Anda di halaman 1dari 6

Menumbuhkan Motivasi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua

Iman Suroso Staf pengajar pada Jurusan Teknik Listrik, Politeknik Negeri Semarang Abstract: Second language can be acquired through acquisition learning. There are many factors that influence second language learning, and one of them is motivation. The role of motivation in this language learning is manifested through the presence of integrative, instrumental, intrinsic, and extrinsic motivation. Various researches conducted by linguists have shown that motivation is positively correlated with language learning success. Therefore, language teaching should provide techniques which are able to emerge motivation within the learners. However, factor influencing the emergence of the motivation should be managed. Key words: motivation, language, learning, acquisition

I. Pendahuluan
Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh seseorang setelah dia memperoleh bahasa pertama (atau bahasa ibu). Pemerolehan bahasa kedua ini, menurut Ellis (1986), terjadi dalam dua setting yang berbeda, yaitu secara naturalistik (naturalistic SLA) dan dalam lingkungan kelas (classroom SLA). Pemerolehan secara naturalistik adalah pemerolehan yang terjadi secara alamiah dan tanpa disadari sebagaimana terjadi dalam pemerolehan bahasa pertama, sedangkan pemerolehan dalam lingkungan kelas berlangsung secara formal di dalam ruang kelas dan keformalannya ditandai dengan adanya pengajar, pembelajar, kurikulum, silabus, materi dan tujuan serta evaluasi. Contoh pemerolehan secara naturalistik dapat diilustrasikan berikut ini. Seorang anak yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga berbahasa Sunda akan memperoleh Bahasa Sunda sebagai bahasa pertamanya, tapi karena dia tinggal di lingkungan sekitar yang tidak menggunakan Bahasa Sunda, misalnya Bahasa Jawa, maka lambat laun dia juga akan memperoleh Bahasa Jawa sebagai bahasa keduanya. Disini pemerolehan bahasa kedua terjadi hampir secara bersamaan dengan bahasa pertama. Contoh lain, seorang dewasa yang berasal dari lingkungan Bahasa Jawa dan telah menguasai Bahasa Jawa dengan baik berpindah domisili ke lingkungan yang menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Dalam interaksinya dengan penduduk setempat, lambat laun orang ini akan memperoleh Bahasa Sunda sebagai bahasa keduannya. Di sini pemerolehan bahasa kedua terjadi dalam jeda waktu yang cukup panjang setelah pemerolehan bahasa pertama. Sementara itu, contoh classroom SLA dapat dijumpai pada para imigran yang datang ke Australia kemudian ditampung dan belajar Bahasa Inggris di dalam ruang kelas. Ellis (1986) menggunakan istilah acquisition dan learning untuk membedakan apakah seseorang memiliki kemampuan berbahasa melalui pemerolehan atau pembelajaran. Acquisition mengacu pada pemerolehan bahasa secara tak sadar, sedangkan learning mengacu pada pemerolehan bahasa secara sadar. Contoh-contoh pada naturalistic SLA di atas merupakan pemerolehan bahasa kedua melalui acquisition karena bahasa kedua itu diperoleh tidak dari lingkungan kelas dan diperoleh secara tak sadar. Sementara itu, learning mengacu pada pemerolehan bahasa kedua secara sadar dan tidak terjadi secara alamiah. Contoh pada classroom SLA di atas merupakan contoh pemerolehan bahasa kedua melalui learning. Banyak faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa kedua (PBK). Menurut Brown (1987), ada faktor yang tergolong dalam ranah kognititif (cognitive domain ) dan ada pula yang tergolong dalam ranah afektif (affective domain). Faktor dalam ranah kognitif

162

Menumbuhkan Motivasi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua (Iman Suroso)

adalah faktor yang berkaitan dengan cara manusia belajar dan variasi lain dalam pembelajaran bahasa, sedangkan faktor dalam ranah afektif adalah faktor yang berkaitan dengan faktor pribadi pembelajar (personal factors) dan faktor sosiokultural (sociocultural factors). Senada dengan Brown, Ellis (1986) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa kedua menjadi faktor pribadi (personal factor) dan faktor umum (general factor). Tulisan ini akan membahas salah satu faktor internal yaitu motivasi. Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari diri seseorang atau yang dalam istilah Brown dan Ellis disebut dengan personal factor.

II. Dikotomi Motivasi


Motivasi adalah salah satu faktor yang memberikan kontribusi pada keberhasilan pembelajaran bahasa kedua. Longman Dictionary of Applied Linguistics (1985) mendefinisikan motivasi sebagai faktor yang menentukan keinginan (desire) seseorang untuk melakukan sesuatu. Definisi sejenis dapat dijumpai dalam Brown (1987) yang menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Beberapa definisi lain tentang motivasi sebagaimana dapat dilihat dalam http://www.scribd.com/doc/59099759/ Pengertian-MotivasiMenurut-Para-Ahli adalah sebagai berikut: a) Cropley, (1985) Motivasi dapat dijelaskan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu. b) Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. c) T. Hani Handoko (2003), mengemukakan bahwa motivasi adalah: Keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukankegiatan tertentu guna mencapai tujuan. d) Menurut H. Hadari Nawawi (2003), motivasi adalah: Suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa kedua, motivasi merupakan keseluruhan tujuan atau orientasi pembelajar. Gardner dan Lambert membedakan motivasi menjadi motivasi instrumental dan motivasi integratif (Ellis, 1986). Dalam Longman Dictionary of Applied Linguistics kedua jenis motivasi itu dijelaskan sebagai berikut: Motivasi instrumental adalah keinginan belajar suatu bahasa karena bahasa itu berguna untuk tujuan instrumental tertentu seperti mendapatkan pekerjaan, membaca koran, atau lulus tes. Sedangkan motivasi integratif adalah keinginan belajar bahasa agar bisa berkomunikasi dengan orang dari budaya lain yang menggunakan bahasa itu. Menurut Gardner dan Lambert, pembelajar dengan orientasi yang berbeda bisa samasama termotivasi belajar secara intensif. Akan tetapi pembelajar yang berorientasi secara integratif pada akhirnya akan lebih mampu memelihara dorongan untuk menguasai bahasa kedua (Larsen-Freeman dan Long, 1991). Juga dikatakan bahwa pembelajar yang memiliki motivasi integratif memperoleh nilai profisiensi yang lebih baik. Akhirnya disimpulkan bahwa dibandingkan dengan motivasi instrumental, motivasi integratif lebih menunjang keberhasilan PBK. Setelah adanya hipotesa tentang keunggulan motivasi integratif itu, para guru dan peneliti mulai meyakini bahwa motivasi ini lebih diperlukan dalam PBK daripada motivasi instrumental. Namun dalam perkembangan berikutnya hipotesis ini terbantahkan. Penelitian yang dilakukan Yasmeen Lukmani di India menunjukkan bahwa pembelajar yang berasal dari latar belakang bahasa Marathi memperoleh nilai profisiensi Bahasa Inggris yang lebih tinggi padahal mereka lebih kuat termotivasi secara instrumental (Brown, 1987 dan LarsenFreeman dan Long, 1991). Dengan demikian dikotomi antara motivasi integratif dan motivasi instrumental bukanlah dikotomi antara baik dan buruk. Kedua jenis motivasi ini berbeda tapi Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3, Desember 2011

163

tidak untuk dipertentangkan karena ternyata sama-sama bisa mempengaruhi keberhasilan belajar bahasa kedua. Selain dikotomi instrumental dan integratif, motivasi juga dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi dari dalam diri seseorang. Jadi dalam motivasi intrinsik seseorang ingin mencapai tujuan atau melakukan sesuatu bukan karena adanya pemberian (reward) dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena adanya faktor eksternal yaitu di luar diri seseorang, misalnya untuk mendapatkan reward. Perbedaan kedua jenis motivasi tersebut seperti dituangkan dalam http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/motivasi-belajar-intrinsik-dan-motivasi.html adalah sebagai berikut: a. Motivasi Intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu ada perangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tingkah laku yang dilakukan seseorang disebabkan oleh kemauan sendiri bukan dorongan dari luar. b. Motivasi Ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik merupakan motif yang aktif dan berfungsi karena adanya dorongan atau rangsangan dari luar. Tujuan yang diinginkan dari tingkah laku yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik terletak di luar tingkah laku tersebut. Senada dengan perbedaan di atas, Sutikno (2012) menjelaskan bahwa jenis motivasi intrinsik timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri, sedangkan jenis motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Kedua pasang dikotomi motivasi di atas, oleh Kathleen Bailey (dikutip Brown, 1987) digambarkan dalam bagan sebagai berikut: INTRINSIK EKSTRINSIK Pembelajar B2 ingin berintegrasi Orang lain ingin agar pembelajar B2 dengan budaya B2 (misal: untuk memahami B2 untuk alas an-alasan imigrasi atau menikah) integratif (misal: orang tua Jepang menyekolahkan anaknya ke sekolah Bahasa Jepang) Pembelajar B2 ingin mencapai Kekuatan eksternal ingin pembelajar B2 tujuan yang menggunakan B2 belajar B2 (misal: korporasi mengirim (misal: untuk karir). pebisnis Jepang ke AS untuk mengikuti pelatihan bahasa.

Integratif

Instrumental

Sebagai salah satu personal factor, motivasi bersifat sangat individual. Oleh karena itu, setiap pembelajar bahasa boleh jadi mempunyai motivasi yang bebeda walaupun mereka sama-sama sedang mempelajari bahasa kedua yang sama pula. Bukti bahwa setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda walaupun akan melakukan kegiatan yang sama ditunjukkan oleh Brindley (dikutip Richards, 2001). Pada tiga pembelajar ESL di Australia, Brindley membagikan questioner yang berisi harapan/keinginan mereka dari pembelajaran ESL tersebut. Kemudian dia menyuruh mereka membuat peringkat tentang keinginan tersebut. Dan inilah peringkat yang dibuat oleh ketiga pembelajar ESL di atas: Dalam kursus ini saya ingin: Urutan Prioritas S1 S2 S3 2 3 3 1 7 5 5 6 6 3 2 4 6 1 1 4 4 2

Memahami grammar bahasa Inggris dengan baik Menulis Bahasa Inggris lebih lancar dan tepat Memahami siaran radio dan TV dengan baik Lebih mengetahui budaya Australia Lebih pahan ketika berbicara dengan orang Australia Membaca dan memahami koran dengan baik

164

Menumbuhkan Motivasi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua (Iman Suroso)

Berkomunikasi lebih baik dengan teman kerja Belajar lebih banyak kosa kata Belajar mengeja dengan baik Belajar melafalkan dengan baik

10 8 9 7

5 10 8 9

9 9 8 7

III. Menumbuhkan Motivasi


Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa motivasi berkorelasi positif dengan keberhasilan belajar bahasa kedua. Ini berarti bahwa pembelajar bahasa yang mempunyai motivasi, apapun jenis motivasinya, cenderung akan lebih cepat mencapai keberhasilan belajar. Di lain pihak, pembelajar bahasa yang tidak mempunyai motivasi akan sulit mencapai keberhasilan dari pembelajarannya. Contoh ketiadaan motivasi ini barangkali bisa dibuktikan dari hasil pembelajaran bahasa Inggris di sekolah menengah. Setelah berpuluh tahun menjadi pengajar bahasa Inggris di Polines, penulis menjumpai keadaan yang tidak jauh berbeda dari tahun ke tahun. Kemampuan berbahasa Inggris para mahasiswa yang diterima di Program Studi Teknik Listrik Polines tempat penulis mengajar dari tahun ke tahun cenderung tidak berubah menjadi lebih baik padahal kurikulum di pendidikan tingkat menengah telah datang silih berganti dan aneka rupa teknik mengajar telah diupayakan oleh para guru. Bahkan mahasiswa yang mulai belajar Bahasa Inggris sejak di Sekolah Dasar juga tidak memperlihatkan kemampuan yang lebih baik dibanding mahasiswa yang mulai belajar Bahasa Inggris sejak SMP. Jadi kondisi yang penulis lihat selama dua puluh tahun lebih ini masih sama: dari sejumlah mahasiswa baru yang diterima di program studi ini, hanya ada sejumlah kecil mahasiswa yang mempunyai kemampuan berbahasa Inggris. Berikut contoh-contoh yang menunjukkan ketidakmampuan mahasiswa di program studi ini. Dua puluh tahun yang lalu penulis menjumpai banyak mahasiswa yang takut berbicara dalam Bahasa Inggris, sekarang penulis masih menjumpai ketakutan sejenis. Dulu, penulis menjumpai banyak mahasiswa yang berkata I will to present , sekarangpun masih banyak mahasiswa yang membuat kesalahan yang sama. Dua puluh tahun lalu masih banyak mahasiswa membuat kesalahan dalam word order, pronunciation, spelling, dan translation, sekarang masih banyak mahasiswa yang membuat kesalahan serupa. Jika kurikulumnya sudah bagus, metode dan teknik mengajar para guru sudah baik, sumber belajar sudah sangat bervariasi, dan sarana pembelajaran sudah memadai, mengapa hasil pembelajaran kurang memuaskan. Apa yang salah? Penulis menduga, salah satu penyebabnya sedikitnya motivasi yang dimiliki siswa dalam belajar Bahasa Inggris (sebagai bahasa asing). Perlu diingat bahwa Bahasa Inggris menjadi salah satu mata pelajaran wajib yang harus diikuti para siswa. Karena sifat wajibnya ini, maka setiap siswa harus mempelajarinya. Jadi, tidak peduli apakah siswa punya motivasi bahasa Inggris atau tidak, mereka wajib mengikuti mata pelajaran Bahasa Inggris. Siswa yang mempunyai motivasi belajar Bahasa Inggris mungkin akan memiliki semangat yang lebih kuat dan bahkan mereka mungkin akan menambah porsi belajar mereka melalui kursus-kursus. Sebaliknya siswa yang tidak mempunyai motivasi apalagi ditambah dengan rasa tidak suka, rasa takut akan semakin terpuruk dalam ketidakmampuan, sehingga ketika akhirnya mereka lulus dari sekolah menengahpun kemampuan Bahasa Inggris mereka masih rendah. Jadi, motivasi apapun jenisnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa kedua (dan bahasa asing). Lalu, motivasi jenis apakah yang lebih powerful? Di atas telah dijelaskan bahwa semula motivasi integratif dinilai lebih unggul, tapi kemudian ada peneliti lain yang menjumpai bahwa pembelajar dengan motivasi instrumental ternyata juga mampu mencapai profisiensi bahasa Inggris yang lebih tinggi. Bagaimana dengan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik? Apakah motivasi yang satu lebih unggul daripada motivasi yang lain? Para peneliti seperti Jean Piaget, Abraham Maslow, dan Kerome Bruner (sebagaimana dikutip Brown, 2001) mengatakan bahwa motivasi intrinsik lebih unggul daripada motivasi ekstrinsik. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa kedua, ini bisa diartikan bahwa pembelajar yang mempunyai motivasi intrinsik akan lebih berhasil daripada mereka yang Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3, Desember 2011

165

hanya mempunyai motivasi ekstrinsik. Tapi ini juga bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik sama sekali tidak berguna. Dua pembelajar dengan dua motivasi yang berbeda, misal pembelajar pertama ingin belajar Bahasa Inggris karena agar mampu berbahasa Inggris (motivasi intrinsik) dan pembelajar kedua ingin belajar Bahasa Inggris agar nilai ujiannya bagus (motivasi ekstrinsik) bisa sama-sama mencapai keberhasilan belajar Bahasa Inggris. Hanya saja, sebagaimana diungkap oleh Brown (2001), hasil yang diperoleh dari landasan motivasi instrinsik akan lebih bertahan lama daripada hasil yang diperoleh dari motivasi ekstrinsik. Pada contoh di atas, pembelajar pertama mungkin akan terus bersemangat belajar Bahasa Inggris sedangkan pembelajar kedua akan melemah semangatnya begitu tujuannya mendapat nilai bagus berhasil dicapai. Jika ternyata motivasi intrinsik lebih unggul, bagaimanakah motivasi itu bisa ditumbuhkan dalam diri pembelajar bahasa kedua? Berikut adalah teknik-teknik yang disarankan oleh Brown (2001) agar motivasi intrinsik itu tumbuh: 1. Mengajar menulis (writing) sebagai proses berpikir di mana pembelajar bisa mengembangkan gagasan mereka dengan bebas dan terbuka. 2. Menunjukkan strategi membaca yang memungkinkan pembelajar menuliskan informasi yang mereka peroleh. 3. Menggunakan pendekatan language experience yang memungkinkan pembelajar menulis karangan untuk dibaca untuk orang lain di dalam kelas. 4. Menerapkan latihan lisan yang mengijinkan pembelajar bicara apa yang menarik bagi mereka dan bicara tentang topik yang diberikan guru. 5. Menggunakan materi listening yang sesuai dengan bidang studi pembelajar untuk mencari informasi tertentu yang mampu mengurangi jurang pemisah pada diri pembelajar. 6. Menerapkan pengajaran bahasa secara komunikatif di mana bahasa diajarkan untuk memungkinkan pembelajar memperoleh fungsi khusus tertentu. 7. Memberikan penjelasan tentang grammar hanya pada topik yang berpotensi meningkatkan otonomi mereka dalam belajar bahasa. Teknik-teknik di atas merupakan upaya untuk menumbuhkan motivasi khususnya motivasi intrinsik. Akan tetapi harus diingat bahwa tumbuh kembangnya motivasi belajar bahasa kedua sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal. Teknik untuk menumbuhkan motivasi mungkin akan sia-sia bila faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi tidak segera dibenahi. Theresia Rettob (dalam Nurhadi, 1990) meringkas faktor-faktor itu sebagai berikut: Faktor Internal: 1. Pandangan seseorang tentang bahasa yang sedang dipelajari. Jika pembelajar berpandangan positif terhadap bahasa yang dipelajari maka ia akan memiliki motivasi yang positif. Dalam kaitannya dengan hal ini, penulis melihat semakin banyak orang yang tertarik belajar Bahasa Jepang, Bahasa Korea dan Bahasa Mandarin karena adanya pandangan bahwa ketiga bahasa ini semakin banyak digunakan dalam dunia usaha. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya ekspatriat yang berasal dari ketiga latar belakang bahasa tersebut. 2. Sikap seseorang terhadap bahasa yang dipelajari. Sikap dan motivasi sangat berkaitan dan mengacu pada keterarahan tingkah laku. Faktor Eksternal: 1. Faktor orang tua yang digolongkan pada peran aktif dan pasif terhadap anaknya yang belajar bahasa kedua. Orang tua yang berperan aktif akan bersikap mendorong anaknya untuk belajar dengan baik. 2. Lingkungan sosial tempat pembelajar itu berada. 3. Faktor sosial psikologis lingkungan pembelajar bahasa.

166

Menumbuhkan Motivasi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua (Iman Suroso)

IV. Kesimpulan
1. 2. 3. 4. Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Motivasi merupakan faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa kedua. Ada dua dikotomi tentang motivasi, yaitu motivasi integratif dan instrumental, dan motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Guru/pengajar harus berupaya melakukan teknik yang mampu menumbuhkan motivasi, khususnya motivasi intrinsik Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi dalam pembelajaran bahasa kedua, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Daftar Pustaka
Brown, H. Douglas. 1987. Principles of Language Learning and Teaching: Second Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. ---------. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Teaching Second Edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University Press. Larsen-Freeman, Diane and Michael H. Long. 1991. An Introduction to Second Language Acquisition Research. Essex: Longman Group Limited. Rettob, Theresia. 1990. Motivasi Dalam Proses Pemerolehan Bahasa Kedua, dalam Nurhadi dan Roekhan (editor). Dimensi-Dimensi Dalam Belajar Bahasa Kedua. Bandung: Penerbit Sinar Baru. Richards, Jack C. 2001. Curriculum Development in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Richards, Jack, John Platt, and Heidi Weber. 1985. Longman Dictionary of Applied Linguistics. Essex: Longman Group Limited. Sutikno, M. Sobry. 2012. Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi Siswa dalam http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajarsiswa.html http://www.artikata.com/arti-325252-dikotomi.html http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/motivasi-belajar-intrinsik-dan motivasi.html http://www.scribd.com/doc/59099759/Pengertian-Motivasi-Menurut-Para-Ahli

Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3, Desember 2011

167

Anda mungkin juga menyukai