Anda di halaman 1dari 97

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai suatu organisasi yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat dituntut untuk selalu membangun peningkatkan SDM yang dimilikinya dalam mencapai target nasional pelayanan kesehatan

nasional yang bervisi sehat 2020. Data Dinas Kesehatan (DINKES) Republik Indonesia tahun 2012 sedikitnya terdapat 991 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan Rumah Sakit Swasta (RSUS) yang terdaftar yang akan memberikan pelayan kepada kurang lebih 237,6 juta penduduk Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri memiliki 29 Rumah Sakit yang tersebar di setiap wilayah Kabupaten DIY. Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 508,85 Km2 (15,9 % dari Luas wilayah Propinsi DIY) dengan jumlah penduduk sekitar 806.539 Jiwa, dari data DINKES Kabupaten Bantul 2011 terdaftar satu RSUD dan delapan RSUS. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan milik pemerintah di Kabupaten Bantul dituntut agar dapat memberikan pelayanan kesehatan terbaik di wilayah tersebut dan juga dapat berperan sebagai rujukan pusat pelayanan kesehatan lain di sekitarnya, untuk itu RSUD Panembahan Senopati ditunjang sejumlah

Sumber daya manusia (SDM) sebagai berikut :

Tabel 1.1 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Jenis Ketenagaan di RSUD Panembahan Senoptai Bantul, tahun 2010 No.
1.

Jenis pegawai Medis (Dokter Umum, Dokter gigi, Dokter Spesialis) Perawat (Paramedis)
Tenaga Penunjang Kesehatan Non Medis (Tenaga Administrasi) Jumlah

Jumlah karyawan
37

Persentase (%)
8,8

2. 3. 4.

185 72 128 422

43,8 17,1 30,3 100

Sumber : Bagian Personalia /SDM Panembahan Senoptai Bantul, tahun 2010 Dalam melaksanakan fungsinya tersebut peranan pemimpin sangat fital, melalui gaya kepemimpinan yang tepat seorang pemimpin dapat dengan mudah mempengaruhi dan membimbing bawahan bekerja sesuai dengan yang diharapkan organisasi (M. Thoha, 2001). Sehingga RSUD Panembahan senopati Bantul yang sedang berkembang memerlukan seorang sosok

pemimpin dengan gaya kepemimpinan supportif dimana pemimpin selalu memberikan dukungan dan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan yang nantinya akan mempengaruhi kepuasan dan komitmen organisasi sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja yang tinggi (Yukl, 1989). Berdasarkan hasil pengamatan Gaya kepemimpinan yang terjadi di RSUD Panembahan Senopati Bantul cenderung berorientasi pada prestasi dimana gaya kepemimpinan ini memperioritaskan pada tugas dan kecakapan dalam pengerjaan tugas yang dilakukan. Hal ini tampak dengan

diberlakukannya sistem remunerasi dimana terdapat asas Fee For service dimana reward atau imbalan tinggi rendahnya berdasarkan banyak sedikitnya produk atau jasa pelayanan yang dilakukan. Gaya kepemimpinan yang ideal menurut Yukl (1989) untuk Rumah Sakit yang sedang berkembang adalah yang bersifat supportif dimana dalam kondisi tersebut pegawai dalam kondisi tertekan terhadap target yang harus dicapai, maka dengan diterapkannya gaya kepemimpinan supportif diharapkan dapat meningkatan rasa percaya diri, mengurangi ketegangan dan meminimalisasi aspek-aspek yang tidak menyenangkan pada pegawai sehingga proses perkembangan organisasi tersebut berjalan lancar (Yukl, 1989). Berdasarkan hal tersebut maka gaya kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi pada RSUD Panembahan Senopati yang sedang berkembang. Berkembangannya Rumah Sakit Panembahan Senopati tidak serta merta hanya peran dari pemimpinnya saja namun peran dari semua elemen yang ada didalamnya yang berkomitmen untuk memajukan organisasi. Komitmen organisasi adalah kepercayaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesediaan untuk melakukan upaya ekstra demi untuk tetap menjadi anggota atau bagian dari organisasi dan berupaya ikut serta dalam memajukan organisasi Mowdey et al (1979). Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul yang sedang mulai berkembang menjadi Rumah Sakit yang berstandar

internasional kini akan mengikuti akreditasi Join Commission International (JCI) di bidang pelayanan medis dimana yang mana sebelumnya RSUD

Panembahan Senopati Bantul sudah terakreditasi ISO. Untuk itu diperlukan

komitmen dari seluruh anggota organisasi tersebut untuk turut serta berpartisipasi. Tidak hanya memiliki komitmen untuk memajukan organisasi namun loyalitas terhadap organisasi juga mempengaruhi perkembangan organisasi tersebut dalam hal ini Rumah Sakit. Tingkat Loyalitas para pegawai RSUD Panembahan Senopati dinilai belum cukup baik hal ini dikarenakan masih adanya pegawai yang pindah atau mengundurkan diri dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan komitmen organisasi pada seluruh elemen di RSUD Panembahan Senopati masih cukup baik dalam hal komitmen memajukan organisasi namun untuk loyalitasnya masih belum baiik. Dengan adanya korelasi hubungan antara gaya kepemipinan dan komitmen orgnisasi akan mempengaruhi tingkat kepuasaan kerja pegawai organisasi tersebut. Menurut Ostroff (1992) gaya dan sikap kepemimpinan adalah salah satu yang mempengaruhi kepuasan kerja, dapat pula mempengaruhi komitmen organisasi (Kent dan Chelladural, 2001; Brown, 2003). Kepuasan kerja merupakan dampak atau hasil dari keefektifan performance dan kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada kelompok adalah rangkaian dari 1) menurunnya pelaksanaan tugas, 2) meningkatnya absensi, dan 3) penurunan moral organisasi. (Yukl, 1989). Sedangkan pada tingkat individu, ketidakpuasan kerja, berkaitan dengan 1) keinginan yang besar untuk keluar dari kerja, 2) meningkatnya stress kerja, dan 3) munculnya berbagai masalah psikologis dan fisik.

Tabel 1.2 Tingkat Absensi Karyawan di RSUD Panembahan Senoptai Bantul, tahun 2010/ 2011 No. Bulan Jumlah Absensi Tahun 2010 (dalam %) Tahun 2011 (dalam %) Januari 4,3 4,1 Februari 5,5 5,6 Maret 8,0 5,2 April 5,4 5,4 Mei 5,3 4,6 Juni 5,7 5,5 Juli 7,3 4,4 Agustus 4,6 5,3 September 4,1 6,2 Oktober 5,2 4,6 November 5,8 7,1 Desember 5,7 6,6 Rata-rata / Bulan 4,3 5,3 Sumber : Bagian Personalia/SDM RSUD Panembahan Senoptai Bantul, tahun 2011 Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian personalia / SDM diperoleh tingkat absensi / mangkir dalam 2 tahun terakhir, umumnya terjadi pada kelompok pelaksana mencapai angka 4-5 % perbulan, sedangkan kemangkiran pada kelompok manajemen relatif lebih rendah yaitu kurang dari 1 %. Tingkat kemangkiran lebih dari 3 % perbulan pada kelompok pelaksana menunjukkan tingkat kepuasan masih belum cukup baik dibandingkan dengan tingkat kepuasan kelompok manejerial. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12

Tabel 1.3 Keluhan yang Dirasakan Karyawan No. Keluhan yang dirasakan

1 Pembagian sistem pembagian upah jasa medik yang kurang adil 2 Pimpinan kurang mendengarkan aspirasi karyawan 3 Hubungan teman sekerja yang kurang baik 4 Tidak adanya tindakan sangsi hukum terhadap karyawan yang mangkir Sumber : Bagian Personalia /SDM Panembahan Senoptai Bantul, tahun 2012 Tabel 1.3 diatas menunjukkan keluhan keluhan yang paling sering dirasakan oleh sebagian besar karyawan. Beberapa keluhan yang dirasa ada kemiripan digabung dengan keluhan keluhan yang agak mirip. Secara garis besar keluhan karyawan pada RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah tersebut diatas, sehingga perlu adanya perhatian tingkat kepuasan kerjanya karyawan dan komitmen organisasi di perbaiki, sehingga diharapankan kinerja karyawan tercapai dengan baik. Jadi jika gaya kepemimpinan atasan baik dalam melaksanakan tugas maka, karyawan akan memiliki kepuasan, komitmen dan kinerja yang baik pula, demikian juga sebaliknya. Mengingat pentingnya masalah tersebut, dan untuk menyikapi kondisi tersebut diatas, maka dilakukan penelitian yang berkaitan dengan Analisis Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Pegawai RSUD Panembahan Senopati Bantul"

B. Rumusan Masalah Dari hasil temuan yang didapatkan maka perlu dilakukan

penganalisisan

mengenai gaya kepemimpinan, komitmen organisasi dan

kepuasan kerja di RSUD Panembahan Senopati Bantul, sebab ketiga hal tersebut saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Berdasarkan uraian latar belakang masalah dengan permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana model gaya kepemimpinan yang diterapkan di RSUD Panembahan Senopati Bantul. 2. Bagaimana tingkat komitmen organisasi yang ada di RSUD Panembahan Senopati Bantul. 3. Bagaimana tingkat kepuasan kerja pegawai di di RSUD Panembahan Senopati Bantul. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Menganalisis model gaya kepemimpinan di RSUD Panembahan Senopati Bantul b. Menganalisis tingkat komitmen organisasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul c. Menganalisis tingkat kepuasan pegawai di Senopati Bantul RSUD Panembahan

2. Kegunaan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dibahas penelitian ini, maka kegunaan penelitian ini adalah :

a. Kegunaan teoritis, dapat memperkaya studi tentang manajemen, khususnya yang terkait dengan kepemimpinan, komitmen organisasi dan kepuasan kerja. b. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini untuk dapat memberikan masukan yang berarti bagi manajemen RSUD Panembahan

Senopati Bantul mengenai persepsi gaya kepemimpinan, komitmen organisasi dan kepuasan kerja. c. Sebagai bahan referensi bagi penelitian yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Gaya Kepemimpinan Adalah suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakterkarakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya,

mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2001). Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh Robert House (1971), dalam Kreitner dan Kinicki, (2005) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan. Selain itu House percaya bahwa pemimpin dapat menunjukkan lebih dari satu gaya kepemimpinan, dan mengidentifikasikan lima gaya kepemimpinan, yaitu: a. Gaya Direktif

10

Dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus diselesaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan. Karakteristik pribadi bawahan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang efektif. Jika bawahan merasa mempunyai kemampuan yang tidak baik, kepemimpinan instrumental (direktif) akan lebih sesuai. Sebaliknya apabila bawahan merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya direktif akan dirasakan berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi (Mamduh, 1997). House dan Mitchell (1974) dalam Yukl (1989), menyatakan bahwa direktif leadership itu memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu dan mengkoordinaasi pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Griffin (1980) dalam Yukl (1989), pegawai yang mengerjakan tugas-tugas sulit tetapi karena kurang motivasi mereka tidak mau menerima situasi yang ambigu ini dengan mengatur aktivitas-aktivitas mereka sendiri. Fungsi pimpinan dalam situasi ini adalah memberikan struktur tugas dengan merencanakan,

mengorganisir, mengkoordinasi, mengarahkan, dan mengontrol kerja

11

anak buahnya. Sikap direktif yang demikian diperkirakan akan membuahkan hasil-hasil yang positif. b. Gaya Supportif Gaya kepemimpinan yang menunjukkan keramahan seorang pemimpin, mudah ditemui daan menunjukkan sikap memperhatikan bawahannya (House dan Mitchell 1974 dalam Yukl 1989). Hal ini sangat cocok bagi rumah sakit yang sedang berkembang dimana dalam kondisi tersebut pegawai dalam kondisi tertekan terhadap target yang harus dicapai, maka gaya kepemimpinan supportif akan menyebabkan peningkatan rasa percaya diri, mengurangi ketegangan dan

meminimalisasi aspek-aspek yang tidak menyenangkan Yukl (1989). Kepemimpinan gaya supportif, menggambarkan situasi dimana pegawai yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berkembang

mengerjakan tugas-tugas yang mudah, sederhana, dan rutin. Individu seperti ini mengharapkan pekerjaan sebagai sumber pemuasan kebutuhan, tetapi kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Reaksi yang mungkin timbul adalah perasaan kecewa dan frustasi. Bukti-bukti penelitian oleh House&Mitchell (1974) dalam Yukl (1989) dengan kuat menunjukkan bahwa pegawai yang mengerjakan tugas-tugas yang kurang memuaskan seperti ini cenderung memberikan respon positif terhadap sikap pimpinan yang supportif supportif (Griffin, 1980) dalam Yukl (1989). c. Gaya Partisipatif

12

Gaya kepemimpinan dimana mengharapkan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan (House dan Mitchell 1974 dalam Yukl 1989). Apabila bawahan merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya kepemimpinan direktif akan dirasa berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi, sehingga gaya kepemimpinan partisipatif lebih sesuai. Jika bawahan mempunyai locus of control yang tinggi, ia merasa jalan hidupnya lebih banyak dikendalikan oleh dirinya bukan oleh faktor luar seperti takdir, gaya kepemimpinan yang partisipatif lebih sesuai (Mamduh, 1997). Situasi dimana kebutuhan untuk berkembang rendah dan pegawai mengerjakan tugas-tugas yang mudah, sikap yang dianggap tepat untuk pegawai yang secara ego terlibat dengan pekerjaan dan mengalami kepuasan intrinsik dari tugas yang dikerjakan adalah sikap partisipatif dan berorientasi prestasi (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989). d. Gaya Orientasi Prestasi Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam pencapaian tujuan tersebut. Yukl (1989) menyatakan bahwa tingkah laku individu didorong oleh need for achievement atau kebutuhan untuk berprestasi. Kepemimpinan yang berorientasi kepada prestasi

(achievement) dihipotesakan akan meningkatkan usaha dan kepuasan bila pekerjaan tersebut tidak tersetruktur (misalnya kompleks dan tidak

13

diulang-ulang) dengan meningkatkan rasa percaya diri dan harapan akan menyelesaikan sebuah tugas dan tujuan yang menantang. Kepuasan kerja lebih tinggi diperoleh apabila telah melaksanakan prestasi kerja yang baik. Pegawai yang memiliki kebutuhan untuk berkembang dan mengerjakan tugas-tugas sulit berdasarkan

pembahasan konseptual House&Mitchell (1974) dalam Yukl (1989) sikap pemimpin yang paling tepat untuk pegawai ini adalah gaya partisipatif dan berorientasi prestasi. e. Gaya Pengasuh Dalam kepemimpinan gaya pengasuh, sikap yang mungkin tepat adalah campur tangan minim dari pimpinan. Dimana pemimpin hanya memantau kinerja tetapi tidak mengawasi pegawai secara aktif. Tidak dibutuhkan banyak interaksi antara pimpinan dengan pegawai sepanjang kinerja pegawai tidak menurun. Pimpinan merasa lebih tepat untuk tidak campur tangan dengan tugas-tugas pegawai (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989).

2. Kepuasan Kerja

14

a. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya bekerja. Apabila seseoarang

mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi. Wexley dan Yukl (1977) memandang kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Moh. Asad, 1995:104). Kepuasan kerja menurut Robert Hoppecl adalah penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Pandji Anoraga, 1992:81). Kepuasan kerja menurut Tiffin berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan.

15

Kepuasan kerja menurut Blum merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja (Pandji Anoraga, 1992:82). Howell dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkansikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya (Ashar Sunyoto M, 2001:350). Lebih lanjut Robbins (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja. Robbins (2006) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu : 1). Maintenance Faktors Maintenance faktors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktorfaktor pemeliharaan ini meliputi faktor-faktor : a). Gaji atau upah (Wages or Salaries)

16

b). Kondisi kerja (Working Condition) c). Kebijaksanaan dan Administrasi perusahaan (Company Policy and Administration) d). Hubungan antar pribadi (Interpersonal Relation) e). Kualitas supervisi (Quality Supervisor) Hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar. Faktor-faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan gairah bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Maintenance faktors ini bukanlah merupakan motivasi bagi karyawan, tetapi merupakan keharusan yang harus diberikan oleh pimpinan kepada mereka, demi kesehatan dan kepuasan bawahan. 2). Motivation Factors Motivation factors Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Faktor motivasi ini meliputi : a). Prestasi (Achievement) b). Pengakuan (Recognition) c). Pekerjaan itu sendiri (The work it self) d). Tanggung jawab (Responsibility)

17

e). Pengembangan Potensi individu (Advancement) f). Kemungkinan berkembang (The possibility of growth) Teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor ini (faktor pemeliharaan dan faktor motivasi) dapat dipenuhi. Banyak kenyataan yang dapat dilihat misalnya dalam suatu perusahaan, kebutuhan kesehatan mendapat perhatian yang lebih banyak daripada pemenuhan kebutuhan individu secara keseluruhan. Hal ini dapat dipahami, karena kebutuhan ini mempunyai pengaruh yang dominan terhadap

kelangsungan hidup individu. Kebutuhan peningkatan prestasi dan pengakuan ada kalanya dapat dipenuhi dengan memberikan bawahan suatu tugas yang menarik untuk dikerjakan. Ini adalah suatu tantangan bagaimana suatu pekerjaan direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat menstimulasi dan menantang si pekerja serta menyediakan kesempatan baginya untuk maju. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu : 1). Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi,

bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu. 2). Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat semu / pura-pura saja pada pekerjaan, peraturan

18

pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lainlainnya. 3). Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. b. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Harold E. Burt (1977) mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja yaitu : 1). Faktor hubungan antar karyawan, antara lain : a). Hubungan antara manager dengan karyawan b). Faktor fisis dan kondisi kerja c). Hubungan sosial diantara karyawan d). Sugesti dari teman sekerja e). Emosi dan situasi kerja 2). Faktor Individu, yaitu yang berhubungan dengan : a). Sikap orang terhadap pekerjaannya b). Umur orang sewaktu bekerja c). Jenis kelamin 3). Faktor faktor luar (extern), yang berhubungan dengan : a). Keadaan keluarga karyawan b). Rekreasi c). Pendidikan (training, up grading dan sebagainya)

19

Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown(1950), bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja: 1). Kedudukan (posisi) Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang pekerjaannya lebih rendah. Sesungguhnya hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaannyalah yang mempengaruhi kepuasan kerja. 2). Golongan Seseorang yang memiliki golongan yang lebih tinggi umumnya memiliki gaji, wewenang, dan kedudukan yang lebih dibandingkan yang lain, sehingga menimbulkan perilaku dan perasaan yang puas terhadap pekerjaannya. 3). Umur Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja dimana umur antara 25 34 tahun dan umur 40 45 tahun adalah merupakan umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. 4). Jaminan finansial dan jaminan sosial Jaminana finansial dan jaminan sosial umumnya berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

20

5). Mutu Pengawasan Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dengan bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (Moh. Asad, 1995:113). Faktor faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) adalah sebagai berikut : 1). Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan. 2). Faktor sosial meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan bermasyarakat. 3) Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan,

ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial didalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi ataupun tugas (Moh. Asad, 1995:114). c. Dampak Dari Kepuasan Dan Ketidakpuasan Kerja 1). Terhadap Produktivitas Kerja Banyak pendapat yang menyatakan bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja, namun hasil penelitian tidak mendukung pandangan ini, karena hubungan antara produktivitas kerja dengan kepuasan kerja sangat kecil. Produktivitas kerja

21

dipengaruhi oleh banyak faktor faktor moderator disamping kepuasan kerja. Lawler dan Porter berpendapat produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja jika tenaga kerja mempresepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa telah mencapai sesuatu) dan ganjaran intrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua - duanya adil dan wajar dibuktikan dengan unjuk kerja yang unggul (Ashar Sunyoto M, 2001:364). 2). Terhadap Kemangkiran Dan Keluarnya Tenaga Kerja Ketidakhadiran lebih bersifat spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja, berbeda dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Steers dan Rhodes mengembangkan model pengaruh dari kehadiran. Ada dua factor pada perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Model meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Horner, dan

Hollingworth menunjukkan bahwa setelah tenaga kerja menjadi tidak puas terjadi beberapa tahap (misalnya berfikir untuk meninggalkan pekerjaan) sebelum keputusan untuk meninggalkan pekerjaan diambil. Menurut Robbins (1998) ketidakpuasan kerjapada karyawan dapat diungkapkan melalui berbagai cara misalkan selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindar dari tanggung jawab ( Ashar Sunyoto M, 2001:365 - 366 ).

22

3). Terhadap Kesehatan Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan kesehatan fisik dan mental. Kajian yang dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja adalah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kemampuan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan. Meskipun jelas adanya hubungan kepuasan kerja dengan kesehatan, namun hubungan kausalnya masih tidak jelas. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain (Ashar Sunyoto M, 2001:368). d. Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dalam segi analisa statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau menggunakan tanya jawab sebagai alatnya maka karyawan diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek aspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut (Moh. Asad, 1995:116). Penilaian kepuasan kerja seorang karyawan terhadap

23

seberapa puas atau tidak puasnya dia dengan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain. Ada dua pendekatan yang paling banyak digunakan yaitu : 1). Angka nilai global tunggal Metode ini meminta individu untuk menjawab satu pertanyaan, misalnya Bila semua hal dipertimbangkan, seberapa puaskan anda dengan pekerjaan anda? kemudian responden menjawab dengan melingkari suatu bilangan jawaban 1 sampai 5 yang berpadanan dengan jawaban dari sangat dipuaskan sampai sangat tidak dipuaskan. 2). Skor penjumlahan yang tersusun atas aspek kerja Metode ini lebih canggih yaitu dengan mengenali unsur unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenai tiap unsure tersebut, misalnya tentang sifat dasar pekerjaan, penyelia, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja (Stephen P. Robbins, 2003:101- 102). e. Aspek-Aspek Kepuasan Kerja Menurut Mobley (1986) aspek-aspek kepuasan kerja diantaranya adalah : 1). Aspek pekerjaan, meliputi jenis pekerjaan, bobot pekerjaan dan melibatkan ketrampilan serta kemampuan individu dalam

mengerjakan pekerjaan tersebut.

24

2). Aspek imbalan, merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja sehingga banyak pihak manajemen dalam upaya meningkatkan kerjakaryawan dengan meningkatkan imbalan kerja. 3). Aspek kepangkatan, kurang atau sedikitnya kesempatan untuk memperoleh jabatan dan kepangkatan sering dikaitkan dengan ketidakpuasan karyawan terhadap promosi jabatan atau kepangkatan yang ada. 4). Aspek pimpinan atau atasan menyangkut hubungan dengan bawahan atas kebijaksanaannya yang dikaitkan dengan kepuasan kerja. 5). Aspek rekan kerja, hubungan antara pekerja satu dengan yang lain berkaitan erat dengan kepuasan kerja. Pekerja yang mengalami ketidakpuasan kerja karena memiliki rekan kerja yang tidak bisa diajak kerjasama, tidak menyenangkan dan tidak memuaskan (Mobley, 1986:55-56). Menurut Rabinowitz, dkk terdapat 6 aspek untuk mengukur kepuasan kerja karyawan yaitu : 1). Kepuasan terhadap penghargaan, yang terdiri dari gaji dan benefit, dan kesempatan-kesempatan untuk mencapai kemajuan. Kepuasan

terhadap penghargaan sangat erat kaitannya dengan kepuasan kerja, sehingga perusahaan atau instansi demi kepuasan kerja karyawannya menambahkan gaji dan benefit.

25

2). Kepuasan terhadap situasi kerja, terdiri dari tuntutan pekerjaan dan atmosfer kerja kelompok dengan rekan kerja dan atasan di tempat kerja. Situasi kerja yang menambahkan pengetahuan dan pengalaman individu dapat meningkatkan kepuasan kerja. 3). Kepuasan terhadap supervisi dan manajemen merupakan kepuasan terhadap perhatian yang diberikan oleh atasan dan pihak manajemen. Interaksi tersebut sangat mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan karyawan. 4). Kepuasan terhadap komunikasi. Terjalinnya komunikasi horizontal dan vertikal mengenai kejelasan tujuan organisasi, sebagaimana perusahaan menerima masukan atau pendapat karyawan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. 5). Kepuasan terhadap filsafat dan kebijakan perusahaan. Sejauhmana nilai dan kepercayaan karyawan sesuai dengan tujuan perusahaan, perhatian perusahaan terhadap kualitas dan produktivitas karyawan, merupakan aspek-aspek penting untuk mencapai kepuasan kerja. 6). Kepuasan terhadap perusahaan dan pekerjaannya. Meliputi sejauhmana individu mengidentifikasi perusahaannya, besarnya kontribusi atau sumbangan perusahaannya pada masyarakat dan nilai intrinsik dari pekerjaan perusahaan tersebut (Miner, J.B,1992:118).

26

Dalam buku Personnel : The Human Problems of Management karangan Geirge Strauss dan Leonard R. Sayles, sebagaimana dikutip oleh Martoyo (1987 : 126 ); mengatakan bahwa kepuasan kerja tersebut juga penting untuk aktualisasi diri. Pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan selanjutnya akan dapat berakibat frustasi, semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan tidak stabil dan sebagainya. Masih menurut Martoyo (1987 : 127) ; Dikatakan bahwa tingginya tingkat absensi pegawai dan tingginya tingkat perpindahan pegawai memiliki hubungan (correlation) antara kepuasan kerja dengan

perpindahan (turn-over) pegawai serta absensinya. Makin puas mereka bekerja dalam suatu organisasi, makin kecil perpindahan pegawai dan makin jarang adanya absensi pegawai. Sebaliknya kepuasan kerja yang rendah, akan mengakibatkan perputaran pegawai dan ketidakhadiran (absensi) pegawai yang tinggi. Hal ini digambarkan oleh Martoyo (1987 : 128 ) ; sebagaimana gambar grafik berikut :

27

Gambar 2.1 Grafik Korelasi Kepuasan Kerja Terhadap Absensi Pegawai ( Martoyo, 1987 : 127 )

Tinggi

Perpindahan Pegawai Turn Over

Kepuasan Kerja Absensi

Rendah

Dari gambar tersebut di atas, terlihat makin tinggi kepuasan kerja, makin rendah tingkat perpindahan dan absensi. Sebaliknya makin rendah kepuasan kerja makin tinggi perpindahan dan absensi pegawai. 3. Komitmen Organisasi Menurut Mowday, Portter dan Steers (1982) komitmen organisasi adalah kepercayaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesediaan untuk melakukan upaya ekstra demi untuk tetap menjadi anggota atau bagian dari organisasi. McNeese-Smith (1996)

mendefinisikan komitmen sebagai ukuran kekuatan identifikasi karyawan untuk terlibat dalam tujuan dan nilai-nilai organisasi. Komitmen menurut Mowdey et al (1979) adalah sebagai berikut :

28

a. Kepercayaan yang kuat terhadap organisasi dan terhadap nilai serta tujuan organisasi. b. Keinginan untuk memberikan usaha terbaik terhadap organisasi. c. Hasrat yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan (pekerjaan) dalam organisasi. Yousef (2000) mengemukakan bahwa pekerja dengan komitmen yang tinggi akan cenderung lebih sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi, mau memberikan usaha lebih kepada organisasi dan berupaya memberikan manfaat kepada organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan dengan komitmen tinggi akan bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Menurut Mobley (1977 dalam Judge dan Bono, 2000) keinginan untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaan yang cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dari organisasi. Setiap individu mencari organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan memungkinkan penggunaan atau pemanfaatan secara maksimal keterampilan dan kemampuannya.

Komitmen terhadap organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi (Morrow, Mc Elroy&Blum, 1988) :

29

a. Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification). b. Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan. c. Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal. B. Penelitian Terdahulu Penelitian yang akan dilakukan pada RSUD Panembahan Senopati Bantul Analisis gaya kepemimpinan komitmen organisasi dan kepuasan kerja pegawai di RSUD Panembahan Senopati Bantul , menurut sepengetahuan penulis penelitian ini merupakan yang pertama kali dilakukan, tetapi tulisan yang menyangkut tentang permasalahan kepemimpinan, kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan sudah banyak dikemukakan oleh penulis-penulis terdahulu. Griffin (1980) dalam Yukl (1990) dalam melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur divisi perusahaan besar multinasional, tentang sikap pimpinan yaitu: gaya partisipatif, gaya orientasi prestasi, gaya direktif, gaya supportif, dan gaya pengasuh, yang berhubungan dengan bentuk tugas seperti kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Dan ditemukan adanya korelasi positif antara sikap pimpinan dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan. McNesse-Smith (1996), penelitiannya menelaah lima perilaku kepemimpinan (tantangan proses, inspirasi, visi bersama, memungkinkan orang lain untuk bertindak, percontohan cara, mendorong semangat). Penelitian ini kemudian mengidentifikasi hubungan (baik korelasional

30

maupun prediktif) antara penggunaan perilaku kepemimpinan dengan kinerja pekerja, kepuasan kerja pekerja dan komitmen organisasi. mendukung adanya hubungan positif antara Penelitian ini perilaku

penggunaan

kepemimpinan dengan kinerja karyawan, kepuasan kerja karyawan dan komitmen organisasi. Lok dan Crawford (2004) meneliti tentang hubungan gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi, dengan perbandingan sampel antara Hongkong dan Australia. Ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara gaya inovatif dan gaya supportif dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Sedangkan gaya birokrasi tidak ada hubungan yang signifikan. Quey-jen Yeh (1996), penelitiannya menganalisis hubungan antara gaya kepemimpinan dengan karakteristik pekerjaan. Gaya supportif dan gaya direktif mempunyai hubungan signifikan dengan karakteristik pekerjaan seperti variasi ketrampilan, identitas tugas, arti tugas, otonomi, umpan balik dari pekerjaan dan dari agen, dan memotivasi potensi mencetak (prestasi). Holdnack, et al (1993), meneliti gaya kepemimpinan pada rumah sakit dan shift kerja. Penelitian menggunakan sampel 256 perawat, analisis data yaitu analisis of variance (ANOVA) dengan perbandingan tiga rumah sakit. Hasil penelitian adanya hubungan signifikan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja yaitu kepuasan gaji, supervisi, promosi, dan rekan kerja.

31

Ostroff (1992), penelitiannya menganalisis hubungan antara kepuasan kerja, usia dengan kinerja organisasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 13.808 pengajar di 298 sekolah menengah di Negara Amerika dan Kanada. Hasil penelitiannya mendukung adanya hubungan antara kepuasan kerja, usia dengan kinerja organisasi. Alimuddin (2002) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan (instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi) terhadap kinerja pegawai. Hipotesis yang diajukan ialah: ada pengaruh gaya kepemimpinan (instruksi, konsultasi, partisipasi, dan delegasi) terhadap kinerja pegawai; Hasil analisis data menunjukkan: terdapat pengaruh gaya kepemimpinan (instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi) terhadap kinerja pegawai. Abdul Kadir (2005) mengadakan penelitian pada 34 distributor obat yang ada di Malang. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 155 responden melalui teknik purposive sampling. Variabel yang digunakan adalah keadilan organisasi, budaya organisasi, kepuasan gaji, komitmen organisasi sebagai variabel bebas dan kinerja karyawan sebagai variabel terikat. Hasil yang diperoleh keadilan organisasi, budaya organisasi, kepuasan gaji, komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Menon (2002) meneliti tentang persepsi dari para calon guru dan guru aktif menyangkut efektivitas kepemimpinan sekolah dasar di Cyprus, yang berisi perbedaan persepsi dari para calon guru dan guru aktif tentang kepemimpinan Kepala Sekolah.

32

Scarnati (2002) penelitian tentang pengamatan bawahan atau karyawan terhadap segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan pemimpin memiliki pengaruh pada organisasi, serta memberikan panduan, teknik, dan contoh tentang praktek terbaik yang berhasil membentuk persepsi kepemimpinan. Conger dan Kanungo (1987) mengetengahkan teori-teori tentang kepemimpinan karismatik dalam organisasi. Yukl (1989), Bass (1990), dan Deluga (1988) yang telah banyak menulis dan meneliti tentang kepemimpinan (leadership). C. Dimensionalisasi Variabel Dimensionalisasi yang dipergunakan dalam mengukur konstruk penentuan indikator atau dimensi pada masing-masing variabel pada bagian ini merupakan upaya pembentukan indikator dari sebuah variabel yang telah dipaparkan sebelumnya. Dimensionalitas variabel perlu dilakukan guna membantu teknik pengukuran dan memberi kemudahan pengamatan dalam pengumpulan data di lapangan. 1. Variabel Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama

33

dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakterkarakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Variabel gaya kepemimpinan tersebut yang dimaksud yaitu: (a) Gaya partisipatif, (b) Gaya pengasuh, (c) Gaya otoriter, (d) Gaya birokratis, (e) Gaya berorientasi pada tugas. Variabel tersebut diukur melalui lima indikator yaitu: Gambar 2.1.1 Variabel Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpina n

Orientasi Prestasi

Gaya Supportif

Gaya Direktif

Gaya Pengasuh

Gaya Partisipat if

X15

X14

X13

X12

X11

X10

X9

X8

X7

X6

X5

X4

X3

X2

X1

Keterangan : X1 : Berkonsultasi dengan anak buah X2 : Memperlakukan anak buah secara sama X3 : Bergaul secara informal X4 : Membantu anak buah X5 : Memuji dan menghargai X6 : Memperhatikan secara pribadi X7 : Menyukai prosedur yang rinci X8 : Mengharapkan anak buah mematuhi peraturan X9 : Keputusan besar di tangan atasan X10 : Prioritas kepentingan X11 : Tingkat kepercayaan diri X12 : Kemampuan pengawan X13 : Memprioritaskan tugas X14 : Pekerjaan selesai tepat waktu X15 : Memperbarui pengetahuan Sumber : Singh-Sengupa, Sunita (1997) dalam Fuad Masud (2004)

34

2. Variabel Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri karyawanyang merupakan suatu sikap umum seorang individu

terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja Variabel tersebut diukur melalui lima indikator. Gambar 2.2.2 Variabel Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja

X16

X17

X18

X19

X20

Keterangan : X16 : Kepuasan dengan gaji X17 : Kepuasan dengan promosi X18 : Kepuasan dengan rekan kerja X19 : Kepuasan dengan penyelia X20 : Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri Sumber : Celluci, dan David (1978).

35

3. Variabel Komitmen Organisasi Variabel komitmen organisasi merupakan faktor yang

mempengaruhi kinerja karyawan, dimana kepercayaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesediaan untuk melakukan upaya ekstra demi untuk tetap menjadi anggota atau bagian dari organisasi. McNeese-Smith (1996) mendefinisikan komitmen sebagai ukuran kekuatan identifikasi karyawan untuk terlibat dalam tujuan dan nilai-nilai organisasivariabel ini diukur melalui enam indikator.
Gambar 2.3.3 Variabel Komitmen Organisasi
Komitmen Organisasi

X21

X22

X23

X24

X25

X26

Keterangan : X21 : Bangga menjadi bagian organisasi X22 : Membanggakan organisasi kepada orang lain X23 : Peduli terhadap nasib organisasi X24 : Gembira memilih bekerja pada organisasi ini X25 : Kesamaan nilai X26 : Bekerja melampaui target Sumber : Mowday, R.T., R.M. Steers, dan L.W. Porter, (1979).

36

D. Kerangka Konsep Dalam hal ini peneliti akan melakukan observasi dan analisis mengenai fenomena yang terjadi di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang akan mengikluti akreditasi berstandar internasional. Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati maka seluruh komponen di rumah sakit berkomitmen untuk mengikuti akreditasi Join Commission

International (JCI) di bidang pelayanan medis dimana sebelumnya RSUD Panembahan Senopati Bantul sudah terakreditasi ISO. Keberhasilan akreditasi tersebut sangat dipengaruhi oleh beberpa faktor utama yang dapat sebagai pendukung dan penghambat diantaranya adalah gaya kepemimpinan. Pemimpin sebagai motor penggerak disuatu organisasi memiliki peranan yang sangat vital sebagai motor penggerak jalannya organisasi dalam hal mempengaruhi dan memotivasi para pegawai untuk menjaga dan

meningkatkan komitmen dalam memajukan orrganisasi. Keberhasilan seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang dilakukan. Dari pengamatan singkat yang dilakukan peniliti dari hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu pihak pegawai di RSUD Panembahan Senopati, dari hasil tersebut didapatkangaya kepemimpinan di RSUD Panembahan Senopati mengarah kepada gaya kepemimpinan yang berorientasi prestasi. Hal ini tidak sesuai dimana gaya kepemipinan yang ideal untuk Rumah Sakit yang sedang berkembang adalah yang bersifat supportif. Berdasarkan hal tersebut maka tampak adanya gap yang terjadi.

37

Kepemimpinan yang baik akan menimbulkan kepuasaan dari para pegawainya yang tentunya akan berdampak positif bagi organisasi tersebut. Masalah kepuasaan merupakan triger yang dapat menjadi hambatan atau dukungan dalam perkembangan Rumah Sakit. Berdasarkan hasil pengamatan singkat berupa wawancara dan data sekunder yang didapat dari pihak Rumah Sakit, tingkat kepuasaan para pegawai sudah cukup namun masih terdapat keluhan yang sering disampaikan para pegawai kepada pihak personalia dan masih adanya pegawai yang mangkir tidak datang diatas 4% perhari. Hal ini tentunya dapat menjadi hambatan bagi perkembangan Rumah Sakit. Tingginya tingkat kepuasaan akan menyebabkan kinerja dari para pegawai menjadi lebih baik yang akan berujung pada timbulnya komitmen dari seluruh elemen di organisasi tersebut bersama-sama untuk memajukan organisasi dalam hal ini RSUD Panembahan Senopati Bantul dan terwujud dalam keberhasilan dalam meraih akreditasi JCI yang berujung pada peningkatan pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Berdasarkan hasil analisa peneliti dan dari hasil observasi menunjukkan komitmen Rumah Sakit Panembahan Senopati masih cukup baik hal ini tampak dari keberhasilan Rumah Sakit tersebut memndapat akreeditasi ISO. Namun ISO jauh berbeda dengan JCI tentunya, dimana akreditasi JCI memerlukan komitmen organisasi yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Berdasarkan gap yang timbul dari hasil observasi yang dilakukan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai anlaisis gaya kepemimpinan, kepuasaan kerja dan komitmen organisasi yang terdapat di

38

RSUD Panembahan Senopati yang maana nantinya apakah menjadi faktor pendukung atau sebagai faktor penghambat dalam mencapai akreditasi JCI. Untuk itu maka peneliti merangkum penelitian yang akan dilakukan berupa kerangka konsep sebagai berikut : Gambar 2.2 Keraangka Konsep RSUD Panembahan Senopati Bantul

Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan

Mengikuti Join Commission International (JCI) di bidang pelayanan medis

Analisis faktor pendukung dan penghambat

Gaya Kepemimpinan

Kepuasan Kerja

Komitmen Organisasi

Lulus Akreditasi JCI

Peningkatan Pelayanan Kesehatan

39

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Maman (2002; 3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah (Husein Umar, 1999:81). Sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Menurut Vredenbregt (1987: 38) Studi kasus ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif.

40

B. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dengan studi kasus, maka penelitian akan dibatasi oleh ruang lingkup sebagai berikut: 1. Waktu, penelitian ini direncanakan dilakukan pada bulan November s/d Desember 2012. 2. Lokasi dibatasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul. 3. Masalah dibatasi pada konsep audit situasional yang memfokuskan pada permasalahan; a. Bagaimana model gaya kepemimpinan yang diterapkan di RSUD Panembahan Senopati Bantul. b. Bagaimana tingkat komitmen organisasi yang ada di RSUD Panembahan Senopati Bantul. c. Bagaimana tingkat kepuasan kerja pegawai di di RSUD Panembahan Senopati Bantul. C. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang berupa keterangan atau kata-kata biasa, sedangkan data kuantitatif adalah data yang berupa angka. Data kualitatif digunakan sebagai dasar untuk mengetahui klasifikasi, bentuk, fungsi, dan makna ungkapan larangan. Di samping itu, berdasarkan cara memperolehnya, penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti secara langsung dari objeknya

41

(Wirawan: 2001: 5--6). Sedangkan data sekunder adalah data yang sudah tersedia tampa harus diolah sendiri oleh peneliti. Data primer penelitian ini adalah berupa jawaban pertanyaan secara tertulis melalui kuesioner dan secara lisan dari informan. D. Populasi dan Sampel Penelitian Langkah selanjutnya setelah menentukan jenis dan sumber data adalah menentukan target yang akan disurvei yakni populasi target. Populasi target adalah sekelompok orang yang mempunyai pengetahuan dan pandangan serta mampu memberikan tanggapan terhadap isi survei. Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek (satuansatuan/individuindividu) yang dari sampel penelitian

karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto dan Pengestu, 1998). Populasi adalah karyawan di RSUD Panembahan Senopati Bantul sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) per 31 Desember 2010 yang bekerja sejumlah 422 orang. Populasi yang dipilih adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS/CPNS) adalah merupakan tenaga inti dari rumah sakit sementara pegawai honor adalah pelengkap dan mempunyai kinerja lebih baik serta banyak sub pekerjaan yang di outsourching ke pihak lain. Sampel menurut Indriantoro dan Supomo (2002) adalah sebagian dari populasi dimaksud yang akan diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjumlah 120 yang dijelaskan pada tabel berikut ini :

42

Tabel 3.1 Jumlah Responden berdasarkan Jenis Ketenagaan di RSUD Panembahan Senopati Bantul No Jenis Tenaga (dokter, 1. Medis dokter gigi,dokter spesialis) 2. 3.
Perawat ( Paramedis) Tenaga Penunjang Kesehatan Non medis (Tenaga Administrasi)

Populasi 37

Presentasi 37 x120 422 185 x 120 422 72 x 120 422 128 x 120 422

Sampel 11

185 72

52 21

4.

128

36

422
Sumber : Hasil pengolahan data primer, 2012

120

E. Informan Dalam penelitian ini, ada beberapa pertimbangan untuk menentukan informan sebagai sumber informasi. Dalam menentukan informan

pertimbangannya adalah: 1. Keakuratan dan validitas informasi yang diperoleh. Berdasarkan hal ini maka jumlah informan sangat tergantung pada hasil yang dikehendaki. Bila mereka yang menjadi informan adalah orang-orang yang benar-benar menguasai masalah yang diteliti, maka informasi tersebut dijadikan bahan analisis.

43

2. Jumlah informan sangat bergantung pada pencapaian tujuan penelitian, artinya bila masalah-masalah dalam penelitian yang diajukan sudah terjawab dari 5 informan, maka jumlah tersebut adalah jumlah yang tepat. 3. Peneliti diberi kewenangan dalam menentukan siapa saja yang menjadi informan, tidak terpengaruh jabatan seseorang. Bisa saja peneliti membuang informan yang dianggap tidak layak. Data lisan dibutuhkan informan. Informan yang baik, harus memenuhi beberapa kriteria informan, yaitu: 1. Pegawai Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul yang mengetahui kondisi Rumah Sakit lebih dalam 2. berusia antara 35 65 tahun dan tidak pikun sehingga mampu memberikan informasi berupa data yang representatif; 3. tidak cacat wicara; 4. berpendidikan serendah-rendahnya setingkat Sardjana S1; 5. bisa diajak berkomunikasi; 6. bersedia menjadi informan; 7. Jujur dan tidak takut dikucilkan oleh pegawai laninya 8. mempunyai pengetahuan dan keterampilan berbahasa memadai (Samarin, 1988: 55--70). Selanjutnya pengumpulan informasi dilakukan dengan intensif sehingga mendapatkan informasi yang valid melaului informan yang sudah ditetapkan. Adapun Informan pada penelitian ini adalah :

44

Tabel 3.2 Informan Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. Jabatan Direktur RSUD Panembahan Senopati Kepala Bidang Personalia Kepala Bidang Diklat Kepala Bangsal Perawat Senior

F. Definisi Operasional Variabel Penggunaan definisi operasional (indicator empiric) untuk mengukur konsep, dipakai untuk menjawab permasalahan-permasalahan penelitian. Untuk mengukur suatu konsep, maka harus diukur adalah makna atau konsepsi dari konsep tersebut, yang harus diungkap lewat definisi yang jelas. Alat untuk mengukur makna dari suatu konsep adalah indikator empirik. 1. Variabel Gaya Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan adalah pola perilaku yang diperlihatkan oleh orang itu pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang lain. Gaya kepemimpinan yang dimaksudkan dalam pengertian ini merupakan persepsi orang lain, pengikut atau bawahan yang

45

akan dipengaruhi perilakunya dan bukannya persepsi pemimpin itu sendiri. Variabel ini diukur dengan (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989): a. Gaya partisipatif b. Gaya pengasuh c. Gaya direktif d. Gaya supportif e. Gaya orientasi prestasi 2. Variabel Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah suatu teori atau konsep praktis yang sangat penting, karena merupakan dampak atau hasil dari keefektivan performance dan kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada organisasi adalah rangkaian dari menurunnya pelaksanaan tugas, meningkatnya absensi, dan penurunan moral organisasi. Variabel ini diukur dengan indikator-indikator menurut (Celluci dan David (1978) sebagai berikut: a. Kepuasan dengan gaji. b. Kepuasan dengan promosi. c. Kepuasan dengan rekan kerja. d. Kepuasan dengan penyelia. e. Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri. 3. Variabel Komitmen Organisasi

46

Komitmen organisasi adalah kepercayaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesediaan untuk melakukan upaya ekstra demi untuk tetap menjadi anggota atau bagian dari organisasi.

Variabel ini diukur dengan indikator-indikator menurut Mowdey et al (1979) sebagai berikut : a. Bangga menjadi bagian organisasi b. Membanggakan organisasi kepada orang lain c. Peduli terhadap nasib organisasi d. Gembira memilih bekerja pada organisasi ini e. Kesamaan nilai f. Bekerja melampaui target Tabel 3.3 Indikator dalam Variabel
Variabel Gaya Kepemimpinan Griffin (1980) dalam Yukl (1989) Dimensi X1 : Gaya Partisipasif X1.1 : Pemimpin sering berkonsultasi dengan anak buah. X1.2 : Memperlakukan anak buah secara sama X1.3 : Bergaul secara informal. X 2 Gaya Pengasuh X2.1 : Membantu anak buah X2.2 : Memuji dan menghargai X2.3 : Memperhatikan secara pribadi X3 Gaya Direktif X3.1 : Menyukai prosedur yang rinci X3.2 : Mengharapkan anak buah mematuhi peraturan X3.3 : Keputusan besar di tangan atasan X4 Gaya Suportif X4.1 : Prioritas kepentingan X4.2 : Tingkat kepercayaan diri X4.3 : Kemampuan pengawasan X5 Gaya Orientasi Prestasi X5.1 : Memprioritaskan tugas X5.2 : Pekerjaan selesai tepat waktu X5.3 : Memperbarui pengetahuan X6 : Kepuasan dengan gaji. X7 : Kepuasan dengan promosi. X8 : Kepuasan dengan rekan kerja. X9 : Kepuasan dengan penyelia. Skala Pengukuran Skala Likert 1 7 dengan 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai 7 (Sangat Setuju)

Kepuasan Kerja Celluci dan David (1978)

Skala Likert 1 7 dengan 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai 7 (Sangat Setuju)

47

Komitmen Organisasi Mowdey et al (1979))

X10 : Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri. X11: Bangga menjadi bagian organisasi X12: Membanggakan organisasi kepada orang lain X13: Peduli terhadap nasib organisasi X14: Gembira memilih bekerja pd organisasi ini X15: Kesamaan nilai X16 : Bekerja melampaui target

Skala Likert 1 7 dengan 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai 7 (Sangat Setuju)

G. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini data yang diteliti adalah data lisan dan tulisan. Untuk mendapatkan data lisan dan tulisan dibutuhkan alat bantu berupa daftar pertanyaan berupa kuisioner yang berisi indikator setiap variabelnya yang berjumlah 26 pertanyaan dan menggunakan recorder untuk merekam ungkapan yang dikemukakan oleh informan. Hasil rekaman kemudian ditranskripsikan melalui pencatatan sehingga memudahkan untuk

mengelompokkan data. H. Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data mengenai persepsi karyawan tentang gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan

komitmen organisasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara: 1. Wawancara kepada pihak-pihak terkait. Wawancara ini dilakukan dengan cara bertanya atau berkomunikasi secara langsung dengan responden, maupun pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini dengan tidak terstruktur atau bebas.

48

2. Mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Pengamatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran suasana tempat kerja, proses kerja dan hal-hal lain yang diperlukan. 3. Melakukan penyebaran kuesioner untuk dilakukannya uji validitas dan reabilitas terhadaapa 30 Responden pada tanggal 20 Juli 2012 3. Melakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berisi tiga bagian, yang pertama tentang persepsi karyawan yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan, dan yang kedua berhubungan dengan kepuasan kerja dan yang ketiga tentang komitmen organisasi yang akan dilakukan pada bulan Agustus 2012. 4. Wawancara mendalam (in-depth interviews) Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapat berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada informan yang dianggap menguasai masalah penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada pihak yang bersangkutan. Peneliti memberikan kuesioner pada 120 Responden. Jawaban atas daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden dibuat dengan menggunakan skala likert (likert scale), yaitu dengan rentangan 1 sampai dengan 7.

49

Tanggapan yang paling positif (sangat setuju) diberi nilai paling tinggi dan tanggapan paling negatif (sangat tidak setuju) diberi nilai paling rendah (Fuad Masud, 2004).

Gambar 3.1 Skor Skala Likert Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju

I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Untuk menganalisis penelitian ini, maka dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: (Miles dan Huberman, 1992: 18) 1. Pengumpulan informasi, melalui wawancara, kuisioner maupun observasi langsung. 2. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian. 3. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan. 4. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan. (Miles dan Huberman, 1992: 18) Kuisioner yang diajukan kepada sampel semata-mata sebagai bahan kajian yang mendasar untuk membuat kesimpulan. Bagaimanapun

50

pendapat banyak orang merupakan hal penting meskipun tidak dijamin validitasnya. Semakin banyak informasi, maka diharapkan akan

menghasilkan data yang sudah tersaring dengan ketat dan lebih akurat.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokal Penelitian 1. Sejarah Singkat RSUD Panembahan Senopati Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 508,85 Km2 (15,9 % dari Luas wilayah Propinsi DIY) dengan jumlah penduduk sekitar 806.539 Jiwa, dari data DINKES Kabupaten Bantul 2011 terdaftar satu RSUD dan

delapan RSUS. Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati yang merupakan satu-satunya RSUD milik pemerintah di wilayah tersebut .RSUD Panembahan Senopati berdiri pada tahun 1970. Rumah Sakit ini pertama kali berkembang dalam bentuk rumah sakit Tipe D setelah tahun 2000 Rumah sakit ini berkembang menjadi Rumah Sakit tipe B hingga saat ini. RSUD Panembahan Senopati berdiri di pusat kota Bantul kini telah menjadi tempat rujukan bagi pusat pelayanan kesehatan di daerahnya. Rumah Sakit Panembahan senopati kini telah terakreditasi ISO. Hal ini menunujukkan sudah semakin matang Rumah Sakit tersebut dalam melayani kebutuhan masyarakat kabupaten Bantul. Namun perkembangan

51

Rumah sakit Panembahan senopati tidak hanya berhenti pada ISO saja, hal ini tampak pada keikutsertaan Rumah Sakit ini dalam akreditasi JCI.

2. Tujuan Visi dan Misi RSUD Panembahan Senopati a. Tujuan Menjadi Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kesehatan secara cepat dan tepat sesuai standar pelayanan rumah sakit dengan didukung sumber daya manusia yang profesional b. Visi dan Misi 1). Visi Visi RSUD Panembahan Senopati: Terwujudnya Rumah Sakit yang unggul dan menjadi pilihan utama masyarakat Kabupaten Bantul dan sekitarnya 2). Misi Misi RSUD Panembahan Senopati : a). Memberikan pelayanan prima pada customer b). Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia c). Melaksanakan peningkatan mutu berkelanjutan (continous quality improvement) d). Meningkatkan jalinan kerjasama dengan instansi terkait dan e). Melengkapi sarana prasarana secara bertahap

52

3. Rencana Kegiatan RSUD Panembahan Senopati Rencana kegiatan dari rumah sakit meliputi a. Meningkatkan kualitas proses pelayanan kepada pelanggan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap. Upaya yang dilakukan meliputi : 1). Menjaga mutu pelayanan 2). Pemasaran / promosi rumah sakit 3). Pelayanan unggulan / baru 4). Pemenuhan kebutuhan sarana/prasarana b. Meningkatkan kapabilitas dan komitmen petugas, melalui upaya : 1). Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas 2). Meningkatkan kesejahteraan petugas 3). Meningkatkan system monitoring dan pengawasan c. Mempercepat proses pelaporan dan akses informasi melalui upaya pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) d. Meningkatkan kepercayan dan kepuasan pelanggan, melalui upaya : 1). Meningkatkan performance rumah sakit 2).Terciptanya pelayanan prima, sesuai dengan SK Men.Pan

No.63/Krp/M.PAN/7/03 tanggal 10 Juli 2003 tentang prinsip-prinsip pelayanan publik

53

B. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji Validitas Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin dukur. Dalam pengujian instrumen pengumpulan data, validitas bisa dibedakan menjadi validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang disusun menggunakan lebih dari satu faktor (antara faktor satu dengan yang lain ada kesamaan). Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengkorelasikan antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor) dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor), sedangkan pengukuran validitas item dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total item. Pada pembahasan ini akan dibahas untuk metode pengujian validitas item. Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap item total (skor total), perhitungan dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total item. Bila kita menggunakan lebih dari satu faktor berarti pengujian validitas item dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor

54

faktor, kemudian dilanjutkan mengkorelasikan antara skor item dengan skor total faktor (penjumlahan dari beberapa faktor). Dari hasil perhitungan korelasi akan didapat suatu koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item dan untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan, biasanya dilakukan uji Signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05, artinya suatu item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total. Untuk pembahasan ini dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi dengan kriteria menggunakan r kritis pada taraf signifikansi 0,05 (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian) 2. Uji Reabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang. Dalam program SPSS akan dibahas untuk uji yang sering digunakan penelitian mahasiswa adalah dengan menggunakan metode Alpha (Cronbachs). Metode alpha sangat cocok digunakan pada skor berbentuk skala (misal 1-4, 15) atau skor rentangan (misal 0-20, 0-50). Metode alpha dapat juga digunakan pada skor dikotomi (0 dan 1) dan akan menghasilkan perhitungan yang setara dengan menggunakan metode KR-20 dan Anova Hoyt.

55

Uji Signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05, artinya instrumen dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment. Atau kita bisa menggunakan batasan tertentu seperti 0,6. Menurut Sekaran (1992), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik. Berdasarkan hasil uji validitas dan reabilitas instrumen yang dilakukan pada tanggal 20 juli 2012 terhadapat 30 responden didapatkan hasil perhitungan dengan program SPSS untuk pengujian validitas dan reliabilitas pada Tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Hasil Pengujian Reliabilitas dan Validitas Kuesioner
Konstruk/Varia bel Laten Gaya Kepemimpinan Reliabilitas (Crounbach ) 0,9214 Item (indikator ) X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 Corrected Item Total Correlation 0,6812 0,6673 0,6783 0,6337 0,6658 0,7360 0,3919 0,5470 0,7169 0,6195 0,6171 0,6185 0,6306 0,7195 0,6388 0,6511 0,7294 0,7296 0,6324 0,7066 0,7022 0,7465 0,8063 0,8427 0,8032
R Tabel (Signifikansi 0,05)

0,567

Kepuasan Kerja

0,8668

0,567

Komitmen Organisasi

0,9243

0,567

56

Kinerja karyawan

0,9508

X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34

0,7962 0,8489 0,8124 0,8780 0,8613 0,8370 0,7711 0,8023 0,7378

0,567

Sumber : data primer yang diolah 2012 Berdasarkan pada Tabel 4.1 dapat ditunjukkan bahwa semua indikator (observed) adalah valid, hal ini ditandai dengan nilai Corrected Item Total Correlation > r tabel pada taraf signifikansi 0,05 (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian). R tabel dicari pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 30, maka didapat r tabel sebesar 0,567. Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa untuk item no 7 nilai kurang dari 0,576. Karena koefisien korelasi pada item 7 nilainya kurang dari 0,576 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid. Sedangkan pada item-item lainnya nilainya lebih dari 0,576 dan dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut valid. Pembuktian ini menunjukkan bahwa semua indikator (observed) layak digunakan sebagai indikator dari konstruk (laten variabel). Koefisien alpha (cronbach alpha) memiliki nilai di atas 0,60 sehingga dapat dijelaskan bahwa variabel variabel penelitian yang berupa variabel gaya kepemimpinan, kepuasan kerja karyawan, komitmen organisasi dan kinerja karyawan adalah reliabel atau memiliki reliabilitas yang tinggi,

57

sehingga mempunyai ketepatan yang tinggi untuk dijadikan variabel pada suatu penelitian. C. Hasil Penyebaran Kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2012 sampai 16 Agustus 2012 di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kuesioner disebarkan kepada 120 Responden dimana terdiri terdiri dari 15 orang

Dokter, 90 orang Perawat dan 15 orang Bidan. Dalam Penyebaran kesioner ini peneliti mengalami beberapa hambatan diantaranya adalah kuesioner tidak dapat disebarkan sekaligus dikarenakan subjek penelitian tidak selalu berada di Rumah Sakit Terkait dengan Shift kerja, sehingga peneliti harus datng berulang kali. Penyebaran kuesioner dilakukan dibeberapa tempat yang ada di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul yang terdiri dari ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang Poli, ruang Instalasi Care Unit (ICU), Ruang Bangsal, Ruang Operasi, Ruang Perinatal dan Ruang VK. Dalam penyebaran kuesioner ini peneliti membagikannya berdasarkan shift jaga para pegawai yang mana disebarkan pada waktu awal shift kerja dan diambil kembali pada saat selesai shift kerja. Setelah melakukan penyebaran kuesioner, peneliti mengumpulkan data penelitian tersebut dan mengelompokkannya terlebih dahalu berdasarkan variabel yang akan diteliti yang kemudian akan dilakukan pendeskripsi secara umum yang dilanjutkan sesuai dengan subjek penelitian berdasarkan Jenis kelamin, Umur, Lama bekerja, Status Pendidikan dan Jabatan Sekarang.

58

D. Analisis Data Pada bab ini disajikan gambaran data penelitian yang diperoleh dari hasil jawaban reponden melaui hasil kuesioner, pendeskripsikan hasil temuan dan menganalisi hasil temuan tersebut.

1. Deskripsi Responden Berdasarkan penelitian yang didapatkan akan dilakukan

pendeskripsian responden sesuai dengan profil responden secara umum berdasarkan jenis kelamin, umur, lama bekerja, Tingkat Pendidikan dan jabatan. Berdasarkan hal tersebut profil responden tampak pada Tabel 4.1 berikut ini : Tabel 4.1 Profil Responden No 1. Variabel Penelitian Gaya Kepemimpinan Gaya Partisipatif Gaya Pengasuh Gaya Direktif Gaya Suportif Gaya BP. Prestasi Total Kepuasan Kerja Kepuasan Rendah Kepuasan Sedang 20 18 17 28 37 120 13 68 16,7% 15,0% 14,2% 23,3% 30,8% 100% 10,8 % 56,7 % Jumlah Responden Persentase

2.

59

3.

Kepuasaan Tinggi Total Komitmen Organisasi Rendah Sedang Tinggi Total

39 120 15 (12,5 %) 66 (55,0 %) 39 (32,5 %) 120

32,5 % 100% 12,5 % 55,0 % 32,5 % 100%

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan partisipasi responden terhadap masing-masing variabel penelitian. Dimana variabel gaya

kepemimpinan yang banyak mendapatkan partisipasi responden adalah gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi dengan jumlah 37 yaitu 30,8%. Untuk variabel kepuasan kerja yang banyak mendapatkan partisipasi responden adalah kepuasan sedang dengan jumlah 68 yaitu 56,7%. Variabel komitmen organisasi yang banyak mendapatkan partisipasi responden adalah komitmen sedang dengan jumlah 66 yaitu 55,%. Setelah itu Responden dideskripsikan berdasarkan identitas masing-masing responden terhadap variabel sebagai berikut : a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 4.1.1 berikut : Tabel 4.1.1 Persepsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap Gaya Kepemimpinan Jenis Kelamin Gaya Kepemimpinan Laki-Laki Jumlah % Perempuan Jumlah % Jumlah

60

Gaya Partisipatif Gaya Pengasuh Gaya Direktif Gaya Suportif Gaya BP. Prestasi Jumlah

3 9 7 11 11 41

7,3 22,0 17,1 26,8 26,8 100 34,2

17 9 10 17 26 79

21,5 11,4 12,7 21,5 32,9 100 65,8

20 (16,7%) 18 (15,0%) 17 (14,2%) 28 (23,3%) 37 (30,8%) 120 (100%) 100

Sumber : data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.1 dapat ditunjukkan bahwa karyawan yang berjumlah 120 pegawai terbanyak adalah responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 65,8 persen. Kelompok jenis kelamin laki laki sebanyak 34,2 persen dimana persepsi terbanyak dari sampel adalah gaya

kepemimpinan berorientasi pada prestasi. Pada jenis kelamin perempuan pada pegawai RSUD Panembahan Senopati Bantul mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi (32,9 persen) dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin laki laki mempunyai tanggapan bahwa gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan daya kepemimpinan yang lainnya (26,8 persen). Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terhadap kepuasan kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 4.1.2. berikut : Tabel 4.1.2 Persepsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

61

Terhadap Kepuasan Kerja Jenis Laki-Laki Kelamin Jumlah % 6 22 13 41 Jumlah 14,6 53,7 31,7 100 34,2 Sumber : data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.2. dapat ditunjukkan secara keseluruhan bahwa tingkat kepuasaan adalah sedang, selain itu pegawai pada kelompok jenis kelamin laki laki mempunyai tanggapan bahwa kepuasan kerja yang dirasakan adalah tinggi (31,7 persen), demikian juga pada jenis perempuan mempunyai persepsi terhadap kepuasan kerja yang juga tinggi (32,9 persen). Hasil tersebut menunjukkan bahwa yang berjenis kelamin perempuan lebih mempunyai kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki laki. Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.3. berikut : Tabel 4.1.3 Persepsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap Komitmen Organisasi Jenis Laki-Laki Kelamin Jumlah % Perempuan Jumlah % Jumlah Perempuan Jumlah % 7 46 26 79 8,9 58,2 32,9 100 65,8 13 (10,8 %) 68 (56,7 %) 39 (32,5 %) 120 (100%) Jumlah

Kepuasan Kerja Kepuasan Rendah Kepuasan Sedang Kepuasaan Tinggi

Komitmen Organisasi

62

Rendah Sedang Tinggi Jumlah

8 17 16 41

19,5 41,5 39,0 100 34,2

7 49 23 79

8,9 62,0 29,1 100 65,8

15 (12,5 %) 66 (55,0 %) 39 (32,5 %) 120 (100%)

Sumber : data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.3 dapat dilihat secara garis besar komitmen organisasi seluruh pegawai adalah sedang. Selain itu juga ditunjukkan bahwa pegawai yang berjenis kelamin laki laki mempunyai persepsi yang tinggi terhadap komitmen organisasi organisasi (39,0 persen), demikian juga pada karyawan dengan jenis kelamin perempuan juga mempunyai persepsi yang tinggi terhadap komitmen organisasi (29,1 persen). Pernyataan diatas menunjukkan bahwa jenis kelamin laki laki mempunyai komitmen yang lebih tinggi terhadap organisasi dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. b. Responden Berdasarkan Umur Data karakteristik responden berdasarkan umur terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 4.14 sebagai berikut :
Tabel 4.1.4 Persepsi Responden Berdasarkan Umur Terhadap Gaya Kepemimpinan Umur 23-34 35-46 47-58

Jumlah % 10,0 20 (16,7 %)

Gaya Kepemimpinan Gaya Partisipatif

Jumlah 5

% 16,1

Jumlah 13

% 18,8

Jumlah 2

63

Gaya Pengasuh Gaya Direktif Gaya Suportif Gaya BP. Prestasi Jumlah

4 3 8 11 31

12,9 9,7 25,8 35,5 100 25,8

11 10 16 19 69

15,9 14,5 23,2 27,5 100 57,5

3 4 4 7 20

15,0 20,0 20,0 35,0 100 16,7

18 (15,0 %) 17 (14,2 %) 28 (23,3 %) 37 (30,8 %) 120 (100%) 100

Sumber : data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 4.14. dapat ditunjukkan bahwa karyawan yang berjumlah 120 pegawai terbanyak adalah responden yang berumur 35 sampai dengan 46 tahun sebesar 57,5 persen. Kelompok umur 23 sampai dengan 34 tahun sebanyak 25,8 persen dan terendah adalah umur 47 sampai dengan 58 tahun yaitu sebesar 16,7 persen. Kelompok umur 23 tahun sampai dengan 34 tahun pada RSUD Panembahan Senopati Bantul mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi (35,5 persen) dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Pada kelompok umur 35 sampai dengan 46 tahun mempunyai tanggapan bahwa gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi (27,5 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan daya kepemimpinan yang lainnya. Pada kelompok umur 47 sampai dengan 58 tahun lebih dominan pada gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi, yaitu sebanyak 35,0 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa karyawan dalam segala umur beranggapan bahwa kepemimpinan yang ada lebih pada gaya berorientasi pada prestasi. Data karakteristik responden berdasarkan umur terhadap kepuasan kerja dapat dilihat pada Tabel 4.1.5 berikut :

64

Tabel 4.1.5 Persepsi Responden Berdasarkan Umur Terhadap Kepuasan Kerja


Umur Kepuasan Kerja Kepuasan Rendah Kepuasan Sedang Kepuasaan Tinggi Jumlah 23-34 Jumlah 5 16 10 31 % 16,1 51,6 32,3 100 35-46 Jumlah 4 40 25 % 5,8 58,0 36,2 100 47-58 Jumlah Jumlah 4 12 4 20 % 20,0 60,0 20,0 100 16,7 13 (10,8) 68 (56,7) 39 (32,5) 120 (100) 100

69 25,8 57,5 Sumber : data primer yang diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 4.1.5 dapat ditunjukkan bahwa pegawai pada kelompok umur 23 tahun sampai dengan 34 tahun mempunyai persepsi terhadap kepuasan kerja yang dirasakan tinggi (32,3 persen), pada kelompok umur 35 tahun sampai dengan 46 tahun menyatakan kepuasan kerja tinggi (36,2 persen) dan pada kelompok umur 47 tahun sampai dengan 58 tahun mempunyai persepsi yang tinggi pada kepuasan kerja yang dirasakan (20 persen). Hasil tersebut menunjukkan bahwa karyawan dengan umur yang mempunyai umur 35 sampai dengan 46 lebih merasa puas apa yang diberikan organisasi (rumah sakit) terhadap karyawan sudah sesuai dan tuntutan dari karyawan terhadap organisasi menurun dibandingkan pada saat karyawan tersebut masih muda. Data karakteristik responden berdasarkan umur terhadap komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 4.16. berikut : Tabel 4.1.6 Persepsi Responden Berdasarkan UmurTerhadap Komitmen Organisasi

65

Umur Komitmen Organisasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah

23-34 Jumlah 6 17 8 31 % 19,4 54,8 25,8 100 25,8 69

35-46 Jumlah 5 39 25 % 7,2 56,5 36,2 100 57,5 20

47-58 Jumlah Jumlah 4 10 6 % 20,0 50,0 30,0 100 16,7 15 (12,5) 66 (55,0) 39 (32,5) 120 (100) 100

Sumber : data primer yang diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 4.1.6 dapat ditunjukkan bahwa pegawai pada kelompok umur 35 tahun sampai dengan 46 tahun mempunyai komitmen organisasi yang lebih tinggi (36,2 persen) dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Kelompok umur 47 sampai dengan 58 tahun sebanyak 30,0 persen sedangkan pada kelompok Umur 23 sampai dengan 34 tahun sebanyak 25,8 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa karyawan dengan Umur yang ditengah tengah (3546 tahun) mempunyai komitmen organisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan umur yang lebih muda atau lebih tua. c. Responden Berdasarkan Masa Kerja Data karakteristik responden berdasarkan masa kerja dari responden terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 4.1.7 berikut : Tabel 4.1.7 Persepsi Responden Berdasarkan Masa Kerja Terhadap Gaya Kepemimpinan
MasaKerja 1-6 7-12 13-18 Jumlah

66

Gaya Kepemimpinan Gaya Partisipatif Gaya Pengasuh Gaya Direktif Gaya Suportif Gaya BP. Prestasi Jumlah

Jumlah 4 5 4 5 7 25

% 16,0 20,0 16,0 20,0 28,0 100

Jumlah 10 6 4 9 13 42

% 23,8 14,3 9,5 21,4 31,0 100

Jumlah 6 7 9 14 17 53

% 11,3 13,2 17,0 26,4 32,1 100 44,2 20 (16,7 %) 18 (15,0 %) 17 (14,2 %) 28 (23,3 %) 37 (30,8 %) 120 (100%) 100

20,8 35,0 Sumber : data primer yang diolah 2012

Berdasarkan Tabel 4.1.7 dapat ditunjukkan bahwa karyawan yang berjumlah 120 pegawai terbanyak adalah responden yang telah bekerja selama 13 sampai dengan 18 tahun sebesar 44,2 persen. Kelompok dengan masa kerja 7 sampai dengan 12 tahun sebanyak 35,0 persen dan terendah adalah karyawan dengan masa kerja antara 1 sampai dengan 6 tahun yaitu sebesar 20,8 persen. Karyawan dengan masa kerja antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun mempunyai persepsi yang lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientai pada prestasi (32,1 persen) dibandingkan dengan kelompok masa kerja yang lain. Kelompok masa kerja 7 sampai dengan 12 tahun mempunyai persepsi yang tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi sebanyak 31,0 persen sedangkan pada kelompok dengan masa kerja 1 sampai dengan 6 tahun mempunyai tanggapan tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi sebanyak 28,0 persen.

67

Hal ini dijelaskan dengan distribusi pada kelompok masa kerja 13 sampai dengan 18 tahun banyak mempunyai persepsi yang tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas dari pada masa kerja yang lain. Data karakteristik responden berdasarkan masa kerja dari responden terhadap kepuasan kerja dapat dilihat pada Tabel 4.1.8. berikut :

Tabel 4.1.8 Persepsi Responden Berdasarkan Masa Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Masa Kerja Kepuasan Kerja Kepuasan Rendah Kepuasan Sedang 1-6 Jumlah 3 17 % 12,0 68,0 20,0 100 Jumlah 25 20,8 42 7-12 Jumlah 3 21 16 % 7,1 50,0 30,2 100 35,0 53 13-18 Jumlah Jumlah 7 30 18 % 13,2 56,6 42,9 100 44,2 13 (10,8) 68 (56,7) 39 (32,5) 120 (100) 100

Kepuasaan Tinggi 5

Sumber : data primer yang diolah 2012 Berdasarkan Tabel 14. dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan masa kerja antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun mempunyai persepsi bahwa kepuasan kerja yang dirasakan yang lebih tinggi (42,9 persen) dibandingkan

68

dengan kelompok masa kerja yang lain. Kelompok masa kerja 7 sampai dengan 12 tahun sebanyak 30,2 persen sedangkan pada kelompok dengan masa kerja 1 sampai dengan 6 tahun sebanyak 20,0 persen. Sehingga distribusi pada kelompok masa kerja 13 sampai dengan 18 tahun banyak mempunyai persepsi yang tinggi terhadap kepuasan kerja dari pada masa kerja yang lain. Data karakteristik responden berdasarkan masa kerja dari responden terhadap komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.9 berikut :

Tabel 4.1.9 Persepsi Responden Berdasarkan Masa Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Masa Kerja 1-6 7-12 13-18 Jumlah Komitmen Organisasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah Jumlah 4 16 5 25 % 16,0 64,0 20,0 100 20,8 42 Jumlah 4 20 18 % 9,5 47,6 42,9 100 35,0 53 Jumlah 7 30 16 % 13,2 56,6 30,2 100 16,7 15 (12,5) 66 (55,0) 39 (32,5) 120 (100) 100

Sumber : data primer yang diolah 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.9 dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan masa kerja antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun mempunyai komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi (42,9 persen) dibandingkan dengan kelompok masa kerja yang lain. Kelompok masa kerja 13 sampai dengan 18

69

tahun sebanyak 30,2 persen sedangkan pada kelompok dengan masa kerja 1 sampai dengan 6 tahun sebanyak 20,0 persen. Hal ini dijelaskan dengan distribusi pada kelompok masa kerja 7 sampai dengan 12 tahun banyak mempunyai komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok masa kerja yang lain.

d. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Data karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 4.1.106 berikut : Tabel 4.1.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Terhadap Gaya Kepemimpinan Pendidikan Gaya Kepemimpinan Gaya Partisipatif Gaya Pengasuh Gaya Direktif Gaya Suportif Gaya BP. Prestasi Jml 3 2 2 S2 % 42,2 28,6 28,6 Jml 8 7 4 8 10 S1 % 21,6 18,9 10,8 21,6 27,0 Diploma Jml 4 5 8 10 16 % 9,3 11,6 18,6 23,3 37,2 SLTA Jml 5 6 3 10 9 % 15,2 18,2 9,1 30,3 27,3 20 (16,7 %) 18 (15,0 %) 17 (14,2 %) 28 (23,3 %) 37 (30,8 %) Jumlah

70

100 Jumlah 7 5,8 37

100 30,8 43

100 35,3 33

100 27,5

120 (100%) 100

Sumber : data primer yang diolah 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.10 ditunjukkan bahwa karyawan yang berjumlah 120 pegawai terbanyak adalah responden dengan latar belakang pendidikan Diploma sebesar 35,3 persen. Kelompok dengan latar belakang pendidikan Sarjana (S1) sebanyak 30,8 persen, latar belakang pendidikan SLTA atau sederajat sebanyak 27,5 persen dan terrendah adalah karyawan dengan latar belakang pendidikan Magister (S2) sebanyak 5,8 persen. Pegawai dengan latar belakang pendidikan Magister (S2) mempunyai persepsi terhadap gaya kepemimpinan adalah gaya partisipasif. Latar belakang pendidikan Sarjana (S1) dan Diploma (D3) mempunyai persepsi lebih terhadap gaya berorientasi pada prestasi. Latar belakang pendidikan SMA mempunyai persepsi yang lebih terhadap gaya suportif. Data karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir terhadap kepuasan kerja dapat dilihat pada Tabel 4.1.11 berikut : Tabel 4.1.11 Persepsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Terhadap Kepuasan Kerja Pendidikan Kepuasan Kerja Kepuasan Rendah Kepuasan Sedang S2 Jml % 1 4 14,3 57,1 S1 Jml % 6 21 16,2 56,8 Diploma Jml % 3 25 7,0 58,1 SLTA Jumlah Jml % 3 18 2,5 54,5 13 (10,8) 68 (56,7)

71

Kepuasaan Tinggi 2 Jumlah 7

28,6 100 5,8

10 37

27,0 100 30,8

15 43

34,9 100 35,8

12 33

36,4 100 27,5

39 (32,5) 120 (100) 100

Sumber : data primer yang diolah 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.11 dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan latar belakang pendidikan SLTA dan sederajat mempunyai perasaan yang lebih tinggi terhadap kepuasan kerja yang dirasakan (36,4 persen) dibandingkan dengan kelompok pendidikan lainnya. Kelompok Diploma sebanyak 34,9 persen; Magister (S2) sebanyak 28,6 persen sedangkan pada kelompok Sarjana sebanyak 27,0 persen. Data karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir terhadap komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.12 berikut : Tabel 4.1.12 Persepsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Terhadap Komitmen Organisasi Pendidikan Komitmen Organisasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah S2 Jml % 1 6 7 14,3 85,7 100 5,8 37 S1 Jml % 6 22 9 16,2 59,5 24,3 100 30,8 43 Diploma Jml % 3 24 16 7,0 55,8 37,2 100 35,8 33 SLTA Jumlah Jml % 5 14 14 15,2 42,4 42,4 100 27,5 15 (12,5) 66 (55,0) 39 (32,5) 120 (100) 100

72

Sumber : data primer yang diolah 2012 Berdasarkan Tabel 18 dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan latar belakang pendidikan SLTA dan sederajat mempunyai persepsi yang tinggi terhadap komitmen organisasi (42,4 persen) dibandingkan dengan kelompok pendidikan lainnya. Kelompok Diploma III sebanyak 37,2 persen dan Sarjana sebanyak 24,3 persen. Hal ini dijelaskan dengan distribusi pada kelompok pendidikan SLTA atau sederajat ternyata mempunyai komitmen yang paling tinggi diantara latar belakang pendidikan yang lainnya.

e. Responden Berdasarkan Jabatan Data karakteristik responden berdasarkan jabatan terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 4.1.13 berikut : Tabel 4.1.13 Persepsi Responden Berdasarkan Jabatan Terhadap Gaya Kepemimpinan Jabatan Gaya Kepemimpinan Gaya Partisipatif Gaya Pengasuh Gaya Direktif Gaya Suportif Gaya Prestasi BP. Dokter Jumlah 1 3 2 4 5 % 6,6 20 13,3 26,7 33,4 Perawat Jumlah 18 13 13 20 26 % 20 14,4 14,4 22,3 28,9 Bidan Jumlah 1 2 2 4 6 6,7 13,3 13,3 26,7 40 20 (16,7%) 18 (15,0%) 17 (14,2%) 28 (23,3%) 37 (30,8%) Jumlah

73

15 Jumlah

100

90

100

15

100 12,5

120 (100%) 100

12,5 75 Sumber : data primer yang diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 4.1.13. dapat ditunjukkan bahwa karyawan yang berjumlah 120 pegawai terbanyak adalah kelompok responden dengan jabatan perawat sebanyak 90 responden atau 75%. Kelompok responden dengan

jabatan dokter sebanyak 15 responden atau 12,5%. Kelompok responden dengan jabatan bidan sebanyak 15 responden atau 12,5%. Berdasarkan kriteria jabatan terhadap gaya kepemimpinan, responden cenderung memberikan persepsi tertinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi dengan jumlah 37 responden atau 30,8%. Pada kelompok responden dengan jabatan Dokter mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi dengan persentase 33,4 % dibandingkan dengan kelompok responden lainnya. Data karakteristik responden berdasarkan jabatan terhadap kepuasan kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 4.1.14 berikut : Tabel 4.1.14 Persepsi Responden Berdasarkan Jabatan Terhadap Kepuasan Kerja Jabatan Dokter Kepuasaan Jumlah % Kerja Kepuasan Rendah Kepuasan Sedang Kepuasan Tinggi 2 8 5 13,3 53,4 33,3 Perawat Jumlah 9 53 28 % 10 58,9 31,1 Bidan Jumlah 2 7 6 13,3 46,7 40 13(10,8%) 68 (56,7%) 39 (32,5%) Jumlah

74

Jumlah

15

100 12,5

90

100 75

15

100 12,5

120(100%) 100

Sumber : data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.14 dapat ditunjukkan bahwa untuk kriteria jabatan terhadap kepuasan kerja, responden cenderung memberikan persepsi tertinggi terhadap kepuasaan kerja sedang dengan jumlah 68 responden atau 56,7 %. Pada kelompok responden dengan jabatan Perawat mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap kepuasaan sedang dengan persentase 58,9% dibandingkan dengan kelompok responden lainnya. Data karakteristik responden berdasarkan jabatan terhadap komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.15 berikut : Tabel 4.1.15 Persepsi Responden Berdasarkan Jabatan Terhadap Komitmen Organisasi Jabatan Dokter Perawat Bidan Komitmen Organisasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah Jumlah 4 6 5 15 % 26,7 40 33,3 100 12,5 Jumlah 12 46 32 90 % 13,3 51,1 35,6 100 75 Jumlah 1 8 6 15 6,6 53,4 40 100 12,5 15 (12,5%) 66 (55,0%) 39 (32,5%) 120(100%) 100

Jumlah

Sumber : data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 4.1.15 dapat ditunjukkan bahwa untuk kriteria jabatan terhadap komitmen organisasi, responden cenderung memberikan

75

persepsi tertinggi terhadap komitmen sedang dengan jumlah 66 responden atau 55,0 %. Pada Kelompok responden dengan jabatan Bidan mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap kepuasaan sedang dengan gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi dengan 53,4% dibandingkan dengan kelompok responden lainnya. 2. Deskriptif Variabel Data deskriptif adalah menampilkan gambaran umum mengenai jawaban responden atas pertanyaan atau pernyataan yang terdapat dalam kuesioner (tertutup) maupun tanggapan responden (terbuka). Berdasarkan hasil tanggapan dari 120 orang responden tentang variabel-variabel penelitian, maka peneliti akan menguraikan secara rinci jawaban responden yang dikelompokkan dalam deskriptif statistik. Pada penyampaian gambaran empiris atas data yang digunakan dalam penelitian secara deskriptif statistik adalah dengan angka indeks. Melalui angka indeks tersebut akan diketahui sejauhmana derajat persepsi responden atas variabel-variabel yang menjadi indikator dalam penelitian. Rentang jawaban dari pengisian dimensi pertanyaan (tertutup) setiap variabel yang diteliti, ditentukan dengan kriteria tiga kotak (three box methdod) (Ferdinand, 2006) dan dari dalam penelitian ini rentang jawaban dimulai dari 10 sampai dengan 100 diperoleh rentang 90 dibagi 3 akan menghasilkan rentang sebesar 30 yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi nilai indeks, yaitu : - Nilai indeks 10 40,0 = interprestasi Rendah - Nilai indeks 40,01 70,0 = interprestasi Sedang

76

- Nilai indeks 70,01 100 = interprestasi Tinggi Berdasarkan kriteria kriteria diatas, ditentukan indeks persepsi responden terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

3. Indeks Variabel a. Indeks Gaya Kepemimpinan Lima dimensi gaya kepemimpinan dengan 15 indikator telah digunakan dalam kajian terhadap gaya kepemimpinan yaitu : Gaya Partisipatif, gaya pengasuh, gaya direktif, gaya suportif dan gaya berorientasi pada prestasi. Tabel 4.3.1 Indeks Gaya Kepemimpinan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Indikator Gaya Partisipatif Berkonsultasi dengan anak buah Memperlakukan anak buah secara Sama Bergaul secara informal Gaya Pengasuh Membantu anak buah Memuji dan menghargai Memperhatikan secara pribadi Gaya Direktif Menyukai prosedur secara Gaya Kepimimpinan 1 2 3 4 5 3 10 17 21 36 2 2 1 4 3 1 10 14 4 2 9 7 8 2 9 16 14 3 18 12 12 3 23 22 27 4 29 32 21 4 25 40 32 5 33 35 41 5 26 Indeks 6 23 18 20 6 18 21 23 6 24 7 10 8 21 7 9 10 15 7 3 65,00 63,10 69,88 62,82 65,71 69,52 58,57 66,03 Mean 65,99

62,98

77

8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

resmi Mengharapkan anak buah mematuhi peraturan Keputusan besar di tangan atasan Gaya Suportif Prioritas kepentingan Tingkat kepercayaan diri Kemampuan pengawasan Gaya Berorientasi pada Prestasi

7 1 2 1 6

8 7 2 10 13 7

21 12 3 9 4 16

24 27 4 27 26 19

35 32 5 28 36 24

19 30 6 29 28 35

6 12 7 15 12 13 19 16 18

61,07 69,29 68,57 68,45 67,26 70,95 66,90 67,98 66,34 68,10

Memprioritaskan tugas 3 4 14 21 28 31 Pekerjaan selesai tepat 5 7 16 19 35 22 waktu Memperbarui pengetahuan 4 8 9 26 36 19 Mean Total Sumber : data primer yang diolah, 2012

68,61

Indeks pada variabel gaya kepemimpinan diperoleh rata-rata indeks sebesar 66,34. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel gaya kepemimpinan dari RSUD Panembahan Senopati adalah sedang dalam arti masih dianggap cukup oleh karyawan berkenaan dengan gaya kepemimpinannya. Berdasarkan per dimensi menunjukkan bahwa pada Gaya Partisipatif rata rata sebesar 65,99 ; pada gaya pengasuh rata rata sebesar 66,03 ; pada gaya direktif rata rata sebesar 62,98 ; pada gaya suportif sebesar 68,10 dan pada gaya berorientasi pada prestasi sebesar 68,61. Hasil tersebut menunjukkan bahwa gaya direktif ditanggapi oleh karyawan paling rendah, dibanding dengan gaya

kepemimpinan yang lainnya dan gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi mendapat persepsi tertinggi. b. Indeks Kepuasan Kerja Karyawan Lima indikator telah digunakan dalam kajian terhadap kepuasan kerjakaryawan, yaitu : kepuasan terhadap gaji, kepuasan dengan promosi, kepuasan dengan rekan kerja, kepuasan dengan penyelia dan kepuasan dengan

78

pekerjaan itu sendiri. Perhitungan angka indeks kepuasan kerja adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.3.2 Indeks Variabel Kepuasan Kerja Karyawan
No 16. 17. 18. 19. 20. Indikator Kepuasan dengan gaji Kepuasan dengan promosi Kepuasan dengan rekan kerja Kepuasan dengan penyelia 1 2 1 2 2 Kepuasan 2 3 4 8 1 2 5 3 8 1 2 1 7 8 1 3 6 6 8 2 2 6 8 3 1 2 6 3 Kerja 5 6 3 3 4 2 3 2 3 8 2 2 9 3 3 1 1 5 3 2 3 6 Mean 7 6 1 2 6 1 0 1 9 66,55 68,45 63,69 62,26 71,43 66,48

Kepuasan dengan pekerjaan itu Sendiri Mean Total Sumber : data primer yang diolah, 2012

Indeks pada variabel kepuasan kerja karyawan diperoleh rata-rata indeks sebesar 66,48. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja pada karyawan RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja kerja pada karyawan RSUD Panembahan Senopati Bantul masih belum optimal, yaitu ada beberapa kepuasan yang belum optimal, hanya kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri yang optimal. c. Indeks Komitmen Organisasi Enam indikator telah digunakan dalam kajian terhadap komitmen organisasi, yaitu : bangga menjadi bagian organisasi, membanggakan organisasi kepada orang lain, peduli terhadap nasib organisasi, gembira memilih bekerja pada organiasi ini, kesamaan nilai dan bekerja melampaui target. Perhitungan angka indeks komitmen organisasi adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini.

79

Tabel 4.3.3 Indeks Variabel Komitmen Organisasi


No 21. 22. 23. 24. 25. 26. Indikator Bangga menjadi bagian organisasi Membanggakan organisasi pada orang lain Peduli terhadap nasib organisasi Gembira memilih bekerja pada organisasi ini Kesamaan nilai Bekerja melampauai target 1 2 2 3 2 3 2 Kepuasan 2 3 4 7 1 3 6 2 6 1 3 4 7 7 8 2 1 1 1 3 1 5 1 4 1 4 2 1 3 5 3 5 2 5 Kerja 5 6 2 2 1 8 2 2 9 3 3 2 2 6 3 0 3 3 2 9 2 2 2 5 2 7 Mean 7 1 4 9 1 5 1 2 1 1 8 67,02 65,48 68,93 65,36 67,38 65,36 66,59

Rata rata total Sumber : data primer yang diolah, 2012

Indeks pada variabel komitmen organisasi diperoleh rata-rata indeks sebesar 66,59. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasi dari pegawai RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah sedang (cukup). Hal ini menunjukkan bahwa kekompakan kerja masih belum terjalin dengan baik dan kondusif, serta komitmen karyawan terhadap organisasi belum optimal.

E. Pembahasan 1. Gaya Kepemimpinan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Gaya kepemimpinan yang terjadi di RSUD Panembahan Senopati cenderung bersifat Berorientasi Pada Prestasi secara umum ditunjukkan dari hasil penelitian dimana dari sejumlah 120 responden terdapat 37 responden atau 30,8% dari 5 macam gaya kepemimpinan yang ada.

80

Berdasarkan kriteria jenis kelamin kepemimpinan didapatkan

pada Tabel 4.1.1 menunjukkan gaya

pegawai perempuan pada pegawai RSUD

Panembahan Senopati Bantul mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi (32,9 persen) dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin laki laki mempunyai tanggapan bahwa gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan daya kepemimpinan yang lainnya (26,8 persen). Hal ini sesuai dengan teori tentang gaya kepemimpinan oleh Newstrom (1995) dimana gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi akan lebih diapresiasi dan dipersepsikan lebih baik oleh perempuan dibandingkan laki-laki karena prempuan memiliki daya kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan lakilaki dalam pencapaian prestasi kerja. Hasil ini juga menunjukkan bahwa karyawan dengan baik pada jenis kelamin laki laki maupun perempuan mempunyai persepsi yang hampir sama bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan pimpinan adalah lebih pada gaya kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Berdasarkan kriteria umur pada Tabel 4.1.4 menunjukkan kelompok umur 23 tahun sampai dengan 34 tahun pada RSUD Panembahan Senopati Bantul mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi (35,5 persen) dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa karyawan dalam segala umur beranggapan bahwa kepemimpinan yang ada lebih pada gaya berorientasi pada prestasi. Hal ini sesuai dengan hasil

81

penelitian yang dilakukan McNesse-Smith (1996), tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap umur, didapatkan bahwa gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi memperoleh persepsi yang tinggi pada karyawan yang berusia produktif yaitu antara umur 25-35 tahun. Hal ini juga

relevan terhadap teori kepemimpinan oleh Walumbma, (2005), dimana usia produktif memiliki persepsi yg tinggi terhadap gaya kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi dikarenakan usia produktif memiliki daya kompetitif yg lebih tinggi dalam prestasi dan pencapaian karir . Berdasarkan kriteria masa kerja pada Tabel 4.1.7 menunjukkan kelompok karyawan dengan masa kerja antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun mempunyai persepsi yang lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientai pada prestasi (32,1 persen) dibandingkan dengan kelompok masa kerja yang lain. Kelompok masa kerja 7 sampai dengan 12 tahun mempunyai persepsi yang tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi sebanyak 31,0 persen sedangkan pada kelompok dengan masa kerja 1 sampai dengan 6 tahun mempunyai tanggapan tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi sebanyak 28,0 persen. Hal ini dijelaskan dengan distribusi pada kelompok masa kerja 13 sampai dengan 18 tahun banyak mempunyai persepsi yang tinggi terhadap gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas dari pada masa kerja yang lain Berdasarkan kriteria latar belakang pendidikan pada Tabel 4.1.10 menunjukkan Kelompok dengan latar belakang pendidikan Sarjana (S1) sebanyak 30,8 persen, latar belakang pendidikan SLTA atau sederajat

82

sebanyak 27,5 persen dan terrendah adalah karyawan dengan latar belakang pendidikan Magister (S2) sebanyak 5,8 persen. Pegawai dengan latar belakang pendidikan Magister (S2) mempunyai persepsi terhadap gaya kepemimpinan adalah gaya partisipasif. Latar belakang pendidikan Sarjana (S1) dan Diploma (D3) mempunyai persepsi lebih terhadap gaya berorientasi pada prestasi. Latar belakang pendidikan SMA mempunyai persepsi yang lebih terhadap gaya suportif. Sehingga latar belakang pendidikan Diploma memiliki persepsi tertinggi terhadap gaya

kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Hal ini dikarenakan jumlah responden penelitian adalah perawat dan rata-rata perawat yang berkerja di RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki Latar belakang Diploma. Berdasarkan kriteria jabatan latar belakang pendidikan pada Tabel 4.1.13 menunjukkan Pada kelompok responden dengan jabatan Dokter mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap gaya kepemimpinan

berorientasi pada prestasi dengan persentase 33,4 % dibandingkan dengan kelompok responden lainnya. Dengan demikian jelas menunjukkan persepsi responden terhadap gaya kepemimpinan diu RSUD Panembahan Senopati Bantul yang sedang berkembang adalah berorientasi pada prestasi, sedangkan gaya kepemimpinan yang ideal menurut Yukl (1989) untuk Rumah Sakit yang sedang berkembang adalah yang bersifat supportif dimana dalam kondisi tersebut pegawai dalam kondisi tertekan terhadap target yang harus dicapai, maka dengan diterapkannya gaya kepemimpinan supportif diharapkan dapat meningkatan rasa percaya diri,

83

mengurangi ketegangan dan meminimalisasi aspek-aspek yang tidak menyenangkan pada pegawai sehingga proses perkembangan organisasi tersebut berjalan lancar (Yukl, 1989). Berdasarkan hal tersebut maka gaya kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi pada RSUD Panembahan Senopati yang sedang berkembang. 2. Kepuasan Kerja di RSUD Panembahan Senopati Bantul Kepuasan Kerja yang yang terjadi di RSUD Panembahan Senopati masih cenderung bersifat sedang secara umum ditunjukkan dari hasil penelitian dimana dari sejumlah 120 responden terdapat 68 responden atau 56,7% dari keseluruhan. Berdasarkan kriteria jenis kelamin pada Tabel 4.1.2. menunjukkan kelompok jenis kelamin laki laki mempunyai tanggapan bahwa kepuasan kerja yang dirasakan adalah tinggi (31,7 persen), demikian juga pada jenis perempuan mempunyai persepsi terhadap kepuasan kerja yang juga tinggi (32,9 persen), hal ini berarti bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan lebih mempunyai kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki laki. Hal ini konsisten dengan penemuan Moyes et al. (2006) yang menyatakan bahwa atribut perkerjaan dan kepuasan kerja mempengaruhi gender dalam mempersepsikan atribut pekerjaan dan kepuasan kerja. Penjelasan yang dapat menjelaskan fenomena tersebut salah satunya adalah seperti:

perbedaan konsep persepsi dan harapan terkait dengan tingkat ambisi dan pencapain yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan

84

sehingga perempuan lebih cepat untuk merasakan kepuasaan kerja dibandingkan laki-laki (Brush et al., 1987; Witt dan Nye, 1992) Berdasarkan kriteria umur pada Tabel 4.1.5 menunjukkan bahwa pegawai pada kelompok umur 23 tahun sampai dengan 34 tahun mempunyai persepsi terhadap kepuasan kerja yang dirasakan tinggi (32,3 persen), pada kelompok umur 35 tahun sampai dengan 46 tahun menyatakan kepuasan kerja tinggi (36,2 persen) dan pada kelompok umur 47 tahun sampai dengan 58 tahun mempunyai persepsi yang tinggi pada kepuasan kerja yang dirasakan (20 persen). Hasil tersebut menunjukkan bahwa karyawan dengan umur yang mempunyai umur 35 sampai dengan 46 lebih merasa puas apa yang diberikan organisasi (rumah sakit) terhadap karyawan sudah sesuai dan tuntutan dari karyawan terhadap organisasi menurun dibandingkan pada saat karyawan tersebut masih muda. Hal ini sesuai dengan teori kepuasan kerja oleh Ostroff (1992) , bahwa kepuasaan kerja sangat dipengaruhi oleh faktor usia, dimana usai produktif memiliki ambang kepuasaan yang lebih tinggi dari pada usia tua sehingga tingkat kepuasaan pada usia produktif pun lebih rendah terhadap apa yg diberikan organisasi dibandingkan karyawan usia tua. Berdasarkan kriteria masa kerja pada Tabel 4.1.8 dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan masa kerja antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun mempunyai persepsi bahwa kepuasan kerja yang dirasakan yang lebih tinggi (42,9 persen) dibandingkan dengan kelompok masa kerja yang lain. Kelompok masa kerja 7 sampai dengan 12 tahun sebanyak 30,2

85

persen sedangkan pada kelompok dengan masa kerja 1 sampai dengan 6 tahun sebanyak 20,0 persen. Sehingga distribusi pada kelompok masa kerja 13 sampai dengan 18 tahun banyak mempunyai persepsi yang tinggi terhadap kepuasan kerja dari pada masa kerja yang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh hubungan kepuasan kerja dengan masa kerja oleh Ahmad (2006) , bahwa kepuasaan kerja sangat dipengaruhi oleh masa kerja, dimana semakin lama masa kerja seseorang maka tingkat kepuasaan terhadap apa yang diberikan organisasi semakin tinggi terkait dengan tunjangan golongan yang semakin tinggi seiring dengan masa kerja. Berdasarkan kriteria latar belakang pendidikan pada Tabel 4.1.11 dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan latar belakang pendidikan SLTA dan sederajat mempunyai perasaan yang lebih tinggi terhadap kepuasan kerja yang dirasakan (36,4 persen) dibandingkan dengan kelompok pendidikan lainnya. Kelompok Diploma sebanyak 34,9 persen; Magister (S2) sebanyak 28,6 persen sedangkan pada kelompok Sarjana sebanyak 27,0 persen. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh hubungan kepuasan kerja dengan latar belakang pendidikan oleh Astari (2003) , bahwa kepuasaan kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah tingklat kepuasaannya begitu juga sebaliknya, hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat pencapaian yang diinginkan akan semakin tinggi.

86

Berdasarkan kriteria jabatan pada Tabel 4.1.14 dapat ditunjukkan bahwa responden cenderung memberikan persepsi tertinggi terhadap kepuasaan kerja sedang dengan jumlah 68 responden atau 56,7 %. Pada kelompok responden dengan jabatan Perawat mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap kepuasaan sedang dengan persentase 58,9% dibandingkan dengan kelompok responden lainnya. Hal ini sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan oleh dokter dimana dituntut untuk selalu berprestasi dalam bekerja melalui pembelajaran sepanjang hayat. Dengan demikian jelas menunjukkan persepsi responden terhadap kepuasan kerja di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang sedang berkembang adalah masih kepuasan sedang yang berarti kepuasan kerja pada karyawan RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah cukup dengan kata lain sehingga kepuasan kerja kerja pada karyawan RSUD Panembahan Senopati Bantul masih belum optimal yang mana pada dasarnya suatu rumah sakit yang sedang berkembang seperti RSUD Panembahan Senopati sebaiknya

kepuasan para pegawainya harus terjaga dengan baik dan seoptimal mungkin, karena sangat besar tersebut. 3. Komitmen Organisasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Komitmen organisasi yang ada di RSUD Panembahan Senopati cenderung masih sedang (cukup) secara umum ditunjukkan dari hasil penelitian dimana dari sejumlah 120 responden terdapat sejumlah 66 responden atau 55%. Berdasarkan kriteria jenis kelamin pada Tabel 4.1.3 pengaruhnya terhadap perkembangan

87

dapat ditunjukkan bahwa pegawai yang berjenis kelamin laki laki mempunyai persepsi yang tinggi terhadap komitmen organisasi organisasi (39,0 persen), demikian juga pada karyawan dengan jenis kelamin perempuan juga mempunyai persepsi yang tinggi terhadap komitmen organisasi (29,1 persen). Pernyataan diatas menunjukkan bahwa jenis kelamin laki laki mempunyai komitmen yang lebih tinggi terhadap organisasi dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Haspels (2005), yang menyatakan bahwa pria lebih memilliki presepsi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan untuk memajukan organisasi dibandingkan perempuan. Berkaitan dengan komitmen organisasi dalam hal tingkat kesetiaan karyawan, didapatkan tingkat kesetiaan pegawai laki-laki lebih tinggi

dibandingkan perempuan, hal ini dinilai dari hasil penelitiannya tentang tingkat pengunduran diri karyawan yang mana tingkat pengunduran diri karyawan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. (Suriyasarn, (2005). Berdasarkan kriteria umur pada Tabel 4.1.6 dapat ditunjukkan bahwa karyawan dengan Umur yang ditengah tengah (3546 tahun) mempunyai komitmen organisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan umur yang lebih muda atau lebih tua. Hal ini dikarenakan usia tengahtengah (35-46 tahun) para karyawan dalam masa puncak karir, sehingga biasanya para karyawan pada usia tersebut berusaha bekerja sebaik

88

mungkin dan berrkomitmen lebih baik untuk memajukkan organisasinya karena semakin maju organisasinya maka karir nya akan semakin baik. Berdasarkan kriteria masa kerja pada Tabel 4.1.9 dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan masa kerja antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun mempunyai komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi (42,9 persen) dibandingkan dengan kelompok masa kerja yang lain. Kelompok masa kerja 13 sampai dengan 18 tahun sebanyak 30,2 persen sedangkan pada kelompok dengan masa kerja 1 sampai dengan 6 tahun sebanyak 20,0 persen. Hal ini dijelaskan dengan distribusi pada kelompok masa kerja 7 sampai dengan 12 tahun banyak mempunyai komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok masa kerja yang lain. Berdasarkan kriteria latar belakang pendidikan pada Tabel 4.1.12 dapat ditunjukkan bahwa pegawai dengan latar belakang pendidikan SLTA dan sederajat mempunyai persepsi yang tinggi terhadap komitmen organisasi (42,4 persen) dibandingkan dengan kelompok pendidikan lainnya. Kelompok Diploma III sebanyak 37,2 persen dan Sarjana sebanyak 24,3 persen. Hal ini dijelaskan dengan distribusi pada kelompok pendidikan SLTA atau sederajat ternyata mempunyai komitmen yang paling tinggi diantara latar belakang pendidikan yang lainnya. Berdasarkan kriteria jabatan pada Tabel 4.1.15 dapat ditunjukkan bahwa responden cenderung memberikan persepsi tertinggi terhadap komitmen sedang dengan jumlah 66 responden atau 55,0 %. Pada

89

Kelompok responden dengan jabatan Bidan mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap kepuasaan sedang dengan gaya kepemimpinan berorientasi pada prestasi dengan 53,4% dibandingkan dengan kelompok responden lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasi dari pegawai RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah sedang (cukup), yang berarti menunjukkan bahwa kekompakan kerja masih belum terjalin dengan baik dan kondusif, serta komitmen karyawan terhadap organisasi belum optimal.

DAFTAR REFERENSI
Abdulkadir, 2005, Pengaruh Keadilan Organisasi dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Gaji, Komitmen Organisasi dan Kinerja, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Surabaya. Allen, Natalie J and Meyer, John P, 1990, The Measurement And Antecedents Of Affective, Countinuance And Normative Commitment To Organization, Journal of Occupational Psychology, 63, 1-18.

90

Alimuddin, 2002, Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Daerah Kota Makassar, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Gajah Mada (tidak dipublikasikan) Ali, Muhamad, 2005, Analisis Pengaruh Variabel Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Koperasi Unit Desa (KUD) di Kabupaten Sorong, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Th. IX, No, 2, Surabaya. Armanu Thoyib, 2005, Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja:Pendekatan Konsep, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1, Maret 2005, h. 60- 73 Bass, B.M dan Avolio, 1990, The Implications of Transaksional and Transformational, Team and Organization Development, 4, p.231273 Bass, B.M. dan Avolio, 1997, Does The Transactional Transformational Leadership Paradigm Transcend

Organizational and National Boundaries?, Journal American Psychologist, 52: 130-139 Bourantas, Dimitris and Papalexanderis, Nancy, 1993, Differences In Leadership Behavior And Influence Between Public And Private Organization In Greece, The International Journal of Human Resources Management, 4:4 December BPKP, 2000, Pengukuran Kinerja, Suatu Tinjauan pada Instansi Pemerintah , Tim Study Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Jakarta.

Burton, James P; Lee, Thomas W; Holtom, Brooks C, 2002, The Influence of Motivation to Attend, Ability to Atend, and Organizational Commitment on Different Types of Absence

91

Behaviours, Journal of Managerial Issues, Summer, 2002, p:181197 Chen, Li Yueh, 2004, Examining The Effect Of Organization Culture And Leadership Behaviors On Organizational Commitment, Job Satisfaction, Adan Job Performance At Small And MiddleSized Firma Of Taiwan, Journal of American Academy of Business, Sep 2004, 5, 1/2, 432-438. Conger dan Jay A, Kanungo, 1987, Toward a Behavioral Theory of Charismatic Leadership in Organizational Settings, Academy of Management Review, Vol. 12, No. 4, p.637-647 Deluga, R.J, 1988, Relationship Leadership of Transformational Employee and Transactional With Influencing

Strategies, Group and Organization Studies, 13, (4): 456-467 Djarwanto PS dan Subagyo, Pangestu, 1998, Statistik Induktif, Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta. Ferdinand, Augusty, 2006, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Griffin, Ricky W, 1980, Relationships Among Individual, Task Design, and Leader Behavior Variables, Academy of Management Journal, Vol. 23, No. 4, 665-683. Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research, Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta. Hair, J.F.,Jr.,R.E. Anderson, R.L., Tatham & W.C. Black, (1995), Multivariate Data Analysis With Readings, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Handoko, Hani, 2001, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia , BPFE, Yogyakarta. Holdnack. et al, 1993, An Examination of Leadership Stylle and its Relevance to Shift Work in an Organizational Setting, Health Care Mnagement Review, 18(3) : 21-30.

92

Indriantoro, Nur & Supomo, Bambang, 2002, Metodologi Penelitiaan


Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen , Edisi 1, BPFE, Yogyakarta. Judge dan Bono, 2000, Five-Factor Model of Personality and Transformational Leadership, Journal of Applied Psychology , 85 (5): 751- 765. Kabul, Imam, 2005, Kepemimpinan Partisipasif dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Anggota Organisasi , Jurnal Keuangan dan Perbankan, Th. IX, No 2, Surabaya. Kreitner, Robert; dan Kinicki, Angelo, 2005 ,Perilaku Organisasi, Buku 1, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta. Locke, E. A., 1997, Esensi Kepemimpinan (terjemahan), Mitra Utama, Jakarta. Lok dan Crawford, 2004, The Effect of organizational culture and leadership style on job satisfaction and organizational commitment across-National Comparison, The Journal of Management Development, Vol. 23, No. 4, 321-337. Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta Mangkunegara, Anwar Prabu, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Masrukin dan Waridin, 2006, Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada Kantor Pengelolaan Pasar Daerah di Kabupaten Demak, Ekobis.Semarang MacKenzie, Scoot., Podsakoff, Philip., Ahearne, Michael, 1998, Some Possible Antecendents and Consequences of In-Role and Extra-Role Salesperson Performance, Journal of Marketing, Vol. 62, No. 3, p. 87 Marzuki, Sukarno, 2002, Analisis Pengaruh Perilaku Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Account Officer : Studi Empirik pada Kantor Cab BRI di Wilayah Jawa Timur, Tesis,

93

Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan) Maryani, Dwi dan Supomo Bambang. (2001). Studi Empiris Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Individual.

Yogyakarta : Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 3,No. 1, April Meyer , BM, Ravlin, E.C and Adkins, C.L. 1989. A Work value Approach to comparate culture : a field test of the value congruence process and its relationship to individual outcomes. Journal of applied psychology. 7 (3) Morrison, Kimberly, 1997, How Franchise Job Satisfaction and Personality Affects Performance, Organizational Commitment, Franchisor Relations, and Intention to Remain, Journal of Small Business Management, Vol. 35, No. 3, p.39 Masud, Fuad, 2004, Survai Diagnosis Organisasional Konsep dan Aplikasi, Badan Penerbit,BP-UNDIP, Semarang. Mamduh, H., 1997, Manajemen, UPP AMP YKPN, Yogyakarta McNeese-Smith, Dona, 1996, Increasing Employee Productivity, Job Satisfaction, and Organizational Commitment, Hospital and Health Services Administration, Vol.41, No.2, pp.160-175 Menon, Maria E, 2002, Perceptions of Pre-Service and In-Service Teachers Regarding the Effectiveness of Elementary School Leadership in Cyprus, The International Journal of Educational Management, 16 February, p.91-97. Morrow, et al, 1988, Work Commitment Among Departement of Transportation Employees, Profesional Notes, Review of Public Personnel Administration, 8, No.3, pp.96-104 Ostroff, C., 1992, The Relationship Between Satisfaction Attitudes and Performance an Organization Level Analysis, Journal of Applied Psychology. Vol.77. No. 68. p. 933-974 Ogbonna, Emmanuel and Harris, Lloyd C, 2000, Leadership Style, Organizational Culture and Performance: Empirical Evidence From UK

94

Companies, International Journal of Human Resource Management 11:4 August, h. 766-788 Panggabean, Mutiara S, 2001, Perbedaan Komitmen Organisasional Berdasarkan Karakteristik Individu, Media Riset Bisnis dan Manajemen, Vol 1, No 2, 2001. Yogyakarta. Perryer, Chris and Jordan, Catherine, 2005, The Influence of Leader Behaviors on Organizational Commitment: A Study In The Australian Public Sector, International Journal of Public Administration, 28:379-396 Petty. Mcgee, Gail. Cavender, Jerry, 1984, A Meta-Analysis of the Relationships p. 712 Quey dan Yeh, 1996, The Link Between Managerial Style and the Job Characteristics of R&D Professional, R & D Management, 26(1) : 127-140. Robbins, Stephen P, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi kesepuluh, PT Indeks Jakarta. Sainul, 2002, Komitmen dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Aparatur pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kendari, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Gajah Mada (tidak dipublikasikan) Scarnati, James T, 2002, Leader as Role Models: 12 Rules, Career Development International, 7 Maret, p.181-189 Siagian, S.P., 1999, Tehnik Menumbuhkan dan Memelihara Perilaku Organisasional, Haji Mas Agung , Jakarta. Sovyia Desianty, 2005, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasi Pada PT Pos Indonesia (PERSERO) Semarang. Jurnal Studi Manajemen & Organisasi. Vol 2. No. 1, Januari, h. 69-84. Stoner, James A.F; Freeman, R. Edward; Gilbert JR, Daniel. R, 1996, Manajemen, Jilid I, PT Bhuana Ilmu Populer. ____________, 1996, Manajemen, Jilid II, PT Bhuana Ilmu Populer. Between Individual Job Satisfaction and Individual Performance, Academy of Management, Vol. 9, No. 4,

95

Suud, Muh, 2000, Persepsi Sosial Tentang Kredibilitas Pemimpin, Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen , Vol.3, No.1. Hal 51-65 Suhana, 2007, Relationship Analysis of Leadership Style, HRM Practices, Organizational Culture, Commitment and Performance (Study in People Crediting Bank (BPR) in Central Java), Usahawan No. 10, TH XXXVI, Oktober 2007, h. 47- 53 Sulaiman, Abubakar M.T, 2002 Is It Really A Mediating Construct? The Mediating Role Of Organizational Commitment In Work Climate-Performance Relationship, Journal of Management Development, Vol.21 , No. 3, Maret 2002, h. 170-183 Sugiyono, (1999), Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung. Syafar, Abdul Wahid, 2000. Dimensi Budaya Kerja dan Implikasinya Terhadap Gaya Kepemimpinan Kasus Indonesia, Jurnal Siasat Bisnis no. 4, vol 2. Tadjudin, 1997/1995, Menciptakan SDM Bermutu, Usahawan, No.1, tahun XXVI, Januari Thoha, M., 2001, Kepemimpinan dalam Manajemen, Suatu Pendekatan Perilaku, Rajawali Press , Jakarta. Trisnaningsih, Sri, 2004, Motivasi Sebagai Moderating Variable Dalam Hubungan antara Komitmen dengan Kepuasan Kerja , Jurnal Maksi, Vol 4 Januari 2004, Semarang. Umar, Husein, 1999, Riset Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. Uchjana Effendy, 1981, Kepemimpinan dan Komunikasi, Penerbit Alumni, Bandung. Walumbma, et, al, 2005, Transformational and Job Leadership, A Organizational Commitment, Satisfaction:

Comparative Study of Kenyan and U.S. Financial Firms, Human Resources Development Quarterly, Vol 16, No. 2, p.235-256 Yukl, Gary A, 1989, Managerial Leadership: A Review of Theory and Research, Journal of Management, Vol 15, No.2, 251-289.

96

97

Anda mungkin juga menyukai