Anda di halaman 1dari 0

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Satu dari 3 (tiga) tiga penduduk dunia pada 2001 meninggal karena
penyakit kardiovaskular. Artinya 1/3 populasi dunia berisiko tinggi
penyakit kardiovaskular. Pada tahun 2001, Organisasi kesehatan dunia
(WHO) juga mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit
kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular bukan semata masalah Negara
maju. Sekitar 80% dari kematian akibat kardiovaskular justru terjadi di
negara berpendapat menengah ke bawah (Ethical Digest, 2005)
Pada tahun 2010 penyakit kardiovaskular akan menjadi penyebab
kematian pertama di Negara-negara berkembang, menggantikan
kematian akibat penyakit infeksi. Di Indonesia, penyakit kardiovaskular
yang dikelompokan menjadi penyakit system sirkulasi sejak 1992 secara
konsisten menduduki peringkat pertama penyebab kematian.Masalah
epidemic penyakit kardiovaskular di masa datang tidak lagi hanya
terhadap penduduk di perkotaan,tetapi juga pada mereka yang tinggal di
pedesaan

(Ethical Digest, 2005).

Saat ini Congestif Heart Failure (CHF) atau yang biasa disebut
gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskular
yang terus meningkat insiden dan prevalensinya (Pangastuti, 2009).
Menurut data WHO sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF
,
sedangkan pada tahun 2005 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita CHF

(Pangastuti, 2009). Sekitar 250.000 pasien meninggal oleh sebab gagal
jantung (langsung maupun tidak langsung) setiap tahunnya, dan angka
tersebut telah meningkat 6 (enam) kali dalam 40 tahun terakhir (Joesoef,
2007).
Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 (lima) tahun
sebesar 62% pada pria dan 42% wanita

(Anurogo, 2009). Sekitar 3 - 20
per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung dan kejadiannya
semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia
2

harapan hidup (100 per seribu orang pada usia diatas 65 tahun) dan
perbaikan harapan hidup penderita

(Teetha, 2008; Mariyono dan
Santoso, 2007).
Di Amerika, gagal jantung kongestif adalah penyakit yang cepat
pertumbuhannya, dengan prevalensi sekitar 2% dari keseluruhan populasi

(Ethical Digest, 2006). Hampir 1 (satu) juta kasus rawat inap setiap
tahunnya disebabkan oleh penyakit ini. Angka ini hampir 2 (dua) kali
lipat dibandingkan 15 tahun lalu. Dan hampir 50% pasien yang dirawat di
rumah sakit akibat gagal jantung kongestif dalam 6 (enam) bulan kembali
masuk rumah sakit

(Ethical Digest, 2006).
Hampir 2% dari seluruh kasus masuk RS di AS, diakibatkan gagal
jantung kongestif. Dan gagal jantung kongestif merupakan penyebab
tersering dari rawat inap pada pasien di atas usia 65 tahun. Meskipun
dilakukan terapi agresif, rawat inap akibat gagal jantung kongestif terus
meningkat. Ini merefleksikan prevalensi gawatnya penyakit ini

(Ethical
Digest, 2006).
Meski penanganan gagal jantung kongestif telah semakin maju,
angka morbiditas dan mortalitas tetap tinggi dengan perkiraan 5 tahun
sebesar 50%. Perkiraan terbaru angka mortalitas pasien rawat inap adalah
5 - 20% pasien

(Ethical Digest, 2006).. Insiden dan prevalensi gagal
jantung kongestif lebih besar pada ras afrika-Amerika,orang-orang
Hispanik, penduduk asli Amerika dan penduduk negara- negara
nonindustri, Rusia dan bekas Uni Soviet

(Ethical Digest, 2006).
Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 - 2%.
Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru
didiagnosis setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring
dengan usia, dan mempengaruhi 6 - 10% individu lebih dari 65 tahun

(Indrawati, 2009). Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di
bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 - 84 tahun

(Fauzi,
2011).

3

Di Indonesia, data-data mengenai gagal jantung secara nasional
belum ada. Data dan Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan bahwa
penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari kematian
terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia

(Irawan, 2007). Penyakit gagal
jantung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data di RS Jantung
Harapan Kita, peningkatan kasus ini dimulai pada 1997 dengan 248
kasus, kemudian melaju dengan pesat hingga mencapai puncak pada 2000
dengan 532 kasus.
Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar
kurang dari l % pada usia kurang dari 50 Tahun hingga 5% pada usia 50 -
70 Tahun dan 10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung
sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani,
hampir 50% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun waktu 4
(empat) tahun. 50% penderita stadium akhir meninggal dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun

(Firmansyah, 2009).
Menurut ahli jantung Lukman Hakim Makmun dari Divisi
Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto
Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Kamis 7 Juni 2008, di Jakarta bahwa
angka kematian gagal jantung, terutama pada usia lebih dari 65 tahun,
cukup tinggi. Insiden dan prevalensi gagal jantung di Indonesia cukup
tinggi yang disebabkan hampir semua penyakit jantung dan kondisi ini
sendiri merupakan suatu sindrom klinis, diagnosis dapat sulit ditegakkan
pada tahap dini karena relatif tidak ada gejala

(Perhimpunan Informatika
Kedokteran Indonesia, 2008).
Faktor presipitasi yang sering memicu terjadinya gangguan fungsi
jantung adalah infeksi aritmia, kerja fisik, cairan, lingkungan, emosi yang
berlebih, infark miokard,emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan,
hipertensi, miokarditis, endokarditis infektif. Pada usia muda gagal
jantung lebih sering diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia,
penyakit jantung congenital, penyakit jantung katup dan miokarditis

(Indrawati, 2009).
4

Etiologi gagal jantung kongestif usia lanjut berdasarkan kekerapan
didapatkan penyakit jantung iskemik 65,63%, penyakit jantung hipertensi
15,63%, Kardiomiopati 9,38% , penyakit katup jantung , penyakit jantung
rhematik dan penyakit jantung pulmonik masing-masing 3,13%
(Desta,2007).
Hipertensi merupakan penyebab gagal jantung dengan proporsi
yang signifikan pada pasien di negara-negara barat. Hipertensi
merupakan penyebab umum gagal jantung pada populasi umum baik
karena efek langsung maupun tidak langsung. Adanya riwayat hipertensi
dapat meningkatkan mortalitas pasien gagal jantung bahkan menjadi 2
(dua) kali orang dengan tekanan darah normal. Data epidemiologis
menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut, maka
jumlah pasien dengan hipertensi juga akan bertambah (Kumala, 2009).
Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K) (2009) Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari
jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan
sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa,
peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan
peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.
Sedangkan data di Rumah Sakit M Hoesin Palembang, sekitar 60 %
pasien gagal jantung adalah penderita hipertensi

(Ghani, 2008)

. Insidensi
hipertensi terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dan
angka harapan hidup

(Kumala, 2009).
Tingginya angka kejadian gagal jantung kongestif, adanya faktor
risiko seperti pertambahan umur dan risiko gagal jantung kongestif
menurut jenis kelamin serta tingginya angka kejadian hipertensi dan
kurangnya pemahaman masyarakat mengenai upaya pencegahan
hipertensi sebagai faktor risiko utama gagal jantung kongestif di
Indonesia sekitar 7% sampai 22% terutama pada rumah sakit tipe A
seperti RSPAD Gatot Soebroto yang merupakan rumah sakit rujukan,
maka disini penulis mencoba membuat penelitian untuk mengetahui
5

proporsi pasien menurut umur, jenis kelamin dan memiliki riwayat
hipertensi dengan angka kejadian pasien gagal jantung kongestif di Poli
Jantung RSPAD Gatot Soebroto priode 1 Juli 2010- 31 Desember 2010

I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara umur, jenis kelamin dan riwayat
hipertensi dengan angka kejadian gagal jantung kongestif di Poli Jantung
RSPAD Gatot Soebroto Periode 1 Juli 2010 - 31 Desember 2010.

I.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan umur, jenis kelamin dan riwayat hipertensi
dengan angka kejadian gagal jantung kongestif di Poli Jantung RSPAD
Gatot Soebroto Periode 1 Juli 2010- 31 Desember 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi gagal jantung kongestif
b. Mengetahui distribusi umur dengan angka kejadian gagal jantung
kongestif
c. Mengetahui distribusi jenis kelamin dengan angka kejadian gagal
jantung kongestif
d. Mengetahui distribusi riwayat hipertensi dengan angka kejadian
gagal jantung kongestif
e. Mengetahui hubungan umur dengan angka kejadian gagal jantung
kongestif
f. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan angka kejadian gagal
jantung kongestif
g. Mengetahui hubungan riwayat hipertensi dengan angka kejadian
gagal jantung kongestif


6

I.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
a. Agar karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
mengetahui proporsi angka kejadian gagal jantung jantung kongestif
di Poli Jantung RSPAD Gatot Soebroto.
b. Berpartisipasi dalam pelayanan masyarakat lewat hasil penelitian
yang diinformasikan pada masyarakat sehingga dapat meningkatkan
partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan hipertensi dan faktor risikonya, sehingga sekaligus
dapat menurunkan angka kejadian gagal jantung kongestif.
2. Bagi Instansi Pendidikan
a. Agar karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan
bacaan dalam pepustakaan untuk menambah pengetahuan bagi
mahasiswa khususnya bagi pembaca.
b. Memberikan data dan masukan bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
a. Memperoleh pengetahuan mengenai angka kejadian gagal jantung
dari umur, jenis kelamin, dan riwayat hipertensi.
b. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar dalam membuat
suatu penelitian.
c. Mengaplikasikan ilmu-ilmu kedokteran yang telah dipelajari ke
dalam sebuah penelitian yang berguna bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai