Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011 SK -091304

IDENTIFIKASI BIOHIDROGEN SECARA FERMENTATIF DENGAN KULTUR CAMPURAN MENGGUNAKAN GLUKOSA SEBAGAI SUBSTRAT
Rizkhi Agrinda Setya*, Surya Rosa Putra1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada penelitian ini telah dilakukan identifikasi biohidrogen secara fermentatif dari kultur campuran, dengan menggunakan glukosa sebagai substrat. Fermentasi dilakukan dengan sistem batch dan kondisi anaerob selama 50 jam dengan menggunakan glukosa 2% pada suhu 37C dengan menjaga pH sekitar 5-6 dan dimonitor setiap 3 jam. Volume gas yang dihasilkan dihitung dengan sistem pemindahan air. Residu gula dianalisis dengan DNS (asam 3,5-dinitrosalisilat) dan jumlah sel dengan metode turbidimetri. Uji kualitatif menggunakan sensor hidrogen untuk menunjukkan adanya gas hidrogen. Hasil penelitian didapatkan bahwa produksi biohidrogen pada konsentrasi substrat 2% dengan kadar hidrogen sebesar 13,3% menggunakan kromatografi gas dari volume total biogas 970 mL; H2 kumulatif sebanyak 129,01 mL dan menyisakan glukosa 2,25 g/L. Hasil identifikasi strain dari kultur campuran menunjukkan bahwa yang berperan dalam produksi hidrogen adalah Bacillus cereus. Kata kunci: Biohidrogen, fermentasi, kultur campuran, glukosa, Bacillus cereus., kromatografi gas ABSTRAK Identification of fermentative biohydrogen by mixed cultures, using glucose as a substrate have been conducted in this research. Fermentation carried out with batch systems and anaerobic conditions for 50 hours with 2% glucose at 40C by keeping the pH around 6-5 and monitored every 3 hours. The resulting gas volume was calculated by water displacement system. Sugar residues were analyzed by the method of control and the number of cells with turbidimetri method. Qualitative test using hydrogen sensor indicated the presence of H2. The study presented that the production biohydrogen on substrate concentration of 2% with the hydrogen content of 15.3% using gas chromatography from total biogas volume of 970 mL, 148,41 mL of H2 cumulative biogas and leaving 2,24 g/L. The results of identified strains from mixed cultures showed that Bacillus sp. roled in hydrogen production. Key words: Biohydrogen, fermentation, mixed cultures, glucose, Bacillus sp., gas chromatography

I. PENDAHULUAN
Hidrogen merupakan salah satu energi alternatif terbarukan yang mendapatkan perhatian untuk dikembangkan sebagai energi pengganti bahan bakar fosil. Energi bahan bakar hidrogen mempunyai keuntungan yaitu lebih ramah lingkungan dan lebih efisien. Suplai energi yang dihasilkan sangat bersih, karena hanya menghasilkan uap air sebagai emisi selama berlangsungnya proses (Gupta, 2009). Hidrogen memiliki kalor pembakaran (122 kJ/g) 2,75 kali lebih besar dibandingkan bahan bakar hidrokarbon (DongHoon Kim et al., 2006). Hidrogen dapat diproduksi melalui proses kimia, fisika dan biologi contohnya dapat dihasilkan dari berbagai bahan baku gas alam, batubara, limbah, matahari, angin, nuklir dan biomassa. Tetapi penghasil hidrogen yang lebih efisien dan ramah lingkungan yaitu melalui biomassa atau mikroorganisme yang diproses secara biologi. Produksi biohidrogen dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu biofotolisis air menggunakan cyanobacteria, fotodekomposisi senyawa organik dengan bakteri fotosintetik yang menggunakan proses fermentasi menggunakan bantuan cahaya dengan photosynthetic purple non-sulfur bacteria,
* Corresponding author Phone : +6285645571759, e-mail: kyki_zone@yahoo.com 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

fermentasi tanpa menggunakan cahaya yang biasa dikenal fermentasi non-fotosintetik (dark fermentation) dan hybrid system yang menggunakan mikroorganisme non-fotosintetik dengan fotosintetik serta penggunaan sistem microbial fuel cell (Wang et al., 2003; Evvyernie et al., 2001; Liu dan Shen, 2004, Lin dan Lay, 2004; Kotay dan Das, 2006; Das dan T. Nejat, 2008). Berdasarkan jenis proses tersebut, yang memiliki kelebihan paling baik dalam proses produksi biohidrogen adalah fermentasi menggunakan mikroorganisme secara non-fotosintetik atau dark fermentation. Kelebihan yang dimiliki dalam proses ini misalnya dapat memproduksi H2 tanpa membutuhkan cahaya matahari, substrat yang digunakan bervariasi dan tidak membutuhkan biaya besar (Das dan T. Nejat, 2008). Produksi gas hidrogen yang diproses secara biologi disebut biohidrogen. Proses ini dianggap sebagai salah satu alternatif yang paling menjanjikan untuk produksi hidrogen yang berkelanjutan. Produksi biohidrogen dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan fermentasi gelap. Kelebihan yang dimiliki dalam proses ini misalnya dapat memproduksi H2 tanpa membutuhkan cahaya matahari, substrat yang digunakan bervariasi (Das dan T. Nejat, 2008). Mikrooganisme yang sering digunakan dalam proses dark fermentation adalah genus Clostridium dan Enterobacter. Genus Clostridium merupakan gram positif dan bersifat obligatif anaerob (Madigan, 2006). Sedangkan Enterobacter merupakan gram positif dan bersifat fakultatif anaerob (Madigan, 2006). Selain itu, Enterobacter

merupakan bakteri coliform, adanya bakteri coliform menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Fardiaz, 1993). Beberapa genus termofilik juga dapat menghasilkan hidrogen yang telah dilaporkan oleh Koskinen et al., 2008. Selain strain tunggal, kultur campuran dilaporkan dapat menghasilkan biohidrogen (Maintinguer et al., 2008; Singh et al., 2010; Patel et al., 2010; Kotay dan Das, 2010). Pada penelitian ini dilakukan identifikasi biohidrogen secara fermentasi dari kultur campuran yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Unair, yang sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian untuk produksi biohidrogen. Fermentasi dilakukan dengan sistem batch. Komposisi media yang digunakan yaitu glukosa, ekstrak ragi dan ferrosulfat. Hasil biogas dianalisis menggunakan kromatografi gas untuk mengetahui kadar hidrogen yang dihasilkan. II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, tabung reaksi, botol, gelas beker, cawan petri, gelas ukur, corong, pipet tetes, botol semprot, jarum ose, kaca preparat, labu ukur, pengaduk, termometer, inkubator, aluminium foil, kasa, kapas steril, isolasi, syringe ukuran 3 mL, selang poliuretan ukuran 4x6 mm, magnetic stirrer (ukuran: 2,3,6 cm), hotplate strirrer Agimated ED, sumbat karet, kuvet plastik PLASTIBRAND, microtube, laminary flow Hotpack 524042, inkubator bergoyang Gerhardt Thermoshake, mikroskop CX 21 Olympus, mikrosentrifuge Hermle, Vortex, spektrofotometer UV-VIS CECIL CE 1011, neraca analitik Mettler AE 200, Autoclave Tomy ES-315, dan pH indikator universal, Hydrogen bag Tedlar Bag Cel Scientific Corp., Hydrogen sensor Neodym Panterra milik Laboratorium Mekanika Fluida dan Pencampuran Jurusan Teknik Kimia ITS dan Kromatografi Gas Agilent 7890A (menggunakan detektor TCD dan kolom Molasive) milik PT. Aneka Gas Industri. 2.1.2 Bahan Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nutrient Agar (Oxoid), Glukosa (Merck, 99,9%), Ekstrak Ragi (Oxoid), FeSO47H2O (Merck, 99,9%), NaOH (Merck, 99,9%), Metilen Biru, Asam 3,5-Dinitrosalisilat (Sigma Aldrich, 99,9%), Na-K tartat (Merck, 99,9%), NaMetabisulfit (Merck, 99,9%), Gas Nitrogen, Aquades Steril dan Alkohol Teknis 70%. 2.2 Pembuatan Media 2.2.1 Media Padat Media padat dibuat dari nutrient agar sebanyak 2 gram, nutrient agar ini dilarutkan dengan aquades 100 mL dan dipanaskan hingga larut semua. Setelah itu, larutan nutrient agar dituangkan ke dalam cawan petri dan tabung reaksi, lalu tabung ditutup dengan kapas berbalut kasa. Media tersebut disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit. Agar mendapatkan media padat miring, maka tabung reaksi ketika diinkubasi diletakkan dengan posisi miring. Tabung reaksi dan cawan petri ini kemudian diinkubasi selama 24 jam di dalam inkubator. 2.2.2 Media Cair Media cair ini digunakan sebagai starter dan media fermentasi yang dibuat dengan komposisi Glukosa 2% (w/v), Ekstrak ragi 0,5% (w/v) dan FeSO47H2O 0,03% (w/v) (Ogino et al., 2005). Pada penelitian ini digunakan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

volume kerja sebanyak 500 mL. Glukosa dan ekstrak ragi masing-masing dilarutkan dalam 250 mL aquades steril dalam gelas beker lalu disterilkan dengan dimasukkan ke dalam autoclave pada suhu 121C selama 15 menit. Media didinginkan dan dicampur secara aseptik dalam laminary flow. Kemudian larutan dibagi menjadi 5mL dan 45 mL sebagai starter serta 450 mL sebagai media fermentasi ke dalam tiap botol steril dan dilakukan flushing dengan mengalirkan gas nitrogen selama 1 menit. Pembiakan Kultur Campuran Biakan kultur campuran diremajakan pada agar miring yang telah disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121C dan tekanan 1 atm selama 15 menit, selanjutnya biakan diinkubasi selama 24 jam di dalam inkubator. Kultur campuran pada agar miring ini menjadi stok kultur yang diregenerasi pada media agar miring yang baru sebelum digunakan. Kultur awal pada media cair dibuat dengan mengambil 1 ose dari biakan media padat dan dimasukkan kedalam 5 mL dan ditambah FeSO47H2O 0,03% (w/v). Media kultur ini selanjutnya diinkubasi selama 14 jam pada suhu 40C dengan hotplate stirrer kecepatan 125 rpm. Kultur awal 5mL kemudian diinokulasikan kedalam media cair 45 mL yang telah ditambah FeSO47H2O 0,03% (w/v) sehingga volume menjadi 50 mL dan diinkubasi selama 14 jam pada suhu 40C dengan hotplate stirrer kecepatan 125 rpm. 2.3 Pewarnaan Gram Sederhana dan Uji Morfologi Kultur Campuran Uji morfologi dilakukan dengan mengoreskan 1 ose kultur campuran hasil regenerasi dari media padat pada kaca preparat steril dan yang telah dicuci dengan aquades steril, kemudian difiksasi hingga kering. Metilen biru ditambahkan 1-2 tetes kemudian diratakan dengan digoyang dan dibiarkan mengering. Setelah itu, dilakukan pencucian dengan mengaliri aquades steril sedikit demi sedikit. Semua perlakuan tersebut harus dilakukan secara aseptik dalam laminary flow. Pengujian morfologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x. Penambahan minyak imersi diatas cover glass harus dilakukan untuk memperjelas penampakan morfologi. Produksi Biohidrogen Secara Fermentasi Menggunakan Kultur Campuran Kultur awal yang telah diinkubasi sebanyak 50 mL diinokulasikan kedalam 450 mL media cair dan ditambahkan FeSO47H2O 0,03% (w/v). Botol dirangkai dengan botol indikator gas yang berisi aquades 100mL yang telah diautoclave dan dihubungkan dengan hydrogen bag menggunakan selang poliuretan steril secara aseptik dalam laminary flow. Media yang telah berisi kultur awal diinkubasi selama produksi biohidrogen selesai pada suhu 40C dengan hotplate stirrer kecepatan 125 rpm. Pada proses fermentasi pH diatur antara 5-6, penambahan 0,1 mL NaOH 4M dilakukan bila pH dibawah 5. Gas yang dihasilkan akan ditambung dalam Hydrogen bag dan dilakukan analisis. Pengambilan sampel cair dilakukan setiap 6 jam sekali menggunakan syringe sebanyak 1,5 mL kemudian dimasukkan dalam micro tube dan disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Hasilnya supernatan dipisahkan dengan biomassa. Supernatan yang dihasilkan diukur kadar gula pereduksinya. Biomassa yang dihasilkan dapat diukur jumlah selnya menggunakan metode turbidimetri sehingga didapatkan kurva pertumbuhan. 2.4 2.2

2.5 Metode Analisis 2.5.1 Analisis Gas Hidrogen Gas yang terbentuk ditampung dalam hydrogen bag. Dalam pengukuran volume gas dilakukan dengan menggunakan metode pemindahan air. Volume air yang tumpah diasumsikan dengan volume gas. Kadar gas yang dihasilkan diukur dengan sensor hidrogen Neodym Panterra dan kromatografi gas GC Agilent 7890 A. Adapun Kondisi Operasi kromatografi gas sebagai berikut : Kolom : HP-PLOT Molesieve, 30 m x 530 m x 50 m Detektor : TCD (Thermal Conductivity Detector) Pengontrol aliran : Tekanan Tekanan : 8,5023 psi Aliran dalam kolom : 6 mL/menit Temperatur kolom maksimum : 300C Temperatur injeksi : 40C Temperatur detektor : 250C Waktu retensi : 3 menit Gas pembawa : Argon 2.5.2 Analisis Gula Pereduksi Analisis gula reduksi dilakukan dengan menggunakan larutan DNS (Asam 3,5-Dinitrosalisilat). Larutan ini dibuat dengan cara 16 g NaOH dilarutkan dalam 200 mL aquades, kemudian ditambahkan 10 g larutan DNS dan diaduk menggunakan stirrer sampai benar-benar larut. 30 g NaK-tartrat dan 8 g Na-metabisulfit dicampur dan dilarutkan kedalam 500 mL aquades. Kedua larutan dicampur dan ditambahkan aquades sampai 1000 mL. Pembuatan Kurva standar glukosa dengan cara membuat larutan induk dengan konsentrasi glukosa 2x10-2 M kemudian dibuat konsentrasi glukosa dengan variasi 4,8,12,16,20 (x10-3 M). Larutan glukosa dari tiap variasi diambil sebanyak 0,2 mL dan ditambah 1,8 mL larutan aquades dalam tabung reaksi. Larutan DNS 3 mL ditambahkan ke tiap tabung kemudian dikocok homogen dengan vortex. Tabung yang berisi larutan DNS didihkan selama 10 menit dalam air mendidih kemudian didinginkan ke dalam air dingin selama 10 menit. Larutan standar glukosa dan DNS yang telah dingin diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Pengukuran sampel gula pereduksi diambil dari sampel pada jam terkahir produksi biohidrogen. Supernatan diambil sebanyak 0,2 mL dan ditambah 1,8 mL larutan aquades dalam tabung reaksi. Larutan DNS 3 mL ditambahkan ke tiap tabung kemudian dikocok homogen dengan vortex. Tabung yang berisi larutan DNS didihkan selama 10 menit dalam air mendidih kemudian didinginkan ke dalam air dingin selama 10 menit. Larutan standar glukosa dan DNS yang telah dingin diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. 2.5.3 Jumlah sel Bakteri Metode turbidimetri digunakan untuk analisis jumlah sel bakteri, dimana OD (Optical Density) berbanding lurus dengan jumlah sel. Sampel diambil tiap 6 jam sekali dan dimasukkan dalam microtube kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan biomassa dalam microtube diencerkan hingga 1,5 mL lalu disuspensikan dengan vortex. Kemudian dimasukkan dalam 3 mL aquades steril dan dikocok homogen dengan vortex. Larutan diukur adsorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Blanko yang digunakan adalah aquades steril. III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pembuatan media dan regenari kultur campuran Media pertumbuhan mikroorganisme secara mikrobiologi adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel (Irianto, 2006). Media biakan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam bentuk padat, semi padat dan cair (Waluyo, 2007). Pada penelitian ini digunakan media padat dan media cair. Media padat ini umumya mengandung agar sebagai pemadat. Selain itu, agar tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme dan dapat membeku pada suhu diatas 45C. Pada kultur campuran hasil regenerasi ini, koloni yang nampak pada media padat yaitu permukaan datar dan berwarna putih susu. Media cair atau media fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini termasuk media kompleks. Media kompleks merupakan media tidak terdefinisi atau Undifined media karena media ini tidak diketahui secara pasti komposisi kimianya. Pada penelitian ini bahan kompleks yang digunakan adalah ekstrak ragi atau yeast extract. Ekstrak ragi berfungsi sebagai sumber nitrogen dan mengandung vitamin B kompleks yang juga digunakan dalam pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Koskinen, (2008) fungsi vitamin sering digunakan sebagai co-enzim, biasanya dibutuhkan untuk jenis termofilik. Nitrogen adalah nutrisi esensial untuk produksi hidrogen secara fermentasi nonfotosintesis pada kondisi anaerobik. Yokoi et al., (2001) melaporkan bahwa perolehan hidrogen tertinggi pada penelitiannya (2,4 mol H2/mol glukosa) dapat dihasikan dari pati dengan adanya polipepton 0,1%, tetapi tidak ada hidrogen yang dihasilkan saat digunakan urea atau garam nitrogen lain sebagai sumber nitrogen. 3.2 Pewarnaan Gram Sederhana dan Uji morfologi Uji morfologi ini bertujuan untuk mengamati bentuk morfologi sel bakteri tersebut dengan jelas menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x.

Gambar 3.1 Bentuk Morfologi Kultur Campuran Foto mikroskopik pada Gambar 3.1 menunjukkan adanya bakteri yang berbentuk batang (basil) namun ukurannya berbeda, ada yang panjang dan pendek, hal ini menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 1 jenis bakteri atau kultur campuran, sehingga perlu dilakukan identifikasi strain untuk mengetahui spesies yang terkandung dalam kultur campuran. 3.3 Identifikasi Strain Kultur Campuran Identifikasi strain ini bertujuan untuk mengetahui strain yang ada dalam kultur campuran. Hasil Identifikasi yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium Mikrobiologi Unair yaitu Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescence yang sifatnya fakultatif anaerob dan aerob. Sedangkan hasil identifikasi yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yaitu Bacillus cereus dan Actinobacillus sp. yang bersifat fakultatif anaerob. Data

hasil identifikasi dilampirkan pada Lampiran C. Pada penelitian ini menggunakan data ITS, karena menurut, Koskinen, (2008) produksi hidrogen biasanya menggunakan bakteri fakultatif anaerob. Hasil identifikasi tersebut bila disesuaikan pada Bergeys Manual of Determinative Bacteriology, (1997) bakteri tersebut terbukti bersifat fakultatif anaerob. Berdasarkan data tersebut, beberapa dari spesies Bacillus sp., seperti Bacillus cereus memanfaatkan karbohidrat sederhana, seperti glukosa, fruktosa, maltosa dan sukrosa untuk menghasilkan hidrogen dan produk asam (Patel et al., 2010). Hasil identifikasi tersebut belum dapat ditentukan kebenarannya, karena harus diteliti secara biomolekular dengan metode 16S RNA untuk menentukan spesies yang terkandung dalam kultur campuran. 3.4 Kurva Pertumbuhan Bakteri Kurva pertumbuhan digunakan sebagai penentuan waktu optimum untuk produksi hidrogen. Produksi hidrogen mulai terjadi pada waktu pertengahan fase log hingga stasioner (Kotay dan Das, 2006). Pertumbuhan pada bakteri didefinisikan sebagai pertambahan berat sel. Karena berat sel relatif sama dengan siklus sel, maka pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah sel (Purwoko, 2007). Kurva pertumbuhan diperoleh dengan metode turbidimetri, yaitu melihat jumlah bakteri dengan mengukur densitas optik pada panjang gelombang 600 nm (DO600) (APHA, 1998). Prinsip dasar metoda turbidimetri adalah jika cahaya mengenai sel, maka cahaya dipantulkan dan cahaya yang tidak mengenai sel akan diteruskan. Jumlah cahaya yang diteruskan proporsional (berbanding lurus) dengan transmitan, sedangkan cahaya yang dipantulkan berbanding terbalik dengan transmitan atau berbanding lurus dengan absorbansi. Kurva pertumbuhan bakteri umumnya terbagi menjadi empat fase pertumbuhan, yaitu fase lag (adaptasi), fase log (eksponensial), fase stasioner dan fase death (kematian) (Waluyo, 2007). Fase lag (adaptasi) merupakan masa penyesuaian mikroba. Sel-sel harus terlebih dahulu menyesuaikan diri terhadap kondisi pertumbuhan baru. Fase log adalah fase dimana bakteri mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan dapat dikatakan pada fase ini bakteri mengalami pertumbuhan eksponensial. Selain itu, kebutuhan akan energi bagi bakteri pada fase ini lebih tinggi dibandingkan pada fase lainnya dan sel menjadi sangat sensitif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, pada fase ini bakteri banyak memproduksi zat-zat metabolit yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pertumbuhan kemudian menjadi lambat, hal ini dikarenakan zat nutrisi dalam media sudah sangat berkurang. Fase selanjutnya yaitu fase stasioner, yaitu keadaan sel yang membelah sama dengan sel yang mati. Pada fasa ini sel menjadi tahan pada kondisi ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan bahan kimia (Hendrianie, 2001). Pada fasa death, jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial, hal ini dikarenakan telah habisnya nutrisi dan sel-sel bakteri dihancurkan oleh enzim-enzim yang disekresi sendiri oleh bakteri (otolisis) (Waluyo, 2007). Berdasarkan kurva pertumbuhan yang didapatkan pada Gambar 4.5, menunjukkan tiga daerah atau fase kurva pertumbuhan dan dapat dilihat bahwa kultur campuran tersebut tidak mengalami fase lag atau fase adaptasi, karena media yang digunakan selama pengkulturan awal sama dengan media fermentasi, sehingga bakteri langsung mengalami fase log (daerah A), yang terjadi pada jam ke-0
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

hingga jam ke-18. Pada fase stasioner (daerah B) terjadi pada jam ke-24 hingga sekitar jam ke- 40.

Gambar 3.2 Kurva Pertumbuhan Kultur Campuran Setelah fasa stasioner berakhir, profil pertumbuhan bakteri memasuki fasa kematian atau death (daerah C) yang terjadi pada jam ke-42 hingga akhir. Pada metoda turbidimetri ini yang terukur hanya kekeruhannya, sedangkan jumlah bakteri sebenarnya tidak dapat ditentukan. 3.5 Fermentasi Biohidrogen Fermentasi biohidrogen secara anaerob ini dilakukan dengan media kompleks yang mengandung substrat glukosa sebagai sumber karbon dan sumber energi, pada penelitian ini digunakan glukosa 2% karena berdasarkan beberapa penelitian konsentrasi tersebut merupakan kondisi optimum untuk produksi hidrogen (Ogino et al., 2005; Kotay dan Das, 2006). Jika penggunaan substrat yang terlalu tinggi maka memungkinkan adanya penurunan produksi H2 dan meningkatkan produksi pelarut seperti etanol. Hal ini disebabkan adanya inhibisi di dalam substrat.. Produksi gas hidrogen menurun saat konsentrasi glukosa menurun atau lebih rendah. Hasil degradasi glukosa adalah H2, CO2 dan asam-asam organik. (Koskinen, 2008). Berdasarkan data identifikasi strain tersebut, Bacillus cereus dan Actinobacillus sp. mampu melakukan pemecahan glukosa melalui jalur EM (Embden-Mayerhoff). Hal tersebut sesuai dengan Koskinen, (2008) bahwa jalur pemecahan glukosa yang digunakan oleh bakteri penghasil hidrogen biasanya melalui jalur EM (Embden-Mayerhoff). Pada jalur EM, awalnya glukosa akan dirubah menjadi piruvat dengan jalur glikolisis, kemudian piruvat dioksidasi menjadi Asetil CoA yang dapat dikonversikan menjadi asetil fosfat dan hasil akhir didapatkan asetat, butirat, etanol dan ATP. Oksidasi piruvat menjadi Asetil CoA ini membutuhkan reduksi Ferredoxin (Fd). Pereduksian Fd yang tereduksi dioksidasi oleh enzim hidrogenase yang akan menghasilkan ferredoxin (Fd) oksidasi dan melepaskan elektron yang memproduksi hidrogen. Reaksi yang terjadi adalah: Piruvat+CoA + 2Fd(oks) Asetil-CoA+2Fd(red)+CO2 (4.1) 2H+ + 2Fd(red) + enzim hidrogenase H2 + Fd(oks) (4.2) Pada fermentasi hidrogen menggunakan glukosa secara anaerob ini selain menghasilkan gas H2 dan gas CO2 juga dapat menghasilkan asamasam organik seperti asetat dan butirat selain itu juga dapat memungkinkan menghasilkan etanol. Asam butirat lebih banyak dihasilkan pada pH 4,06,0. Konsentrasi asam asetat dan butirat mungkin sama pada pH 6,57,0 (Kapdan dan Kargi, 2006). Reaksinya dapat ditunjukkan sebagai berikut: C6H12O6 + 2 H2O 2 CH3COOH + 2 CO2 + 4 H2 (4.3) C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2 (4.4) (4.5) C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Pada penelitian ini terjadi perubahan dari pH awal 5,5 menjadi sekitar 4 pada akhir produksi hidrogen. Hal ini menunjukkan adanya penurunan pH akibat pembentukkan asam organik. Penurunan pH dapat menghambat produksi hidrogen, karena pengaruh pH terhadap aktivitas enzim hidrogenase. Menurut Koskinen, (2008) konsentrasi asam yang tinggi dapat menyebabkan sel pecah karena mempengaruhi muatan membran sel dan transportasi senyawa yang melalui membran. Enzim hidrogenase ini dapat lebih aktif dengan penambahan besi, dalam penelitian ini digunakan FeSO47H2O sebanyak 0,03% sebagai kofaktor enzim hidrogenase dan mikronutrien atau trace element yang sering berperan di struktur enzim. Konsentrasi Fe2+ ini yang berperan dalam pembentukan dan aktivitas enzim hidrogenase dan ferredoksin. Berdasarkan kurva pertumbuhan pada gambar 3.2, menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan bakteri, yang berarti bahwa glukosa tidak sepenuhnya digunakan untuk memproduksi H2 tetapi digunakan sebagai sumber energi bagi kultur campuran. Hal ini disebabkan didalam kultur campuran terdapat bakteri yang bersifat fakultatif anaerob yaitu Bacillus cereus dan Actinobacillus sp. Peningkatan densitas optik tersebut sebanding dengan meningkatnya laju produksi gas yang dihasilkan. Produksi gas mulai nampak pada jam ke-13 atau terjadi pada fase log. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gelembung pada indikator gas, sebanyak 4x per menit. Produksi gas optimum terjadi pada jam ke-20 dengan adanya gelembung yang muncul dari bawah hingga keatas permukaan media sehingga buih dan gelembung pada media meningkat. Pada indikator gas juga menunjukkan jumlah gelembung 11x per menit. Hal ini berlangsung hingga beberapa jam dan mulai menurun pada jam ke-25 dengan jumlah gelembung pada indikator sebanyak 9x per menit. Produksi gas ini konstan hingga jam ke-39 yang masih menunjukkan jumlah gelembung sebanyak 9x per menit. Pada jam ke-40 gelembung di indikator menurun menjadi 8x per menit hingga jam ke-46. Kemudian menjadi 7x per menit dan berhenti pada jam ke-50. Hasil gas yang didapatkan diukur volumenya dengan sistem pemindahan air. Volume air yang keluar dianggap dengan volume gas yang dihasilkan. Total gas yang didapat sebesar 970 mL. Keberadaan hidrogen dianalisis dengan Hydrogen sensor sebagai uji kualitatif. Hasil ini menunjukkan bahwa kultur campuran ini dapat menghasilkan hidrogen. Penentuan uji kuantitatif menggunakan kromatografi gas dengan detektor TCD.

dengan waktu retensi 1,087 menit. Konsentrasi H2 yang dihasilkan sebesar 13,3% dengan H2 kumulatif sebesar 129,01 mL dari volume total gas yang dihasilkan. Perolehan ini juga lebih rendah dari penelitian Wang dan Wan, (2008) yang menghasilkan hidrogen sebanyak 269,9 mL dengan menggunakan substrat glukosa pada suhu 40C dan juga lebih rendah dari penelitian Ogino et al., (2005) yang menghasilkan hidrogen sebanyak 180 mL dengan substrat glukosa 2%. Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan bakteri fakultatif anaerob yang mengkonsumsi glukosa sebagai energi. Selain itu, perbedaan mikroorganisme yang digunakan dan pengaruh kondisi serta lingkungan yang digunakan selama fermentasi hidrogen. 4.5 Analisi Gula Pereduksi Analisis gula pereduksi ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi glukosa selama fermentasi oleh bakteri kultur campuran. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan asam 3,5-dinitrosalisilat atau 3,5Dinitrosalicylic acid (DNS) yang merupakan senyawa aromatik yang bereaksi dengan cara mengurangi kadar glukosa membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat, yang menyerap gelombang cahaya 540 nm (Miller, 1959). Reaksinya sebagai berikut :

Asam 3,5-dinitrosalisilat

Asam 3-amino-5-nitrosalisilat

Hasil pengukuran kurva kalibrasi dapat ditunjukkan pada gambar 3.4 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0 0,5

Absorbansi (A)

y = 0.108x R = 0.993

1 1,5 2 2,5 3 3,5 Konsentrasi Glukosa (g/L)

Gambar 3.4 Kurva kalibrasi standar glukosa Berdasarkan hasil analisis, sampel hasil fermentasi pada jam terakhir, konsentrasi gula tereduksi adalah 1,125 g/500mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa glukosa awal sebanyak 10 g pada media fermentasi berkurang sebanyak 8,875 g karena telah digunakan dalam fermentasi selama 50 jam, sehingga menyisakan 1,125 g glukosa pada akhir fermentasi IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisa yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Uji kualitatif menggunakan sensor hidrogen menunjukkan adanya gas hidrogen dari hasil fermentasi dengan kultur campuran. Uji kuantitatif menggunakan kromatografi gas detektor TCD menghasilkan kadar 13,3% H2 dari volume total biogas sebesar 970 mL. H2

Gambar 3.3 Kromatogram Hidrogen Fermentasi Glukosa dengan Kultur Campuran

Hasil

Pada Gambar 3.3 menunjukkan peak area tertinggi terjadi pada gas hidrogen, dengan luas peak area 5,994x104
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

2. 3.

Kultur campuran dapat digunakan sebagai bakteri penghasil hidrogen. Hasil identifikasi strain menunjukkan bahwa yang berpengaruh dalam produksi hidrogen adalah Bacillus cereus.

Holt, John G., Noel R., Krieg, Peter, H.A. Sneath, Stanley, James T., Williams, Stanley T., (1994), Bergeys Manual of Determinative Bacteriology, 9th Edition, Williams and wilkins: A Waverly Company, USA Irianto, Drs. Koes, (2006), Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme, Jilid 1, CV. Yrama Widya, Bandung Kapdan, I.K., F. Kargi, (2006), Bio-hydrogen Production from Waste Materials, Enzyme and Microbial Technology, Vol. 38, 569582 Karadag, Dogan, Mkinen, Annuka E., Efimova, Elena, Puhakka, Jaakko A., (2009), Thermophilic Biohydrogen Production by An Anaerobic Heat Treated-Hot Spring Culture, Biosource Technology, Vol.100, 5790-5795 Karadag, Dogan, Puhakka Jaakko A., (2010), Direction of Glucose Fermentation Toward Hydrogen or Ethanol Production Through On-Line pH Control, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 35, 10245-10251 Koskinen, Perttu, (2008), The Development and Microbiology of Bioprocesses for the Production of Hydrogen and Ethanol by Dark Fermentation, Thesis for the degree of Doctor of Technology, Tampere University of Technology, Findland Kotay S.M, Das D., (2006), Microbial Hydrogen Production with Bacillus coagulans IIT-BT S1 Isolated from Anaerobic Sewage Sludge, Bioresource Technology, Vol. 98, 1183-1190 Kotay S.M, Das D., (2010), Microbial Hydrogen Production from Sewage Sludge Bioaugmented with A Constructed Microbial Consortium, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 35, 10653-10659 Levin, B. D., Pitt, L., Love, M., (2003), Biohydrogen Production : Prospects and Limitations to Practical Application, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 29, 173-185 Lin, C. Y., C. H. Lay, (2004), Carbon-Nitrogen Ratio Effect on Fermentative Hydrogen Production by Mixed Microflora, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 29, 41 45 Liu, G., J. Shen, (2004), Effects of Culture and Medium Conditions on Hydrogen Production from Starch Using Anaerobic Bacteria, Journal of Bioscience and Bioengineering, Vol. 98, 251-256 Madigan, M. T.,Martinko, J. M., (2006), Borck Biology of Microorganisms, Prentice-Hall, New Jersey Maintinguer, S. I., Fernandes, Bruna S., Duarte, Iolanda C. S., Saavedra, Nora K., Adorno, M. Angela T., Varesche M. B., (2008), Fermentative Hydrogen Production by Microbial Consortium, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 33, 4309-4317

4.2 Saran Penelitian ini masih merupakan data awal sehingga perlu dilakukan dalam optimasi kondisi fermentasi seperti konsentrasi substrat, jenis substrat dan suhu. Analisis kandungan asam-asam organik dan kandungan gas lain perlu dilakukan untuk mengetahui semua produk yang dihasilkan. Faktor sterilisasi, aseptik, reaktor batch dan rangkaian alat perlu diperhatikan. Selain itu perlu dilakukan anlisis biomolekular dengan metode 16S RNA untuk mengetahui strain yang terkandung dalam kultur campuran. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Bapak Prof. Dr. Surya Rosa Putra selaku dosen pembimbing atas segala diskusi, bimbingan, arahan dan semua ilmu yang bermanfaat. 2. Bapak Herdayanto Sulistyo Putro, M.Si selaku dosen pembimbing kedua atas segala diskusi, bimbingan, arahan dan semua ilmu yang bermanfaat. 3. Orang tua atas segala doa, dorongan dan dukungannya secara materil dan spiritualnya. 4. Sahabat-sahabat dan teman-teman angkatan 2007 Jurusan Kimia ITS atas doa, bantuan dan dukungannya. 5. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Daftar Pustaka APHA, (1998), Standar Methods for The Examination of Water and Wastewater, 20th Edition, American Public Health Association, USA, Washington DC, pp. 2-53-2-59, 4-100-4-111 Das, Debratas, T. Nejat Veziroglu, (2008), Advance in Biological Hydrogen Production Processes, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 33, 6046-6057 Dong-Hoon Kim, et al., (2006), Effect of Gas Sparging on Continous Fermentive Hydrogen Produciton, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 31, 2158-2169 Evvyernie, D., K. Moromoto, S. Karita, T. Kimura, K. Sakka, K. Ohmiya, (2001), Conversion of Chitinous Wastes to Hydrogen Gas by Clostridium paraputrificum M-21, Journal of Bioscience and Bioengineering,Vol. 91, 339-343 Fardiaz, S., (1993), Analisis Mikrobiologi Pangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta Gupta, Ram B., (2009), Hydrogen Fuel Production, Transport, and Storage, CRC press, USA, 17-29 Hallenbeck, Patrick C., John R. Benemann, (2002), Biological Hydrogen Production; Fundamentals and Limiting Processes, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 27, 1185 1193 Hendrianie, N., (2001), Mikrobiologi Industri, Teknik Kimia, FTI ITS, Surabaya
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Miller, G. Lorenz, (1959), Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent for Determination of Reducing Sugar, Journal of Analytical Chemistry, Vol. 3, 426-428 Ogino, H., T. Miura, K. Ishimi, M. Seki, H. Yoshida, (2005), Hydrogen Production from Glucose by Anaerobes, Biotechnology Progress, Vol. 21, 17861788 Patel, Sanjay, K. S., Purovit, Hermant, J., Kalia, Vipin C., (2010), Dark Fermentation Hydrogen Production by Defined Mixed Microbial Cultures Immobilized on Ligno-cellulosic Waste Materials, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 35, 10674-10681 Press, Roman, J., Santhanam, K. S. V., Miri, Massoud J., Bailey, A. V., Takaes, Gerald A., (2009), Introduction to Hydrogen Technology, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, 173-174 Purwoko, T., (2007), Fisiologi Mikroba, PT Bumi Aksara, Jakarta Singh, Sneha, Sudhakaran, Anu K., Sarma, Priyangshu M., Subudhi, Sanjukta, Mandal, A.K., Gandham, G., Lal, B., (2010), Dark Fermentative Biohydrogen Production by Mesophilic Bacterial Consortia Isolated From Riverbed Sediments, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 35, 1064510652 Wang, C. C., C. W. Chang, C. P. Chu, D. J. Lee, B. V. Chang, C. S. Liao, (2003), Producing Hydrogen from Wastewater Sludge by Clostridium bifermentans, Journal of Biotechnology, Vol. 102, 83-92 Wang, J., Wan, Wei, (2008), Effect of Temperature on Fermentative Hydrogen Production by Mixed Cultures, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 33, 5392-5397 Waluyo, Lud, (2007), Mikrobiologi Umum, UMM Press, Malang Yokoi, H. A. Saitsu , H. Uchida, J. Hrose, S. Hayashi, Y. Takasaki, (2001), Microbial Hydrogen Production from Sweet Potato Starch Residue, Journal of Bioscience and Bioengineering, Vol. 91, 58-63

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Anda mungkin juga menyukai