Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype Typhi (S typhi). , Sementara Demam Paratifoid, penyakit yang gejalanya mirip namun lebih ringan dari Demam Tifoid disebabkan oleh S paratyphi A,B atau C.2 Bakteri S typhi hanya menginfeksi manusia. Orang biasanya menderita penyakit ini setelah memakan atau meminum makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kotoran (feses) yang mengandung S typhi. (1) Demam Tifoid merupakan penyakit endemik (penyakit yang selalu ada di masyarakat sepanjang waktu walaupun dengan angka kejadian yang kecil) di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Insiden infeksi Salmonella tertinggi terjadi pada usia 1-4 tahun. Angka kematian lebih tinggi pada bayi, orang tua dan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun (HIV, keganasan). Studi terakhir dari Asia Tenggara mendapatkan bahwa insidens tertinggi terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun.2 Kasus yang berujung pada kematian tidak lebih dari 1%, meskipun demikian, angka ini bervariasi di seluruh dunia.(3) Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan

dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat (38.8-40.50C). Sifat demam adalah meningkat perlahan-perlahan dan terutama sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput (lidah kotor), hepatomegali, splenomegali, meterioismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Gejala-gejala lain berupa tubuh menggigil, batuk, sakit tenggorokan. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.6,7 Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam tifoid bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses dan urin untuk mencegah penularan. Pengobatan penderita Demam tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi istirahat, diet, dan medikamentosa. Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim-

sulfamethoxazole, dan ciprofloxacin sering digunakan untuk merawat demam tifoid di negara-negara barat. Bila tak terawat, demam tifoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% 2

dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin untuk demam tifoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan ke daerah endemik (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin).1,6,8 B. TUJUAN Pada makalah ini diajukan satu kasus anak dengan Demam Thypoid yang dirawat di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang cara mendiagnosis, penatalaksanaan di rumah sakit, dan pengelolaan secara komprehensif dan holistik pada pasien dengan Demam Thypoid. C. MANFAAT Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu tenaga medis untuk belajar menegakkan diagnosis, melakukan penatalaksanaan di rumah sakit, dan pengelolaan secara komprehensif dan holistik pada pasien dengan Demam Thypoid.

BAB II LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama Umur Jenis Kelamin Agama Suku Alamat

: An. I.M : 12 tahun : Perempuan : Islam : Jawa : Demak

Nama Ayah Umur Pekerjaan Pendidikan

: Tn. A.S.(Alm) : 40 tahun : Karyawan swasta : Sarjana

Nama Ibu Umur Pekerjaan Pendidikan

: Ny. M : 35 tahun : Wirausaha : SMA

Bangsal No CM Masuk RS Keluar RS

: Dahlia : 03.93.28 : 20 September 2013 : 22 September 2013

B. DATA DASAR 1. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) Alloanamensis dengan ibu penderita dan autoanamnesis dilakukan pada tanggal 20 September 2013 pukul 08.30 WIB di ruang Dahlia, didukung dengan catatan medis.

Keluhan Utama

: Panas naik-turun

Keluhan Tambahan : Pusing, batuk, nyeri perut di ulu hati, mual, muntah, mencret, dan tenggorokan pahit

Riwayat Penyakit Sekarang Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mengalami panas tinggi sejak 5 hari sebelum masuk RS. Panas timbul mendadak tinggi hingga 39oc. Panas bersifat naik dan turun, panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam dan berangsur turun pada pagi hari tapi tidak sampai normal. - Pasien mengeluh pusing dan sakit perut terutama di ulu hati, nafsu makan juga menurun, tetapi kencing masih seperti biasa, BAB mencret (cair, ampas (+)) sebanyak 3 kali. Pasien juga merasakan mual, dan muntah sebanyak 2 kali. Pasien juga menderita batuk sejak 3 hari yang lalu dan mengeluh tenggorokan terasa pahit. Pasien mengaku tidak pernah mimisan, tidak pernah mengalami gusi berdarah dan tidak pernah BAB bercampur darah atau berwarna hitam. Pasien mengaku sering membeli jajan disekitar rumah dan sekolah. Pasien malas mencuci tangan sebelum makan. Tetangga dan teman pasien tidak ada yang menderita tifoid. Ibu menyangkal anaknya menderita batuk lama. Pasien tidak pernah berkeringat di malam hari, berat badan anaknya stabil, tidak

pernah kontak dengan orang dewasa yang mengalami batuk lama dan menjalani pengobatan selama 6 bulan. Pasien dan anggota keluarga lainnya tidak berasal dari daerah endemis malaria dan tidak pernah berpergian ke daerah endemis malaria. Pasien sudah berobat 2 hari SMRS tapi tidak ada perubahan

Setelah Masuk Rumah Sakit Setelah sampai RSUD Sunan Kalijaga Demak, pasien di pasang infus lalu diambil darahnya untuk diperiksakan darah rutin, Widal S Typhii O dan H. Penderita di mondokan di ruang Dahlia dengan terapi berupa Infus RL 28 tpm, injeksi ceftriaxone 1 x 1g (IV), inj. Dexamethason 3 x 1 amp, inj. Ranitidine 3 x 1 amp, p/o PCT tab 3 x 500 mg

Riwayat Penyakit Dahulu 4 tahun yll pasien pernah sakit demam seperti ini dengan diagnosis demam tifoid. Pasien juga pernah batuk dan pilek tetapi tidak pernah sampai dirawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita demam seperti ini. Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama atau mendapat pengobatan selama 6 bulan.

Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan 4x hingga bayi lahir. Ibu juga mengaku mendapat suntikan TT 1x. Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep

dokter dan jamu disangkal. Obatobatan yang diminum selama masa kehamilan adalah vitamin dan obat penambah darah. Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik. Riwayat Persalinan Anak perempuan lahir dari ibu G2P1A0 hamil 38 minggu, lahir secara normal di bidan, langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan saat lahir 50cm, lingkar kepala saat lahir ibu lupa, lingkar dada saat lahir ibu lupa, tidak ada kelainan bawaan. Kesan : neonates aterm, lahir normal pervaginam

Riwayat Pemeliharaan Postnatal Ibu mengaku membawa anaknya ke Posyandu secara rutin dan mendapat imunisasi dasar lengkap. Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik.

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Pertumbuhan Berat badan lahir 3000 gram. Berat badan sekarang 45 kg. Tinggi badan 150 cm. Kesan : Gizi baik

Perkembangan Senyum Tengkurap Bicara Miring Duduk Merangkak Berjalan Berlari : ibu lupa : 4 bulan : 11 bulan : ibu lupa : ibu lupa : ibu lupa : 13 bulan : Ibu lupa

Saat ini anak berusia 12 tahun, anak sudah bersekolah kelas 1 SMP dan mempunyai banyak teman. Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai umur Riwayat Makan dan Minum Anak - ASI diberikan sejak lahir sampai umur 1 tahun, ASI ekslusif sampai 6 bulan. - Sejak usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa bubur susu. - Mulai usia 10 bulan, anak diberi nasi lunak. - Mulai usia 1 tahun, anak diberi makanan padat seperti makanan keluarga 3 x sehari.

Jenis Makanan Nasi Tahu / tempe Telur Ayam Ikan Sayur Buah Susu

Frekuensi 3x sehari @ 1 piring 2x sehari porsi tidak teratur Frekuensi dan porsi tidak teratur 1x sehari, porsi tidak teratur 1x sehari porsi tidak teratur 2x sehari, porsi tidak teratur Frekuensi dan porsi tidak teratur Frekuensi dan porsi tidak teratur

Kesan : kualitas dan kuantitas makanan dan minuman cukup baik.

Riwayat Imunisasi BCG : 1 x (usia 2 bulan), scar (+) di lengan kanan atas Hepatitis Polio DPT Campak : 4 x (ibu lupa diberikan pada usia berapa) : 4 x (ibu lupa diberikan pada usia berapa) : 3 x (ibu lupa diberikan pada usia berapa) : 1 x ( diberikan saat pasien usia 9 bulan )

Kesan : Anak sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. 8

Riwayat Keluarga Berencana - Ibu mengikuti program Keluarga Berencana yaitu suntik KB.

Riwayat Sosial Ekonomi - Ayah pasien sudah meninggal sehingga Ibu pasien yang bekerja sebagai wirausaha kecil-kecilan harus menanggung 2 orang anak. Biaya kehidupan sehari-hari mendapat bantuan dari sanak saudara. Biaya pengobatan ditanggung jamkesmas. Kesan : keadan sosial ekonomi kurang

2.

Pemeriksaan Fisik - Dilakukan tanggal 20 September 2013 pukul 08.30 WIB di bangsal Dahlia RSUD Sunan Kalijaga Demak. Anak perempuan usia 12 tahun. Berat badan 45 kg. Tinggi badan 150 cm.

Keadaan Umum a. Tanda Vital

: Compos mentis, lemah, tanda dehidrasi (-)

i. Tekanan darah ii. Nadi iii. Suhu iv. Pernapasan b. Status Gizi BB: 45 kg TB: 150 cm

: 120 / 70 mmHg : 96 x / menit, reguler, isi tegangan cukup : 39,2 0C : 20 x / menit

BMI = BB/(TB)2 = 45/(1,50)2 = 45/2,25 = 20 kg/m2 Kesan status gizi: normal c. Status Generalis Kepala Mata : kesan mesocephal, rambut hitam : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks

cahaya (+/+), isokor ( 3mm), mata cowong (-/-)

Telinga Hidung Mulut

: discharge (-/-) : secret (-), napas cuping hidung (-) : bibir kering (-), lidah kotor (+), lidah tremor (-),

pernapasan mulut (-) Kulit : Ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi

(-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), vesikel (-) Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)

Thorax : pergerakan dinding dada saat inspirasi dan ekspirasi simetris, retraksi dinding dada (-), ICS tidak melebar Jantung Inspeksi Palpasi : ictus codis tampak : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-) Perkusi Kanan jantung Atas jantung : ICS 5 linea sternalis dextra : ICS 2 linea parasternal sinistra

Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra Kiri jantung Auskultasi Kesan Pulmo Perkusi Palpasi Auskultasi : sterm fremitus hemithorax dextra sama : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke medial : bunyi jantung I-II regular, bising (-) : Normal

dengan sinistra : sonor di kedua lapang paru : suara napas dasar vesikuler, ronkhi (-/-),

wheezing (-/-) Kesan : Normal

10

Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : datar : peristaltik (+), bising usus (+) normal : timpani di seluruh kuadran : supel (+), nyeri tekan (+) di regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba

Genital Ekstremitas

: perempuan, tidak ada kelainan

Sianosis Edema Akral dingin Pelebaran vena Capillary refill time Refleks fisiologis Refleks patologis Papul multipel dengan krusta Kesan : Normal 3. Pemeriksaan Penunjang

Superior -/-/-/-/< 2/ < 2 + N/+N -/+/+

Inferior -/-/-/-/< 2/ < 2 + N/+N -/+/+

a. Darah Rutin (20 September 2013) Pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit SGOT SGPT Hasil 12,3 gr/dl 36 % 17900 328000 41 10 Nilai Normal Menurut WHO 12 15,2 gr/dl 36 47 % 4,5 13 x 103/ul 150 450 x 103/ul 3-45 0-35

b. Serologi (20 September 2013) Pemeriksaan Widal TYO Widal THY Hasil 1/400 1/400 Normal Negatif Negatif

11

4.

Pemeriksaan Khusus Data Antopometri Anak perempuan, usia 12 tahun Berat Badan Tinggi Badan : 45 kg : 150 cm

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) : WAZ = BB median = 45-43,8 = 0,105 ( berat badan normal ) SD 11,40 HAZ = TB median = 150 151,5 = -0,22 ( tinggi normal ) SD 6,80

Kesan : berat badan normal, tinggi normal.

C. DAFTAR ABNORMALITAS i. Data Anamnesis a. Panas tinggi 5 hari, panas timbul mendadak tinggi hingga 39C , sifat naik-turun. Pada malam hari dan pagi hari turun tapi tidak sampai normal b. Sakit perut terutama di ulu hati c. Mual, muntah d. Nafsu makan menurun e. BAB cair dan ampas f. Batuk g. Tenggorokan pahit h. Pusing i. Sering membeli jajan di sekitar rumah dan sekolah. j. Pasien malas mencuci tangan sebelum dan setelah makan ii. Data Pemeriksaan Fisik a. Kesan Umum: tampak lemah b. Mulut : lidah kotor (+) c. Abdomen: nyeri tekan (+) di regio epigastrium

12

iii. Data Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan serologi (Widal) Widal TYO Widal THY D. DIAGNOSIS BANDING 1. Observasi Febris DD : i. Demam tifoid ii. DHF iii. Malaria 2. Status gizi baik E. DIAGNOSIS SEMENTARA 1. Demam tifoid 2. Status gizi baik 1/400 1/400

F. TERAPI a. Infus RL 28 tpm makro. b. Injeksi ceftriaxon 1 x 1g (IV) c. Injeksi ranitidin 3 x 1 ampul. d. Injeksi Dexamethasone 3 x 1 amp e. PCT tab 3 x 500mg Program : Bed rest dan pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital.

G. EDUKASI a. Tirah baring dan makan makanan lunak dan rendah serat b. Bila setelah pulang anak mengeluhkan gejala yang sama, segera bawa ke rumah sakit c. Mengurangi kebiasaan jajan dan makan di luar rumah d. Membiasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan e. BAB dan BAK di WC f. Meningkatkan higiene, sanitasi makanan dan lingkungan rumah

13

H. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad sanam Quo ad fungsionam I. INITIAL PLAN Ip. Dx : Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan widal Pemeriksaan IgM dan IgG Salmonella : ad bonam : dubia ad bonam : ad bonam

Ip. Tx : Bed rest total sampai 7 hari bebas panas Diet tinggi karbohidrat tinggi protein Inf RL 28 tpm Inj ceftriaxon 1 x 1gr Paracetamol 3x500 mg Inj.Ranitidin 3x1amp Inj Dexamethason 3x1 amp

Ip.Mx : KU TTV Keluhan dari pasien Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan widal Pemeriksaan IgM dan IgG Salmonella

Ip. Ex : Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien Diet rendah serat

14

Menjaga kebersihan diri Istirahat cukup Tidak jajan di sembarang tempat

J. PERJALANAN PENYAKIT Hari ke 1 (20/10/13) Keluhan Hari ke 2 (21/10/13) Hari ke 3 (22/10/13)

Panas (+) sudah 5 hari, Panas (-), pusing (+) <<, Panas (-), pusing(-) batuk(-), pusing (+) batuk(+), pilek batuk (+), mual (-), pilek (-), mual(-), muntah(-), (+/+), BAK (+)

(-), mual(+), muntah(+), muntah(-), ma/mi (<</+), ma/mi

ma/mi (<</+), BAK (+) BAK (+) normal, BAB (+) normal, BAB (+) normal, normal, BAB (+) mencret normal, 1x, mimisan pahit mimisan pahit (-), mimisan (-), tenggorokan

(-), tenggorokan (+), perut sakit (+)

(+), pahit (-), perut sakit (-)

tenggorokan perut sakit (+) KU Vital sign


Sadar, lemah

Sadar, lemah TD = 120/70 mmHg N = 64 x/mnt RR = 20 x/mnt Suhu = 36,2 C

Sadar, membaik TD = 120/80 mmHg N = 72 x/mnt RR = 20 x/mnt Suhu = 36,1 C

TD = 120/70 mmHg N = 96 x/mnt RR = 20 x/mnt Suhu = 39,2 C

Px.Fisik

Kepala : mesocephal Mata : CA (-/-), SI (-/-) Hidung : sekret (-/-), Telinga : serumen (-/-), bengkak (-/-), nyeri (-/-) Mulut Leher : bibir kering (-) : simetris,

Kepala : mesocephal Mata : CA (-/-), SI (-/-) Hidung : sekret (-/-), Telinga : serumen (-/-), bengkak (-/-), nyeri (-/-) Mulut Leher : bibir kering (-) : simetris,

Kepala : mesocephal Mata : CA (-/-), SI (-/-) Hidung : sekret (-/-), Telinga : serumen (-/-), bengkak (-/-), nyeri (-/-) Mulut Leher : bibir kering (-) : simetris,

pembesaran KGB (-) Thorax : simetris, Pulmo : vesiculer (+), Cor :

pembesaran KGB (-)

pembesaran KGB (-)

Thorax : simetris, Pulmo : Thorax : simetris, Pulmo : vesiculer (+), Cor I-II reguler, bising(-) 15 : B.J vesiculer (+), Cor II reguler, bising(-) : B.J I-

B.J I-II reguler, bising(-)

Abd

: datar, supel,

Abd

: datar, supel,

Abd

: datar, supel,

peristaltik(+) normal, hipertimpani, nyeri tekan epigastrium (+) Ekst Px. Penujang : akral dingin (-),

peristaltik(+) normal, hipertimpani, nyeri tekan epigastrium (+) << Ekst : akral dingin (-),

peristaltik(+) normal, timpani, nyeri tekan epigastrium (-) Ekst : akral dingin (-),

Darah Rutin (20/10/13) Hb : 12,3 gr/dl Ht : 36 % Leukosit : 17900 Trombosit : 328000 Tes Widal: Widal TYO : 1/400 Widal THY : 1/400 Thypoid Infus RL 28 tetes/menit Inj ceftriaxone 1x1gr iv Inj.Dexamethason 3x1amp Inj. Ranitidine 3x1amp Thypoid Infus RL 20 tetes/menit Inj ceftriaxone 1x1gr iv Inj. Ranitidine 3x1amp Thypoid Infus RL 20 tetes/menit Inj ceftriaxone 1x1gr iv Inj. Ranitidine 3x1amp PO:paracetamol 3 x 1 tab (bila perlu) Pasien diperbolehkan pulang Diit bubur

Ass. Terapi Program diet

PO:paracetamol 3 x 1 tab (bila perlu) Awasi KU, vital sign Diit bubur -

PO:paracetamol 3 x 1 tab Awasi KU, vital sign Diit bubur

16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Definisi 1,2 Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enteric fever, Eberth disease) adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. B. ETIOLOGI 1,2,3 Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhi yang mana merupakan kuman gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, bersifat aerob. S. typhi mempunyai tiga macam antigen, yaitu: Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (tidak menyebar) Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil. Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis Dalam serum penderita terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. C. MANIFESTASI KLINIS(1,6,8) Gejala demam tifoid pada anak-anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat ditemukan gejala prodromal, yaitu: anoreksia, letargia, malaise, nyeri kepala, batuk tidak berdahak, bradikardi. Kemudian menyusul gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh 17

A.

cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu III. 2. Gangguan saluran cerna Pada mulut didapatkan nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah- pecah (rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue)., ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung (meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam berupa apatis sampai somnolen. Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat ditemukan gejala-gejala lain: Roseola atau rose spot; pada punggung, perut bagian atas dan dada bagian bawah dapat ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah dengan diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat pada orang yang berkulit gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam. Bradikardia relatif; Kadang-kadang dijumpai bradikardia relatif yang biasanya ditemukan pada awal minggu ke II. D. PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI1,5,6 Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui fecal-oral transmittion melalui orang ke orang maupun melalui perantaraan makanan dan minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi dengan feces atau urine, sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung, dan sebagian lagi masuk usus halus. Penyakit yang timbul tergantung pada beberapa 18

faktor, antara lain (1) jumlah organisme yang ditelan, (2) kadar keasaman dalam lambung. Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. typhi sebanyak 105-109 yang tertelan. Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung. Namun tidak semua bakteri tersebut mati. Jumlah bakteri yang mampu bertahan hidup bergantung pada keasaman lambung tersebut. Bakteri yang mampu bertahan hidup masuk ke dalam lumen usus, lalu mengadakan perlekatan pada mikrovili dan menyerang epitel hingga mencapai lamina propria. Melalui plak peyeri pada ileum distal bakteri masuk ke dalam KGB mesenterium dan mencapai aliran darah melalui duktus torasikus menyebabkan bakteriemia pertama yang asimptomatis. Kemudian kuman akan masuk kedalam organ organ sistem retikuloendotelial (RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Dari sini kuman akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga terjadi bakteriemia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Disamping itu kuman yang ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana, lalu kuman tersebut bersama dengan asam empedu di keluarkan dan masuk ke dalam usus halus. Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus menimbulkan gejala peritonitis. Pada masa bakteriemia, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida). Endotoksin sangat berperan membantu proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak yaitu merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan terjadinya demam. Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. yang

19

Bagan Patofisiologi Demam Tifoid


KUMAN S. TYPHI Makanan +Minuman

Lambung

mati

Usus halus

Folikel getah bening intestinum

Multiplikasi Sel PMN

Aliran Getah Bening Mesenterika

Hidup dan Berkembang Biak

Multiplikasi Lokal

Usus

Aliran Darah (Bakteremia Primer)

Aliran Darah ( Bakteremia Sekunder)

RES Hati dan Limpa

20

E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG9,10 1. Pemeriksaan yang menyokong diagnosis. Pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, neutropenia pada permulaan sakit. Mungkin juga terdapat anemia dan trombositopenia ringan. 2. Pemeriksaan untuk membuat diagnosa a. Deteksi S. Typhi Kultur merupakan pemeriksaan baku emas namun

sensitifitasnya rendah. Hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat terjadi bila jumlah spesimen sedikit, waktu pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat pengobatan antibiotik. Keterlibatan biakan strain Salmonella biasanya merupakan dasar untuk diagnosis. Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4 Biakan sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif Kultur tinja biasanya positif pada minggu ke-3 sampai ke-5

b. Deteksi DNA S.typhi Metode yang digunakan yaitu PCR dimana DNA S.typhi dilipat gandakan. Metode PCR dapat mendeteksi DNA bakteri baik yang hidup maupun mati. Hasil positif tidak selalu menunjukkan adanya infeksi aktif, sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi karena terdapat beberapa zat yang dapat

menghambat reaksi c. Tes Widal Tes Widal merupakan pemeriksaan serologis yang pertama kali diperkenalkan dan masih banyak digunakan. Uji widal klasik mengukur antibodi terhadap antigen O dan H S typhi. Diagnosis demam tifoid ditegakkan bila kenaikan titer S. Typhi titer O 1:200 21

atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens. Deteksi anti O dan anti H dalam serum tidak selalu menunjukkan adanya infeksi S.typhi. S.typhi memiliki beberapa antigen O dan H yang sama dengan Salmonella lain, sehingga peningkatan titer tidak spesifik untuk S.typhi. Anti O dan H negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi. Hasil negatif palsu dapat disebabkan antibodi belum terbentuk karena spesimen diambil terlalu dini atau antibodi tidak terbentuk akibat defek pembentukan antibodi. F. PENATALAKSANAAN1,5,11 Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan yang diberikan yaitu: 1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta 2. Perawatan yang baik untuk hindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah dan anoreksia. 3. Pemberian antipiretik bila suhu tubuh > 38,5 C. 4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. 5. Antibiotika: Kloramfenikol; masih merupakan pilihan pertama pada

pengobatan penderita demam tifoid. Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi 4x pemberian selama 10-14 hari. Dosis maksimal 2 g/hari. Hari pertama setengah dosis dulu, selanjutnya diberikan sesuai dosis diatas, karena kalau diberi dalam dosis yang penuh maka kuman akan banyak yang mati dan sebagai akibatnya

22

endotoksin

meningkat

dan

demam

akan

bertambah

tinggi.

Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit < 2000/ ul. Selain itu dapat juga diberikan: Ampislin; dengan dosis 100-200 mg/kgBB/hari dibagi 4 x pemberian secara oral atau suntikan IV selama 14 hari. Amoksilin; dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 x yang memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam yang lebih lama. Kotrimoxazol (trimethoprim 80 mg + sulphametoxazole 400 mg); dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2 x pemberian Pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang

resisten terhadap berbagai obat diatas (MDR= multidrug resistance), terdiri atas: Seftriakson; dengan dosis 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 10 hari. Sefiksim; dengan dosis 10-12 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 14 hari. Gol.quinolon; Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis atau ofloksasin, 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pengobatan 2-10 hari. 6. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya: pemberian cairan intravena untuk penderita dehidrasi dan asidosis. Pemberian antipiretik masih kontroversial, di satu pihak demam diperlukan untuk efektifitas respon imun dan pemantauan keberhasilan pengobatan, namun di pihak lain ketakutan akan terjadinya kejang dan kenyamanan anak terganggu, sering

membutuhkan antipiretik. Dianjurkan pemberian bila suhu di atas 38,5C. Pemberian kortikosteroid dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila ditemukan status kesadaran delir, stupor, koma,

23

ataupun syok. Deksamethason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kgBB, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari. G. Komplikasi2,7,9 Komplikasi tipoid dapat terjadi pada : 1. Intestinal (usus halus) : Umumnya jarang terjadi, tapi sering fatal, yaitu: a. Perdarahan usus. Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena dan kalau sangat berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda syok: berupa penurunan suhu tubuh dan tekanan darah yang drastis. b. Perforasi usus. Timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering terjadi pada distal ileum. Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dalam rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas (free air sickle) diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam posisi tegak. c. Peritonitis Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense muskular) dan nyeri tekan. 2. Ekstraintestinal Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltasi lemak maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminae, maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronis yang terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman (karier).

24

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. PEMBAHASAN Ilustrasi Kasus dan Diagnosis Pada kasus ini pasien An. I.M didiagnosis menderita Demam Thypoid, setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan demam tinggi, mendadak selama 5 hari hingga suhu 39C. Demam dirasa lebih tinggi terutama pada malam hari dan menurun pada pagi hari tetapi demam turun tidak sampai normal. Nafsu makan menurun. 3 hari sebelum masuk RS, demam anak bertambah tinggi terus menerus. Pasien mengeluh sakit perut terutama di ulu hati, BAB mencret (cair, ampas (+)). Anak juga merasakan mual dan muntah.1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien masih mengeluh sakit perut di ulu hati dan mual, masih demam, nafsu makan berkurang. Karena khawatir, orang tua pasien membawa anaknya ke IGD RSUD Sunan Kalijaga Demak dan oleh dokter jaga IGD pasien disarankan untuk mondok. Kemudian diinfus RL 28 tpm, Inj ceftriaxon 1 x 1gr, Paracetamol 3x500 mg, Inj.Ranitidin 3x1amp, dan Inj Dexamethason 3x1 amp Saat dilakukan pemeriksaan tanggal 20 September 2013

didapatkan anak tampak lemah dan tidak mau makan. Suhu 39,2C aksiler, lidah kotor (+), tepi hiperemis (+), nyeri tekan di epigastrium, dan dari hasil lab widal test (+).

25

Berdasarkan data di atas An. I.M. menderita Demam Thypoid Prognosis Prognosis quo ad vitam pada pasien ini ialah ad bonam bila

penatalaksaaan yang dilakukan sesuai. Prognosis quo ad sanam pada pasien ini juga dubia ad bonam karena sewaktu-waktu dapat saja pasien kembali menderita Demam Thypoid bila tidak menjaga kebersiahn. Prognosis quo ad fungsionam pada pasien ini juga ad bonam karena bila klinis membaik, maka fisiologi pasien dapat kembali baik. B. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan mengenai kasus yang terjadi dan tinjauan pustaka yang ada maka pada laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, yang dilakukan telah tepat dan mengarah ke diagnosis penyakit, yaitu Demam Thypoid, dan penatalaksanaan yang dilakukan telah tepat dan sesuai dengan kepustakaan yang ada. Karena itu untuk prognosis pada pasien ini yang dirasa tepat adalah ad bonam bila penanganannya tepat.

26

DAFTAR PUSTAKA Buku kuliah : Ilmu Kesehatan Anak : Jilid 2 : Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2002 : 593-598 Behrman RE, dkk . Typhoid Fever. Nelson textbook of pediatrics. 17th edition: WB Saunders Co. 2004: 916-919. Current : Medical Diagnosis & Treatment. Forty-third edition. McGraw-Hill . 2004 : 1362-1363 Berman RE, dkk. Demam Enterik. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 15. Volume 2. 1996 : 970-973. Garna H, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008 :368-375 Demam tifoid. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUP Cipto Mangunkusumo. 2007 : 173 -176. http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/typhoid_fever/ http://www.medicinenet.com/typhoid_fever/article.htm http://www.who.int/topics/typhoid_fever/en/ http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview http://www.mayoclinic.com/health/typhoid-fever/DS00538 http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra020201

27

Anda mungkin juga menyukai