Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SYSTEMIC LUPUS ERYTEMATOSUS

TUGAS MATA KULIAH SISTEM PERSEPSI SENSORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Disusun Oleh: Iis Nuraeni Nia Rismaya

PROGRAM S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STKes) CIREBON TAHUN 2013

BAB 1 KONSEP DASAR PENYAKIT 1. LATAR BELAKANG Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Insiden SLE mendekati 1 dari 2500 orang dalam populasi umum; rasio perempuan:laki-laki adalah 9. Pengertian SLE menurut Elizabeth J. Corwin dalam Buku Saku Patofisiologi Corwin adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada jaringan penyambungan yang dapat mencakup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan. Sedangkan menurut Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto (2006) SLE merupakan prototipe kelainan autoimun sistemik yang ditandai oleh sejumlah autoantibodi, khususnya antibodi antinukleus (ANA). ANA umumnya terdeteksi lewat imonufluoresensi tak langsung. Pola imunofluoresensi (misalnya bersifat homogen, perifer, bercak, nukleoler)-walaupun tidak spesifik-dapat menunjukkan tipe antibodi yang beredar. ANA dapat pula ditemukan pada kelainan autoimun (dan terdapat hingga 10% dari orang-orang normal) tetapi adanya antibodi anti-DNA benang-rangkap dan antibodi antigen anti-Smith merupakan petunjuk kuat ke arah SLE. Berdasarkan dari ketiga pengertian tersebut disimpulkan bahwa SlE atau lebih dikenal oleh masyarakan luas sebagai Lupus adalah prototipe kelainan autoimun sistemik (inflamasi autoimun) sistemik yang ditandai oleh sejumlah autoantibodi, serta terjadi inflamasi autoimun pada jaringan penyambungan yang dapat mencakup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan). 2. ETIOLOGI Etiologi atau faktor yang menyebabkan sistem pertahanan diri menjadi tidak normal masih belum diketahui. Namun, dibawah ini ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan penyakit SLE menyerang. a. Faktor genetik Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang juga menderita SLE. Saudara kembar identik sekitar 25-70% (setiap pasien memiliki manifestasi klinik yang berbeda) sedangkan non-identik 2-9%. Jika seorang ibu menderita SLE maka kemungkinan anak perempuannya untuk menderita penyakit yang sama adalah 1:40 sedangkan anak laki-laki 1:25. Penelitian terakhir menunjukkan adanya peran dari gen-gen yang mengkode unsurunsur sistem imun. Kaitan dengan haptolip MHC tertentu, terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta komplemen (C1q , C1r , C1s , C4 dan C2) telah terbukti. Suatu penelitian menemukan adanya kelainan pada 4 gen yang mengatur apoptosis, suatu proses alami pengrusakan sel. Penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelainan gen pada pasien SLE yang mendorong dibentuknya kompleks imun dan menyebabkan kerusakan ginjal.

b. Lingkungan Satu atau lebih faktor eksternal dapat memicu terjadinya respon autoimun pada seseorang dengan kerentanan genetik. Pemicu SLE termasuk, flu, kelelahan, stres, kontrasepsi oral, bahan kimia, sinar matahari dan beberapa obat-obatan. Virus. Pemicu yang paling sering menyebabkan gangguan pada sel T adalah virus. Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara virus Epstein-Barr, cytomegalovirus dan parvovirus-B19 dengan SLE. Penelitian lain menyebutkan adanya perbedaan tipe khusus SLE bagian tiap-tiap virus, misalnya cytomegalovirus yang mempengaruhi pembuluh darah dan menyebabkan fenomena Raynaud (kelainan darah), tapi tidak banyak mempengaruhi ginjal. Sinar matahari. Sinar ultraviolet (UV) sangat penting sebagai pemicu tejadinya SLE. Ketika mengenai kulit, UV dapat mengubah struktur DNA dari sel di bawah kulit dan sistem imun menganggap perubahan tersebut sebagai antigen asing dan memberikan respon autoimun. Drug-Induced Lupus. Terjadi setelah pasien menggunakan obat-obatan tertentu dan mempunyai gejala yang sama dengan SLE. Karakteristik sindrom ini adalah radang pleuroperikardial, demam, ruam dan artritis. Jarang terjadi nefritis dan gangguan SSP. Jika obat-obatan tersebut dihentikan, maka dapat terjadi perbaikan manifestasi klinik dan dan hasil laoratoium. Hormon. Secara umum estrogen meningkatkan produksi antibodi dan menimbulkan flare sementara testosteron mengurangi produksi antibodi. Sitokin berhubungan langsung dengan hormon sex. Wanita dengan SLE biasanya memiliki hormon androgen yang rendah, dan beberapa pria yang menderita SLE memiliki level androgen yang abnormal. Penelitian lain menyebutkan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun.

3. JENIS-JENIS SLE Jenis-jenis penyakit Lupus ada 3 yaitu : 1. Discoid Lupus (organ tubuh yang terkena hanya bagian kulit) Dapat dikenali dari ruam yang muncul dimuka, leher dan kulit kepala, ruam di sekujur tubuh, berwarna kemerahan, bersisik, kadang gatal. Pada Lupus jenis ini dapat didiagnosa dengan menguji biopsi dari ruam. Pada discoid lupus hasil biopsi akan terlihat ketidak normalan yang ditemukan pada kulit tanpa ruam. Dan, jenis ini pada umumnya tidak melibatkan organ-organ tubuh bagian dalam. Oleh karena itu, tes ANA (pemeriksaan darah yang digunakan untuk mengetahui keberadaan sistemik lupus - hasilnya bisa saja bersifat negatif pada pasien pengidap discoid lupus. Akan tetapi pada sebagian besar pasien dengan jenis discoid lupus hasil pemeriksaan ANA-nya positif, tetapi masih dalam tingkatan atau titer yang rendah. 10% pasien Discoid dapat menjadi SLE. 2. Drug-Induced Lupus (Lupus yang timbul akibat efek samping obat) Pada lupus jenis ini baru muncul setelah odapus menggunakan jenis obat tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Ada 38 jenis obat yang dapat menyebabkan Drug Induced.

Salah satu contoh faktor yang mempengaruhi DIL adalah akibat penggunaan obat-obatan hydralazine (untuk mengobati darah tinggi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur). Tapi tidak semua penderita yang menggunakan obat-obatan ini akan berkembang menjadi drug induced Lupus, hanya sekitar 4% orang-orang yang menggunakan obat-obatan tersebut yang akan berkembang menjadi drug induced dan gejala akan mereda apabila obat-obatan tersebut dihentikan.Gejala dari drug-induced lupus (DIL) serupa dengan sistemik lupus. Umumnya gejala akan hilang dalam jangka waktu 6 bulan setelah obat dihentikan. Pemeriksaan Tes AntiNuclear Antibody ( ANA ) dapat tetap positif. 3. Sistemic Lupus Erythematosus. Lupus ini lebih berat dibandingkan dengan discoid lupus karena gejalanya menyerang banyak organ tubuh atau sistim tubuh pasien Lupus. Pada sebagian orang hanya kulit dan sendinya saja yang terkena , akan tetapi pada sebagian pasien lupus lainnya menyerang organ vital organ: Jantung Paru, Ginjal, Syaraf, Otak. Namun perlu dicatat : Umumnya tidak ditemukan adanya dua orang terkena Sistemik lupus dengan gejala yang persis sama. Lupus sistemik bisa masuk periode dimana, jika ada, gejalanya membaik (remisi), dan dilain waktu penyakit dapat menjadi lebih aktif (flare up). Gejala dari yang paling ringan sampai yang paling berat. 4. MANIFESTASI KLINIS a. Sistem Muskuloskeletal Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. b. Sistem integumen Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. c. Sistem kardiak Perikarditis merupakan manifestasi kardiak. d. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. e. Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. f. Sistem perkemihan Glomerulus renal yang biasanya terkena. g. Sistem saraf Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

5. PATH WAY

Hormonal

Lingkungan (cahaya, matahari, luka bakar internal)

Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin)

Fungsi sel T-supresor abnormal Peningkatan produksi auto antibodi

Penumpukan kompleks imun Terjadinya regulasi kekebalan

Kerusakan jaringan

SLE

Muskulokeletal Integument Sistem kardiak Sistem pernafasan Sistem vaskuler

Pembengkakan Lesi Perikarditis Efusi pleura Inflamasi pada artiola farmatif

Nyeri

Kerusakan mobilitas fisik

Kerusakan integritas kulit Decreased Cardiac Ourput Pola nafas tidak efektif Lesi papuler di ujung kaki, tumit dan siku Kerusakan integritas kulit

Perkemihan Saraf

Glomorulus renal Depresi Keletihan

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis. Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mendukung tapi tidak memastikan diagnosis. 7. TERAPI/PENGOBATAN a. Nonsteroid anti inflamatori drugs (NSAIDS) NSAIDS berguna karena kemampuanya sebagai analgesik, antipiretik dan inflamasi. Obat ini berguna untuk mengatasi SLE dengan demam dan arthralgia/arthiritis. Aspirin adalah salah satu yang paling banyak diteliti kegunaannya. Ibuferon idometasin cukup efektif untuk mengobati SLE dengan arthiritisdan pleuritis, dalam kombinasi dengan steroid dan antimanalria. Keterbatasan obat ini adalah efek samping yang lebih sedikit, diharapkan dapat mengatasi hal ini, namun belum ada penelitian mengenai efektifitasnya pada SLE. Efek samping dari NSAIDS adalah: reaksi hipersensivitas, gangguan renal, retensi cairan, meningitis aseptik. b. Kortikosteroid Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekanisme anti inflamasi dan amunosuprefh dari berbagai jenis steroid yang paling sering digunakan adalah prednison dan multipred nisinosolon. Pada SLE yang ringan yang tidak dapat dikontrol oleh NSAID dan antimalaria, diberikan prednison 2,5 mg samapai 5 mg,. Dosis ini ditingkatkan 20% 1 sampai 2 minggu tergantung dari respon klinis. Pada SLE yang akut dan yang mengancam jiwa langsung diberikan steroid, NSAID dan antimalariatidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi serius SLE yang membaik de ngan steroid antara lain: vaskulitis, dermatitis berat miocarditis, lupus pneumonitis, glomerulonefritis, anemia haomolitik, neufropati perifer dan kasus lupus. Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa regment pembenan steroid: - Regmen I (predmison, prednisolon, multiprednisolon) dosis: 1-2 mg/kg Berat Badan/hari dimulai dari dosis terbagi, lalu diturunkan secara bertahap sesuai dengan perbaikan klinis dan laboratorium. Regimen ini sangat cepat mengontrol penyakit, 5-10 hari untuk manifestasi hamatologis atau saraf atau vaskulitis, 3-10 minggu untuk glumerulonefritis. - Regimen II : methyprednisolon intravena, dosis : 500-1000mg/hari, selama 3-5minggu atau 30 mg/kg Berat Badan/hari selama 3 hari. Regimen mungkin sangat cepat mengontrol penyakit lebih cepat dari pada terapi oral setiap hari, tetapi efek yang hanya bersifat sementara , sehingga tidak digunakan untuk terapi SLE jangka lama. - Regimen III : Kombinasi regimen 1 dan 2 obat sitoksit ezayhioprine cyclophosphamide. Setelah kelainan klinis menjadi tenang dosis diturunkan dengan kecepatan 2,5-5 mg/minggu sampai dicapai dosis diharapkan.

c. Antimalaria Efektifitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama diketahui dan obat ini telah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk cara mengganggu pemoresan antigen dimakrofag dan sel pengaji antigen yang lain dengan peningkatan pH di dalam vakuolalisosomal. Juga menghamabat dan mengabsorbsi sinar UV, beberapa penelitian melaporkan bahwa antimalaria dapat menurunkan kolestrol total, HDL, LDL. Pada penderita SLE yang menerima steroid maupun yang tidak. Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia, hidroksikolokulin. Dosis 200-400mg/hari, klorokuin dan efek sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah efek pada saluran pencernaan, kembung, mual dan muntah. Efek samping lain adalah timbulnya ruam, toksisitas retin dan neurologis. d. Methoreksat Methoreksat adalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk penyakit rematik efek imunosupresifinyalebih lemah dari pada obat alkilating atau zat hioprin. Methorekxate dosis rendah mingguan 7,5-15mg, efektif sebagai steroid spring agent dan dapat diterima baik oleh penderita, terutama pada manifestasi klinis dan muskluskletal. Efek smaping yang paling seringdipakai adalah: lekopenia, ulkus oral, toksisitas gastrointestinal dan hepaktotoksitas. Untuk pemantauan efek samping diperlukan pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal dan hepar pada penderita dengan efek samping gastrointestinal, pemberian asam folat 5mg tiap minggu akan mengurangi efek tersebut.

BAB 2 DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1. Nyeri Berhubungan Dengan Inflamasi Dan Kerusakan Jaringan. Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan Intervensi : a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres hangat /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian) b. Berikan preparat anti inflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan. c. Sesuaikan jadawal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri. d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya. e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya. f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya. g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri. 2. Keletihan Berhubungan Dengan Peningkatan Aktivitas Penyakit, Rasa Nyeri, Depresi. Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah. Intervensi : a. Beri penjelasan tentang keletihan : - hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan - menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara melaksanakannya - mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutuk tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur) - menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan emosional - menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga - kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan. b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat. c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya. d. Rujuk dan dorong program kondisioning. e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.

3. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Rentang Gerak, Kelemahan Otot, Rasa Nyeri Pada Saat Bergerak, Keterbatasan Daya Tahan Fisik. Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal. Intervensi : a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas. b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi : - Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit - Meningkatkan pemakaian alat bantu - Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman. - Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat. c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya. d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan. - Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas - Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas. - Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi 4. Gangguan Citra Tubuh Berhubungqan Dengan Perubahan Dan Ketergantungan Fisaik Serta Psikologis Yang Diakibatkan Penyakit Kronik. Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan perubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan enyakit. Intervensi : a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penanganannya. b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut - Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masalahnya. - Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu. - Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif. 5. Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Perubahan Fungsi Barier Kulit, Penumpukan Kompleks Imun. Tujuan : pemeliharaan integritas kulit. Intervensi : a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi b. Hilangkan kelembaban dari kulit c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan kompres hangat yang terlalu panas. d. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya. e. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.

BAB 3 ASKEP TEORITIS 1. Pengkajian Keperawatan a. Data Biologis Umur : Pada usia 20-40 tahun Jenis kelamin : Penderita penyakit pada wanita dan pria dengan perbandingan 9:1 ( kasus ini menyerang wanita dalam usia produktif) b. Data Kesehatan Dahulu Riwayat penyakit dahulu walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan didapatkan adanya keluhan mudah lelah, nyeri, anoreksia dan penurunan berat badan secara signifikan. Pasien yang mempunyai keluarga yang pernah terkena penyakit Lupus ini akan dicurigai berkecenderungan untuk terkena penyakit ini, >/ 5-12% lebih besar dibandingkan orang normal. c. Data Kesehatan Saat Ini Pasien biasanya mengeluh sama dengan keluhan utamanya, akan tetapi respon tiap orang berbeda terhadap tanda dan gejala SLE tergantung imunitas masing-masing. d. Pola Kebiasaan Sehari-hari Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal hygine, pola istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan. e. Pemeriksaan Fisik - Status kesehatan umum - Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan amnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. - Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan pasien - Sistem pernafasan pada pleuritis atau efusi pleura - Sistem kardiovaskuler Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura, lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan. Sistem persyarafan yang sering terjadi depresi dan psikosis juga serangan kejang-kejang, ataupun manifestasi susunan saraf pusat lainnya - Sistem pencernaan menurunya frekuensi eliminasi BAB, mual, muntah, terdengar suara bising usus jelas - Sistem intergumen lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam terbentuk kupukupu yang melintang pangkal hidung serta pipi,ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau platum durum

Sistem muskulosskletal pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari

2. Diagnosa Keperawatan a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard kurang dari kebutuhan. Tujuan : Perbaikan dalam pernafasan Kriteria hasil : - Pasien tidak merasa sesak - Dapat bernafas kembali dengan normal Intervensi 1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, sesudah aktivitas sesuai indikasi. Hubungkan dengan laporan nyeri dada/nafas pendek. Rasional 1. Kecenderungan menentukan respon pasien terhadap aktivitas dan dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardia yang memerlukan penurunan tingkat aktivitas/kembali tirah baring, perubahanprogram obat penggunaan oksigen tambahan 2. Menurunkan kerja miokardia/konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi (contoh: perluasan mioardium) 3. Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, namun periode yang tenang bersifat teraupetik. 4. Aktivitas memerlukan menahan nafas dan menunduk dapat mengakibatkan barikardi juga menurunkan jurah jantung dan takikardi dan peningkatan TD 5. Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.

2. Tingkatkan istarah (tempat tidur/kursi). Batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon hemodimanik. (contoh : berikan aktivitas senggangyang tidak berat) 3. Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien 4. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan saat defikasi

5. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi dan istirahat setelah makan

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun. Tujuan : Pemeliharaan integritas kulit Kriteria hasil : - Tidak terjadi kerusakan integritas kulit - Tidak terjadi perubahan pada fungsi kulit

Intervensi 1. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan malserasi 2. Juga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan kompres panas yang terlalu panas. 3. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya 4. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid

Rasional 1. Agar kulit tidak terpajan dengan sinar UV 2. Menghindari kerusakan integritas kulit

3. Menghambat reaksi sinar UV 4. Untuk memberikan efek antipiretik, antiinflamasi dan analgesik

c. Nyeri berhubungn dengan kerusakan jaringan. Tujuan : Perbaikan dalam tingkat kenyamanan kriteria hasil : - Pasien merasa derajat nyeri menurun - Dapat melakukan relaksasi dan distraksi Itervensi Rasional 1. Lakukan sejumlah tindakan yang 1. mengendalikan rasa nyeri memberikan kenyaman atau kompres relaksasi terhadap nyeri panas/ dingin: masase, perubahan posisi, istirahat, kasur busa, bantal penyangga, bidai teknik relaksasi aktivitas yang mengalihkan perhatian. 2. Berikan preparat anti inflamasi analgesic 2. Mengurangi rasa nyeri seperti yang dianjurkan memberikan kenyaman pasien 3. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri 4. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya 5. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kemetode terapi yang belum terbukti manfaatnya 6. Bantu dalam mengenali nyeri dalam kehidupan seorang yang membawa 3. Mengatur kesiapan pasien melakukan pengobatan

dan

dan

untuk

4. Mengetahui derajat keparahan nyeri pasien 5. Menjelaskan efek dari pengobatan yang sedang dijalani sekarang

6. Metode terapi yang tepat

pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya

7. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri

7. Mengetahui rasa nyeri

d. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya edema Tujuan : Dapat memberikan keseimbangan cairan untuk mengurangi edema Kriteria hasil : - Adanya pemberian cairan yang seimbang - Tidak terjadi edema INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Mengidentifikasi luas masalah dan tentang kondisi dan pengobatan, dan perlunya intervensi. ansietas sehubungan dengan situasi saat ini. 2. Diskusikan arti kehilangan/ 2. Beberapa pasien memandang situasi perubahan pada pasien sebagai tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan kontrol tubuh sendiri.

3. Perhatikan perilaku menarik diri, tidak efektif menggunakan pengingkaran atau perilaku yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya. 4. Kaji penggunaan substansi adiktif, contoh alkohol. Pengerusakan diri/perilaku bunuh diri. 5. Tentukan tahap berduka. Perhatiakan tandadepresi berat/lama.

3. Indikator terjadinya kesulitan menagani steres terhadap apa yang terjadi.

6. Akui kenormalan perasaan.

4. Menunjukkan disfungsi koping dan upaya untuk menangani masalah dalam tindakan tidak efektif. 5. Identifikasi tahap yang pasien sedang alami memberikan pedoman untuk mangenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi lama menunjukkan perlunya intervensi lanjut. 6. Pengenalan perasaan tersebut

7. Dorong menyatakan konflik kerja dan pribadi yang mungkintimbul, dan dengar dengan aktif. 8. Tentukan peran pasien dalam keluarga dan persepsi pasien akan diharapkan diri dan orang lain. 9. Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang cacat 10. Bantu pasien untuk memasukkan manajemen penyakit dalam pola hidup. 11. Identifikasi kekuatan, kaberhasilan dahulu, metode sebelumnya yang berhasil untuk mengatasi steesor hidup. 12. Bantu pasien mengidentifikasi area dimana mereka mempunyai beberapa tindakan konrtol. Beriakn kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

daharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasinya secara efektif. 7. Membantu pasien mengidantifikasi dan solusi masalah. 8. Penyakit lama/permanen dan ketidakmampuan pasien untuk memenuhi peran dalam keluarga/kerja. 9. Menyampaikan harapan bahwa pasien membantu untuk mempertahankan perasaan harga diri dan tujuan hidu. 10. Kebutuhan pengobatan memberikan aspek labil normal bila ini adalah bagian rutin sehari-hari. 11. Berfokus pada ingatan akan kemempuan sendiri mengahadapi amsalah dapat membantu pasien mengatasi situasi pasien saat ini. 12. Memeberikan perasaan kontrol di atas situasi tak terkontrol, mengembalikan kemandirian

BAB 5 PENUTUP 1. Kesimpulan SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor .dan karaktersasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan imun dan produksi autoantibody yang berlebihan. Klasifikasi SLE ada 3 yaitu: a. Discoid lupus b. Systemik Lupus Erythematosus c. Lupus Yang diinduksi oleh obat SLE lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria,manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise,demam,penurunan napsu makan,dan penurunan BB.Tidak ada satu test laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnostik SLE.pengobatan yang digunakan pada SLE adalah nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), kortikosteroid dan lain lain yang dapat mendukung pengobatan penyakit SLE. 2. Saran a. Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan SLE diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. b. Informasi atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien dengan SLE misalnya membatasi aktivitasnya. c. Dukungan psikologik sangat berguna utuk klien.

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Corwin. 2007. Buku Saku Patofisiologis.EGC: Jakarta http.www.google/sistemics lupus erythematosus.com MD. Daniel J.Wallace. 2007.THE LUPUS BOOK.B first: Jogjakarta Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto.2006.BS Dasar Patologis Penyakit Ed 7. EGC:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai