Anda di halaman 1dari 3

Apakah -benar- ada Islam Liberal di Indonesia?

Dipublikasikan: 18/02/2006 15:39:56 Wacana liberalisme di Indonesia, telah masuk sejak abad 19 melalui tiga haji. Demikian ungkap Lutfi Asysyaukani, aktivis Jaringan Islam Liberal yang baru meraih Ph.D dari University of Melbourne pertengahan bulan Januari lalu dalam diskusi bulanan JIL 27 Januari 2006. Tiga haji dimaksud adalah Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Abdul Rahman asal Piabang, dan Haji Muhammad Arif asal Sumanik. Mereka adalah pemuda asal tanah Minang yang belajar di Timur Tengah. Diceritakan oleh Luthfi, bahwa sepulangnya dari Mekah, tiga haji ini banyak membawa gagasan Wahabi yang kala itu sangat berpengaruh di Mekah. Haji Miskin, misalnya, dengan penuh semangat mencoba memengaruhi para ulama terkemuka di daerah Pandai Sikat dan mengajak mereka untuk mengoreksi berbagai praktek budaya lokal yang memengaruhi agama. Ia tak segan-segan menolak perjudian, sabung ayam, ziarah kubur, tahlilan, dan sebagainya yang dinilai bukan ajaran Islam. Gagasan yang ditawarkan adalah memurnikan kembali ajaran Islam dengan kembali pada Alquran dan Hadis. Meski mendapatkan perlawanan dari kaum adat, gerakan pembaruan yang dibawa oleh alumni Mekah ini berpengaruh luas di kalangan anak-anak muda. Inilah sebabnya pada paruh kedua abad 19, Akhmad Khatib, putra salah seorang Padri, mengikuti jejak tiga haji di atas untuk melanjutkan pendidikannya ke Mekah. Syaikh yang berasal dari Minangkabau ini kelak juga menjadi guru dari anak-anak muda Indonesia yang belajar ke Mekah. Ia menjadi seorang syaikh yang sangat disegani. Bahkan di Mekah ia juga diangkat menjadi imam Masjidil Haram dan menjadi salah satu pengajar yang sanga berwibawa, imbuh Luthfi. Meski tidak secara langsung menggunakan istilah liberalisme, gagasan ketiga haji itu sudah mulai mengarah pada gagasan pembaharuan. Mereka secara berani memertanyakan doktrin dan penafsiran agama yang telah mapan. Ke depan, gerakan meraka itu diteruskan oleh generasi-generasi selanjutnya, seperti syaikh Akhmad Khatib dan murid-muridnya. Sepulang dari Mekah, mereka mulai mengenalkan sistem pendidikan klasikal. Sebuah sistem pendidikan modern yang saat itu diterapkan kaum penjajah dan masih sangat tabu bagi para ulama. Menjelang abad ke-20, lembaga-lembaga pendidikan Islam formal mulai bermunculan. Di Padang, misalnya, terdapat Madrasah Adabiyah. Sementara di Minangkabau berdiri madrasah Thawalib. Madrasah-madrasah itu awalnya adalah surau atau pesantren tradisional. Semenjak kehadiran para pembaharu itu, tempattempat tersebut diubah menjadi lembaga pendidikan modern. Selain mengembangkan pendidikan, kaum muda ini juga mulai menyebarkan ide-idenya lewat tulisan dan diterbitkan dalam bentuk jurnal. Al Imam dan Al Munir adalah jurnal ternama yang pada masa itu ramai dengan tulisan-tulisan tentang pembaharuan Islam. Artikel-artikel Muhamad Abduh, sebagai seorang inspirator gerakan modernisme, acapkali juga diterbitkan dalam jurnal-jurnal tersebut. Meski gagasan liberalisme dan pembahauran ini sudah ada sejak abad 19, namun wacana ini masih tetap menuai perdebatan. Apalagi jika dikaitkan dengan Islam. Betulkah Islam mengenal liberalisme? Atau mengapa harus mencari akar liberalisme

dalam Islam? Demikian pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka dalam diskusi yang berlangsung di ruang Teater Utan Kayu itu. Diskusi yang mengambil tema AkarAkar Liberalisme Islam di Indonesia ini juga dijadikan momen untuk menyambut kembalinya Luthfi Asysyaukanie, salah seorang pendiri Jaringan Islam Liberal, dari studinya di University of Melbourne, Australia. Gerakan liberalisme yang berkembang di Eropa rupanya tak bisa dibendung. Cepat atau lambat gerakan ini telah merasuk ke seluruh penjuru dunia. Platformnya untuk membebaskan individu dan menjunjung tinggi hak asasi manusia semakin menjanjikan kehidupan manusia yang lebih setara. Gerakan yang mulanya berada di tataran politik ini juga telah menginspirasi para agamawan dan rohaniwan untuk menafsirkan ulang teks-teks agama, termasuk Islam. Meski demikian gerakan ini pada dasarnya adalah antitesis terhadap agama, tegas Yudi Latif, deputi rektor Universitas Paramadina yang menjadi salah satu pembicara malam itu. Karena paham ini awalnya dipicu oleh pengaruh agama yang begitu kuat terhadap kehidupan manusia. Agama seakan berwenang mengatur seluruh kehidupan manusia, baik dalam kehidupan privat maupun publik. Liberalisme ingin membendung arus itu, papar doktor dari Australian National University itu lebih lanjut. Gagasan ini, sebagaimana ia kutip dari John Locke, ingin mengurangi ambisi agama dalam mengontrol kehidupan di wilayah publik. Sebaliknya perbincangan ruang publik yang melibatkan banyak pihak haruslah ditentukan berdasarkan konsensus bersama dari masyarakat yang terlibat di dalamnya, bukan melulu otoritas agama, tegasnya. Gerakan ini disadari oleh Yudi, memang menjadi anomali bagi sebagian masyarakat. Apalagi jika dihubungkan dengan Barat, imbuhnya. Dalam Islam istilah liberalisme ini menjadi karakterisasi terhadap gerakan kebangkitan Islam yang dimulai sejak abad 19, jelas Luthfi. Tetapi bagi Yudi gerakan kebangkitan Islam mungkin lebih awal dari itu. Karena abad 19, menurut Yudi, paham liberalisme yang muncul dalam gerakan pembaharuan para pemuda Islam telah masuk di Indonesia. Sementara Indonesia dalam mengadopsi paham ini telah terlambat lebih kurang satu abad dari Timur Tengah. Meski demikian Indonesia dinilai oleh Yudi sebagai satu-satunya negara muslim di mana gagasan liberalisme bisa tumbuh subur. Ini berbeda dengan Timur Tengah dan negara-negara Islam lainnya yang tertinggal jauh dengan Indonesia dalam mengembangkan wacana pembaharuan dalam pemikiran Islam. Mengapa demikian? Karena Islam yang tumbuh di Indonesia adalah Islam muda, jelas aktivis di Reform Institute ini. Lebih lanjut Luthfi yang juga direktur Repro (Religius Reform Project) mengatakan bahwa istilah liberalisme baru dikenal pada tahun 50-an. Di Barat, sarjana pertama yang menggunakan istilah ini adalah Wilfred Cantwell Smith, seorang ahli Islam asal Kanada yang dikenal sangat simpatik. Ia menggunakan kata itu di bukunya Islam in Modern History. Kata ini digunakan Smith untuk merujuk kecendrungan intelektualisme dan humanisme dalam pemikiran Islam modern, tandasnya. Intelektualisme dan humanisme adalah inti dari gerakan liberalisme yang berkembang di dunia Barat. Selain Smith, terdapat pula nama-nama lain yang menggunakan istilah liberalisme Islam atau Islam Liberal, seperti Albert Hourani dalam Arabic Thought in the Liberal Age, dan Asaf A. A. Fyzee yang menulis buku A Modern Approach to

Islam. Sementara di era 80-an istilah ini kembali dimunculkan oleh Leonard Binder dalam bukunya Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies. Meski ada asumsi bahwa liberalisme Islam sebagai penunjuk kecenderungan intelektualisme dan humanisme dalam pemikiran Islam, tetapi mencari akar liberalisme dalam Islam masih dirasa sulit oleh Yudi. Karena menurutnya sebuah ide memiliki dunia dan sejarahnya sendiri. Dan ketika sebuah ide dilepas dari konteks sejarahnya, maka akan menimbulkan banyak persoalan, paparnya. Sehingga agak sulit untuk menunjuk sebuah gerakan Islam sebagai liberal. Ia mengambil contoh gerakan wahabi di Saudi Arabiah. Saat ini di dunia manapun tak ada orang yang akan mengatakan bahwa wahabi adalah gerakan libeal Islam, tegasnya. Tetapi dalam konteks sejarahnya, Wahabi muncul sebagai semangat mengkritik tribalisme dan hilangnya pemikiran Islam oleh dominasi Otoman yang banyak mengadopsi Barat. Pada masanya Wahabi dianggap sebagai gerakan pembaharuan dan reformis. Hal ini diamini pula oleh Luthfi. Namun bagi aktivis JIL itu, realitas tersebut bukan berarti menafikan akar liberalisme dalam Islam. Sebaliknya hal itu menunjukkan bahwa gerakan liberalisme dalam Islam itu selalu mengalami perkembangan yang pesat dan tidak stagnan. Dan bukan merupakan aib, ketika gerakan liberalisme dalam Islam justru berawal dari puritanisme. Menurutnya hal yang sama juga terjadi di Eropa. Gerakan pembaruan atau modernisme selalu diawali dengan pergolakan-pergolakan dalam pemikiran keagamaan yang akhirnya mengantarkan pada pemikiran sekuler, tambahnya Reference:KAMMI.or.id

Anda mungkin juga menyukai