatkan bahwa pihaknya bisa terpaksa merumahkan ribuan pekerjanya secepat pada minggu depan karena penutupan sebagian kegiatan pemerintah federal. Perusahaan mobil listrik Tesla turun 4,2 persen setelah sebuah video internet kebakaran pada salah satu kendaraannya beredar, memicu kekhawatiran tentang keamanan mobil tersebut. Raksasa farmasi Eli Lilly jatuh 3,4 persen setelah perusahaan mengatakan akan kembali ke pertumbuhan pendapatan dan memperluas marginnya setelah 2014. Pada sebuah presentasi investor, perusahaan menegaskan kembali acuan keuangan jangka pendeknya

dan menjanjikan pembelian kembali saham tambahan lima miliar dolar AS "dari waktu ke waktu." Distributor minuman Constellation Brands naik 3,2 persen setelah laba 96 sen per saham mengalahkan harapan delapan sen dan perusahaan mengatakan integrasi dari akuisisi barubaru ini berada di jalurnya. Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun turun menjadi 2,61 persen dari 2,63 persen pada Rabu, sementara pada obligasi 30-tahun tetap stabil di 3,71 persen. Harga dan imbal hasil obligasi bergerak terbalik. New York (ANTARA News) - Saham-saham di Wall Street mundur pada Senin (Selasa pagi WIB), karena kemungkinan penutupan sebagian lembaga pemerintah Amerika Serikat kian dekat akibat kemacetan politik Washington atas anggaran baru. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 128,57 poin (0,84 persen) menjadi berakhir pada 15.129,67, lapor AFP. Indeks berbasis luas S&P 500 turun 10,20 poin (0,60 persen) menjadi ditutup pada 1.681,55, sedangkan indeks komposit teknologi Nasdaq menyerah 10,12 poin (0,27 persen) pada 3.771,48. Saham-saham berada di posisi merah sepanjang hari, namun kerugian dibatasi karena beberapa investor berharap kompromi pada menit-menit terakhir kemungkinan menghindari penutupan pemerintah, yang dijadwalkan pada Senin tengah malam waktu setempat (Selasa siang WIB). "Kami telah melihat film ini sebelumnya dan kami tahu itu berakhir," kata Alan Skrainka, kepala investasi untuk Cornerstone Wealth Management. "Banyak drama, banyak kegembiraan, dan pada akhirnya, mereka mulai bisa berjalan kembali." Beberapa saham barang konsumen terkemuka jatuh setelah rekan Eropa, Unilever, memperingatkan melemahnya penjualan di "banyak" negara-negara berkembang. Komponen Dow, Procter & Gamble kehilangan 2,1 persen, Colgate-Palmolive turun 1,1 persen dan Kimberly-Clark merosot 0,7 persen. Beberapa saham teknologi merosot, termasuk Oracle (-1.8 persen), Facebook (-2.0 Persen) dan Apple (-1.2 persen). Tetapi Microsoft datar dan Cisco naik 0,4 persen. Regeneron Pharmaceuticals naik 2,4 persen setelah Bank of America Merrill Lynch menaikkan target penilaiannya menyusul presentasi menguntungkan mengenai obat eylea pada pertemuan Masyarakat Retina akhir pekan ini. Eylea obat untuk diabetes edema makula.

Achillon Pharmaceuticals anjlok 58,3 persen setelah mengumumkan bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) memutuskan untuk mempertahankan penilaiannya "clinical hold" pada pengobatan sovaprevir-nya untuk virus hepatitis C kronis. Achillon mengatakan akan terus bekerja dengan FDA untuk mencoba mengembangkan obat itu. Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun bertahan datar dibandingkan dengan 2,62 persen pada Jumat, sedangkan pada obligasi 30-tahun naik tipis menjadi 3,69 persen dari 3,68 persen. Harga dan imbal hasil obligasi bergerak terbalik.

-------------------------NEW YORK. Di saat pasar bergejolak, menjadi tugas pemerintah untuk menenangkan. Tapi, hal itu sudah tak berlaku di Amerika Serikat (AS). Di luar kebiasaan historis, secara terang-terangan, Presiden AS, Barack Obama dan Menteri Keuangan AS, Jack Lew mendekat ke Wall Street secara langsung. Bukan untuk mengurangi rasa cemas, keduanya malah mengingatkan Wall Street akan kemungkinan terburuk jika plafon utang tak diloloskan Partai Republik. Ya, Paman Sam terancam bangkrut sementara. Sebagian jemaah Wall Street masih optimis, kedua partai akan menekan kesepakatan penambahan plafon utang. Namun, meja transaksi lainnya, aura pesimisme dan ketakutan default mulai menyesap. Tidak ada yang tahu apa itu artinya default, yang jelas sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Berikut empat pemikiran para trader di Wall Street dalam memandang kebuntuan plafon utang AS sebagai sebuah bencana. Dilema hot dog Konsensus umum melihat peluang gagal bayar AS menganga lebar di akhir Oktober ini. Omong-omong, kenapa hot dog? Jadi begini menurut penjelasan Michael Cloherty, Pakar Pasar Modal RBC. Sistem perdagangan di Wall Street tidak diatur untuk memilah-milah mana obligasi yang bermasalah mana yang bukan. Inilah yang disebut Wall Street sebagai dilema hot dog. Jika ada potongan daging yang rusak, meski dalam porsi yang sangat kecil, Anda tidak akan memakannya. "Di sini, ketika pasar didirikan, tidak ada yang pernah benar-benar berfikir bahwa obligasi pemerintah bisa saja gagal bayar," ujarnya. Masalahnya bisa lebih buruk di pasar treasury, di mana umumnya terdiri dari investor yang menghindari risiko. Kekhawatiran terjebak dalam jeratan kredit macet bisa menyebabkan banyak para nasabah lari dari pasar. Di sinilah harga obligasi AS mulai terjun bebas.

"Ini benar-benar bisa menjadi sangat buruk, kata Cloherty. Obligasi milik AS yang jatuh tempo masih lama pun bisa mendadak tak bernilai dan tak laku di pasar. Seperti virus Y2K tahun 2000 Menurut sejumlah pedagang, sistem komputer Wall Street diprogram secara otomatis untuk menyampaikan pembayaran pemerintah AS kepada pemegang obligasi. Bahkan, mungkin, jika pembayaran tersebut tidak dilakukan. Tidak seperti obligasi lainnya, komputer tidak rancang untuk memeriksa pembayaran pertama, karena semua orang menganggap Paman Sam akan selalu membayar tepat waktu . Ups! Masalah besar. Jika pemerintah berhenti melakukan pembayaran, bank-bank besar bisa secara tak sengaja membayar bunga utang yang bukan milik mereka kepada investor. Hal itu bisa memicu sejumlah dealer mundur dari pasar keuangan, sehingga menyulitkan mereka untuk mentransaksikan obligasi AS. Atau bisa juga mengacaukan sistem perbankan di mana membuat mereka sulit menyalurkan kredit dan bertransaksi. Masalah lain: Ada yang memanfaatkan obligasi treasury pedagang untuk membiayai taruhan derivatif dan transaksi lainnya. Sering kali bunga obligasi menanggung biaya yang besar dalam sebuah transaksi. Apalagi, transfer perdagangan ditetapkan secara otomatis. Default pemerintah AS bisa memicu kebangkrutan sejumlah trader secara otomatis. Ini bisa memicu penjualan gila-gilaan di pasar treasury.

-------------------------------

NEW YORK. Sudah sepekan lebih penutupan kegiatan operasional ( shutdown) sejumlah kantor pemerintahan Amerika Serikat (AS) berlangsung. Belum ada tanda-tanda, kebijakan ekstrem itu akan dicabut dalam waktu dekat. Wall Street pun tak bisa mengelak dari skenario buruk. Di antara empat skema, inilah dua ramalan terakhir apabila kebuntuan plafon utang ( debt ceiling) tak diakhiri. Obligasi (dan kredit) menghilang Asumsinya adalah obligasi yang default akan tetap dijual. Akan tetapi, nilai surat utang pemerintah AS itu akan hancur habis-habisan. Bahkan bisa sampai tak punya nilai sama sekali. Rob Toomey, staf Securities Industry and Financial Markets yang punya eksposur langsung ke obligasi AS memastikan, surat berharga yang macet tak boleh diperdagangkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Hasilnya, obligasi yang default tersebut akan lenyap dari pasaran meski hanya sementara. Para trader tak bisa membeli atau pun menjual mereka. Investor juga tak bisa mendapatkan uang mereka untuk sementara waktu.

Diperkirakan, pada 24 Oktober saja, potensi obligasi yang hilang sementara mencapai US$ 120 miliar. Buntutnya, hal ini bisa memicu krisis kredit. Padahal pada kuartal kedua tahun ini saja, penyaluran kredit sudah melambat dan hanya meningkat sebesar US$ 75 miliar saja. Repo dan ancaman redemption reksadana Ingatkah bagian film bertajuk Too Big to Fail? Ketika seseorang yang memerankan CEO Goldman Sachs, Lloyd Blankfein berbicara kepada Hank Paulson dan Paulson mengatakan "Aku akan meneleponmu kembali, CEO GE Jeff Immelt menelepon," dan kemudian Blankfein balik bertanya, "Kenapa Immelt menelepon?". Alasannya adalah repo. Sekuritas mendukung apa yang disebut pasar sebagai repo. Di sini, agunan digunakan untuk pinjaman semalam dan sering dipakai oleh perbankan dan korporasi. Sebagian pelaku pasar khawatir, obligasi pemerintah yang gagal bayar tak akan dianggap sebagai agunan yang aman dan hal itu bisa menyulitkan pengajuan pinjaman jangka pendek. Risiko lainnya adalah, reksadana pasar uang yang merupakan pemegang terbesar treasuri jangka pendek AS juga bakal kalang kabut. Jika investor sudah panik, industri reksadana AS menghadapi ancaman penarikan dana besar-besaran. Padahal, reksadana adalah kontributor utama di pasar surat berharga di mana perusahaan besar biasa mencari sumber pendanaan.

Anda mungkin juga menyukai