A. Latar Belakang Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah ke atas di perkotaan. Dengan kata lain, saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda. Hal ini sangat merisaukan karena mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007). Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Ukuran kualitas SDM dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Upaya pengembangan kualitas SDM dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata apabila sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006). Salah satu masalah gizi yang menjadi sorotan pemerintah saat ini ialah kasus gizi buruk. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen Kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena masalah kekurangan gizi dan buruknya kualitas makanan, didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih didalam kandungan. Hal ini dapat berakibat
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak beranjak dewasa. (Litbang 2008)
1
Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan kenaikan berat badan balita yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi buruk 12.6 kali dibandingkan pada balita yang berat badannya naik terus. Bila frekuensi berat badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan semakin besar (Litbang 2007). United Nations Childrens Fund (UNICEF) melaporkan Indonesia berada di
peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita (Depkes RI, 2007). Di beberapa provinsi seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama Bulan Januari hingga Oktober 2009 tercatat lebih dari 600 kasus gizi buruk yang pada umumnya menimpa balita dan 31 kasus di antaranya mengakibatkan kematian (Depkes 2007). Permasalahan gizi bruk merupakan permasalahan bersama yang perlu ditangani secara simultan. Gizi buruk tidak hanya menimbulkan permasalahan dari sudut pandang medis melainkan memunculkan beragam aspek di kalangan masyarakat. Berdasarkan uraian diatas maka penulis untuk membahas aspek yang berkaitan dengan gizi buruk.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana aspek agama tentang gizi buruk ? 2. Bagaimana aspek budaya tentang gizi buruk ? 3. Bagaimana aspek etik tentang gizi buruk ?
C. Tujuan 1. Diketahui aspek agama tentang gizi buruk. 2. Diketahui aspek budaya tentang gizi buruk.
2
D. Manfaat 1. Pembaca Pembaca memahami bahwa masalah gizi buruk merupakan masalah yang dilihat dari beragam sudut pandang. 2. Institusi Pendidikan Pertimbangan dalam proses belajar bahwa masalah gizi buruk hendaknya diajarkan dari berbagai aspek yang berkembang di masyarakat.
BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teori 1. Gizi Buruk Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. Kekurangan Energi Protein (KEP) seseorang yang gizi buruk disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah, tanda tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indikator yang sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor. Data komposisi zat gizi yang berhubungan bahan makanan
pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) hanyalah gizi yang penting
yaitu energi, protein, vit A, C, B 12, Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium ( Fajar, Ibnu, dkk. 2001) Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih (obesitas), gizi buruk (malnutrisi), metabolik bawaan, keracunan makanan, dan lain lain. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad abad yang lampau. Penyakit penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak
4
cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit skorbut /sariawan. Penemuan dini terhadap penderita marasmus dan kwashiorkor sangat penting, baik dalam usaha pencegahan terjadinya gizi buruk maupun dalam usaha menurunkan angka kematian bayi dan anak. Untuk itu, para ahli kesehatan anak di berbagai negara telah bersepakat untuk menemukan cara yang paling mudah dan sederhana untuk mendeteksi
penderita KEP sedini mungkin dengan melakukan monitoring berat badan anak melalui penimbangan secara teratur setiap bulan telah dijadikan sebagai kegiatan
pokok. Usaha untuk menangani masalah gizi buruk di Indonesia telah dimulai jauh sebelum Perang Dunia ke-II, strategi yang digunakan untuk memperbaiki gizi di masyarakat berbedabeda, ada caranya masingmasing. Dewasa ini gizi bukan saja dikenal akan tetapi telah menjadi bahan pembicaraan dan pembahasan di berbagai lingkungan masyarakat. Dewasa ini program perbaikan gizi merupakan salah satu dari 5 program pokok Kemenkes. (Panca Karsa/Karya Husada; Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara). Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan tertentu (defisiensi) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi (Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta). Betapa banyaknya bayi dan anak-anak yang sudah bergulat dengan kelaparan dan penderitaan sejak mereka dilahirkan. Penyebab utama kasus gizi buruk di
5
Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia, kemiskinan memicu kasus gizi buruk. Fenomena gizi buruk ini biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari karbohidrat atau protein (protein-energy malnutritionPEM). Kurangnya pasokan energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta, keadaan gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: kwashiorkor, marasmus, dan kwashiorkor-marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui. Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara jelas menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati dari gejala yang ditunjukkan penderita. a. Kwashiorkor Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar. Penampilan anakanak penderita busung lapar umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya: Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif. Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring Anemia. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia ( perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya
Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal.
Tanda-tanda kwashiorkor meliputi edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu, perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis, rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut, otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk, bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas menolak segala jenis makanan (anoreksia) sering disertai anemia, diare, dan infeksi
b. Marasmus Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot. Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi (pemberian cairan elektrolit) atau transfusi darah pada periode ini dapat mengakibatkan aritmia (tidak teraturnya denyut jantung) bahkan terhentinya denyut jantung. Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan seksama. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah: Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
7
Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol. Sering menderita diare atau konstipasi. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput
c. Marasmik-Kwashiorkor Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang menyertai. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium. Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut. 2. Penyebab Gizi Buruk Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak penyebab pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang. Tanaman jagung yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen. Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang kurang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
8
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,' yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari. Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warga negara. 3. Malnutrisi Primer Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat. 4. Malnutrisi Sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar. Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada. Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan, 5. Penderita Gizi Buruk Merebak Di Berbagai Tempat Gizi Buruk Masih Jadi Persoalan Pelik di NTT Sebanyak 1.466 kasus gizi buruk. Masalah Gizi Buruk Di SERUI Jaya Pura Perlu Penanganan Serius. 221 Balita di Trenggalek Gizi Buruk. 496 Balita di Kabupaten Blitar menderita gizi buruk. Bengkulu, tercatat sedikitnya 377 anak penderita gizi buruk. 6. Perlunya Asupan Gizi Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas bisa berdampak baik sekaligus berdampak buruk. suatu produk suplemen harus menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. kita tidak terlena begitu saja dengan rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi lain produk suplemen yang memang bisa
10
dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi kebanyakan orang yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari makanan sehari-hari. Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan langsung, bukan asupan atau suplemen yang dijual bebas. Sebab tak seorang pun yang bisa menjamin keamanannya, Kecuali kalau asupan itu memang dianjurkan oleh dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat yang dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal Banyak produk susu kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA dan sebagainya. ASI juga mengandung zat anti efeksi. Untuk memulihkan kondisi balita pada status normal, dibutuhkan asupan susu yang mudah diserap tubuh. Tiap Balita diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari berat badan anak kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain: biasa makan beraneka ragam makanan (makan 2-3 kali sehari dengan makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu memantau kesehatan anggota keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium, dan khusus ibu hamil, didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal sampai 4 bulan setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh masyarakat Indonesia. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain: Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun. Ukuran lingkaran lengan atas menurun. Maturasi tulang terlambat. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
7. Langkah Pengobatan Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein sekitar 23 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Langkah penanganan harus didasarkan pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya. Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masingmasing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya
11
dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan gizinya dengan cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah gejala atau kekambuhan dari gizi buruk
12
8. Jumlah Kasus Gizi Buruk Pada Balita Menurun Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, berbagai upaya intervensi perbaikan gizi yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk balita dalam beberapa tahun terakhir. Capaiannya sudah signifikan, tapi memang belum bisa langsung membuatnya jadi tidak ada karena untuk itu memang butuh waktu lama," katanya. Ia menjelaskan, penanganan gizi buruk membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga perlu dukungan dana dari pemerintah pusat. Kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita yang pada 2004 sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta pada 2005 dan kembali turun menjadi 4,2 juta pada 2006. Tahun 2007 angkanya juga turun lagi menjadi 4,1 juta. Mengalami penurunan bermakna dalam tiga tahun terakhir. Menurut Laporan Kasus Gizi Buruk Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke Departemen Kesehatan pada 2005, jumlah kasus gizi buruk pada balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi 50.106 pada 2006 dan turun lagi menjadi 39.080 pada 2007. Jumlah temuan kegiatan surveilans itu lebih rendah dibandingkan dengan target penemuan kasus gizi buruk pada balita yang pada 2005 seharusnya sebanyak 180.000 kasus, 94.000 kasus pada 2006 dan 75.000 kasus pada 2007. Guna menurunkan jumlah kasus gizi buruk seperti yang telah ditargetkan, yakni menjadi 20 persen dari total balita pada 2009, pemerintah telah melakukan upaya penanggulangan masalah gizi jangka pendek, menengah dan panjang. Targetnya tahun 2009 bisa turun menjadi 20 persen dari jumlah balita, upaya jangka pendeknya antara lain perawatan kasus sesuai prosedur di rumah sakit secara gratis, pemberian makanan bergizi tinggi bagi balita dari keluarga kurang mampu dan surveilans kasus secara periodik melalui Posyandu, serta pemberian makanan pendamping ASI gratis bagi bayi usia 6-24 bulan dari keluarga kurang mampu. Jangka menengah memberdayakan masyarakat untuk memperbaiki pola asuh pemeliharaan bayi seperti promosi pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan penimbangan berat badan bayi secara rutin untuk deteksi dini kasus, pemerintah juga berusaha meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa, penempatan bidan di desa, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas dan pembentukan tim kesehatan keliling di daerah terpencil.
13
Setiap tahun juga telah meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan gizi. Jika pada 2005 alokasi dana untuk perbaikan gizi hanya Rp175 miliar, maka 2006 ditingkatkan menjadi Rp582 miliar dan kembali ditingkatkan menjadi Rp600 miliar pada 2007. "Tahun 2008 ini besaran anggarannya masih dibahas, tapi dipastikan tidak akan lebih rendah dari Rp600 miliar," Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen untuk biaya kesehatan. Dengan strategi dan langkah yang telah diterapkan, pemerintah optimistis bisa menurunkan kasus gizi buruk dan kurang pada balita sesuai target. 9. Pengaruh Budaya Terhadap Status Gizi Masyarakat Perkotaan Dan Pedesaan Perilaku konsumsi masyarakat desa dan kota masih memprioritaskan karbohidrat, meskipun jika dibandingkan antara masyarakat desa dan kota konsumsi protein dan lemak lebih baik pada masyarakat kota. Kecukupan gizi pada masyarakat kota juga relative baik pada masyarakat kota, terutama untuk masyarakat desa standar kalori dan lemak masih belum memenuhi standar Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional. Jika dibandingkan antara kelompok pendapatan rendah dan tinggi, hampir semua sumber gizi (kalori, protein dan lemak) berbeda secara signifikan baik di desa maupun di kota. Untuk masyarakat desa hanya lemak yang tidak berbeda, sedangkan untuk masyarakat kota hanya kalori yang tidak berbeda. Krisis ekonomi telah menyebabkan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi minim. Pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari untuk seluruh anggota keluarga sulit dijangkau, terutama pada keluarga yang hidupnya pas-pasan. Dalam keadaan seperti ini diperkirakan terjadi perubahan pola makan, dimana pada sebelum krisis ekonomi lebih diutamakan makanan yang beragam dan lebih mahal agar dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk menjamin tumbuh kembang dan kesehatan, tetapi pada saat krisis karena keterbatasan penghasilan lebih ditujukan untuk mengisi perut agar dapat bertahan hidup. Konsekuensinya diperkirakan banyak anggota keluarga yang menderita kekurangan gizi, terutama bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Pemeriksaan status gizi masyarakat pada prinsipnya merupakan upaya untuk mencari kasus malnutrisi dalam masyarakat, terutama meraka yang golongan rentan. Mereka itu ialah: 1. Wanita hamil dan menyusui karena kebutuhan akan zat gizi mereka meningkat
14
2. Bayi dan anak balita karena mereka belum mampu mengonsumsi atau mencerna makanan yang tersedia dan mereka cenderung cepat mengalami malnutrisi karena kebutuhan akan zat gizi juga tinggi 3. keluarga atau orang yang kebutuhannya tidak tercukupi oleh system distribusi makanan yang lazim, karena jumlah keluarga yang besar, atau lansia yang tinggal sendiri, atau janda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Di samping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional. 10. Aspek Budaya Terhadap Perilaku Makan Khususnya di Indonesia Indonesia mencerminkan perbedaan yang sangat beragam dari bermacammacam budaya baik antara suku bangsa di Indonesia maupun dari budaya luar. Berawal dari pandangan umum bahwa makanan di setiap wilayah tidak dapat dilepaskan dari tiga factor penting yaitu iklim, sumber daya alam, dan kebiasaan masyarakat, sehingga di Indonesia makanan sangat beragam jenisnya dan menarik, Jadi ketiga factor tersebut melatarbelakangi perkembangan budaya makan yang terkait dengan aspek-aspek historis dan di samping kultur masyarakat setempat. Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki nilai strategis dalam konstalasi pembangunan Indonesia. Selain memiliki sumber daya alam yang cukup besar, khususnya di bidang Pertanian salah satunya yaitu Perkebunan Jagung. Di Sulawesi Selatan jagung merupakan tanaman pangan yang banyak ditanam petani Sulawesi Selatan akhir-akhir ini karena ekspor yang cukup baik untuk permintaan pakan ternak. Total produksi jagung Sulawesi Selatan adalah lebih kurang 661.241 ton dengan luas tanam 192.456 ha. Mempertimbangkan luas lahan yang tersedia dan maksimalisasi teknologi, diperkirakan produksi jagung masih dapat dinaikkan hingga 2 kali lipat. Daerah yang potensial untuk pengembangan komoditi ini terutama adalah
15
Kabupaten Takalar, Bone, Jeneponto, Bulukumba dan Gowa. Oleh karena itu Sulawesi Selatan memiliki keunggulan komparatif sekaligus kompetitif untuk kegiatan investasi. Budaya makan yang berdampak munculnya masyarakat yang konsumtif untuk memahami bahwa masyarakat sebagai masyarakat penyantap makanan memiliki hak untuk mendapatkan makanan baik dan hak untuk mendapatkan proses produksi makanan yang baik pula. Kepercayaan suatu masyarakat tentang makanan berakibat pada kebiasaan makan serta berakibat pula pada kondisi gizinya. Bagian tropologi kebiasaan makan sebagai sesuatu yang sangat kompleks karena menyangkut tentang cara memasak, suka atau tidak suka serta adanya berbagai kepercayaan dan persepsi mistis atau takhayul yang berkaitan dengan kategori makan, produksi, persiapan dan konsumsi makanan (Foster dan Anderson, 1986:313). Keterikatan social pada makanan muncul ketika makanan disajikan dalam berbagai peristiwa yang dialami individu atau pun masyarakat. Peristiwa yang mengacu pada siklus kehidupan manusia seperti kelahiran, menikah dan kematian selalu dihadirkan dan ditandai dengan berbagai ritual yang dilengkapi dengan adanya ragam makanan serta makan bersama baik dengan anggota keluarga maupun teman. Kebersamaan menjadi inti dari keterikatan masyarakat ketika makan bersama Maka dengan itu masyarakat merupakan pelaku yang sangat konsumtif mengingat kebijakan atas asumsi tersebut tidak semuanya berasal dari sasaran gizi yang ditentukan secara khusus dan telah dianalisa, Melainkan hal yang ingin dicapai dalam peningkatan hasil produksi tersebut diarahkan dan terjadi ketergantungan akan makanan pokok pada penyalur-penyalur luar negeri dan lebih untuk memperluas barang-barang mentah untuk keperluan industry dan sebagai penyedia bahan makanan yang cukup bagi setiap konsumen guna menjaga stabilitas harga (Alan Berg dikutip oleh Rakhby, 1986:77). Berbagai hasil penelitian dari aspek social budaya pangan yang pernah dilakukan di wilayah Indonesia seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah-wilayah tersebut memiliki kebiasaan menggunakan pangan yang spesifik yang disesuaikan dengan ketersediaan pangan setempat. Selama ini politik pangan pemerintah telah menempatkan beras sebagai salah satu makanan pokok masyarakat. Namun ukuran ketahanan pangan selalu dilihat dari
16
jumlah produksi padi dan ketersediaan beras yang dikuasai pemerintah sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa beras sudah menjadi bahan pokok yang paling mutlak di negeri ini. Terkait dengan masalah bagaimana untuk memilih jenis makanan tertentu sebagai bahan makanan yang dianggap mudah untuk didapatkan jenisnya, makanan tersebut bisa tersedia selama mereka hidup. Dengan modal budaya yang dimiliki tidak jarang suatu masyarakat memberikan makna tertentu pada jenis makanan dan bahan makanannya dalam lingkungan social budayanya dimana pada titik tertentu bisa menjamin ketersediaan dan kestabilan pangan sehingga mudah untuk dikonsumsi oleh masyarakat yang ada dalam lingkungan social budaya tersebut (Adam Sulaeman, 2008:2-3). Sampai saat ini makanan yang berbasis jagung sangat berarti dan merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan di dalam masyarakat selain itu juga sagu, kentang dan ubi jalar. Jagung di luar negeri merupakan bahan pangan yang sangat penting selain gandum dan padi sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika tengah dan Amerika Selatan dan jagung merupakan sumber pangan di Amerika Serikat.
B. Aspek Agama Mengenai Gizi Buruk 1. Agama Islam Dalam ranah pemikiran Islam ingin rasanya memberi peran-aktif dalam memerangi dan menurunkan gizi buruk khususnya di kawasan timur Indonesia. Mengingat pemahaman agama yang luas dan dalam dapat memberikan pengaruh yang juga cukup besar dalam berperilaku sehari-hari. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kesehatan. Hal ini dapat terlihat dalam firman Allah SWT dalam Surah `Abasa ayat 24 yang berbunyi: "Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya". Walaupun ayat ini berbicara secara umum, tetapi secara intrinsik berkaitan dengan menjaga dan meningkatkan mutu kesehatan setiap individu. Begitu pula, Nabi Saw bersabda: "Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu". Dari dalil-dalil ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa Islam sebagai agama yang menjamin kemaslahatan manusia, juga menjamin peningkatan mutu kesehatan. Rendahnya kualitas kesehatan fisik secara tidak langsung juga mempengaruhi kesehatan mental.
17
Ajaran agama melarang kita untuk meninggalkan generasi-generasi pelanjut dalam keadaan lemah fisik, mental dan apatah lagi lemah hati. Sejalan dengan itu, menurut Prof M Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al Quran mengatakan sekian banyak ayat-ayat Al Quran dan hadis yang berbicara mengenai kesehatan, dapatlah ditemukan bahwa ajaran agama mendahulukan pentingnya upaya pencegahan daripada pengobatan. Ironisnya, persoalan kesehatan sangat jarang diperbincangkan, untuk tidak dikatakan cenderung diabaikan, kecuali hanya di sekitar lingkungan yang berhubungan dengan masalah tersebut, seperti dokter umum, perawat, dokter spesialis ataukah akademisi yang bergelut dengan pengetahuan ini. Oleh karena itu, persoalan ini sangatlah mendasar karena berkaitan dengan mutu peningkatan dan sumber daya manusia Indonesia sekarang dan akan datang.
C. Aspek Budaya Terhadap Status Gizi Hendra yudi, 2008 cit. Widagdho 1993 Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan itu adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut. Hendra yudi, 2008 cit Shadily, 1984 Budaya berisi norma-norma sosial, yakni sendi-sendi masyarakat yang berisi hukuman dan sanksi bagi golongan bilamana peraturan yang dianggap baik untuk memenuhi kebutuhan dan keselamatan masyarakat itu dilanggar. Budaya dapat dilihat sebagai mekanisme bagi kontrol perlakuan dan tindakan-tindakan sosial manusia atau sebagai pola-pola bagi kelakuan manusia. Kebiasaan makan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan makanan telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia yang berakar dalam setiap kebudayaan. Oleh sebab itu, berbicara mengenai kebiasaan makan berarti berbicara juga mengenai kebudayaan masyarakat. Faktor budaya sangat berperan penting dalam status gizi seseorang. Budaya memberi peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan dan makanan. Misalnya tabu makanan yang masih dijumpai di beberapa daerah. Tabu makanan yang merupakan bagian dari budaya menganggap makanan-makanan tertentu berbahaya karena alasan-alasan yang tidak logis. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya pemahaman gizi masyarakat dan oleh sebab itu perlu berbagai upaya untuk
18
memperbaikinya. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis yaitu adanya kekuatan supernatural yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut. Di Bogor masih ada yang percaya bahwa kepada bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena bisa menyebabkan alat kelamin/skrotumnya bengkak. Balita perempuan tidak boleh makan pantat ayam karena nanti ketika mereka sudah menikah bisa diduakan suami. Sementara di Indramayu, makanan gurihyang diberikan kepada bayi dianggap membuat pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk balita perempuan, mereka dilarang untuk makan nanas dan timun. Selain itu balita perempuan dan laki-laki juga tidak boleh mengonsumsi ketan karena bisa menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa tekstur ketan yang lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara r dengan benar. Sementara di Indramayu, makanan gurih yang diberikan kepada bayi dianggap membuat pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk balita perempuan, mereka dilarang untuk makan nanas dan timun. Selain itu balita perempuan dan laki-laki juga tidak boleh mengonsumsi ketan karena bisa menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa tekstur ketan yang lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara r dengan benar. Jenis makanan pantangan bagi wanita dan laki-laki dewasa lebih banyak karena alasan yang menyangkut dengan organ reproduksi/hubungan seksual suami istri. Hal ini berlaku pada sebagian besar penduduk di Bogor dan Indramayu. Makanan tersebut kebanyakan adalah sayur dan buah yang banyak mengandung air, misalnya nanas, pepaya, semangka, timun, dan labu siam. Jenis makanan tersebut dianggap bisa menyebabkan keputihan yang akhirnya dapat mengganggu keharmonisan hubungan suami dan istri. Sementara untuk laki-laki dewasa, baik di Bogor dan Indramayu memiliki suatu kepercayaan bahwa laki-laki dewasa dilarang makan terung, karena membuat mereka lemas dan mudah lelah.
D. Aspek Etik terhadap Gizi Buruk Sebagai dokter, kita terikat oleh 4 kaidah dasar bioetik yaitu beneficence, non maleficence, justice, dan autonomy. Yang diseubt Beneficence adalah dimana seorang
19
dokter melakukan suatu tindakan untuk kepentingan pasiennya untuk membantu mencegah atau menghilangkan bahaya atau hanya sekedar mengobati masalah sederhana yang dialami pasien. Non maleficence adalah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dapat memperburuk pasien. Sedangkan Autonomy pasien harus dihormati secara etik, dan di sebagain besar negara dihormati secara legal. Pasien berhak atas informasi, menentukan nasib sendiri dalam membuat keputusan, berhak dijaga rahasianya, dll. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan medis. Sedangkan Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan perlakukan yang adil untuk semua pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang membeda-bedakan pasiennya berdasarkan tingkat ekonomi, agama, suku, kedudukan sosial, dsb. Mengenai kasus gizi buruk, pemerintah telah melakukan banyak langkah penanggulangan gizi buruk. Upaya pemerintah khususnya Kementrian kesehatan dalam mengatasi permasalahan gizi buruk di Indonesia adalah dengan menetapkan kebijakan yang komprehensif meliputi pencegahan, promosi/ edukasi dan
penanggulangan balita gizi buruk. Kementrian kesehatan juga berupaya dengan mengadakan pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi tenaga kesehatan dan menerbitkan buku pedoman pelayanan anak gizi buruk. Melalui program ini diharapkan penanganan dan pemulihan gizi buruk dapat dilakukan secara cepat dan tepat dengan baik sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk Dilihat dari sudut pandang biotetika beneficence dokter diwajibkan memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasiennya, sedangkan di sisi lain harus menghormati autonomy pasien dimana pasien yang menentukan apakah akan mengikuti tindakan yang diberikan atau tidak. Namun kasus gizi buruk ini bukan hanya merupakan permasalahan yang dihadapi dan menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat. Berdasarkan hal ini pemerintah melalui Kementrian Kesehatan membuat pedoman penatalaksanaan gizi buruk di Indonesia tingkat kabupaten/ kota. Di salah satu penatalaksanaan pemerintah menempatkan ibu PKK, pamong praja, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dll. untuk bekerja sama menanggulangi masalah gizi buruk. Dengan pendekatan tersebut diharapkan masyarakat berpartisipasi aktif sehingga bersedia mengikuti penatalaksanaan gizi buruk oleh pemerintah.
20
Hubungan Kaidah Dasar Bioetik dengan Masalah Gizi Buruk Kaidah Beneficence 1. Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter 4. Mengusahakan keburukannya 5. Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia 7. Pembatasan goalbase 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak hak pasien secara keseluruhan 12. Tidak menarik honorarium diluar kepantasan 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle Dari kaidah dasar beneficence, kaidah yang paling tepat adalah nomor 1, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 13, 15. Sebagai dokter, kita harus mengutamakan altruisme dalam berpraktek, termasuk dalam penanganan gizi buruk. Kita juga harus mengusahakan agar pasien mendapatkan kebaikan dari usaha yang telah kita lakukan. Dokter juga harus memperlakukan pasien dengan sikap berkasih sayang dan mengusahakan hasil optimal bagi pasien. Sudah seharusnya juga kita menghargai hak hak dari pasien sendiri dan mengutamakan pemberian obat yang murah, dikarenakan kebanyakan penderita gizi buruk adalah pasien dari keluarga dengan ekonomi lemah. Kaidah non maleficence 1. Menolong pasien emergensi
21
agar
kebaikan/manfaatnya
lebih
banyak
dibanding
2. Kondisi untuk menggambarkan kondisi ini adalah : a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya b. Dokter mampu mencegah bahaya tersebut c. Tindakan dokter terbukti efektif d. Manfaat bagi pasien lebih banyak dibanding kerugian dokter 3. Mengobati pasien yang luka 4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia) 5. Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien 6. Tidak memandang pasien sebagai objek 7. Mengobati secara proporsional 8. Mencegah pasien dari bahaya 9. Menghindari misrepresentasi dari pasien 10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian 11. Memberikan semangat hidup 12. Melindungi pasien dari serangan 13. Tidak melakukan white collar crime Kaidah non maleficence yang sesuai dengan penanggulangan gizi buruk adalah nomor 7, 8, dan 11. Selain mengaplikasikan kaidah beneficence, kaidah non maleficence juga harus dipertimbangkan. Dokter wajib mengobati pasien gizi buruk secara proporsional, mencegah pasien dari bahaya penyakit yang mungkin terjadi, dan juga memberikan semangat hidup kepada pasien dalam masa penyembuhannya. Kaidah Autonomy 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien 2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif) 3. Berterus terang 4. Menghargai privacy 5. Menjaga rahasia pasien 6. Menghargai rasionalitas pasien 7. Melakukan informed consent 8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
22
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomy pasien 10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien dalam kasus emergensi 12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak) Kaidah autonomy yang sesuai adalah nomor 1, 3, dan 12. Selain berusaha mengoptimalkan upaya pengobatan pasien, seorang dokter juga harus mempertimbangkan sisi autonomi atau hak pasien. Sebesar apapun keinginan dokter dalam mengupayakan yang terbaik bagi pasien, hak hak pasien dalam memilih terapi juga harus dipertimbangkan. Seorang dokter juga harus berterus terang kepada pasien mengenai penyakit pasien dan segala terapi yang mungkin akan diberikan. Dokter juga tidak boleh berbohong meskipun demi kebaikan pasien. Kaidah Justice 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability, quality) 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling dirugikan) 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kebutuhannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sangsi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
23
14. Tidak memberi beban berat secara merata tanpa alasan sah/tepat 15. Menghormati hak populasi yang sama sama rentan terhadap penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status sosial, dll Kaidah justice yang berkaitan dengan penanganan gizi buruk adalah nomor 1, 7, 11, 15, dan 16. Dokter wajib memberlakukan segala sesuatunya secara universal dan menjaga kelompok yang paling rentan. Dokter juga tidak semestinya membedakan pelayanan kepada pasien atas dasar SARA dan status sosial.
24
A. Kesimpulan 1. Aspek Agama Dari sudut pandang agama Islam, bahwa umat Islam diperintahkan untuk memenuhi kebutuhan atas hidupnya termasuk kebutuhan pangan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Tanpa pangan mustahil manusia dapat hidup. Sebagai umat muslim diwajibkan untuk memperhatikan asupan makanan . Makanan yang masuk ke dalam tubuh tentunya akan berpengaruh terhadap kerja dari sistem manusia. Perintah Allah SWT dalam surat Abbasa ayat 24 jelas menunjukan bahwa umat manusia harus menjaga mutu kesehatan dalam hal ini melalui konsumsi makanan yang bergizi. Ajaran Allah SWT melarang ummat manusia menjadi generasi yang lemah fisik maupun lemah mental. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang merupakan upaya untuk mencegah penyakit baik penyakit menular atau penyakit tidak menular.
2. Aspek Budaya Kebiasaan makan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan makanan telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia yang berakar dalam setiap kebudayaan. Faktor budaya sangat berperan penting dalam status gizi seseorang. Budaya memberi peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan dan makanan. Pada suatu budaya, masyarakat mengenal pantangan atau tabu. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap yang melanggarnya. Padahal pantangan makanan ini dapat menyebabkan defisiensi baik mikronutrien maupun makronutrien.
3. Aspek Etik Penatalaksanaan kasus gizi buruk bukan hanya merupakan permasalahan yang dihadapi dan menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat. Untuk itu dibutuhkan kerjasama antara kedua
25
pihak, tim medis dan keluarga pasien. Antara kedua belah pihak ini bisa terbentur dua kepentingan. Kewajiban dokter adalah memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasiennya, sedangkan di sisi lain harus menghormati autonomy pasien dimana pasien yang menentukan apakah akan mengikuti tindakan yang dianjurkan dokter. Untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara kedua pihak tersebut. Sehingga pemerintah melalui Kementrian Kesehatan membuat pedoman penatalaksanaan gizi buruk di Indonesia tingkat kabupaten/ kota dengan menempatkan ibu PKK, pamong praja, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dll. sehingga diharapkan masyarakat bersedia berpartisipasi aktif dalam program
26