Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah Menurut Harlley, (1997); dalam Fahri, (2010), menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,2002 dalam Aisiyah 2004). Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon Manusia terhadap masalah Kesehatan aktual maupun potensial ( ANA, 2000 dalam Aisiah, 2004). Dalam dunia Keperawatan moderen respon Manusia yang didefinisikan sebagai sebagai pengalaman dan respon Orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu fenomena perhatian Perawat (Aisiah, 2004). Ada empat keharusan bagi perawat dalam serangkaian komunikasi dengan pasien maupun dalam penyuluhan kesehatan dimasyarakat yaitu Pengetahuan, ketulusan, Semangat, dan praktek (Kariyoso, 1994). Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia (Purba,1999). Upaya peningkatan derajat kesehatan diwujudkan dengan

menjamurnya rumah sakit baik negeri maupun swasta, hal ini bisa dilihat dari

makin meningkatnya jumlah rumah sakit di beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan catatan tahun 2000, rumah sakit di Indonesia berjumlah 1.145, dan pada tahun 2001 bertambah menjadi 1.179, dengan rincian rumah sakit pemerintah 598 unit dan rumah sakit swasta 581 unit. Rumah sakit sendiri mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam satu dekade (1988-1997), yaitu dari 287 rumah sakit menjadi 581. Tetapi perkembangan tersebut tidak merata seluruhnya, sebagian besar rumah sakit itu berada di Pulau Jawa dan kota-kota besar saja (Majalah Tempo, 2003). Pada tahun 2001 di Jawa Tengah terdapat 80 unit rumah sakit, yang terdiri dari 49 rumah sakit umum, 7 rumah sakit jiwa dan 24 rumah sakit khusus (rumah sakit bersalin atau rumah sakit ibu dan anak, 3 rumah sakit khusus lainnya). Sedangkan rumah sakit umum menurut kepemilikannya terdiri dari 2 RSU Depkes, 38 RSU Pemda dan 9 RSU milik ABRI serta 73 RSU swasta (Dinkes Jateng, 2001). Pada tahun 2007 jumlah seluruh rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah yang terdata adalah sebanyak 145 rumah sakit. Dari data yang di peroleh di kota Semarang sendiri terdapat 24 rumah sakit, diantaranya 5 rumah sakit negeri dan 19 rumah sakit swasta (Depkes, 2009). Rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu kepada pelanggannya (pasien), salah satu diantaranya dengan memberikan asuhan keperawatan dalam peraktek keperawatan professional. Dengan demikian, semua pemberi pelayanan kesehatan boleh bersaing namun kualitas pelayanan dan kepuasan klien sebagai konsumen masih tetap menjadi tolak ukur utama keberhasilan pelayanan kesehatan yang diberikan (Miloney, 2001). Pelayanan kesehatan yang diberikan diantaranya adalah pemberian asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan yang dibuat harus dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan bersama antara perawat dan klien. Perawat dan klien harus membina hubungan saling percaya yang disebut dengan hubungan terapeutik. Menurut As Hornby dalam Nurjannah (2005) terapeutik adalah

merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni tari dan penyembuhan, disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Mampu terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan atau ekspresi yang memfasilitasi proses penyembuhan. Komunikasi merupakan komponen penting dalam asuhan keperawatan, dengan mendengarakan keluhan atau pertanyaan klien dan menjelaskan prosedur tindakan keperawatan adalah contoh-contoh komunikasi yang harus dilakukan perawat selama melakukan praktik keperawatan. Komunikasi juga merupakan proses yang dilakukan perawat dalam menjalin kerjasama yang baik dengan klien atau dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka membantu mengatasi masalah klien (Mundakir, 2006). Menurut Roger C.R (1961), menekankan bahwa fokus interaksi dalam asuhan keperawatan adalah klien, jadi seorang perawat apabila berkomunikasi harus bersikap jujur, memahami klien, dan berkeinginan membantu menyelesaikan masalah klien. Prilaku praktisi medis maupun perawat cenderung tidak

mempertimbangkan proses-proses komunikasi, pertukaran informasi, dan interaksi sosial dengan klien yang padahal saling menguntungkan untuk kedua pihak (Jonirasmanto, 2009). Sebenarnya klien menginginkan perawat yang melayaninya memiliki sikap yang baik, murah senyum, sabar, mampu berkomunikasi yang mudah dipahami, serta berkeinginan menolong yang tulus dan mampu menghargai klien dan pendapatnnya. Mereka mengharapkan perawat memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai tentang masalah dan kondisi kesehatannya sehingga perawat mampu mengatasi dan merespon setiap keluhan yang dialami oleh klien (Meyer & Gray, 2001). Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah komunikasi, yaitu tata cara pemyampaian informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan menanggapi keluhan-keluhan dari klien dan bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan respon terhadap keluhan klien (Haryanti,

2000). Berdasarkan penelitian Rosenstein : 2002 dalam Rosenstein dan Odaniel : 2005, di berbagai negara maju antara lain di Amerika Serikat menemukan bahwa terjadi persepsi negatif terhadap ketidak puasan dan hasil perawatan disebabkan oleh komunikasi yang tidak baik yang dilakukan oleh para dokter dan perawat serta staf devisi penunjang. Hasil penelitian Saelan (1998), menyatakan bahwa dalam hal komunikasi, pendekatan komunikasi terapeutik, dari semua perawat yang diteliti sebanyak 38 orang mendapatkan nilai kurang. Hal ini disebabkan karena kurang disadari pentingnya komunikasi oleh perawat dan rendahnya pengalaman perawat tentang teori, konsep dan arti penting komunikasi terapeutik dalam pemberian asuhan keperawatan. Hasil penelitian Suryono (2001) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dati II Bantul, menemukan bahwa perawat ruang rawat inap RSUD Bantul dalam melakukan komunikasi terapeutik masih berdasarkan rutinitas sehari-hari dan belum sepenuhnya dilandasi dengan penggunaan tahap-tahap komunikasi terapeutik yang benar. Hasil penelitian yang ditemukan diruang rawat inap penyakit bedah Rumah Sakit Umum Dr. Sarjito oleh Rampisela (1997) menyebutkan bahwa komunikasi antara perawat dengan klien dan keluarganya belum berlangsung dengan baik. Masalah yang ditemukan adalah kurang responnya perawat ketika klien atau keluarganya mengemukakan keluhan yang berkaitan dengan pengobatan dan perawatannya. Hasil penelitian di ruang flamboyan RSUD dr. Harjono Ponorogo menunjukan bahwa pasien di rawat inap yang mendapatkan komunikasi terapeutik perawat buruk 18 responden (60%) dan komunikasi perawat baik 12 responden (40%) (Srisetiti, 2008). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Prof. Margono Soekarjo Purwokerto Jawa Tengah dengan jumlah sampel 242 pasien rawat inap,

diperoleh hasil yang menunjukan bahwa komunikasi yang tidak efektif masih terjadi dalam praktik keperawatan sehari-hari di rumah sakit tersebut (Sordirman, 2006). Menurut Kariyoso (1994) ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya komunikasi terapeutik perawat pada klien diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik, sikap perawat, tingkat pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah tenaga yang kurang dan lain- lain. Dari data yang diperoleh di RSUD Kota Semarang akhir tahun 2009, keseluruhan rasio tingkat hunian atau BOR yaitu September (53,2%), Oktober (63,4%), November (64,6%). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa hampir setengah kapasitas rawat atau hunian untuk pasien tidak terisi, asumsi sementara penyebabnya adalah ketidak puasan pasien yang salah satunya karena kurang baiknya komunikasi perawat kepada pasien. Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan, masih banyaknya petugas kesehatan terutama perawat yang belum melakukan dan belum menyadari betapa pentingnya komunikasi terapeutik dalam berinteraksi dan memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien. Sehingga permasalahan yang dapat dirumuskan Bagaimana penerapan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat kepada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang?.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien rawat inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Tujuan Khusus Untuk mendeskripsikan penerapan komunikasi terapeutik pada fase prainteraksi yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien rawat inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Untuk mendeskripsikan penerapan komunikasi terapeutik pada fase orientasi yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien rawat inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Untuk mendeskripsikan penerapan komunikasi terapeutik pada fase kerja yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien rawat inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Untuk mendeskripsikan penerapan komunikasi terapeutik pada fase terminasi yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien rawat inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

Manfaat Penelitian Mamfaat dari penelitian ini : Bagi instansi RSUD Kota Semarang Bagi pengelola keperawatan dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan meningkatkan terapeutik. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dengan komunikasi terapeutik. dalam kinerja membuat perawat aturan dalam atau kebijakan untuk melakukan komunikasi

Bagi institusi pendidikan UNIMUS Sebagai penambahan referensi yang dapat digunakan untuk penelitian berikutnya. Sebagai wacana ilmiah dan acuan untuk melaksanakan penelitianpenelitian lebih lanjut, khususnya yang menyangkut tentang komunikasi terapeutik. Bagi peneliti Sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian dibidang keperawatan khususnya komunikasi terapeutik.

Bidang Ilmu Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu Manajemen keperawatan.

Orisinalitas Penelitian
Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian No 1. Nama / Tahun Dwi Ujiyanto / 2005 Sampel Random sampling Pasien rawat inap diinstalasi RSU PKU Muhammadiyah temanggung yaitu 184 pasien Hasil Sebagian besar pasien mempunyai kepuasan sedang tentang komunikasi terapeutik perawat yaitu 51,6%. Sedangkan yang mempunyai kepuasan tinggi s ebesar 46,8%.

2.

Imam Taufiq / 2005

Sampel jenuh Perawat diinstalasi rawat inap Badan RSUD Dr. H. Soewono Kendal dari 39 orang

Ada

hubungan

bermakna

dari

faktor

pengetahuan, sikap, dan lingkungan. Tidak ada hubungan bermakna dari faktor beban kerja dan kebijakan Ada hubungan antara komunikasi terapeutik

3.

Ratna

Rahayu

Sampling purposive Ibu yang bersalin sebanyak 30 orang

perawat dengan penurunan tingkat nyeri persalinan normal di Rumah bersalin Alamanda Ungaran

Ningrum / 2007

4.

Septyani Aryanti / 2008

Random sampling Pasien rawat inap dari 132 orang

Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RS Islam Kendal

5. Agilian Ardhianto 2008 Budi / Total sampling Pasien yang dirawat diruang rawat inap dari 32 orang

Dari karakteristik perawat yang diteliti dengan penerapan komunikasi terapeutik hanya umur, lama kerja, dan pengetahuan yang mempunyai hubungan dengan penerapan komunikasi terapeutik

Orisinalitas penelitian ini adalah : Variabel pada penelitian ini adalah variabel tunggal atau hanya menggunakan satu variabel saja yaitu komunikasi terapeutik. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dan menggunakan metode pendekatan self-report research atau yang dikenal dengan penelitian laporan dari. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh perawat rawat inap dari 6 ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang yang berjumlah 81 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penlitian ini adalah lembar observasi berupa check list.

Anda mungkin juga menyukai