Anda di halaman 1dari 23

TEXT BOOK READING KELAINAN KATUP JANTUNG

DIAJUKAN OLEH Cut Hafiah Olivia Agustina Pusposari Purwoko 1102003052 0518011023 0518011024

PEMBIMBING Dr. Achmad Assegaf, Sp. An Dr. Undang Komarudin, Sp. An Dr. Putu Yunita, Sp. An Dr. Indra Faisal, Sp. An

SMF ANESTESI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG SEPTEMBER 2010

Kelainan Katup Jantung

Prognosis pasien dengan kelainan katup jantung dikatakan mengalami perbaikan. Hal ini dikarenakan penanganan pada pasien kelainan katup jantung lebih efektif dengan memonitor fungsi ventricular, memperbaiki katub jantung, meningkatkan teknik rekonstruksi katup jantung, dan pengembangan petunjuk untuk memilih waktu yang tepat bagi pembedahan. Selanjutnya, kemajuan yang terjadi pada teknik pembedahan katup jantung dapat di toleransi pasien.

Tempat kelainan katup jantung terletak pada bilik jantung yang awalnya berfungsi sebagai penyeimbang jika terjadi kelebihan beban pada jantung. Kelebihan beban akan mengakibatkan disfungsi pada otot jantung, gagal jantung kongestif bahkan kematian. Merupakan hal yang penting untuk menentukan penyebab kelainan katub jantung sehingga dapat mengetahui hubungan angka kehidupan dan kematian, dan dapat menentukan terapi yang optimal dan waktu yang tepat untuk pembedahan sehingga dapat meminimalkan angka kematian.

Penanganan pasien kelainan katup jantung dimulai sejak sebelum operasi (perioperatif) untuk mengetahui pergantian hemodinamik yang dapat

mengakibatkan disfungsi katup jantung. Lesi pada katup jantung yang paling banyak mengakibatkan tekanan berlebih (stenosis mitral dan stenosis aorta) atau kelebihan volume ( regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta) pada atrium kiri atau ventrikel kiri. Pemilihan obat bagi pasien kelainan katup jantung berdasarkan efek obat yang mengganti ritme jantung, heart rate, tekanan darah sistemik, resistensi vascular sistemik, dan patofisiologi penyakit jantung yang mengakibatkan resistensi pulmoner.

Persiapan perioperatif Persiapan perioperative pasien kelainan katup jantung memiliki penilaian 1. Derajat keparahan penyakit jantung. 2. Derajat kontraktilitas miokard.

3. Berkaitan dengan penyakit sistem organ utama (pulmo, renal, hepar) Mekanisme kompensasi pemeliharaan cardiac output (meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis) dan terapi obat sangat penting.

Pemeriksaan fisik Kegagalan jantung kongestif merupakan penyakit jantung yang paling sering. Bila kontraktilitas miokard lemah, pasien mungkin mengeluh dari dyspnea, orthopnea, dan fatigability. Kompensasinya meningkatkan aktivitas sistem saraf akan mengakibatkan kecemasan, diaphoresis, dan resting takikardi.

Angina pektoris mungkin terjadi pada pasien dengan kelainan katup jantung. Hal ini mencerminkan bahwa permintaan oksigen yang meningkat pada miocardium berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan otot jantung yang mampu

mengantarkan oksigen.

Kelainan arteri koroner pada pasien dengan kelainan

katup mitral dan aorta memiliki prognosis yang buruk, begitu juga dengan regurgitasi mitral yang dapat mengakibatkan kematian.

Terapi Obat Terapi obat yang digunakan pada pasien dengan kelainan katup jantung adalah golongan digitalis dan diuretik. Digitalis dapat meningkatkan kontraktilitas miokardium dan memperlambat nadi pada pasien dengan fibrilasi atrium. Efek digitalis yang cukup kuat dapat mengindikasikan nadi kurang dari 80 kali/menit saat istirahat dan meningkat menjadi lebih dari 15 kali/ menit dalam kondisi aktivitas sedang. Pada persiapan perioperatif, heart rate dapat di awasi, aktivasi sistem saraf simpatis, penggunaan intubasi tracheal atau simulasi pembedahan, dapat meningkatkan nadi dengan cara penurunan tekanan darah diastolic. Keracunan digitalis dapat mengakibatkan perpanjangan interval grafik PR pada EKG sehingga pasien dapat mengalami kelainan fungsi gastrointestinal.

Data Laboratorium EKG sering menunjukkan perubahan pada kelainan katup jantung, sebagai contoh, gelombang P menunjukkan pelebaran pada kasus stenosis mitral.

Kelainan katup jantung berhubungan dengan

oksigenasi dan ventilasi yang

direfleksikan dengan pembuluh darah dan ph. Sebagai contoh, kelainan katup jantung kronis dapat meningkat tekanan atrial. Perubahan ini dapat merubah hubungan antara ventilasi dan perfusi yang mempertemukan edema paru dengan penurunan PaO2

Tekanan transvalvular yang berhubungan dengan kateterisasi jantung berfungsi untuk menginformasikan seberapa besar kerusakan katup jantung.

Katup Jantung Buatan Katup mekanis, disusun oleh bagian utama yaitu logam atau campuran logam karbon. Bagian-bagian ini digolongkan menurut struktur, yaitu disket curam tunggal, atau bileaflet katup disket curam. Katup jantung buatan berbeda satu sama lain mengenai daya tahan, thrombogenitas, dan hemodynamik penampang. Katup mekanis sangat tahan lama, paling lama 20-30 tahun, sedangkan bioprosthetic katup sering gagal dalam tahun ke 10-15 dan membutuhkan penggantian yaitu katup mekanis thrombogenik. Katup mekanis thrombogenik memerlukan terapi pencegah pembekuan darah jangka panjang karena bioprosthetic katup memiliki potensial trombogenik yang rendah. Katup mekanis ini lebih disukai pasien muda atau tua.

Penilaian Katup Jantung Buatan Kelainan katup jantung buatan dapat mengakibatkan kelainan fungsi tubuh disarankan, terdapat perubahan intensitas atau kualitas dari sebelumnya seperti suara dapat didengar, mendengung, Transesophageal echocardiography

menyediakan resolusi gambar yang lebih tinggi dan kelainan fungsi tubuh prosthetic mitral katup dicurigai.

Komplikasi Pemakaian Katup jantung buatan Pemakaian katup jantung buatan dapat mengakibatkan keruwetan yang mungkin harus diwaspadi sepanjang evaluasi preoperative pasien karena resiko

thromboembolism, pasien dengan katup jantung buatan memerlukan terapi pencegah pembekuan darah jangka panjang.

Manajemen antikoagulan pada pasien dengan katup jan tung buatan Antikoagulation dapat dilanjutkan pada pasien dengan katup jantung buatan. Penggunaan warfarin selama trimester pertama pada kehamilan dapat berasosiasi dengan embryopathy dan kematian. Untuk alas an ini, warfarin menghentikan kehamilan, terapi aspirin dosis rendah aman untuk ibu dan anak

a.

Mitral Stenosis

Yang merupakan penyebab umum dari mitral stenosis adalah penyakit jantung rematik. Mitral stenosis umumnya mempengaruhi wanita. Penebalan difusa dari bilah mitral dan apartus subvalvular. Fusi commisura dan kalsifikasi dari annulus dan kalsifikasi bilah mitral juga tampak terjadi. Proses ini terjadi secara perlahanlahan dan banyak pasien tidak memiliki gejala untuk 20 sampai 30 tahun setelah episode pertama dari gejala demam rematik. Seiring dengan waktu, katup mitral menjadi stenotik dan pasien memiliki gejala gagal jantung kongestif, hipertensi pulmonal dan gagal jantung ventrikel kanan. Penyebab lainnya dari mitral stenosis termasuk sindrom karsinoid, mixoma atrium kirim, kalsifikasi annular mitral yang hebat, pembentukan thrombus, triatrium kor, rheumatoid arthritis, sistemik lupus eritromatous dan mitral stenosis congenital. Pasien dengan mitral stenosis biasanya menampakan dispnea pada aktifitas fisik, ortopnea dan paroksimal nocturnal dispnea karena adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri bagian atas. Kontraktilitas ventrikel kiri biasanya berada dalam keadaan normal. Penyakit Jantung Rematik tampak sebagai stenosis mitral yang terisolasi pada 40% pasien. Jika regurgitasi mitral dan/atau aorta diiringin dengan mitral stenosis, maka sering tampak adanya difungsi ventrikel kiri.

Patofisiologi Mitral stenosis di tandai dengan adanya obstruksi mekanis pada fase pengisian diastolic ventrikel kiri karena adanya pengecilan ukuran katup mitral. Obstuksi

katup menghasilkan peningkatan volume dan tekanan atrium kirim. Dengan mitral stenosis ringan pengisian ventrikel kiri dan stroke volume biasanya dipertahankan pada saat istirahat dengan peningkatan tekanan atrium kiri. Akan tetapi stroke volume akan menurun saat stres yang dicetuskan oleh takikardia atau ketika hilangnya kontaktilitas atrium seperti saat terjadi fibrilasi atrial. Tekanan vena pulmonalis yang meningkat di kaitkan dengan peningkatan tekanan atrium kiri. Menghasilkan transudasi cairan pada ruang interstilsil paru, peningkatan komplians dari paru, dan meningkatnya kerja pernfasan, sehingga menyebabkan dispnea progresif pada aktifitas fisik. Edema pulmo yang berlebih terjadi ketika tekanan vena pulmonalis melebihi tekanan onkotik dari protein plasma. Jika peningkatan atrium kiri terjadi secara perlahan-lahan, maka akan terjadi peningkatan drainase limfatik dari paru dan penebalan membrane kapiler yang menyebabkan pasien dapat mentoleransi peningkatan vena pulmonalis tanpa menimbulkan edema pulmonalis. Edema pulmonalis episodic biasanya terjadi dengan adanya fibrilasi atrial, sepsis, nyeri, dan kehamilan. Hemoptisis biasanya terjadi akibat hipertensi pulmonalis.

Diagnosis Ekokardiografi digunakan untuk menilai anatomi dari katup mitral termasuk derajat penebalan bilah, kalsifikasi, perubahan mobilitas, dan besarnya dampak apparatus subvalvular. Keparahan dari stenosis mitral di nilai dengan area kalsifikasi katup mitral dan gradien pengukuran tekanan transvalvular. Ekokardiografi juga dapat mengevaluasi besar ruang jantung, hipertensi pulmonalis, fungsi ventrikel, penyakit katup jantung yang berhubungan dengan mitral stenos dan pemeriksaan katup atrium kiri untuk melihat ada atau tidaknya thrombus.

Pasien dengan stenosis mitral biasanya tidak mempunyai gejala jika ukuran celah katup mitral (normalnya 4-6 cm) telah menurun sampai 50%. Ketika katup mitral sudah kurang dari 1 cm, mean dari tekanan sekitar 25 mmHg, maka penting untuk mempertahankan pengisian ventrikel kiri dan fase output kardiak. Hipertensi

pulmonal kemungkinan disebabkan peningkatan tekanan atrium kiri secara perlahan-lahan secara kronis diatas 25mmHg. Ketika gradien tekanan

transvalvular mitral lebih dari 10 mmHg (normal < 5 mmHg), kemungkinan terjadi mitral stenosis yang hebat (Tabel 2-6). Ketika mitral stenosis hebat, stress tambahan seperti demam atau sepsis mungkin mempretisipasi terjadi edema pulmonalis.

TABLE 2-6 -- Severity of Mitral Stenosis Measured by Echocardiography Mild Mean valve gradient (mm Hg) 6 Pressure half time (ms) Mitral valve area (cm2 ) 100 Moderate Severe 610 200 >10 >300 <1.0

1.62.0 1.01.5

Secara klinis mitral stenosis ditandai dengan bunyi snap pada pembukaan katup saat diastole awal dan gemuruh pada saat diastole jantung, terdengar sangat jelas pada apeks jantung atau pada aksila. Getaran yang ditimbulkan oleh pembukaan katup yang mobile tapi stenosis menimbulkan bunyi snap. Kalsifikasi dari katup menyebabkan rendahnya mobilitas bilah katup, sehingga menghilangkan bunyi snap pada saat pembukaan. Pembesaran atrium kiri sering tampak terlihat jelas pada foto thoraks, dengan gambaran pelurusan batas jantung kiri dan kenaikan bronkus kiri. Densitas ganda dari pembesaran atrium kiri, kalsifikasi katup mitral dan adanya edema pulmonalis atau kongesti vaskularisasi pulmonalis juga dapat terlihat. Pelebaran gelombang P pada EKG menandakan adanya pembesaran atrium kiri. Fibrilasi atium juga tampak pada sepertiga dari pasien dengan mitral stenosis berat. Darah stasis pada distended atrium kiri merupakan predisposisi pasien dengan mitral stenosis meningkatkan resiko kejadian thrombo embolik. Trombosis vena terjadi dikarenakan kurangnya aktifitas fisik pada pasien seperti ini.

Manajemen Anestesia Manajemen anestesia untuk pasien mitral stenosis tanpa indikasi pembedahan jantung termasuk pencegahan dan pengobatan jika terjadi keadaan yang mengurangi kardiak output atau menghasilkan edema pulmonaris (Table 2-7). Perkembangan fibrilasi atrial dengan respons ventricular cepat akan sangat mengurangi output cardiac dan dapat menyebabkan edema pulmonaris. Pengobatan termasuk kardioversi atau pemberian B-bloker, bloker saluran kalsium, atau digoxin secara intravena. Pemberian cairan preoperative secara berlebihan, Posisi trendelburg atau autotransfusi melalui kontaksi uterin akan meningkatkan volume darah sentral dan mempresitipasi gagal jantung kongestif.

TABLE 2-7 -- Intraoperative Events That Have a Significant Impact on Mitral Stenosis Sinus tachycardia or a rapid ventricular response during atrial fibrillation Marked increase in central blood volume, overtransfusion or head-down positioning Drug-induced decrease in systemic vascular resistance Hypoxemia and hypercarbia that may exacerbate pulmonary hypertension and evoke right ventricular failure as associated with

Pada pasien dengan mitral stenosis berat, pengurangan resistensi sistemik vascular secara mendadak tidak dapat ditolerans, sebab respon normal untuk hipotensi ex. Refleks peningkatan denyut jantung, refleks tersebut juga dapat menyebabkan cardiac output. Jika diperlukan, tekanan darah sistemik dan resistensi vascular dapat dipertahankan dengan obat simpatomimtetik seperti efedrin dan

fenilepinefrin, fenilepinefrin lebih di pilih sebab tidak mempengaruhi detak jantung. Hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel kanan dana di cetuskan oleh beberapa factor, seperti hiperkarbia, hipoksemia, hiperinflasi paru dan peningkatan cairan

pada paru. Gagal ventrikel kanan memerlukan bantuan obat inotropik dan vasodilator pulmonalis.

Obat-obatan Pre Operatif

Obat-obatan preoperative dapat digunakan untuk mengurangi anksietas dan takikardia yang timbul karenanya, akan tetapi perlu diperhatikan pasien dengan mitral stenosis akan lebih suseptibel pada efek anti depresi pernafasan karena obat-obatan ini, dibandingkan pasien normal Obat digunakan untuk mengatur laju jantung harus di lanjutkan sampai saat operasi. Hipokalemia yang dicetuskan oleh anti diuretic dapat di deteksi dan di obati sebelum operasi, hipotensi ortostatik merupakan bukti adanya hipovolemia yang dicetuskan oleh anti diuretic. Dapat ditoleransi penggunaan pengobatan antikoagulan untuk operasi minor, akan tetapi operasi mayor yang berkaitan dengan kehilangan banyak darah, maka harus dihentikan penggunaan anti koagulan. Penggunaan anestesi regional dapat kurang efektif karena penggunaan obat antikoagulasi.

Induksi Anestesi Induksi anestesi dapat dicapai dengan anestesia intravena yang tersedia, dengan pengecualian ketamin, yang harus di hindari karena dapat meningkatkan laju jantung. Intubasi Trakeal dan pelemas otot untuk pembedahan, harus digunakan pelemas otot yang tidak merubah kerja jantung seperti takikardia dan hipotensi akibat pelepasan histamine.

Maintenance of Anesthesia

Pemeliharaan Anestesia Pemeliharaan anestesia dapat dicapai dengan baik dengan menggunakan obat dengan efek samping minimal pada laju jantung, kontraktitilias jantung, resistensi vascular sistemik dan pulmonaris. Seringkali anestetik nitro/narktik atau anestesi

yang seimbang termasuk konsentrasi rendah dari anestetik mudah menguap dapat mencapai hasil yang baik. Nitro Oksida dapat merangsang vasokonstriksi pulmonalis dan meningkatkan resistensi vascular, akan tetapi tidak mempunyai kepentingan klinik kecuali bila adanya hipertensi pulmonalis. Pelemas otot dengan efek minimal pada laju jantung, tekanan darah dan resistensi vascular sistemik, merupakan terbaik pada pasien dengan mitral stenosis. Pembalikan farmaklologi pelemas otot non depolar harus diberikan secara perlahan-lahan untuk menghilangkan takikardia yang dicetuskan oleh obat, yang disebabkan oleh obat antikolinergik yang ada didalam campuran. Anestesia ringan dan stimulasi pembedahan dapat menstimulasi simpatis sehingga menghasilkan takikardia, hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonalis.

Pemberian vasodilator pulmonalis diperlukan jika hipertensi pulmonalis berat. Penggantian cairan saat operasi harus di titrasi dengan baik, karena pasien seperti ini sangat rentan terhadap overload volume yang dapat mencetuskan edema paru.
Monitoring

Penggunaan monitoring invasive, tergantung pada kompleksitas prosedur pembedahan besarnya gangguan fisiologis yang disebabkan stenosis mitral. Monitoring pada pasien tanpa gejala dan tanpa tanda kongesti pulmonal tidak berbeda seperti pada pasien tanpa penyakit katup jantung. Ekokardiografi transesofageal dapat berguna pada pasien dengan gejala mitral stenosis yang akan menjalani pembedahan mayor, terutama jika diperkirakan akan banyak kehilangan darah. Pemeriksaan terus menerus dari tekanan intra ateri, tekanan arteri pulmonalis dan pemeriksaan tekanan atrium kiri, harus dipertimbangkan. Monitoring ini sangat membantu untuk memastikan kecukupan fungsi jantung, volume cairan intra vascular, ventilasi dan oksigenisasi. Tampaknya pasien dengan gejala hipertensi pulmonal yang signifikan memiliki resiko untuk rupture arteri dari cedera yang disebabkan kateteri arteri pulmonalis sehingga pengukuran tekanan oklusi arteri pulmonalis harus di ukur tidak terlalu sering dan sangat hati-hati.

Penanganan Post Operasi

Pada pasien dengan mitral stenosis, resiko dari edema pulmonal dan gagal jantung kanan dapat berlanjut sampai saat perioda post operasi, oleh sebab itu monitoring jantung harus dilanjutkan. Nyeri dan hipoventilasi yang terjadi karena asidosis respiratorik serta hipoksemia bertanggung jawab terhadap peningkatan laju jantung dan resistensi vascular pulmonalis. Penurunan komplians pulmonaris dan peningkatan pernafasan sangat memerlukan bantuan ventilasi mekanis, terutama setelah pembedahan toraks atau abdomen. Pengurangan myeri post operasi dengan opioid neuroaksial sangat berguna untuk beberapa pasien tertentu.

b.

Stenosis Aorta

Stenosis aorta merupakan penyakit idiopatik yang disebabkan oleh degenerasi dan kalsifikasi pada dinding aorta. Stenosis lebih sering terjadi pada orang dengan katup aorta bicuspid daripada orang dengan katup aorta normal yaitu tricuspid. Tanda-tanda pada stenosis aorta biasanya berkembang lebih dini (30-40 tahun). Stenosis aorta berkaitan dengan faktor-faktor resiko yang sama (hipertensi sistemik dan hiperkolesterolemia) sebagaimana pada penyakit jantung sistemik. Insidensi kematian yang mendadak meningkat pada pasien dengan stenosis aorta khususnya setelah onset muncul.

Patofisiologi Obstruksi pada dinding aorta memperkecil area pada orificium katup aorta yang diperlukan untuk meningkatkan tekanan pada ventrikel kiri untuk

mempertahankan stroke volume. Krisis stenosis aorta mampu menimbulkan beberapa symptom dan kematian mendadak yang dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan transvalvular lebih dari 50 mmHg dan area pada orificium katup aorta kurang dari 0,8 cm2 (normalnya 2,5-3,5 cm2). Selain itu, stenosis aorta biasanya sering dihubungkan dengan beberapa hal pada regurgitasi aorta. Angina pectoris dapat timbul pada pasien dengan stenosis aorta meskipun tidak terdapat atherosclerosis pada arteri koronaria. Hal ini meningkatkan kebutuhan

oksigen pada miokardium yang bertujuan untuk menyesuaikan diri dengan meningkatnya jumlah otot-otot ventrikel karena adanya hipertrofi miokardium konsentris sehingga peningkatan kebutuhan oksigen sesuai dengan peningkatan afterload. Selain itu, suplai oksigen pada miokardium menurun untuk menyesuaikan diri dengan penekanan pada pembuluh darah koronaria

subendokardial dengan meningkatkan tekanan sistol pada ventrikel kiri. Penyebab terjadinya sinkop pada pasien dengan stenosis aorta sangat berlawanan tetapi dapat menggambarkan kegiatan yang memicu penurunan resistensi vaskuler sistemik yang tetap tersisa karena berkurangnya cardiac output disebabkan katup stenosis. CHF disebabkan disfungsi diastolik (penebalan dinding ventrikel kiri) dan atau disfungsi sistolik (peningkatan afterload, penurunan kontraktilitas miokardium).

Diagnosis Symptom klinis yang klasik pada stenosis aorta adalah angina pectoris, dispnoe saat bekerja, dan sinkop yang sering berhubungan dengan pekerjaan. Auskultasi memperlihatkan karakteristik adanya murmur sistolik yang meluas sampai ke leher dan sangat jelas terdengar pada area aorta (ICS ke-II kanan). Karena beberapa pasien dengan stenosis aorta asimptomatik, sangat penting untuk mendengarkan murmur jantung ini sebelum pembedahan. Radiografi dada menunjukkan penonjolan aorta ascenden karena adanya pelebaran poststenosis, dimana EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. EKG dengan pemeriksaan Doppler pada katup aorta menunjukkan hasil yang lebih akurat terhadap beratnya derajat stenosis aorta daripada peneriksaan klinis yang lain. Penebalan dan kalsifikasi pada katup aorta digabungkan dengan penurunan mobilitas katup terlihat pada EKG. Perkiraan jumlah tekanan transvalvular dan area pada katup aorta diperlih atkan dengan EKG. EKG dapat digunakan untuk memastikan luasnya hipertrofi ventrikel kiri dan untuk memperkirakan pengisian ventrikel kiri. Kateterisasi jantung dan angiografi koroner dibutuhkan jika keparahan stenosis aorta tidak dapat diperkirakan dengan EKG.

Pengobatan Selain antibiotik untuk profilaksis pada infeksi endokarditis, tidak ada terapi medis yang efektif untuk stenosis aorta. Pada pasien asimptomatik dengan stenosis aorta, menunjukkan hubungan yang aman untuk melanjutkan penanganan medis dan untuk menunda pembedahan sampai symptom berkembang. Adanya kalsifikasi ringan atau berat pada katup dapat diidentifikasi pada pasien dengan prognosis yang buruk, dan pasien ini akan dipertimbangkan untuk dilakukannya penggantian katup aorta sebelum symptom berkembang. Sebenarnya, pengobatan yang paling efektif adalah mengatasi obstruksi mekanis pada semburan ventrikel kiri dengan pembedahan untuk mengganti katup aorta. Kematian mencapai 75% dalam 3 tahun setelah stenosis aorta berubah menjadi simptomatis sebelum katup sempat diganti. Meskipun kebanyakan pasien dengan stenosis aorta berusia lanjut, prognosis dengan pembedahan pada usia ini lebih baik. Valvotomi balon aorta untuk dewasa pada penderita stenosis aorta berguna hanya untuk mengurangi keluhan penyakit pada pasien yang tidak direncanakan untuk diganti katupnya karena kondisi medis lain. Penggantian katup aorta biasanya mengurangi symptom stenosis aorta dengan baik, dan jumlah pengisian pun meningkat. Namun, terdapat beberapa kelompok dari pasien yang memiliki jumlah pengisian yang sedikit dan symptom yang tersisa setelah penggantian katup aorta. Terdapat perbedaan geometri ventrikuler antara pria dan wanita, yang ditandai dengan lebih tebalnya dinding ventrikel dan lebih banyaknya jumlah pengisian pada wanita. Pemeriksaan preoperatif terhadap perbedaan ini penting karena penanganan post operatif pada cardiac output yang rendah membutuhkan volume perluasan daripada pengggunaan obat inotropik.

Manajemen Anesthesi Manajemen anestesi untuk pembedahan non kardiak pada pasien dengan stenosis aorta meliputi pencegahan terhadap terjadinya penurunan cardiac output. Tidak ada petunjuk pada pembedahan kardiak terencana yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien ini. General anestesi lebih sering dipilih daripada epidural atau spinal anestesi karena blokade sistem saraf

simpatis perifer oleh regional anestesi menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik. Pemeliharaan ritme sinus yang normal diperlukan sekali, karena ventrikel kiri berperan dalam mempengaruhi waktu kontraksi pada atrium untuk menghasilkan volume diastolik akhir yang optimal. Sesungguhnya, hilangnya kontraksi atrium yang normal, selama ritme lompatan atau fibrilasi atrium dapat menimbulkan penurunan yang signifikan dari stroke volum dan tekanan darah sistemik. Denyut jantung penting sebagaimana waktu yang tersedia saat pengisian ventrikel dan semburan stroke volume ventrikel kiri. Sebagai contoh, sikatrik, memungkinkan peningkatan denyut jantung dan menurunkan waktu pengisian ventrikel dan volume pengisian, mempengaruhi penurunan stroke volume yang tak terduga. Seperti juga penurunan denyut jantung yang tiba-tiba dapat menyebabkan distensi berlebihan yang akut pada ventrikel kiri. Terlihat dari obstruksi pada semburan ventrikel kiri, penting untuk mengetahui bahwa penurunan resistensi vaskuler sistemik yang berhubungan dengan penurunan tekanan darah yang drastis dan disusul penurunan aliran darah koroner. Sebaliknya, peningkatan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah sistemik dapat memicu turunnya stroke volume. Penting untuk menyediakan defribrilator ketika anestesi diberikan pada pasien dengan stenosis aorta. Pemijatan jantung eksterna kurang efektif untuk gagal jantung, sama seperti sulitnya untuk membuat stroke volume adekuat untuk melewati katup aorta yang mengalami stenosis dengan cara menekan sternum pasien.

Medikasi Preoperatif Antibiotik profilaksis dimulai selama periode preoperatif untuk perlindungan terhadap endokarditis infektif pada pasien dengan stenosis aorta yang dijadwalkan untuk menjalani pmeriksaan gigi dan pembedahan. Medikasi preoperative disesuaikan untuk mengurangi adanya penurunan resistensi vaskuler sistemik.

Induksi Anestesi Induksi anestesi pada stenosis aorta dapat dicapai dengan obat induksi intravena yang tersedia. Intubasi trakhea dibantu dengan pemberian obat muscle relaxants.

Terjadinya bradikardi berkaitan dengan pemberian succinylcholine diharapkan tidak terjadi. Beberapa hal untuk mencegah respon yang jarang ini (peningkatan tekanan darah adalah respon yang umum terjadi) dapat dipertimbangkan, meliputi pemberian obat antikolinergik.

Maintenance Anestesi Maintenance anestesi paling sering dikerjakan dengan kombinasi nitrous oxide dan volatile anestesi atau opioid. Keburukan obat volatile (khususnya halothan) yaitu secara otomatis mendepresi nodus sinoatrial, yang dapat menimbulkan ritme tak teratur dan hilangnya kontraksi atrial sewaktu-waktu. Selain itu, jika fungsi ventrikel kiri diperburuk oleh stenosis aorta, obat ini dapat digunakan untuk mencegah depresi tambahan dari kontraktilitas miokardium dengan anestesi volatile. Penurunan resistensi vaskuler sistemik disebabkan oleh tingginya konsentrasi isoflurane, desflurane atau sevoflurane yang tak terduga;

kenyataannya, penelitian secara klinis menunjukkan bahwa konsentrasi rendah dari obat-obatan ini tidak dapat dihubungkan dengan respon yang timbulnya tak terduga. Maintenance anestesi dengan nitrous oxide dan opioid atau dengan opioid tunggal dosis tinggi (fentanyl 50-100 g/kgBB IV atau dosis equivalen dari opioid poten yang lain) telah diperhitungkan untuk pasien dengan tanda-tanda disfungsi ventrikel kiri yang mengacu pada stenosis aorta. Obat-obatan blokade neuromuskuler nondepolarisasi dengan efek minimal terhadap sirkulasi biasa digunakan, meskipun peningkatan tekanan darah sistemik dan denyut jantung sebagaimana disebabkan oleh pancuronium, tapi hal ini dianggap wajar. Volume cairan intravaskuler dipertahankan dengan penggantian darah yang hilang dan pemberian (5 ml/kgBB/jam) cairan intravena. Onset dari ritme lompatan atau bradikardi selama anestesi dan pembedahan biasanya ditangani dengan atropine intravena. Takikardi persisten dapat ditangani dengan -antagonis seperti esmolol, harus diingat bahwa pasien ini kemungkinan bergantung pada aktivitas -adrenergik endogen untuk mempertahankan stroke volum ventrikel kiri khususnya untuk meningkatkan resistensi vaskuler yang berlangsung sebagai respon terhadap pembedahan. Takikardi supraventrikuler dapat diakhiri secara cepat dengan kardioversi elektrik. Lidocaine selalu

disediakan, karena pasien ini memiliki kecenderungan untuk berkembangnya disritmia ventrikel jantung.

Monitoring Pengawasan intraoperatif pada pasien dengan stenosis aorta dapat menggunakan EKG yang menunjukkan adanya reflek iskemik miokardium. Magnitudo pada pembedahan dan beratnya stenosis aorta sangat mempengaruhi untuk penggunaan kateter intra-arterial, transesophageal echocardiography, atau kateter arteri pulmonalis. Pengawasan ini membantu penentuan penyebab hipotensi

intraoperatif apakah disebabkan oleh hipovolemia atau CHF. Harus diingat bahwa macetnya tekanan arteri pulmonal dapat mempengaruhi ventrikel kiri dan tekanan diastolik karena penurunan compliance pada ventrikel kiri yang menyebabkan stenosis aorta kronis.

Anestesi Regional Anestesi spinal atau epidural dan hubungannya dengan blokade sistem saraf simpatis telah dipertimbangkan pada pasien dengan stenosis aorta. Harus diperhatikan bahwa blokade dengan induksi anestesi pada sistem saraf simpatis perifer dapat secara cepat menurunkan resistensi vaskuler sistemik, dengan menurunkan venous return pada jantung dan menurunkan tekanan arteri koronaria. Pada pasien dengan stenosis aorta, hipertrofi ventrikuler konsentris menyebabkan miokardium yang rentan menjadi miokardium iskemik meskipun penyakit arteri koronaria tidak ada. Penurunan drastis pada resistensi vaskuler sistemik dapat memicu siklus hipotensi-menginduksi iskemik miokardial disusul oleh disfungsi ventrikuler dan hipotensi yang parah. Jika regional anetesi yang dipilih, dapat diperhitungkan onset blockade sistem saraf perifer setelah anestesi epidural, terutama anestesi spinal. Sebagai alternatif lain, anestesi spinal selanjutnya telah dijelaskan untuk pasien berusia lanjut dengan stenosis aorta yang berat yang menjalani operasi perbaikan patah tulang kaki.

c.

Regurgitasi Aorta

Regurgitasi aorta disebabkan oleh penyakit pada katup-katup aorta atau pada ujung-ujung aorta yang merusak katup, mencegah pergerakannya. Penyebab umum dari abnormalitas katup yang menyebabkan regurgitasi aorta adalah endokarditis infektif dan demam rematik. Kerusakan ujung aorta menyebabkan regurgitasi aorta meliputi pelebaran idiopatik yang berhubungan dengan hipertensi sistemik dan penuaan, pembedahan aorta pada torak, penyakit kolagen vaskuler, dan sindrom Marfan. Regurgitasi aorta akut biasanya disebabkan endokarditis infektif yang memiliki penyulit pada pembedahan untuk menggantikan katup.

Patofisiologi Dasar penyusunan hemodinamik pada pasien dengan regurgitasi aorta menurunkan stroke volume karena regurgitasi pada saat stroke volume disemburkan dari aorta kembali ke dalam ventrikel kiri. Magnitudo volume regurgitasi bergantung pada (1) waktu yang tersedia saat regurgitasi terjadi, dilihat dari denyut jantung; dan (2) tekanan rata-rata yang melalui katup aorta, yang bergantung pada resistensi vaskuler sistemik. Magnitudo dari regurgitasi aorta menurun dengan takikardi dan vasodilatasi perifer. Dengan regurgitasi aorta kronis, hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan sejumlah stroke volume total terisi dalam aorta, menimbulkan peningkatan afterload pada ventrikel kiri. Faktanya, afterload meningkat pada regurgitasi aorta sebagaimana stenosis aorta. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium setelah terjadi hipertrofi ventrikel dan adanya penurunan tekanan diastolik aorta, dimana aliran darah koroner menurun, dapat menimbulkan angina pectoris karena adanya iskemik

subendokardial meskipun tanpa adanya penyakit jantung iskemik. Ventrikel kiri biasanya tahan terhadap peningkatan volume ventrikuler yang kronis. Jika tidak terlihat kerusakan pada ventrikel kiri, bagaimanapun juga volume diastolik akhir pada ventrikel kiri meningkat tajam, dan menimbulkan edema pulmoner. Bahkan, indikator pertolongan dari fungsi ventrikel pada regurgitasi aorta adalah pemeriksaan EKG pada volume sistolik akhir dan jumlah pengisian, keduanya akan stabil sampai fungsi ventrikel kiri rusak.

Dibandingkan dengan pasien yang memiliki regurgitasi aorta kronis, pasien dengan regurgitasi aorta akut pernah mengalami peningkatan volume ventrikel yang tiba-tiba sebelum hipertrofi ventrikel kiri terlihat. Mekanisme kompensasi kurang efektif, seperti peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokardium, dengan hasil akhir sering turunnya cardiac output dan hipotensi.

Diagnosis Regurgitasi aorta ditandai dengan adanya murmur pada aliran diastolik yang didengar paling kencang sepanjang tepi sternum serta tanda-tanda perifer seperti sirkulasi hiperdinamik meliputi tekanan nadi yang melebar, penurunan tekanan darah diastolik, lompatan pulsasi perifer. Regurgitasi aorta yang disertai murmur tertentu, gemuruh diastolik (Austin Flint Murmur) terdengar di sekitar apeks jantung. EKG dengan pemeriksaan Doppler pada katup aorta dan aortografi selama kateterisasi jantung berguna untuk memastikan kesan klinis yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan untuk menghitung derajat keparahan penyakit. Pada regurgitasi aorta kronis, terlihat pembesaran ventrikel kiri pada radiografi dada dan EKG. Berbeda dengan stenosis aorta, kematian mendadak oleh karena regurgitasi aorta sangat jarang terjadi. Sama seperti regurgitasi mitral, simptom dari regurgitasi aorta tidak terlihat sampai disfungsi ventrikel kiri terlihat. Simptom pada stadium ini biasanya karena kerusakan ventrikel kiri (dispnoe, atau takipnoe, kelelahan) dan angina pectoris yang tidak disebabkan oleh penyakit arteri koronaria. Peningkatan stroke volume berhubungan dengan regurgitasi aorta dan dapat menimbulkan hipertensi sistolik dan peningkatan afterload pada ventrikel kiri, yang mana lebih banyak dipengaruhi oleh stenosis aorta.

Pengobatan Pembedahan untuk menggantikan katup aorta disarankan sebelum onset dari kerusakan ventrikel kiri permanen, meskipun pada pasien asimptomatik. Setelah penggantian katup aorta, afterload pada ventrikel kiri menurun dan jumlah pengisian membaik. Terapi pembedahan pada regurgitasi aorta diindikasikan sebelum jumlah semburan menurun kurang dari 0,55 atau dimensi sistolik akhir

melebihi 55 mm. Alternatif lain dari pembedahan katup aorta meliputi autograf pulmoner (Ross procedure) dan rekonstruksi katup aorta. Terapi medis pada regurgitasi aorta berdasarkan penurunan afterload ventrikel kiri dengan obat yang menginduksi vasodilatasi. Perlu diperhatikan, infus nitroprusid intravena berguna untuk memperbaiki stroke volume ventrikel kiri berikutnya jika regurgitasi aorta akut mempengaruhi volume overload dan menurunkan cardiac output. Penggunaan nifedipine pada pasien regurgitasi aorta asimptomatik dan fungsi ventrikel kirinya normal dapat menunda pembedahan selama beberapa bulan.

Manajemen Anestesi Manajemen anestesi untuk pembedahan non kardiak pada pasien dengan regurgitasi aorta dirancang untuk mempertahankan stroke volume ventrikel kiri. Hal ini berguna untuk menjaga detak jantung pasien sekitar 80x/menit, seperti bradikardi, dengan meningkatkan durasi diastole ventrikel, menjaga volume overload akut ventrikuli. Peningkatan resistensi vaskuler yag mendadak dapat timbul dari kerusakan pada ventrikel kiri, diobati dengan vasodilator perifer seperti nitroprusid. Regurgitasi aorta biasanya menyebabkan turunnya kinerja ventrikel kiri, dan anestesi yang menginduksi penekanan kontraktilitas miokardium tak dapat diperkirakan. Kerusakan ventrikel kiri dapat ditangani dengan penggantian afterload oleh nitroprusid dan inotropik kardiak seperti dopamine untuk meningkatkan kontraktilitas miokardium. Secara keseluruhan, peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi vaskuler sistemik merupakan tujuan yang ingin dicapai pada pemberian anestesi. Tetapi, harus diperhatikan bahwa pada beberapa pasien bisa sangat sensitif terhadap vasodilatasi perifer. Penggantian antibiotik profilaksis selama operasi untuk perlindungan dari berkembangnya endokarditis infektif biasanya disarankan untuk pasien dengan regurgitasi aorta yang terjadwal untuk melakukan pemeriksaan gigi atau pembedahan. General anestesi merupakan pilihan yang baik untuk pasien dengan regurgitasi aorta. Meskipun penurunan resistensi vaskuler sistemik secara teoritis

berguna, respon alami yang tidak terkontrol dengan regional anestesi dapat diturunkan dari penggunaan epidural atau spinal anestesi.

Induksi Anestesi Induksi anestesi pada regurgitasi aorta dapat dicapai dengan obat induksi intravena yang tersedia. Ketamin digunakan karena kemampuannya mempercepat denyut jantung, tetapi kemampuan untuk memicu peningkatan resistensi semburan sroke volume ventrikel kiri berdasarkan peningkatan resistensi vaskuler sistemik tak dapat diduga. Meskipun demikian, jika volume cairan intravaskuler diduga menurun, penggunaan ketamin untuk induksi anestesi merupakan pilihan yang baik. Bradikardi yang dikaitkan dengan pemberian succinylcholine tak dapat diperkirakan, dan intervensi untuk mencegah hal yang tidak diinginkan ini (peningkatan denyut jantung adalah respon yang biasa terjadi) dapat dipertimbangkan, meliputi pemberian obat antikolinergik.

Maintenance Anestesi Apabila tidak ada disfungsi ventrikel kiri yang berat, maintenance anestesi sering dilakukan dengan nitrous oxide serta anestesi volatile dan atau opioid. Walaupun anestesi volatile spesifik tidak pernah digunakan secara mutlak, penggunaannya dapat meningkatkan denyut jantung dan menurunkan resistensi vaskuler sistemik dengan efek samping kecil untuk menimbulkan penekanan miokard secara langsung seperti isoflurane, desflurane dan sevoflurane, hal ini yang membuat obat ini menjadi pilihan yang baik. Jika fungsi ventrikel kiri makin memburuk, penggunaan opioid (fentanyl 50-100 g/kgBB IV atau opiod short-acting yang setara) sebagai obat untuk mempertahankan anestesi dapat digunakan sebagai cara terbaik untuk mempertahankan amnesia yang adekuat tanpa menimbulkan depresi jantung. Penting untuk mempertimbangkan kemungkinan depresi miokard yang terjadi berlebihan, yang mana timbul ketika nitrous oxide diganti dengan opioid. Pemilihan muscle relaxant dipengaruhi dengan efek sirkulasi yang ditimbulkan oleh obat ini. Obat dengan efek samping yang minimal atau bahkan tidak ada sama sekali pada tekanan darah sistemik biasanya sangat menarik, meskipun tidak terlalu baik untuk meningkatkan denyut jantung berkaitan dengan pemberian

pancuronium dapat disarankan untuk mempertahankan stroke volume ventrikel kiri. Ventilasi paru biasanya dikontrol secara mekanis dan diatur juga supaya PaCO2 tetap mendekati nilai normal. Pola ventilasi ini harus menghasilkan waktu yang tepat antara pernapasan untuk venous return yang terjadi. Maintenance dari volume cairan intravaskuler dengan penggantian darah yang hilang penting untuk mempertahankan pengisian jantung dan semburan stroke volume ventrikel kiri yang optimal. Jumlah cairan preoperative dan infuse intravena nitropruside dapat digunakan untuk mempertahankan cardiac output selama pembedahan. Bradikardi dan ritme yang terpisah membutuhkan pengobatan dengan atropine intravena.

Monitoring Beberapa operasi kecil pada pasien dengan regurgitasi aorta asimptomatik biasanya tidak memerlukan monitoring. Untuk mengetahui adanya kemungkinan iskemia miokard, dapat digunakan EKG untuk mendeteksi perubahan yang terjadi. Adanya regurgitasi aorta berat, monitoring dengan EKG transesofageal dan atau kateter pada arteri pulmoner membantu untuk mengetahui lebih awal derajat penekanan miokard yang tak terduga dan digunakan juga untuk penggantian cairan intravena. Respon pada pemberian obat vasodilator yang diikuti pengukuran cardiac output dan penghitungan resistensi vaskuler dapat dilakukan dengan data yang diperoleh dari kateterisasi arteri pulmoner.

Tricuspid Regurgitasi tricuspid regurgitation mencerminkan bilik jantung dalam kaitan dengan hipertensi berkenaan dengan paru-paru. tentu saja, tricuspid regurgitation sering bersamaan dengan hipertensi

Patofisiologi Penyesuaian atrium dan vena cava mengakibatkan tekanan atrial kanan meningkat, bahkan pemindahan berkenaan dengan pembedahan tricuspid katup, seperti pada pasien dengan infective endocarditic. Hal ini menyebabkan

meningkatnya jarak regurgitation melalui katup tricuspid tidak cukup. Kombinasi

ventricular kanan yang mengalami kegagalan dan meninggalkan ventricular kanan dapat mengakibatkan tekanan melebihi intracardiac.

Manajemen anesthesia manajemen anestesi pada pasien dengan tricuspid regurgitation. Tekanan intratorakal yang tinggi dapat berkaitan dengan ventilasi paru sehingga terjadi venodilasi berkenaan dengan pembuluh darah hypoxemia dan hypercarbia, harus dihindari.

Obat anestesi spesifik yang dipakai adalah gabungan, berkenaan dengan vasodilatasi paru. ketamin yang mampu mengendalikan pembuluh darah kembali. bitro oxida berkenaan dengan paru-paru lemah vasoconstrictor bila

menggabungkan dengan opioid dan dapat meningkat jarak tricuspid regurgitation dengan mekanisme ini. jika bitro oxida terkelola dengan baik, mungkin akan membantu mengawasi tekanan pembuluh darah pusat.

KESIMPULAN

1. Tempat kelainan katup jantung terletak pada bilik jantung yang awalnya berfungsi sebagai penyeimbang jika terjadi kelebihan beban pada jantung 2. Lesi pada katup jantung yang paling banyak mengakibatkan tekanan berlebih (stenosis mitral dan stenosis aorta) atau kelebihan volume (

regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta) pada atrium kiri atau ventrikel kiri 3. Terapi obat yang digunakan pada pasien dengan kelainan katup jantung adalah golongan digitalis dan diuretic 4. Kelainan katup jantung berhubungan dengan oksigenasi dan ventilasi

yang direfleksikan dengan pembuluh darah dan ph 5. Mitral stenosis di tandai dengan adanya obstruksi mekanis pada fase pengisian diastolic ventrikel kiri karena adanya pengecilan ukuran katup mitral 6. Secara klinis mitral stenosis ditandai dengan bunyi snap pada pembukaan katup saat diastole awal dan gemuruh pada saat diastole jantung, terdengar sangat jelas pada apeks jantung atau pada aksila 7. Stenosis aorta merupakan penyakit idiopatik yang disebabkan oleh degenerasi dan kalsifikasi pada dinding aorta 8. Symptom klinis yang klasik pada stenosis aorta adalah angina pectoris, dispnoe saat bekerja, dan sinkop yang sering berhubungan dengan pekerjaan 9. Auskultasi pada stenosis aorta memperlihatkan karakteristik adanya murmur sistolik yang meluas sampai ke leher dan sangat jelas terdengar pada area aorta (ICS ke-II kanan) 10. Regurgitasi aorta disebabkan oleh penyakit pada katup -katup aorta atau pada ujung-ujung aorta yang merusak katup, mencegah pergerakannya 11. Regurgitasi aorta ditandai dengan adanya murmur pada aliran diastolik yang didengar paling kencang sepanjang tepi sternum serta tanda-tanda perifer seperti sirkulasi hiperdinamik meliputi tekanan nadi yang melebar, penurunan tekanan darah diastolik, lompatan pulsasi perifer.

Anda mungkin juga menyukai