Anda di halaman 1dari 8

VI.

PEMBAHASAN Percobaan Permanganometri bertujuan untuk membuat larutan standar permanganat dan melakukan standardisasi larutan permanganat dan menentukan kadar besi (III). Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah reaksi reduksi oksidasi. KMnO4 bertindak sebagai oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah titrasi permanganometri. Titrasi permanganometri adalah suatu proses redoks dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standar.

6.1 Standardisasi larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat Percobaan standarisasi KMnO4 dengan Na-oksalat bertujuan untuk mengetahui konsentrasi KMnO4 dengan tepat. Garam kalium permanganat banyak mengandung oksida-oksidanya yaitu MnO dan Mn2O3, sehingga garam ini tidak dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Larutan standar primer adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan (Harjadi, 1993). Demikian juga larutan standarnya, tidak hanya dibuat dengan jalan melarutkan garamnya dalam aquades, karena dengan adanya sedikit zat organik dalam air menyebabkan terjadinya penguraian ion MnO4- menjadi oksidanya. KMnO4 perlu distandardisasi terlebih dahulu karena garam kalium permanganat tidak diperoleh dalam keadaan murni. Selain itu KMnO4 perlu distandardisasi karena KMnO4 merupakan zat pengoksidasi kuat yang bekerja berlainan menurut pH dan mediumnya, sehingga mudah tereduksi oleh cahaya, dimana akan timbul endapan berwarna coklat, yang merupakan endapan MnO2. Hal ini dapat diketahui dari reaksi: 4MnO4- + 2H 2O 4MnO2 (Underwood, 1999)

Standardisasi ini dilakukan dengan larutan Natrium Oksalat. Larutan ini dipilih karena Natrium Oksalat merupakan larutan standar primer yang sifatnya stabil, terdapat dalam bentuk murni, dan tidak berubah-ubah walaupun teroksidasi oleh oksigen maupun cahaya matahari. (Underwood,1999). Reaksi antara Oksalat dengan KMnO4 berlangsung dalam suasana asam, yaitu dengan reaksi sebagai berikut : 5H 2C 2O4 + 2MnO4 + 6H 2O 2Mn2++ 10CO2 + 8H 2O (Harjadi, 1993) Reaksi ini berjalan lambat karena berlangsung pada keadaan yang kompleks walaupun dalam suhu yang tinggi sudah mulai terjadi reaksi, selanjutnya reaksi akan berlangsung lebih cepat. Percepatan reaksi ini terjadi karena adanya katalis MnO4- yang terbentuk (otokatalis). Otokatalis adalah istilah katalis yang menghasilkan reaksi sendiri. Diperkirakan otokatalis itu terjadi karena Mn2+ dengan cepat dioksidasi oleh MnO4- menjadi Mn bervalensi 3 atau 4 yang dengan cepat mengoksidasi oksalat sambil kembali menjadi Mn2+. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

2MnO4- + 5H 2C 2O4 + 6H +2Mn2++ 10CO2 + 8H 2O (Harjadi,1993) Sebelum dititrasi dengan KMnO4 terlebih dahulu Oksalat ditambahkan dengan asam sulfat pekat. Penambahan asam sulfat ini bertujuan untuk memberi suasana asam. Selain itu penambahan asam sulfat pekat juga bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Karena ketika asam sulfat dimasukkan, larutan akan terasa panas. Hal ini disebabkan karena terjadinya perpindahan kalor dari sistem (larutan asam sulfat + larutan Na-Oksalat) ke lingkungan (reaksi eksoterm). Oleh karena itu suhu naik dan menimbulkan panas pada tabung reaksi. Setelah dilakukan penambahan asam sulfat kemudian dilakukan pemanasan sampai suhu 700 C. Sedangkan pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi karena dengan pemanasan tumbukan antar partikel semakin sering sehingga reaksi akan berjalan lebih cepat. Pemanasan dilakukan pada suhu 700 C karena jika pemanasan dilakukan pada suhu kamar akan memakan waktu yang lama untuk bereaksi. Setelah dipanaskan kemudian dititrasi dengan KMnO4. KMnO4 sebagai titran sedangkan natrium oksalat sebagai titrat. Pada saat titrasi penambahan KMnO4 dilakukan tetes demi tetes namun tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Penetesan yang terlalu cepat akan menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+ (kesalahan positif), sedangkan bila terlalu lambat oksalat akan menghilang karena akan membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air (kesalahan negatif). (Harjadi,1993) Proses standarisasi KMnO4 ini tidak memerlukan indikator karena KMnO4 itu sendiri telah menjadi indikator sebab KMnO4 mempunyai warna yang khas (ungu tua) dan pada saat titrasi menimbulkan perubahan warna yang jelas. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa konsentrasi KMnO4 berkurang dibandingkan konsentrasi awal, karena KMnO4 adalah standar sekunder dengan kemurniannya yang rendah, mudah bereaksi dengan udara sehingga membentuk endapan MnO2, dan karena KMnO4 telah tereduksi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : MnO4- + 8 H + + 5eMn2+ + 4 H 2O (Vogel,1990) Dari hasilperhitungandidapatbahwakonsentrasi KMnO4adalah 0,347 N.

Gambar hasil standarisasi KMnO4 dengan Na-oksalat

6.2 Penentuan ion ferro Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar besi sebagai besi (III). Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah titrasi permanganometri. Sedangkan prinsip yang digunakan adalah reaksi redoks, dimana KMnO4 bertindak sebagai oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, basa maupun netral. Dalam menentukan ferro dengan titrasi, larutan ferro digunakan sebagai titrat, sedangkan titrannya adalah KMnO4. Dalam proses ini perlu ditambahkan asam sulfat 1 N untuk memberikan keasaman dalam larutan ferro, karena KMnO4 merupakan oksidator kuat sehingga reaksi akan terjadi pada suasana asam. Penambahan asam sulfat selain memberikan suasana asam juga bertujuan agar besi larut sempurna dan dapat bereaksi dengan baik. Selain untuk melarutkan besi, penambahan asam sulfat juga bertujuan untuk agar KMnO4 tereduksi menjadi Mn2+, karena dalam suasana netral atau sedikit basa maka KMnO4 akan tereduksi menjadi MnO2. Asam sulfat juga dimaksudkan untuk menghindari oksidasi Fe2+menjadi Fe3+karena Fe2+ kurang stabil di udara terbuka. Dalam percobaan ini terjadi reaksi oksidasi reduksi dimana KMnO4 yang digunakan sebagai penitrat merupakan oksidator kuat yang mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+dan KMnO4 sendiri akan tereduksi dari Mn7+ menjadi Mn2+. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: MnO4- + 8 H + + 5eMn2+ + 4H 2O (Harjadi, 1993) Dalam titrasi ini tidak digunakan indicator karena KMnO4 sudah mempunyai warna khas yaitu

ungu gelap sehingga bertindak sebagai autoindikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda pucat. Dalam percobaan ini tidak digunakan HCl sebagai zat pemberi suasana asam, sebab akan terbentuk gas klorin yang berbahaya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2 MnO4- + 10Cl- + 16H + 2Mn2+ + 8H 2O + 5Cl2 (Vogel, 1990) Sedangkan bila digunakan HNO3 sebagai zat pemberi suasana asam maka akan terbentuk gas NO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2NO3- + 4H 2SO4 + 6Fe2+ 2NO + 6Fe3++ 4SO42-+ 4H 2O (Vogel, 1990) titrasi dihentikan bila telah terbentuk Fe3+ hasil oksidasi Fe2+, yaitu saat terbentuk warna merah muda pucat dari larutan semula yang tidak berwarna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: MnO4- + 5Fe2+ + 8H + 5Fe3+ + Mn2+ + 4H 2O (Harjadi, 1993) Adanya H + menunjukkan reaksi berjalan dalam suasana asam. Dari hasil perhitungan didapat bahwa massa Fe2+ yang terkandung dalam sampel adalah 287,7 mgram dengan kadar 20,142%

Gambar hasil titrasi penentuan ion fero

VII. PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Standardisasi larutan KMnO4 dapat dilakukan dengan menitrasi Na-Oksalat dengan KMnO4. 7.1.2 Volume KMnO4 yang digunakan saat standardisasi dengan Na-Oksalat adalah 7,2 mL, sedangkan volume KMnO4 yang digunakan untuk menentukan ion ferro adalah 14.6 mL. 7.1.3 Kadar ion ferodapatdilakukandenganmetodepermanganometri 7.1.4Massa ion ferro yang diperoleh adalah 283,7 mgram dengan kadar dalam sampel sebesar 18,92%

7.2 Saran 7.2.1 Lakukan percobaan sesuai prosedur yang berlaku 7.2.2Pencucian alat harus sebersih mungkin untuk menghindari adanya kontaminasi 7.2.3 Praktikan harus mengetahui bahan dan cara penanganan bahan yang digunakan dalam percobaan. 7.2.4 Praktikan harus menggunakan alat keselamatan laboratorium saat melakukan percobaan

VI. PEMBAHASAN Percobaan permanganometri ini dilakukan untuk menetapkan atau menentukan kadar ferro

dan standarisasi KMnO4. Percobaan ini dilakukan dengan prinsip reaksi reduksi oksidasi dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Metode yang digunakan adalah permanganometri.

5. Pembuatan larutan KMnO4 Percobaan ini bertujuan untuk membuat larutan KMnO4 dari padatan menjadi larutan. Pada awal percobaan , dilakukan penimbangan padatan KMnO4 sebanyak 3,2 gram kemudian dilarutkan dalam 1 liter akuades.setelah itu di tutup dengan gelas arloji besar. Kemudian dipanaskan. Penutupan berfungsi untuk mencegah hilangnya uap pada pemanasan KMnO4. Setelah pemanasan larutan dibiarkan dingin dan dilakukan penyaringan dengan senterglass. Larutan KMnO4 selesai dibuat. 5. Standardisasi larutan KMnO4 dengan H 2C 2O4.2H 2O Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi KMnO4 yang tepat. Hal ini dilakukan karena KMnO4 yang digunakan merupakan oksidator kuat sehingga sangat mudah tereduksi oleh cahaya, dimana akan timbul endapan berwarna coklat, yaitu endapan MnO2 dapat dilihat dari reaksi: 4MnO4- + 2H 2O 4MnO2

KMnO4 perlu distandardisasi terlebih dahulu karena garam kalium permanganat tidak diperoleh dalam keadaan murni. Garam kalium permanganat banyak mengandung oksida-oksidanya yaitu MnO dan Mn2O3, sehingga garam ini tidak dapat digunakan sebagai zat standar primer. Demikian juga larutan standarnya, tidak hanya dibuat dengan jalan melarutkan garamnya dalam aquades, karena dengan adanya sedikit zat organik dalam air menyebabkan terjadinya penguraian ion MnO4- menjadi oksidanya. Selain itu KMnO4 perlu distandardisasi terlebih dahulu karena KMnO4 merupakan zat pengoksidasi kuat yang bekerja berlainan menurut pH dan mediumnya. Standardisasi ini dilakukan dengan larutan Na2H 2C 2O4. Penggunaan Na2H 2C 2O4 ini berdasarkan sifatnya yang murni. Reaksi antara H 2C 2O4.2H 2O dan KMnO4 berlangsung dalam suasana asam: 5H 2C 2O4 + 2MnO4 + 6H 2O 2Mn2+ + 10CO2 + 8H 2O (Harjadi, 1993)

Sebelum dititrasi dengan KMnO4 terlebih dahulu H 2C 2O4 dipanaskan menjadi 700 C. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat reaksi. KMnO4 yang distandarisasi dengan H 2C 2O4 pada suhu kamar akan memerlukan waktu yang lama. Proses standarisasi KMnO4 ini tidak memerlukan indikator. KMnO4 itu sendiri telah menjadi indikator karena KMnO4 mempunyai warna yang khas (ungu tua) dan pada saat titrasi menimbulkan perubahan warna yang jelas.

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa konsentrasi KMnO4 berkurang dibandingkan konsentrasi awal, karena KMnO4 adalah standar sekunder dengan kemurniannya yang rendah. Mudah bereaksi dengan udara sehingga membentuk endapan MnO2 . Dan karena KMnO4 telah tereduksi. MnO4- + 8 H + + 5eMn2+ + 4 H 2O

Dari hasil perhitungan didapat bahwa konsentrasi KMnO4 adalah

5.3

Penentuan ion ferro

Dalam menentukan ferro dengan titrasi, larutan ferro digunakan sebagai titrat, sedangkan titrannya adalah KMnO4. Dalam proses ini perlu ditambahkan asam sulfat 1 N untuk memberikan keasaman dalam larutan ferro, sehingga reaksi akan terjadi pada suasana asam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: MnO4- + 8 H + + 5eMn2+ + 4 H 2O (Harjadi, 1993)

Dalam hal ini dihindari pemakaian HCl sebagai zat pembari suasana asam, sebab akan terbentuk gas klorin yang berbahaya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2 MnO4- + 10Cl- + 16H + 2Mn2+ + 8H 2O + 5Cl2 (Vogel, 1990)

Bila digunakan HNO3 sebagai zat pemberi suasana asam maka akan terbentuk gas NO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2NO3- + 4H 2SO4 + 6Fe2+ 2NO + 6Fe3++ 4SO42- + 4H 2O (Vogel, 1990) titrasi dihentikan bila telah terbentuk Fe3+ hasil oksidasi Fe2+, yaitu saat terbentuk warna ungu muda stabil dari larutan semula yang tidak berwarna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: MnO4- + 5Fe2+ + 8H + 5Fe3+ + Mn2+ + 4H 2O (Harjadi, 1993) Adanya H + menunjukkan reaksi berjalan dalam suasana asam. Dari hasil perhitungan didapat bahwa massa Fe2+ yang terkandung dalam sampel adalah 784,28mgram.

VII. 7.1

PENUTUP Kesimpulan 7.1.2 Titrasi permangonometri digunakan untuk menganalisa atau menentukan kadar Fe2+ dan standarisasi larutan KMnO4 dengan menggunakan reaksi redoks 7.1.3 Dari hasil percobaan, didapatkan : a. Konsentrasi KMnO4 hasil standardisasi =0,6997 N b. Jumlah ion Fe2+ dalam sampel adalah sebesar 784,28 mg

7.2 7.2.1 7.2.2

Saran Praktikan harus memahami materi sebelum praktikum Praktikan harus teliti agar didapatkan hasil yang tepat

Anda mungkin juga menyukai