PRESENTASI KASUS
IDENTITAS Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Tempat/Tanggal Lahir Agama Alamat kec. Cililitan No CM Tanggal masuk RS : An. D : 13 tahun : laki-laki : Jakarta, 16 Desember 1999 : Islam : Jl. Baru no 05A kel. Kali baru : 1304004454 : 05 April 2013
: Tn. S : Islam : Jl. Baru no 05A kel. Kali baru kec. Cililitan Pekerjaan : Nelayan Pendidikan terakhir : SD Penghasilan : Rp.1.500.000/bulan
: Ny. T : Islam : Jl. Baru no 05A kel. Kali baru kec. Cililitan Pekerjaan : Ibu rumah tanggga Pendidikan terakhir : SMP Penghasilan :Hubungan dengan orang tua: Anak kandung/anak tiri /anak asuh Suku bangsa/bangsa : Sunda
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 7 April 2013, pukul 13.00 wib
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Demam sejak 4 SMRS
KELUHAN TAMBAHAN : Mual disertai Muntah muntah, lemas, perut terasa sakit, kepala terasa pusing
3 hari SMRS berobat ke puskesmas karena keluhan demamnya PCT syrup kekuhan tidak membaik 4 hari SMRS Demam , demam malam hari, pagi hari. Muntah > 5 x/ hari, isi muntahan air jumlah 1/4 agua gelas Mual, Nyeri perut, tidak nafsu makan. badan lemas, kepala terasa pusing.
Pasien pernah di rawat di Rumah Sakit sebelumnya karena menderita Tuberkulosis Paru (TB paru) tahun 2002, saat usia pasien 2 tahun. Pasien menjalani pengobatan TB dengan OAT selama 8 bulan dan telah dinyatakan sembuh.
Pasien tidak pernah menderita penyakit kejang, kejang demam, cacingan, infeksi di kulit, Morbili, Varicella, Riwayat trauma disangkal.
RIWAYAT MAKANAN
Umur 0 2 tahun
Umur (bulan) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 2 tahun ASI/PASI + + + + + + + + + + + + + + + + + Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
RIWAYAT MAKANAN
Umur diatas 2 tahun
Jenis Makanan Nasi/Pengganti Sayur Daging Telur 3x/hari, 1 centong nasi 2x/hari, 3 sendok makan 2-3x/minggu 3x/minggu Frekuensi dan Jumlah
Ikan
Tahu Tempe Susu (merk/takaran) Lain-lain
3x/minggu
3x/minggu Jarang (<1x/minggu) Jarang (<1x/minggu) -
Kesulitan makan : Kesan: Kesan pola makan baik dan cukup bervariasi
RIWAYAT IMUNISASI
Waktu Pemberian Imunisasi 0 1 II BCG I DPT I Polio (OPV) I Hepatitis B I II III II III IV V II III 2 3 4 Bulan 5 6 9 15 18 5 Tahun 6 12
Campak
I MMR II
Kelamin
Perempuan
Mati
(sebab)
Kesehatan
Sehat
19 tahun
13 tahun (pasien)
Laki - laki
Sedang sakit
5 tahun
perempuan
Sehat
Perumahan
Keadaan rumah : Rumah milik sendiri tinggal berlima dengan ayah dan ibu pasien, Rumah sederhana dengan 2 kamar tidur dengan 1 buah jendela di tiap kamarnya
Daerah/lingkungan: Daerah padat penduduk, sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit yang serupa. Pasien memakai sumber air dari PAM.
Ayah Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan kelas/tingkat) Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguitas Penyakit, bila ada Islam Sunda Baik terakhir (tamat Tn. S I 21 Tamat SD
Kesan
: Keadaan kesehatan kedua orang tua pasien saat ini dalam keadaan baik
Status antropometri:
BB/U : 20 / 46 x 100% = 43,4 % TB/U: 123/156 x 100% = 78.84 % BB/TB: 20 / 24 x 100% = 83,34 % Status gizi: Gizi kurang
Tanda vital:
TD: 100/ 70 mmHg
Suhu: 36,9oC
Kepala
normocephali, UUB sudah menutup, rambut hitam distribusi ,merata, tidak mudah dicabut. Mata : Pupil bulat isokor, diameter 3 mm / 3 mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+ , konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/ Telinga: normotia, sekret -/-, tidak ada tanda perdarahan Hidung: lapang, deviasi septum (-), Napas cuping hidung(-), secret(-), konkaedema(-) Bibir : Lembap, tidak pucat, sianosis -, Lidah, Tonsil, Tenggorokan : lidah bersih, faring tidak Hiperemis, granuler -, post nasal drip -, T1-T1 normal.
Kaku kuduk (-), kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Leher
Thoraks Bentuk normal, Gerakan simetris, tidak ada ketinggalan gerak, retraksi sela iga (-)
Inspeksi : bentuk normal, Gerakan napas simetris Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua lapang, ronki -/, wheezing -/-.
Paru
Inspeksi Palpasi
Jantung
: Tidak tampak pulsasi ictus cordis : Teraba pulsasi ictus cordis di sela iga V 1 cm medial garis midclavikula sinistra, tidak teraba thrill. Perkusi : Tidak di lakukan Auskultasi : BJ I-II reguler , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Datar, tidak tampak gambaran vena kolateral,
Inspeksi :
Palpasi :
Supel, nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrium(+), hepar teraba 1cm di bawah arcus costae, licin, sudut tajam, konsistensi kenyal, lien tidak teraba
Auskultas :
Genitalia
Jenis kelamin laki-laki, testis +/+, penis sudah disirkumsisi dan tidak ditemukan kelainan
Anggota Gerak
akral teraba hangat, deformitas (-), edema (-), RCT >3 detik
Tulang Belakang
scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)
Kulit
Warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik
Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal :
Kaku kuduk : Bruzinsky I : Bruzinsky II : Laseque: Kerniq : -
Reflek Patologis :
Babinsky Oppenheim ::-
Reflek Fisiologis :
Biceps : +/+ Triceps : +/+ Patella : +/+ Achilles : +/+
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 april 2013
Pemeriksaan HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan Satuan g/dl /uL % /uL
Hemoglibin
Leukosit Hematokrit Trombosit IMUNOSEROLOGI INFEKSI LAIN Widal S. TYPHI O:
14,2
6.400 44 264.000
13,7 17,5
4.200 9.100 40 51 163.000 337.000
70 138 4.15 99
Resume
Pasien seorang anak laki-laki usia 13 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), demam naik turun, demam tinggi pada malam hari dan turun pada pagi hari. Muntah sejak 4 hari SMRS, muntah dengan frekuensi lebih dari 5 kali sehari denga isi muntahan berupa air berjumlah 1/4 agua gelas, disertai mual, nyeri perut dan tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh seluruh badan terasa lemas, kepala terasa pusing. Pasien belum Buang air besar sejak kurang lebih 4 hari SMRS. Dari pemeriksaan fisik, BB 20 kg, TB 123, status antropometri BB/TB=83,34% (status gizi kurang), nyeri epigastrium +, hepar teraba 1cm di bawah arcus costae, licin, sudut tajam, konsistensi kenyal. Dari hasil laboratorium, S. Typhi O 1/160, S. paratyphi B O 1/160.
Diagnosis Diagnosis Kerja : Demam Typhoid Diagnosis Gizi : Gizi Kurang Diagnosis Banding Malaria Demam dengue Campak
PENATALAKSANAAN
IVFD KaEN IB 20 tetes per Injeksi Ceftriaxone 1 x 1,5 g /iv Injeksi amikasin 2 x 50 mg/ iv Injeksi ondancentron 3x2 mg/ iv Injeksi Ranitidin 2x20 mg/iv Pct syr 3x2 cth
PEMERIKSAAN ANJURAN Lab darah lengkap Elektrolit Urin lengkap PROGNOSIS Ad Vitam : dubia ad bonam Ad Functionam : dubia ad bonam Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow UP
6 April 2013
Demamsudah mulai
,Muntah (+), Belum BAB
7 April 2013
Demam sejak 6 hari yang lalu, Nyeri Perut (+), Belum BAB sejak 4 hari yang lalu, Muntah (+) 2 x hari ini, Batuk (+), pilek(+)
8 April 2013
Nyeri Perut (+), Batuk(+) Belum BAB sejak 5 hari yang lalu, Demam (-)
9 April 2013
Nyeri perut (-), Batuk sudah berkurang, Belum BAB sejak 6 hari yang lalu, Demam (-)
O Keadaan U Kesadaran HR RR Suhu Kepala Thoraks Jantung Paru Abdomen Ekstremitas Tampak sakit sedang CM 120 x/menit 20 x/menit 37,1o C Normochephali CA -/-,SI -/BJ I-II regular m (-), g (-) SN vesikuler rh -/-, wh-/Supel,BU (+) NT (-) Akral Hangat + + + + Tampak sakit sedang CM x/menit x/menit oC Normochephali CA -/-,SI -/BJ I-II regular m (-), g (-) SN vesikuler rh -/-, wh-/Supel,BU (+) NT (-) Akral Hangat + +
+ +
Tampak sakit sedang CM x/menit x/menit oC Normochephali CA -/-,SI -/BJ I-II regular m (-), g (-) SN vesikuler rh -/-, wh-/Supel,BU (+) NT (-) Akral Hangat + + + +
Tampak sakit sedang CM x/menit x/menit oC Normochephali CA -/-,SI -/BJ I-II regular m (-), g (-) SN vesikuler rh -/-, wh-/Supel,BU (+) NT (-) Akral Hangat + + + +
A P
Demam typhoid IVFD KaEN I B 100cc/jam Inj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g iv Inj. Amikasin 2 x 5o mg iv Inj. Ranitidin 2x 20 mg iv
Demam typhoid IVFD KaEN I B 100cc/jam Inj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g iv Inj. Amikasin 2 x 5o mg iv Inj. Ranitidin 2x 20 mg iv
Demam typhoid IVFD KaEN I B 100cc/jam Inj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g iv Inj. Amikasin 2 x 5o mg iv Inj. Ondancentron 3 x 2 g iv
Demam typhoid IVFD KaEN I B 100cc/jam Inj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g iv Inj. Amikasin 2 x 5o mg iv Inj. Ondancentron 3 x 2 g iv
Hasil
Nilai Normal
Satuan
RDW IMUNUSEROLOGI
PROTEIN SPESIFIK IgM Salmonela
13,7
11,6 14,8
Negatif
60 280
mg/dL
Eritrosit
Silinder Epitel Bakteri Kristal Ca Oksalat Karbonat
0-1
Negatif Positif Negatif
<1
Negatif
/LPB
/LPK
Negatif Negatif
Fosfat
Asam Urat Amorf Sel Ragi Lain - lain
Negatif
Negatif Negatif Negatif Negatif
ANALISA KASUS
Pasien seoarng anak laki-laki usia 13 tahun datang ke UGD RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), demam naik turun, demam tinggi pada malam hari dan turun pada pagi hari (suhu tidak diukur dengan thermometer). Muntah sejak 4 hari SMRS, muntah dengan frekuensi lebih dari 5 kali sehari denga isi muntahan berupa air berjumlah 1/4 agua gelas, disertai mual, nyeri perut dan tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh seluruh badan terasa lemas, kepala terasa pusing. Pasien belum Buang air besar sejak kurang lebih 4 hari SMRS. 3 hari SMRS pasien sudah berobat ke puskesmas karena keluhan demamnya, diberikan paracetamol syrup namum kondisi pasien tidak membaik. Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan sering makan jajanan di pinggir jalan dan disekolahnya. Dari pemeriksaan fisik, BB 20 kg, TB 123, status antropometri BB/TB=83,34% (status gizi kurang), nyeri epigastrium +, hepar teraba 1cm di bawah arcus costae, licin, sudut tajam, konsistensi kenyal. Dari hasil laboratorium, S. Typhi O 1/160, S. paratyphi B O 1/160. Diagnosis demam typhoid ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya demam sejak 4 hari SMRS dengan pola demam yang naik turun, naik pada malam hari dan turun pada pagi hari, serta adanya gangguan pada saluran pencernaan yaitu muntah sejak 4 hari SMRS, nyeri perut dan adanya konstipasi yaitu pasien belum BAB sejak 4 hari SMRS merupakan gejala klinis yang biasa ditemukan pada demam typhoid. Dimana Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi dari yang ringan bahkan asimtomatik sampai dengan berat. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam satu minggu atau lebih, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran.8 Demam naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu keempat demam turun perlahan secara lisis.9 Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.1 Dalam anamnesis kasus ini didapatkan data bahwa demam naik turun, mulai naik saat menjelang malam hari, dan turun pada saat pagi hari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan epigastrium dan terabanya hepar 1cm di bawah arcus costae, licin, sudut tajam, konsistensi kenyal. Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan S. Typhi O 1/160, S. paratyphi B O 1/160. Dan diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan positif bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia.
Penatalaksanaan
IVFD KaEN IB 20 tetes per menit cairan maintenance
Cairan maintenance: 20 kg BB x 100 cc = 2000cc/ hari 20 tetes per menit
Merupakan Sefalosporin Generasi 1 digunakan untuk mengobati demam tifoid, dengan pemberian selama 3 hari memberikan efek terapi sama dengan regimen obat yang diberikan 10-14 hari. Respon yang baik juga dilaporkan dengan pemberian ceftriaxon selama 5-7 hari. Dosis: Dewasa dan anak > 12 tahun dan anak BB > 50 kg : 1 - 2 gram 1 x sehari.
Indikasi: therapi pendek infeksi parah disebabkan kuman gram negative Bakteremia & septikemia termasuk neonatal sepsis. Saluran nafas serius, tulang & sendi, SSP termasuk meningitis, kulit & jaringan lunak, infeksi intraabdominal termasuk peritonitis. Infeksi pasca operasi & terbakar.Infeksi saluran kemih kambuhan & terkomplikasi serius. Dosis: Anak 5 mg/kg/hari dalm 2 atau 3 dosis terbagi
Penatalaksanaan
Injeksi ondancentron 3x2 mg/ iv Injeksi Ranitidin 2x20 mg/iv
Indikasi: mencegah maupun mengatasi mual dan muntah
Indikasi: Terapi tukak 12 jari, tukak lambung aktif jangka pendek. Meredakan gejala refluks esofagitis. Terapi pemeliharaan untuk tukak usus 12 jari dan tukak lambung. Dosis: 2x4 mg/kgBB 2x1 hari max 300 mg
Indikasi: meredakan demam ringan hingga sedang dan nyeri pada anak Dosis: 3-4 kali C per hari (60mg) dosis maximum 10ml/240mg/hari
Diagnosis Banding
Adanya demam yang turun naik atau intermitten disertai dengan menggigil,diare, muntah, dan terkadang kejang merupakan beberapa gejala penyakit malaria. Malaria Akan tetapi pada pasien ini tidak didapatkan menggigil serta tidak adanya riwayat keluar kota atau ke hutan.
Diagnosis Banding
Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan gejala umum yang khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari adanya manifestasi perdarahan. Pada uji tourniquet didapatkan hasil yang positif. Demam Berdarah Dengue
Diagnosis Banding
Terdapat gejala demam, batuk, pilek, mata merah (konjungtivitis), anoreksia,malaise, dan gejala khasnya adalah timbulnya enamtem di mukosa bukal(bercak koplik) yang merupakan tanda patognomonis untuk campak.10 Campak
Dari pasien hanya ditemukan gejala demam, anoreksia dan malaise, tetapi gejalakhas campak tidak ditemukan.
Diagnosis Banding
Agar semua diagnosa banding tersebut di atas dapat disingkirkan, maka perludilakukan pemeriksaan penunjang guna membuktikan pemeriksaan yang tidak didapatkan pada anamnesa maupun pemeriksaan fisik. Biakan darah, pemeriksaan darah rutin, dan tes serologis Widal dilakukan gunamenegakkan diagnosis demam tifoid, pemeriksaan serologis IgM untuk mendeteksikemungkinan adanya infeksi campak, tes tourniquet untuk melihat adanya manifestasi perdarahan pada penderita demam berdarah dengue.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1
EPIDEMIOLOGI
Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.3
ETIOLOGI
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii). Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.1
PATOGENESIS
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal
MANIFESTASI KLINIK
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan : Demam satu minggu atau lebih. Gangguan saluran pencernaan Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. minggu kedua tanda klinis menjadi makin jelas demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.
Demam Lidah tifoid Roseola akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Limpa umumnya membesar Rose spot
Ada 2 faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu faktor yang berhubungan dengan penderita dan faktor teknis.
Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid. Gangguan pembentukan antibodi. Saat pengambilan darah. Daerah endemik atau non endemik. Riwayat vaksinasi. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi.
Akibat aglutinin silang. Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. Teknik pemeriksaan antar laboratorium
Positif Palsu
Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa menimbulkan hasil positif palsu (false positive). Padahal sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).
Tes TUBEX
merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.6
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM fase awal infeksi pada demam tifoid akut deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik. Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.
emeriksaan dipstik
dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. 4,20 Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.6
DIAGNOSIS
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan. Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan bakteriologis.
DIAGNOSIS BANDING
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadangkadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, Gastroenteritis bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding.1
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Nutrisi
Medika Mentosa
Antibiotik Chloramphenicol Cotrimoxazole Ampicillin dan Amoxicillin Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime)
Simptomatik
kortikosteroid IV (dexametasone)
tranfusi darah
demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok dapat diberikan 3 mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4 Komplikasi pada usus halus Perdarahan usus Perforasi usus Peritonitis Komplikasi diluar usus halus Bronkitis dan bronkopneumonia Kolesistitis Typhoid ensefalopati Meningitis Miokarditis Infeksi saluran kemih Karier kronik
PENCEGAHAN
Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid:2 Cuci tangan. Hindari minum air yang tidak dimasak. Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah. Pilih makanan yang masih panas. Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang.
Beberapa tips untuk pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam tifoid agar tidak menginfeksi orang lain:
Sering cuci tangan. Bersihkan alat rumah tangga secara teratur. Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali sehari. Hindari memegang makanan. Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain. Jika anda bekerja di industri makanan atau fasilitas kesehatan, anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan bakteri Salmonella. Gunakan barang pribadi yang terpisah. Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan menggunakan air dan sabun.
PROGNOSIS
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45. 2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada _Anak_Apa_yang_Perlu_Diketahui.html. 22 April 2013 3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43. 4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.
5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20. 6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10. 7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 2012. Diunduh darihttp://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_ 2012/7_Fatwaty_JHSVol05No01_08_2012.pdf. 22 April 2013.
8. Tumbelaka AR. Tata Laksana Demam Tifoid pada Anak. Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IDAI Jaya. Malang: IDAI Cabang Jawa Timur; 2005. Hal. 37-43. 9. Gillespie S. Salmonella Infections. Dalam: Cook G, Zumla A (Eds.), Mansons Tropical Disease. London : ELST; 2003. Hal : 937-943. 10. Gunawan G. Infeksi: Demam tifoid. Dalam: Yunanto A, Gunawan G dan MuhyiR, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi bagian/SMF ilmu kesehatan anak.Edisi I. Banjarmasin: Rumah Sakit Umum Daerah Ulin. 2000. h. 16-17