Anda di halaman 1dari 23

SEMINAR I MODUL ALERGI - IMUNOLOGI SEORANG PEREMPUAN ALERGI DEBU KELOMPOK VII

030.07.045 030.07.090 030.07.150 030.07.236 030.08.164

Brian R Suwandy Fauziah Maqoomammahmuudaa Sekarmayang D P Missy Ayuni Salisa

JAKARTA, 4 Oktober 2010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB I PENDAHULUAN

Diskusi ini berlangsung selama 2x50 menit sebanyak 2 kali pertemuan, yaitu diskusi pertama pada Senin, 20 September 2010 pukul 13.00 - 15.00 dan diskusi kedua pada hari Rabu, 22 September 2010 pukul 08.00 - 10.00 dengan jumlah peserta 16 orang. Topik diskusi kali ini adalah Seorang Perempuan dengan alergi debu. Diskusi berjalan dengan cukup lancar, semua peserta mencoba untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi ini, baik dalam menjawab pertanyaan,memberi pendapat,maupun memberikan sanggahan.

BAB II PEMBAHASAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN DENGAN ALERGI DEBU SESI I Ibu Tuti,seorang perempuan 30 tahun berobat ke suatu rumah sakit.Pada pemeriksaan darag ditemukan jumlah leukosit 7000/mm3 dengan eosinofil 3% dan kadar Ig E 1200 iu/cc. Pertanyaan : Masalah pada kasus ini: IgE meningkat: 1200 Iu/cc (N: 120 Iu/ cc) Biasanya ditemukan pada pasien alergi atau infeksi cacing. Eosinofil meningkat (N: < 0,5) Juga ditemukan pada alergi.

Kelainan kelainan yang mungkin diderita oleh ibu Tuti,berdasarkan hasil pemeriksaan lab yang ada : Hipersensitivitas tipe I Asma Bronchiale Dermatitis Rhinitis alergi Sinusitis

Informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menentukan penyakit pada pasien ini,adalah : a. Rinitis Alergika - Bagaimana sekretnya ? - Apakah secret purulen ? - Apakah hidung tersumbat ? - Apakah ada hiposmia atau anosmia ?

b. Sinusitis - Apakah ada rasa nyeri pada muka atau tertekan ? - Apakah secret bernanah atau bau ? - Apakah ada halitosis ? - Apakah ada sakit gigi ?

c. Alergi makanan - Apakah ada urtikaria ? - Apakah ada mual ? - Apakah ada muntah muntah atau diare ?

d. Anafilaktik shock - Apakah ada pruritus atau urtikaria ? - Apakah ada rasa tercekik,sesak nafas,stridor ? - Apakah ada kejang ?

Proses terbentuknya Th1 effector cells dan Th2 effector cells,adalah

Sel T naf yang terpajan antigen Aktivasi / diferensiasi IFN dan IL -12 yang diproduksi APC IFN dan IL -12 yang diproduksi APC

Th0 Sel CD4+ matang Th1 Th2

Fungsi dari Sel Th1 Efektor adalah -

Sebagai activator makrofag dengan IFN Berperan dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat Memproduksi IFN untuk memperbanyak Th1 Menginhibisi IL 4 Sebagai mediator inflamasi

Fungsi dari Sel Th2 Efektor adalah : Menghasilkan IL 4,fungsi dari IL 4 untuk memproduksi IgE yang selanjutnya akan terjadi degranulasi sel mast. Mengaktivasi eosinofil untuk membunuh cacing Menghambat aktivasi makrofag

SESI II Ibu Tuti mengeluh sesak nafas, apabila menghisap debu atau bulu kucing, sebelumnyatidak disuntik obat dan tidak alergi terhadap makanan,pada pemeriksaan ditemukan ekspirasi memanjang ,wheezing,ronchi dan tachycardia,tekanan darah 110 / 70 dan peak flow rate 65 % dari normal.Bapaknya menderita Rhinitis Alergika dan kakak perempuannya sinusitis.

Masalah pada Ibu ini saat dating ke rumah sakit Terdengar Ronki dan memanjang Sesak nafas

Berdasarkan Pemeriksaan fisik Keluhan pasien

Hipotesis Asma bronkial Terjadi obstruksi di bronkus (asma bronkial) Kemungkinan pasien ini mengalami asma bronkial

Dari riwayat keluarga ayah dan kakaknya menderita sinusitis dan rhinitis

Adanya riwayat atopi

Diagnosis pasien ini, adalah : Asma Bronkial berdasarkan unsur perantaranya (antibodi IgG dan sel mast ), Factor pencetus alergennya seperti, debu dan bulu kucing dan kecepatan timbul gejala (onset), asma bronkial ini termasuk hipersensitivity diseases tipe I.

Berdasarkan kerusakan jaringan yang disebabkan respon imun, Asma Bronchiale termasuk penyakit Inflamasi saluran nafas,ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi),rubor (kemerahan karena vasodilatasi),tumor (eksudasi plasma dan edema),dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris),dan function laesa(fungsi yang terganggu.

Reaksi hipersensitivity terbagi dalam empat tipe yaitu: Reaksi hipersensitivity tipe I : reaksi tipe I ini disebut juga reaksi cepat, reaksi anafilaksis atau reaksi alergi dikenal sebagai reaksi yang segera timbul sesudah alergen masuk dalam tubuh. Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai reaksi pejamu yang berubah bila terjadi kontak dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih. Antigen yang ke tubuh akan di tangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipersentasikan ke sel Th2. sel yang akhir melepas sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk Ig E. IgE akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor untuk IgE ( Fce-R) seperti sel mast, basofil dan eosinofil. Bila tubuh terpajan ulang dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat IgE (spesifik) pada permukaan sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator antara lain histamin yang didapat dalam granul-granul sel menimbulkan gejala pada reaksi hipersensitivity tipe I. Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen adalah asma bronkial, rhinitis, urtikaria, dan dermatitis atopik. Di samping histamin, mediator lain seperti prostaglandin dan leukotrin (SRS-A) yang dihasilkan metabolisme asam arakidonat, berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I yang sering timbul beberapa jam sesudah kontak dengan alergen. Reaksi hypersensitivity tipe II : Reaksi tipe II yang disebut juga reaksi sitotoksik terjadi oleh karena dibentuk antibodi jenis IgG dan IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Ikatan antibodi dengan antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu tersebut dapat mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis. Lisis sel dapat pula terjadi melalui sensitasi sel NK sebagai efektor Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (AADC). Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi yang baru dilahirkan dan dewasa. Sebagai kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miastenia gravis dan tirotoksikosis juga ditimbulkan melalui mekanisme reaksi tipe I. Anemia hemolitik dapat ditimbulkan oleh obat seperti penisilin, kinin, dan sulfonamid.

Reaksi hypersensitivity tipe III : reaksi tipe III yang juga disebut kompleks imun terjadi akibat endapan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi di sini biasanya jenis IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas berbagai mediator terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen persisten (malaria), bahan yang terhirup ( spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai dengan respon antibody efektif. Pembentukan kompleks imun yang terbentuk dalam pembuluh darah. Antigen (Ag) dan Antibodi (Ab) bersatu membentuk kompleks imun selanjutnya kompleks imun mengaktifkan C yang melepas C3a dan C5a dan merangsang basofil dan trombosit melepas berbagai mediator antara lain histamin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Sebabsebab reaksi tipe III dan alat tubuh yang sering merupakan sasaran penyakit kompleks imun. Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear terutama dalam hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut, ukuran kompleks imun merupakan factor penting. Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati. Kompleks yang larut terjadi bila antigen ditemukan jauh lebih banyak dari pada antibodi yang sulit untuk dimusnahkan dan oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Kompleks imun yang ada dalam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun menembus dinding pembuluh darah dan mengendap di jaringan gangguan fungsi fagosit diduga dapat merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan.

Reaksi Hipersensitivity tipe IV : reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe lambat, timbul lebih dari 24 jam setelah terpajan dengan antigen. Dewasa ini reaksi tipe IV dibagi dalam Delayed Type Hypersensitivity

yang terjadi melalui sel CD4 dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui CD8. Delayed Type Hypersensitivity (DTH). Pada DTH , sel CD4 Th1 yang mengaktifkan makrofag berperan sebagai efektor. CD4 Th1 melepas sitokin (IFN) yang mengaktifan makrofag dan menginduksi inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksidanitra dan sitokin proinflamasi. Sel efektor yang berperan pada DTH adalah makrofag.

Yang dimaksud dengan atopi,adalah : Suatu predisposisi genetik yang mendekati perkembangan reaksi hipersensitivitas segera (tipe 1) terhadap antigen lingkungan umum yang ditandai dengan peningkatan IgE.

Jalur atopi dan manifestasi secara klinis TRIAS atopi: Asthma bronkiale, Dermatitis atopi, dan Rhinitis alergika. Mekanisme respons tiap penyakit tergantung letak jaringan dimana alergen mengadakan kontak. Asthma bronkiale: Alergen masuk melalui inhalasi terjadi sensitisasi kontak berulang menyebabkan tubuh mengaktifkan sistem imun peningkatan IgE yang berikatan dengan sel mast melepaskan mediator inflamasi sekresi mukus, edema saluran napas dan bronkospasme. Dermatitis Atopi: Adanya kontak dengan alergen pengaktifan sistem imun peningkatan IgE melepaskan mediator inflamasi merah, gatal Rhinitis alergika: Alergen masuk melalui inhalasi tubuh mengaktifkan sistem imun peningkatan IgE yang berikatan dengan sel mast melepaskan mediator inflamasi bersin-bersin, gatal di hidung, ingus encer,dll

Etiologi Asthma Bronkiale Faktor genetik Faktor lingkungan: Pemajanan terhadap alergen (tungau, debu, bulu binatang,dll) Infeksi virus saluran nafas Kegiatan jasmani Ekspresi emosional Obat Makanan

Penatalaksanaan Asthma Bronchiale adalah : Tatalaksana pada kasus Mencegah ikatan alergen-IgE Edukasi terhadap pasien untuk menghindari paparan terhadap alergen Sanitasi lingkungan

Mencegah pelepasan mediator inflamasi

Pemberian Natrium kromolin, mekanisme kerjanya mencegah pelepasan mediator inflamasi dari manosit (profilaktik)

Melebarkan saluran Napas/ bronkodilator Simpatomimetik: Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin) Kortikosteroid: pemakaian saat serangan akut Antikolinergik: ipatropium bromida Aminofilin: dipakai pada serangan akut

Prognosa Ny.Tuti adalah Berdasarkan ad Vitam : dubia ad bonam

Berdasarkan ad fungsionam : dubia ad bonam Berdasarkan ad sanasionam : dubia ad malam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ASTHMA BRONCHIALE

Pengertian Asma bronkial merupakan suatu keadaan dimana terjadinya gangguan saluran pernafasan yang dapat berkembang menjadi lebih berat dan sering berakibat fatal. Ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan merupakan suatu bagian terpenting dari upaya menghindari akibat fatal penyakit tersebut. Penderita asma di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 100 hingga 150 orang dan diperkirakan kematian asma di seluruh dunia

mencapai 180.000 setiap tahunnya. Di Swiss penderita asma sekitar 8% dari populasi, di Jerman diperkirakan 4 juta orang menderita asma, di Jepang sekitar 3 juta orang penderita dengan perincian 7% mengalami asma antara 15 hingga 20 juta orang . Pada tahun 1990 prevalensi asma diperkirakan 3% di Swedia, 4% di Amerika Serikat, 6% di Inggris dan 8,5% di Australia, prevalensi < 1% dijumpai di Firlandia, Denmark,Afrika Selatan, Nigeria, Papua New Guinea dan pada daera h tertentu bisa 10%. Dalam tahun 1994 di AmErika Serikat diperkirakan asma sebanyak 14,6 juta dan pada tahun 1998 meningkat hingga mencapai 17 orang 25 dimana sekitar 450.000 penderita dianjurkan opname. Di Indonesia prevalensi asma diperkirakan 2% hingga 4% atau sekitar 3 hingga 5 juta orang dan 1% diantaranya memerlukan perawatan rumah sakit karena serangan asma akut yang berat. Australia merupakan negara mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan negara - negara lainnya. Definisi Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI), 1992, asma merupakan suatu inflamasi kronik dari saluran pernafasan yang melibatkan banyak sel, dimana pada individu yang rentan gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi dan menyebabkan obt ruksi saluran pernafasan yang bervariasi derajatnya, keadaan ini sering bersifat reversibel secara spontan atau dengan pengobatan dimana proses inflamasi ini juga menyebabkan peningkatan respon saluran pernafasan terhadap berbagai rangsangan. Global Initiative for Asthma (GINA) 1995 menyatakan, asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik dari saluranpernafasan yang melibatkan banyak sel terutama sel mast, eosinofil dan limfosit T.Pada individu yang rentan, inflamasi ini menimbulkan keadaan berulang dari mengi(wheezing), sesak nafas (breathlessness), dada terasa tertekan (chest tightness)dan batuk (cough) khususnya pada malam dan atau pagi hari, dimana gejala inisering dihubungkan dengan luasnya inflamasi yang bervariasi dan sering membaiksecara spontan atau dengan pengobatan, proses inflamasi ini juga menyebabkan terjadinya peningkatan respon saluran pernafasan terhadap berbagai rangsangan. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obatobatan(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. Faktor predisposisi 1. Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. Faktor presipitasi

1. Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi Ingestan, yang masuk melalui mulut Contoh : makanan dan obat-obatan Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

2. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

3. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 4. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. Patofisiologi Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Manifestasi Klinik Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid 2. dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. o Allergen o Olahraga o Cuaca o Emosi

Pencetus :

Imun respon menjadi aktif Pelepasan mediator humoral o Histamine o SRS-A o Serotonin o Kinin o Bronkospasme o Edema mukosa o Sekresi meningkat o inflamasi Penghambat kortikosteroid Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: o Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

o Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. o Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. o Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. b) Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. c) Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : o perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. o Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block). o Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. d) Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. e) Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak

adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Status asmatikus Atelektasis Hipoksemia Pneumothoraks Emfisema Deformitas thoraks Gagal nafas

Penatalaksanaan Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah : 1. 2. 3. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu: Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pemberian cairan Fisiotherapy

Beri O2 bila perlu.

Pengobatan farmakologik : Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat : - Orsiprenalin (Alupent) - Fenoterol (berotec) - Terbutalin (bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup. b. Santin (teofilin) Nama obat : - Aminofilin (Amicam supp) - Aminofilin (Euphilin Retard) - Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena

sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). c. Kromalin Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asthma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak -anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. d. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1 mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

BAB IV PENUTUP DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Kesimpulan Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan kepustakaan, serta hasil diskusi kelompok kami, maka hipotesis untuk Ibu Tuti adalah asthma bronchiale.

Ucapan Terima Kasih Kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan YME yang telah memberikan kelancaran dalam mengerjakan makalah ini. Terima kasih kepada dosen dan tutor yang telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Terima kasih kepada teman-teman diskusi kelompok atas partisipasinya. Mohon maaf jika ada kekurangan dalam makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, WAN. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Edisi: 29.p.206 2. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal: 245-250
3. Morris MJ. Asthma. eMedicine.com. Revisi tanggal 20 September 2010. Diunduh dari

http://www.emedicine.com/med/topic177.htm

4. Silbernagl, S. Lang, F. Teks dan Atlas berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.p.52-55

Anda mungkin juga menyukai