Anda di halaman 1dari 13

KERUSAKAN TERUMBU KARANG, MANGROVE DAN PADANG LAMUN ANCAMAN TERHADAP SUMBERDAYA IKAN, APARTEMEN IKAN SOLUSINYA Indra

Warman **)

Abstrak Ekosistem Terumbu Karang, ekosistem Padang Lamun dan ekosistem Mangrove merupakan ekosistem yang paling menentukan dalam pengayan dan pemulihan ketersedian sumberdaya ikan di laut. Semua ekosistem tersebut merupakan tempat aktifitas ikan dan kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh ikan dalam aktifitas hidup. Berfungsi sebagai daerah Pemijahan (Spawning Ground), daerah asuhan atau pembesaran (Nursery Ground) dan daerah mencari makan (Feeding Ground). Kerusakan ekosistem tersebut telah hampir menyeluruh di semua wilayah di indonesia akibat penggunaan bahan peledak, pencemaran lingkungan dan dijadikannya sebagai kawasan tambak, kawasan industri serta pemukiman. Tentu mengancam ketersedian sumberdaya ikan dan biota laut pada akhrnya nelayan yang menggantungkan hidup dari usaha penangkapan juga terancam. Terlihat dari semakin jauhnya daerah penangkapan, semakin sedikitnya hasil tangkapan dan semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap. Sehingga Perlu langkah konkrit, salah satu langkah saat ini sedang populer dan gencar dilakukan adalah pembuatan Apartemen Ikan (Fish Apartemen). Apartemen ikan merupakan suatu bangunan yang tersusun dari konstruksi partisi plastik, shelter, dan pemberat yang ditempatkan di dasar perairan berfungsi sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan dewasa (spawning ground) dan atau areal perlindungan, asuhan dan pembesaran bagi telur dan serta anak-anak ikan (nursery ground) yang bertujuan untuk memulihkan ketersedian (stok) sumberdaya ikan. Kata kunci : Kerusakan, Sumberdaya, Apartemen Ikan

I.

PENDAHULUAN

Sebagaimana halnya kondisi kelautan dan perikanan global, di Indonesia pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan laut secara umum telah terjadinya fenomena lebih tangkap (overfishing) yang mengarah pada penurunan stock ikan di daerah tertentu. Hal ini dapat diamati dari semakin jauhnya daerah penangkapan, menurunnya hasil tangkapan dan semakin mengecilnya ukuran ikan yang tertangkap. Kecenderungan ini menunjukan bahwa laju usaha

penangkapan

telah

melebihi

kemampuan

sumberdaya

untuk

melakukan

sustainable terhadap stock ikan. Kalau kondisi ini tidak segera dicarikan solusi maka kemungkinan suatu saat tidak ada lagi ikan yang akan dimakan manusia karena punah. Penurunan sumberdaya ikan merupakan dampak dari interaksi antara aktifitas penangkapan yang semakin intensif sementara daya dukung perairan mengalami degredasi akibat rusaknya terumbu karang, mangrove, padang lamun di perairan. Secara ekologis habitat tersebut sangat dibutuhkan untuk penopang keberlanjutan sumberdaya ikan karena berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah pembesaran dan asuhan (nursery ground), dan daerah mencari makan (feeding ground). Sehubungan kondisi tersebut upaya mengantisipasi kurusakan perairan, terumbu karang, mangrove, padang lamun dan biota lainnya telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, swasta maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Mulai pembelajaran pentingnya memelihara lingkungan kepada sekolah dasar sampai perguruan tinggi hingga gerakan sosial kepada kalangan generasi muda dan masyarakat telah gencar dilakukan. Berbagai slogan muncul Selamatkan Terumbu Karang, Cinta Bahari,Gempita, ramai dipromosikan bahkan secara nasional. Artinya sudah menjadi kewajiban bagi setiap anggota masyarakat untuk ikut bertanggung jawab apabila aktifitasnya mengakibatkan pencemaran dan rusaknya lingkungan. Pencemaran sungai yang pada akhirnya bermuara di laut dapat mengakibatkan sakitnya ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun bahkan mematikan ikan dan biota laut lainnya. Tindakan nyata sudah banyak dilakukan untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun. Diantaranya yang paling populer pembuatan dan pemasangan terumbu karang (artificial reef) yang diprakarsai oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan. Penciptaan kawasan konservasi sumberdaya ikan dan perlindungan daerah penangkapan ikan dari jenis-jenis alat tertentu sudah dilakukan dalam upaya rehabilitasi perairan. (Bambang N, dkk, 2011). Kemudian melakukan konservasi terhadap lahan bekas pembabatan hutan mangrove, bekas tambak udang yang tiak produktif lagi dan pembuatan regulasi berupa peraturan-peraturan.

Salah satu strategi pemulihan potensi sumberdaya ikan yaitu pembuatan Rumah Ikan (Fish Apartemen) yang merupakan salah satu bentuk pengayaan stock yang berkelanjutan sebagai bentuk modifikasi generasi baru rumpon. Fish Apartemen memiliki fungsi yang lebih komplek dibanding rumpon yang mampu berperan membentuk ekologis habitat alami sumberdaya ikan. Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang, Ekosistem Mangrove, Padang Lamun A. Ekosistem Terumbu Karang Terumbu Karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia. Ekosistem terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas wilayah tropik yang memiliki pesisir laut. Terumbu karang juga didefinisikan sebagai sumberdaya yang memiliki konservasi tinggi karena memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi, keindahan, dan menyediakan cadangan sumber plasma nutfah (Sawyer; Dahuri, 2005). Ciri yang menonjol ekosistem yaitu mempunyai produktifitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi. Sifat lain terumbu karang adalah nilai estetika yang tinggi dari perpaduan antara karang batu (hermatific) dengan biota lain menjadikan ekosistem tersebut bernuansa keindahan yang alami. Terumbu karang juga merupakan pondasi yang kokoh untuk melindungi pulau-pulau, pantai dari badai dan gempuran ombak yang dahsyat. Secara umum penyebaran terumbu karang di dunia banyak di daerah beriklim tropis dibanding beriklim subtropis. Karena terumbu karang sangat tergantung pada keberadaan sinar Matahari. Iklim tropis penyebaran sinar Mataharinya berlangsung sepanjang hari dan sepanjang masa sedangkan iklim subtropis dipengaruhi oleh musim. Di perairan, terumbu karang dapat hidup hingga ke dalaman 40 meter dan juga tergantung kecerahan perairan

atau sejauh mana sinar Matahari dapat menembus. Terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh aktifitas manusia. Di Indonesia akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya bermuara ke laut kondisi terumbu karang umumnya telah mengalami penurunan kualitas. Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem terumbu karang alami. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya. Aktifitas manusia yang menyebabkan rusaknya terumbu karang adalah penggunaan bahan peledak, limbah, pembuangan jangkar, reklamasi pemungkinan, koleksi dan lain sebagainya telah mengsengsarakan ekosistem teumbu karang,

Gambar Penggunaan Bahan Peledak dan Pengumpulan Terumbu Karang Keberadaan terumbu karang sangat penting bagi kehidupan biota laut karena ribuan spesies organisme dan ikan menggantungkan hidup pada ekosistem terumbu karang. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat hidup ikan-ikan tertentu dan berfungsi menaham abrasi pantai dari gelombang dan

ombak. Selain itu terumbu karang memiliki nilai keindahan alami sebagai kekayaan alam yang dapat dijadikan sebagai primadona wisata bawah laut. Sungguh sangat mengancam kehidupan organisme dan ikan apabila terjadi kerusakan terumbu karang. Terancamnya kehidupan organisme dan ikan sama halnya akan mengancam kehidupan manusia, karena manusia membutuhkan sumber pangan dari ikan yang salah satu ekosistem pendukung ketersedian sumberdaya ikan adalah terumbu karang.

Gambar Kerusakan Terumbu Karang Secara umum di bebagai wilayah di Indonesia umumnya kondisi terumbu karang telah mengalami kerusakan yang mencapai pada tingkat memprihatinkan. Hal ini berakibat buruk bagi ekosistem terumbu karang di Indonesia bila dibiarkan tanpa solusi. Untuk itu perlu langkah penyelamatan dan usaha mencarikan solusi lain agar sumberdaya ikan yang

menggantungkan aktifitasnya di ekosistem terumbu karang. Akibat rusaknya terumbu karang telah berakibat menurunnya ketersedian sumberdaya ikan dan menurunkan hasil tangkapan nelayan. B. Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai komunitas yang hidup pada kawasan lembab dan berlumpur yang dipengaruhi oleh gerak air laut pasang surut, berfungsi sebagai tempat memijahnya berbagai spesies ikan, udang dan biota laut lainnya serta merupakan habitat berbagai spesies burung, mamalia dan reptilia. (Kamal, dkk. 2005). Hutan mangrove juga merupakan salah satu ekosistem utama di wilayah pesisir dan laut yang tumbuh dan berkembang baik di Indonesia,

merupakan salah satu sumberdaya alam pesisir dan laut dapat pulih yang sangat kaya dan produktif. Hutan mangrove dengan beragam vegetasi dan fauna asosiatifnya memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Hutan mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai dari gempuran atau hempasan ombak, arus yang kuat dan abrasi pantai. Memiliki nilai ekonomis sebagai tempat penangkapan dan budidaya berbagai jenis dan udang, selain dapat dimanfaatkan kayunya untuk bahan bangunan, arang dan bahan baku kertas. Adapun fungsi fisik mangrove untuk menjaga agar garis pantai tetap stabil, menyangga terhadap rembesan air laut (intrusi)) dan sebagai penyaring (filter) polutan yang datang. Tumbuhan mangrove mempuyai keistimewaan dibanding tumbuhan lain. Tumbuhan ini memiliki daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan sehingga memiliki arti yang sangat penting bagi ekosistem pantai dan biota laut. Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem yang unik mempunyai fungsi pokok sebagai berikut : 1. Fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari gempuran ombak dan abrasi, menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi) dan sebagai filter pencemaran yang masuk ke laut. 2. Fungsi biologis, sebagai daerah asuhan dan tempat pemijahan bagi ikan, udang, kepiting, kerang dan biota perairan lainnya, tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi serta tempat habitat alami berbagai jenis biota flora (anggrek) dan fauna lainnya. 3. Fungsi ekonomis, sebagi sumber bahan bakar (arang dan kayu bakar), bahan bangunan (balok, atap rumah dan tikar), perikanan, pertanian, tekstil (serat sintetis), makanan, obat-obatan, minuman (alkohol), bahan mentah kertas, bahan pembuat kapal (gading-gading) dan lainnya. (Purwanto, 1995; Kamal, 2005). Bengen (2001; dalam Rochana, 2012), menguraikan adaptasi

tumbuhan mangrove bebagai berikut : 1. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas Bertipe akar cakar ayam yaitu jenis Avecennia spp, Xylocarpus spp dan Sonneratia spp.

Bertipe penyangga/tongkat yaitu jenis Rhyzophora spp

Dengan jenis akar-akar tersebut memungkinkan tumbuhan mangrove untuk tetap berdiri kokoh walau digempur badai dan gelombang sehingga dapat melindungi pulau atau pantai. Kemudian dapat menahan abrasi dan menahan humus dan lumpur sehingga wilayah hutan mangrove tersebut tetap subur. 2. Adaptasi terhadap kadar garam Adanya sel khusus pada daun yang berfungsi menyimpan garam, daun yang tebal dan memiliki struktur stomata khusus berfungsi mengurangi

penguapan. Kondisi ini menjadikan tumbuhan mangrove mampu mencegah intrusi air laut yang asin ke daratan. 3. Adaptasi terhadap pasang surut melalui susunan struktur akar yang kokoh dan unik, membuat unsur hara dan sendimen subur tetap tesedia di

kawasan ini. Namun kondisi hutan mangrove di Indonesia yang ada saat ini sangat memprihatinkan. Luas hutan mangrove Indonesia turun dari 5,21 juta ha antara 1982-1987 menjadi 3,24 juta ha dan makin menyusut menjadi 2,5 juta ha tahun 1993 (Widigdo, 2000; dalam Rochana, 2010). Sedangkan Arabaya dan Wanna, 2006; dalam Santoso, 2008; luas hutan mangrove di Indonesia 4,25 juta ha. Walau terjadi perbedaan angka luasan mangrove, namun terlihat jelas bahwa hutan mangrove telah berubah fungsi dari yang seharusnya. sangat banyak sekali wilayah hujan mangrove dijadikan sebagai lahan tambak, pemukiman pesisir pantai, kawasan wisata, kawasan industri dan lain sebagainya.

Gambar kerusakan Mangrove dan dibabat dijadikan kayu bakar,arang dll

Kerusakan hutan mangrove ini berakibat terancamnya biota laut dan sumberdaya ikan dan akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan, karena hutan mangrove yang berfungsi sebagai tempat daerah pemijahan (spawining ground), daerah pembesaran dan asuhan (nursery ground) dan daerah mencari makan (feeding ground) telah rusak dan tinggal sedikit. Untuk itu perlu solusi agar biota laut dapat terselamatkan dan pemulihan sumberdaya ikan. C. Ekosistem Padang Lamun Padang lamun (sea grass) merupakan tumbuhan berbunga yang hidup terbenam di dasar laut. Tumbuhan ini terdiri dari akar, batang (Rhizome) dan daun. Warna daun kecoklatan sedang batang coklat tua, batangnya berbuku-buku dan berbunga.Tumbuh berdiri tegak di dasar laut, akarnya menancap ke dalam pasir dengan kuat sehingga mampu berdiri tegak walau dihempas gelombang dan arus air. Biasa hidup pada perairan disekitar pulau-pulau,di perairan dangkal hingga sedang dengan penetrasian sinar matahari. Ekosistem lamun memiliki produktifitas organik tinggi karena itu juga berfungsi sebagai feeding ground (daerah mencari makan), spawning ground (daerah pemijahan), nursery ground (daerah pembesaran/asuhan). Beberapa jenis lamun digunakan sebagai bahan makan, pupuk dan lain-lain. Di kepulauan Seribu bijinya digunakan sebagai bahan makanan bagi masyarakat. Namun di Indonesia belum banyak penelitian tentang lamun sehingga belum diketahui nilai ekonomi ekosistem padang lamun. Di negara-negara ASEAN nilai ekonomi padang lamun juga belum diperhitungkan. Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan sekitar 30.000 km2 yang dihuni oleh 13 jenis lamun. Suatu padang lamun dapat terdiri dari vegetasi tunggal yakni tersusun dari satu jenis lamun saja ataupun vegetasi campuran yang terdiri dari berbagai jenis lamun. Di setiap padang lamun hidup berbagai biota lainnya yang berasosiasi dengan lamun, yang keseluruhannya terkait dalam satu rangkaian fungsi ekosistem. (Nondji,2010). Di negara-negara maju lamun sudah sangat banyak dimanfaatkan bahkan memiliki nilai ekonomi tinggi, dapat dijadikan sebagai suplai energi yang dihasilkan

untuk budidaya kerang, perikanan komersialm olah raga pancing dan permainan air. Di Denmark, lamun digunakan untuk menggantikan makanan bagi hewan dan komponen pupuk di daerah pesisir. Di Jerman digunakan sebagai bahan baku kertas dan bahan pengganti dalam pabrik nitro selulosa. Berbeda lagi di Amerika, Lamun kering digunakan bahan mencegah kebakaran (Dahuri, 2005)

Gambar Padang Lamun Akibat aktifitas penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan

pencemaran lingkungan dari daratan, tumpahan minyak, penggunaan bahan peledak dan lain sebagainya telah mengusik kesuburan dan keberadaan ekosistem padang lamun. Padahal ekosistem ini sangat berguna bagi biota laut dan ikan. Akibat kerusakan ekosistem padang lamun telah menyebabkan kondisi perairan disekitarnya kehilangan sumbedaya biota dan ikan. Akibatnya hasil tangkap nelayan turut menurun karena ekosistem padang lamun tidak lagi i sebagai tempat mencari makan bagi ikan dan biota laut. Tentu saja akan mengancam ketersedian sumberdaya ikan yang ada.

D. Apartemen Ikan Solusinya Apartemen ikan (Rumah Ikan) adalah suatu bangunan berongga yang tersusun dari konstruk partisi plastik, shelter, dan pemberat yang ditempaatkan di dasar perairan berfungsi sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan dewasa (spawning ground) dan atau areal perlindungan, asuhan dan pembesaran bagi telur,larva serta anak-anak ikan (nursery ground) yang bertujuan untuk memulihkan ketersedian (stok) sumberdaya ikan (Bambang, dkk, 2011).

Pengembangan Rumah Ikan merupakan bentuk kegiatan pengayaan stock yang ditujukan untuk menjaga keberlajutan pemanfaatan sumberdaya ikarn melalui introduksi buatan sebagai area khusus, yang diharapkan mempengaruhi atau menggantikan sebagaian peran/fungsi ekologis habitat alami sumberdaya ikan seperti Terumbu Karang, Mangrove dan Padang Lamun. Gagasan Rumah Ikan merupakan pengembangan dari pemasangan rumpon dasar yang telah berhasil meningkatkan ketersedian stok ikan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa rumpon dasar telah berhasil mengumpulkan ikan-ikan dasar dan ikan pelagis (permukaan) bahkan dijumpai juvenil biota laut menempel pada rumpon dasar tersebut sehingga sangat bermanfaat bagi habitat biota laut. Rumpon dasar atau disebut juga Rumah Ikan (setelah dimodifikasi) merupakan alat bantu pengumpul ikan (fish agregatting device) yang terbuat dari ban-ban bekas yang dirangkai sedemikian rupa dengan bentuk konstruksi tertentu dan dilengkapi rumbai-rumbai dari bahan pita plastik. Metode ini telah berhasil meningkatkan produksi ikan di tempat-tempat yang kurang produktif tanpa menggangu kelestarian sumberdaya. Hasil pengamatan nelayan di wilayah perairan Kabupaten Brebes

memperoleh hasil tangkapan ikan teri dan bilis di lapisan atas perairan yang di bawahnya dipasang modul-modul rumpon dasar. Demikian juga nelayan di Pekalongan memperoleh hasil tangkapan ikan Teri dan ikan Tenggiri di area rumpon dasar. Bahkan berhasil menangkap ikan kerapu putih (Lates calkarifer). Di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, yang semula perairannya jarang tertangkap Udang Putih (Paneaus merguiensis), setelah dipasang rumpon dasar maka Udang Putih banyak terdapat dan tertangkap oleh nelayan. Bahan Apartemen Ikan Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan kerangka apartemen ikan adalah bahan plastik jenis Polyprophylene (pp). Dipilihnya bahan plastik karena mudah didapat dan dapat diproduksi dalam jumlah yang sesuai dikehendaki, relatif aman (tidak beracun), tidak larut dalam air, tahan lama, aman bagi manusia dan lingkungan (Life Cycle Assessment of PVC European Commission; dalam Bambang, dkk, 2011)

Pertimbangan bahan plastik merupakan alternatif selain kayu, bambu, tembikar, semen cor dan ban bekas. Karena seperti bahan ban bekas telah dilarang penggunaannya oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap,

Departemen Kelautan dan Perikanan, sebab dikwuatirkan akan mencemari lingkungan. Plastik jenis Polyprophylene merupakan plastik transparan yang tidak jernih atau berawan, sifatnya lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah. Memiliki ketahanan baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Dengan sifat-sifat tersebut plastik ini paling baik bila digunakan sebagai pembungkus makanan atau minuman, Ummu Syifa (2008); dalam Bambang dkk, 2011). Selanjutnya
o

Imam

Mujiarto

(2005);

dalam

Bambang
o

dkk

(2011)

menambahkan bahwa plastik Polyprohylene memiliki titik leleh yang cukup tinggi (190-200 C) dan titik kristalisasinya antara (130-135 C) serta ketahanan

terhadap bahan kimia sangat tinggi. Konstruksi Apatemen Ikan Konstruksi Apartemen Ikan terdiri dari kerangka, shelter dan pemberat. Kerangka merupakan komponen apartemen ikan yang tersusun dari rangkaian partisi plastik (keping/lempengan cetakan) dan berfungsi sebagai tempat berlindung telur, larva dan juvenil ikan. Shelter adalah komponen terbuat dari plastik/potongan tali/potongan jaring atau bahan lainnya berfungsi sebagai media menempel dan berlindung telur, larva dan juvenil ikan. Pemberat merupakan komponen yang terbuat dari beton cor berfungsi sebagai pemberat/stabilator agar kerangka apartemen ikan dapat berdiri tegak.

Gambar Rangkaian Apartemen Ikan

Kesimpulan Sebagai kesimpulan adalah : 1. Ekosistem terumbu karang, Mangrove dan Padang Lamun sangat menentukan dalam ketersedian sumberdaya stok ikan dan biota laut. Karena berfungsi sebagai daerah pemijahan, daerah perlindungan, asuhan, dan daerah mencari makan. 2. Akibat aktifitas penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan pencemaran air telah merusak ekosistem tersebut. 3. Kerusakan ekosistem tersebut mengancam ketersediaan sumberdaya ikan dan biota laut. 4. Perlu langkah konkrit untuk menyelamatkan kerusakan ekosistem dengan program penyadaran masyarakat untuk memelihara lingkungan. 5. Apartemen ikan salah satu solusi meningkatkkan ketersedian sumberdaya stok ikan dan biota laut. Apartemen Ikan sebagai penyedia benih alam. Daftar Pustaka Bambang, dkk. 2011. Apartemen Ikan (Fish Apartemen) Sebagai Pilar Pelestari Sumberdaya Ikan. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Semarang BBPPI. 2011. Panduan Pelaksanaan Pengembangan Rumah Ikan. Dalam Rangka Pemulihan Sumberdaya Ikan. Semarang. Dahuri, R. 2005. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta. Dewanto, H. 2012. Hubungan Ekologis dan Biologis yang Terjadi Antara Mangrove, Lamun, dan Terumbu Karang. http.//uripsantoso.wordpress.com Husni, E. 2010. Pola Pertumbuhan Propagul Mangrove Jenis Rhizophoraceae di Kawasan Pesisir Sumatera Barat. Jurnal Mangrove dan Pesisir. Vol. X No. 1. Tahun 2010. Padang. http://id.wikipedia.org/wiki/terumbu karang http://id.wikipedia.org/wiki/padang_lamun

Kamal, E. 2007. Struktur dan Komposisi Hutan Mangrove di Air Bangis, Kabuapaten Pasaman Barat. Jurnal Mangrove dan Pesisir. Vol. VII No. 1. Tahun 2007. Padang. Kamal, E dkk. 2005. Mangrove Sumatera Barat. Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir. Universitas Bung Hatta. Padang. Nontji,2010. Pengelolaan dan Rehalibitasi Lamun Rochana, E. 2010. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaanya di Indonesia. www.irwantoshut.com Santoso, U. 2008. Hutan Mangrove, Permasalahan http.//uripsantoso.wordpress.com dan Solusinya.

Wiryono. 2009. Ekologi Hutan. Unib Press. Bengkulu. -----------. 2012. Pengantar Ilmu Lingkungan. Badan Penerbitan Fakultas Pertanian UNIB. Bengkulu

Anda mungkin juga menyukai