Anda di halaman 1dari 14

1

MUSHAFMUSHAFSAHABAT SEBELUMMUSHAFUTSMANI


Oleh: LuthfiYansyah

PROGRAMMAGISTERFAKULTASUSHULUDDIN UNIVERSITASISLAMNEGERI(UIN) SYARIFHIDAYATULLAHJAKARTA 2013

PENDAHULUAN
Dalam tenggang waktu sekitar 20-an tahun, mulai dari wafatnya Nabi Saw sampai pengumpulan al-Quran di masa Utsman, hanya sekitar empat mushaf sahabat yang berhasil memapankan pengaruhnya di kalangan masyarakat. Asal-muasal pengaruh ini tentunya terpulang kepada individu-individu yang dengan namanya mushaf-mushaf itu dikenal. Keempat sahabat Nabi Saw yang dimaksud di sini adalah: (1) Ubay bin Kaab, yang kumpulan al-Qurannya berpengaruh di sebagian besar daerah Syiria; (2) Abdullah bin Masud, yang mushafnya mendominasi daerah Kufah; (3) Abu Musa al-Asyari, yang mushafnya memperoleh pengakuan masyarakat Bashrah; dan (4) Miqdad bin Aswad (w. 33H), yang mushafnya diikuti penduduk Kota Hims.1 Manuskrip mushaf keempat sahabat Nabi Saw itu sayangnya tidak sampai ke tangan kita, sehingga permasalah tentang bentuk lahiriah dan kandungan tekstualnya hanya bisa dijawab melalui sumber-sumber sekunder2 atau tidak langsung. Bahkan, Mushaf Miqdad bin Aswad tidak dapat ditelusuri jejaknya sama sekali dalam berbagai sumber. Berikut ini akan dijelaskan tiga mushaf di atas (Ubay, Abdullah bin Masud, Abu Musa) ditambah dengan mushaf Ibnu Abbas yang walaupun tidak menjadi otoritas pada masanya, tapi kiranya juga perlu mendapatkan perhatian, mengingat signifikansinya yang nyata dalam perkembangan kajian al-Quran.

MUSHAF UBAY BIN KAAB Ubay bin Kaab adalah seorang Anshar dari bani Najjar, yang masuk Islam pada masa cukup awal dan turut serta dalam sejumlah pertempuran besar di masa Nabi, seperti dalam Perang Badar dan Uhud. Ia merupakan salah seorang yang mengkhususkan diri

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h. 185. Arthur Jeffery mengklasifikasikan mushaf-mushaf lama ke dalam dua kategori, yaitu mushaf primer dan mushaf sekunder. Mushaf-mushaf primer ialah mushaf-mushaf yang dikumpulkan secara individual/pribadi oleh para sahabat, sedangkan mushaf-mushaf sekunder adalah mushaf-mushaf yang dikumpulkan para tabiin yang sangat bergantung pada mushaf primer.
2 1

dalam mengumpulkan wahyu dan merupakan salah satu di antara empat sahabat3 yang disarankan Nabi agar umat Islam mempelajari al-Quran darinya. Dalam beberapa hal, otoritasnya tentang masalah-masalah al-Quran bahkan lebih besar dari Ibnu Masud. Selain itu, ia juga dikenal sebagai Sayyid al-Qurra` (pemimpin para pelafal/penghafal al-Quran). Tidak dapat diketahui secara pasti kapan ia mengumpulkan materi-materi wahyu ke dalam mushafnya. Barangkali, ketika ditunjuk Nabi untuk menyalin wahyu, kegiatan pengumpulan al-Quran telah dimulainya. Tetapi, kapan ia selesai menyusun bahanbahan wahyu yang membentuk kodeksnya4 tidak dapat dipastikan. Yang pasti adalah bahwa sebelum kemunculan mushaf standar utsmani, mushaf Ubay telah populer di Syiria.5 Mushaf Ubay dikabarkan turut dimusnahkan ketika dilakukan standardisasi teks al-Quran pada masa Utsman. Ibnu Abi Dawud menuturkan suatu riwayat bahwa beberapa orang datang dari Irak menemui putra Ubay, Muhammad, untuk mencari keterangan dalam mushaf ayahnya. Namun, Muhammad mengungkapkan bahwa mushaf tersebut telah disita Utsman. Sekalipun demikian, dari berbagai riwayat yang sampai kepada kita, dapat ditelusuri aransemen surat-surat di dalam mushafnya, bacaanbacaannya yang berbeda dari varian bacaan dalam tradisi teks utsmani. Di antaranya perbedaan vokalisasi, kerangka konsonan teks, penempatan kata yang diakhirkan atau didahulukan, pembolak-balikan urutan ayat, penambahan atau pengurangan kata atau ayat banyak dijumpai dalam mushaf Ubay. Bahkan ditemukan ayat alternatif atau ayat ekstra dalam mushaf Ubay. Contohnya, huruf alif dan nun bisa dibaca inna, anna, ataupun an. Mim dan nun dibaca man atau min. Dalam surat 4:171, an yakna, dalam mushaf Utsmani misalnya, telah dibaca oleh Ubay menjadi in yaknu. Perbedaan vokalisasi ini terkadang juga bisa mengakibatkan perbedaan arti.

Mereka adalah Abdullah bin Masud, Ubay bin Kaab, Muadz bin Jabal, dan Salim, budak Abu Huzaifah. (HR. al-Bukhari). 4 Kodeks ialah naskah kuno yang berupa tulisan tangan. 5 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h. 186.
3

Dalam surat 13:43, Wa man indah ilmul kitbi, yang bermakna, dan orang yang ada padanya (atau memiliki) ilmu al-kitab, terbaca dalam mushaf Ubay, wa min indih ilmul kitbi, yang berarti, dan yang darinya (datang) ilmu al-kitab. Perbedaan lainnya, kalimat dalam surat 2:18 dan 171, shummun bukmun umyun, dibaca shumman bukman umyan. Lalu dalam surat al-Ftihah, wa ladh dhln, disalin dalam mushaf Ubay dengan, ghairidh dhln. Dalam surat 16:112, katakata libsal ji wal khaufi, dibalik menjadi, libsal khaufi wal ji. Berikut beberapa contoh lain perbedaan dalam mushaf Ubay dengan mushaf Utsmani:6

l_ ^ ] \ [ Z m 8 ) (
antara mushaf Ubay dengan mushaf utsmani.

lgf e d c b a m 7 ) (

Dalam kaitannya dengan susunan surat, terdapat perbedaan yang relatif kecil Dalam kitab al-Itqn surat-surat dalam mushaf Ubay dapat dikemukakan sebagai berikut:9

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

6 7

Ibnu Abi Dawud, Kitbul Mashhif, (Beirut: Darul Basya`ir al-Islamiyah), 2002, h. 292. QS. al-Baqarah: 158. 8 QS. an-Nis`: 24. 9 Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqn f Ulmil Qurn, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2008), c. I, h. 141.

, , , , , , , ,

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , .
Dalam al-Itqn, dijelaskan surat-surat dalam mushaf Ubay berjumlah 116 surat, karena terdapat tambahan surat al-Khal dan al-Hafd. Ada pula yang menyatakan bahwa jumlah suratnya sebanyak 115 surat, karena surat al-Fiil dan Quraisy digabung menjadi 1 surat, sebagaimana yang dinyatakan oleh as-Sakhawi. Susunan surat dalam mushaf Ubay sekalipun dengan sejumlah perbedaan yang relatif cukup besar jika dibandingan dengan mushaf Utsmani secara garis besarnya memperlihatkan prinsip yang umumnya dipegang dalam penyusunan tata urutan surat dalam mushaf-mushaf al-Quran yang awal, termasuk mushaf Utsmani, yakni: mulai dari surat-surat panjang ke arah surat-surat yang lebih pendek. Hal ini bisa dilihat pada bagian permulaan dan bagian penghujung daftar surat.

MUSHAF IBNU MASUD Ibnu Masud merupakan salah satu otoritas terbesar dalam al-Quran. Hubungannya yang intim dengan Nabi telah memungkinkannya mempelajari sekitar 70 surat secara langsung dari mulut Nabi. Riwayat mengungkapkan bahwa ia merupakan salah seorang yang pertama-tama mengajarkan bacaan al-Quran. Ia dilaporkan sebagai orang pertama yang membaca bagian-bagian al-Quran dengan suara lantang dan terbuka di Makkah, sekalipun mendapat tantangan yang keras dari orang-orang Quraisy yang melemparinya dengan batu. Lebih jauh, sebagaimana telah disinggung, hadits juga mengungkapkan bahwa ia merupakan salah seorang dari empat sahabat yang direkomendasikan Nabi sebagai tempat bertanya tentang al-Quran. Otoritas dan popularitasnya dalam al-Quran memuncak ketika bertugas di Kufah, di mana mushafnya memiliki pengaruh yang luas. Tidak ada informasi yang jelas kapan Ibnu Masud mengawali pengumpulan mushafnya. Kelihatannya, ia mulai mengumpulkan wahyu-wahyu pada masa Nabi dan melanjutkannya sepeninggal Nabi. Setelah ditempatkan di Kufah, ia berhasil memapankan pengaruh mushafnya di kalangan penduduk kota tersebut. Ketika Utsman mengirim salinan resmi teks al-Quran standar ke Kufah dengan perintah untuk memusnahkan teks-teks lainnya, dikabarkan bahwa Ibnu Masud menolak menyerahkan mushafnya, karena sebuah teks yang disusun seorang pemula seperti Zaid bin Tsabit lebih diutamakan dari mushafnya. Padahal, ia telah menjadi Muslim tatkala Zaid masih tenggelam dalam alam kekafiran. Namun, akhirnya ia ridha dengan apa yang dilakukan Utsman. Di Kufah sendiri, sejumlah Muslim menerima keberadaan mushaf baru yang dikeluarkan Utsman. Tetapi, sebagian besar penduduk kota ini tetap memegang mushaf Ibnu Masud, yang ketika itu telah dipandang sebagai mushaf orang-orang Kufah. Kuatnya pengaruh mushaf Ibnu Masud bisa dilihat dari sejumlah mushaf sekunder misalnya mushaf Alqamah bin Qais, Mushaf al-Rabi bin Khutsaim, mushaf al-Aswad, mushaf al-Amasy, dan lainnya yang mendasarkan teksnya pada mushaf Ibnu Masud. Salah satu karakteristik mushaf Ibnu Masud adalah ketiadaan 3 surat pendek, yakni surat 1, 113 dan 114 di dalam teksnya. Riwayat lain mengungkapkan bahwa hanya

2 surat, yakni surat 113 dan 114 yang tidak terdapat dalam mushafnya. Ibnu Nadim mengungkapkan bahwa ia telah melihat sebuah manuskrip mushaf Ibnu Masud yang berusia sekitar 200 tahun yang mencantumkan pembuka kitab (surat ke-1).10 Karakteristik lainnya dari mushaf Ibnu Masud terletak pada susunan surat di dalamnya yang berbeda dari mushaf utsmani. Dalam kitab al-Itqn surat-surat dalam mushaf Ibnu Masud adalah sebagai berikut:11

: : , , , , , ,. : , , , , , , ,, , ,. : , , , , , , ,, , , , , , , , , ,, , , , : , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . : , , , , , ,, , , , , , , ,, , ,, , , , ,

10 11

Ibnu Nadim, al-Fihris, (Beirut: Darul Marifah, t.t.), h. 39-40. Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqn f Ulmil Qurn, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2008), c. I, h. 142

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , .
Dalam al-Itqn, mushaf Ibnu Masud hanya memiliki 108 surat dalam daftarnya. Di samping surat 1; 113 dan 114, hilang juga dalam daftar tersebut sebanyak 3 surat surat 50; 57 dan 69 kemungkinan disebabkan terlewatkan secara tidak sengaja dalam periwayatannya atau sekadar kesalahan penulisan. Namun, ketiga surat tersebut terdapat dalam daftar kitab Fihrist. Kemudian, beberapa perbedaan bacaan dengan mushaf Utsmani ialah seperti adanya sisipan atau penghilangan partikel gramatik yang juga turut mempengaruhi vokalisasi. Contoh, kalimat tathawwaa khairan, disisipkan huruf ba, sehingga dibaca tathawwaa bi khairin (QS. 2:184). Penghilangan an dalam yas`alnaka anil anfl, menjadi, yas`alnakal anfl (QS. 8:1). Penggantian kata dengan kata lain yang bermakna sama, seperti kata aydiyahum (tangan keduanya) dalam QS. 5:38, dibaca aymnahum (tangan kanan keduanya). Dan ada yang bermakna lain, seperti kata ilysa dan ilysn (QS. 37:123 dan 130), dibaca dengan idrsa dan idrsn, keduanya menunjuk kepada nama dua Nabi yang berbeda. Penyisipan beberapa kata seperti dalam (QS. 33:6), wa azwjuh ummahtuhum (+ wa hua abun lahum), dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka (+ dan dia Muhammad- adalah bapak mereka). Dalam (QS. 5:89), fashiymu tsaltsati ayymin (+ mutatbitin), maka berpuasalah selama tiga hari (+ berturut-turut). Pengurangan atau penghilangan kelompok kata, bahkan, ketika satu ayat dihilangkan seluruhnya, seperti dalam 94:6 yang merupakan satu-satunya kasus dalam teks Ibnu Masud, yaitu inna maal usri yusran, maka maknanya juga tidak terdistorsi, karena ayat ini merupakan pengulangan dari ayat

sebelumnya (94:5), dan posisinya di sini barangkali hanya untuk memberi penekanan atau penegasan. Adapun beberapa contoh lain perbedaan dalam mushaf Ibnu Masud dengan mushaf Utsmani yaitu:12

l  ~ } | {m 15 ( ) , , , 16 ( l m ) 17 (

l m ) 14 (

lk j i h g fm 13 ) (

MUSHAF IBNU ABBAS Dalam peta perkembangan tafsir al-Quran di kalangan kaum Muslimin, Ibnu Abbas, keponakan Nabi menduduki posisi yang sangat terkemuka. Hal ini terlihat dari figurisasi dirinya sebagai penafsir al-Quran terbaik, berilmu sedalam lautan, dan intelektual umat. Ibnu Abbas memperoleh kemasyhuran bukan lantaran aktivitasnya di panggung politik, tetapi karena pengetahuan agamanya yang luas, terutama dalam al
12 13

Ibnu Abi Dawud, Kitabul Mashhif, (Beirut: Darul Basya`ir al-Islamiyah), 2002, h. 294. QS. an-Nis`: 40. 14 QS. li Imrn: 43. 15 QS. al-Baqarah: 61. 16 QS. al-Ashr: 1-3. 17 QS. al-Baqarah: 196.

10

Quran. Dari kebesaran semacam ini, seseorang bisa menduga bahwa kodeksnya akan sama terkenal dengan mushaf sahabat-sahabat Nabi lainnya, seperti Ibnu Masud atau Ubay. Tetapi kenyataan sejarah menunjukkan hal berbeda: mushaf Ibnu Abbas terlihat tidak pernah menjadi panutan masyarakat kota tertentu, sekalipun sejumlah mushaf sekunder seperti mushaf Ikrimah, Atha, dan Said bin Jubair dipandang meneruskan tradisi teksnya. Ketenarannya dalam tafsir terjadi pada tahap belakangan dalam karirnya, ketika ia berupaya memanfaatkan syair-syair pra Islam untuk menjelaskan makna al-Quran dalam tradisi teks utsmani. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kodeks al-Qurannya dikumpulkan pada masa mudanya. Nama Ibnu Abbas sering muncul dalam daftar orang yang mengumpulkan alQuran pada masa Nabi. Tetapi, kenyataan bahwa usianya masih sangat muda pada waktu itu jelas menegaskan kemungkinan aktivitas pengumpulannya. Paling jauh, hal ini hanya mencerminkan bahwa ia dikenal sebagai salah satu pengumpul al-Quran pada masa pra Utsman. Jeffery menduga bahwa teks mushaf Ibnu Abbas mencerminkan salah satu bentuk tradisi teks Madinah. Dari hubungan dekatnya yang resmi dengan Utsman pada masa persiapan kodifikasi al-Quran, dapat dipastikan bahwa mushaf Ibnu Abbas juga telah diserahkan untuk dimusnahkan bersama mushaf-mushaf lainnya. Itulah sebabnya, seperti terlihat dalam pentas historis, mushaf Ibnu Abbas tidak memainkan peran yang signifikan dalam sejarah awal teks al-Quran. Salah satu karakteristik mushaf Ibnu Abbas adalah eksisnya dua surat ekstra, yaitu surat al-Khal dan surat al-Hafd di dalamnya, sebagaimana yang terdapat dalam mushaf Ubay dan Abu Musa. Dengan demikian, jumlah keseluruhan surat yang ada di dalam mushaf Ibnu Abbas adalah sebanyak 116 surat. Sekalipun demikian, kedua surat ekstra ini tidak muncul dalam daftar susunan surat mushafnya, jadi jumlahnya 114. Ibnu Abbas berpedoman urutan kronologis dalam menyusun tartib surat. Berawal dari surat Iqra` dan berakhir dengan surat an-Ns. Berikut susunan surat dalam mushaf Ibnu Abbas dalam kitab Tarikh al-Quran:18

18

Ibrahim al-Abyari, Trkh al-Qurn, (Kairo: Darul Kitab al-Mishri, 1991), h. 87.

11

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . , ,
Beberapa perbedaan antara mushafnya dengan mushaf Utsmani dicontohkan seperti: perbedaan vokalisasi dengan kerangka konsonantal kata yang sama, seperti fi ibdi (QS. al-Fajr: 29), dibaca f abd. Kemudian perbedaan baca sejumlah kata dalam bentuk jamak oleh Ibnu Abbas atau sebaliknya. Contoh dalam QS. 30:41, yakni al-barri wal bahri (tunggal), yang dibaca oleh Ibnu Abbas dalam bentuk jamak alburri wal buhri. Kata matsalu ( )dalam QS. 47:15, dibaca dengan amtslu (). Kasus sebaliknya, ketika teks Utsmani mengungkapkan suatu kata dalam bentuk jamak, tetapi dibaca dalam bentuk tunggal oleh Ibnu Abbas, contoh ytun bayyintun dalam QS. 3:97, dibaca Ibnu Abbas dengan yatun bayyinatun. Penambahan kata dalam ayat juga ditemukan dalam mushaf Ibnu Abbas seperti dalam QS. 19:24, fandh min tahtih disisipi kata malakun, sehingga dibaca fandha malakun min tahtih.

12

Bentuk-bentuk sisipan semacam ini tidak banyak mempengaruhi makna keseluruhan ayat, karena ia merupakan penjelasan. Berikut beberapa contoh lain perbedaan dalam mushaf Ibnu Abbas dengan mushaf Utsmani:19

l I H G F E D C B Am ( )
20

lj i h g f e d c m 23 ( )
MUSHAF ABU MUSA AL-ASYARI

l m 22 ( )

l V U T S Rm ) 21 (

Abu Musa pernah menjadi gubernur di Bashrah pada masa khalifah Umar bin Khattab, lalu dipindahtugaskan ke Kufah pada masa khalifah Utsman bin Affan. Abu Musa mulai menyusun mushafnya sejak zaman Nabi Saw dan diselesaikan setalah Nabi Saw wafat. Mushafnya yang dikenal dengan sebutan Lubab al-Nuqul menjadi kuat dan otoritaif di kalangan penduduk Bashrah kala ia menjabat sebagai gubernur. Dalam Kitab al-Mashahif disebutkan seorang utusan datang membawa mushaf resmi Utsmani yang akan diajdikan mushaf standar, Abu Musa berkata bahwa bagian apa pun dalam

19 20

Ibnu Abi Dawud, Kitabul Mashhif, (Beirut: Darul Basya`ir al-Islamiyah), 2002, h. 339. QS. al-Baqarah: 238. 21 QS. li Imrn: 175. 22 QS. li Imrn: 7. 23 QS. al-Baqarah: 198.

13

mushafnya yang bersifat tambahan bagi mushaf Utsmani jangan dihilangkan, dan bila ada bagian mushaf Utsmani yang tidak terdapat dalam mushafnya agar ditambahkan. Mushaf Abu Musa terlihat semakin memudar pengaruhnya di kalangan muslimin seiring dengan diterimanya mushaf Utsmani sebagai mushaf resmi umat. Tidak ada riwayat yang menuturkan susunan surat mushaf Abu Musa. Jeffery menelusuri varian bacaan Abu Musa dan hanya menghasilkan jumlah yang tidak banyak. Ia hanya menemukan 4 varian bacaan Abu Musa yang berbeda, dan kesemuanya secara subsatnsial tidak berbeda maknanya dengan kodeks Utsmani. Yang pertama adalah dalam QS. 2:124, di mana kata ibrhma demikian bacaan resmi utsmani telah dibaca Ibrahma oleh Abu Musa, dan bacaan ini dipertahankan dalam keseluruhan bagian al-Quran. Yang kedua adalah ungkapan l yaqilna dalam QS. 5:103, dibaca l yafqahna yang tentunya merupakan sinonim. Yang ketiga adalah kata shawffa dalam QS. 22:36, dibaca shawfiya, yang tidak mempengaruhi makna umum. Dan terakhir adalah ungkapan man qablahu dalam QS. 69:9, dibaca man tilq`ahu yang juga merupakan sinonim. Jadi varian-varian ini memperlihatkan tidak ada perbedaan substansial antara mushaf Abu Musa dan kodeks Utsmani.24

PENUTUP Beberapa bukti di atas adalah penegasan bahwa tradisi tulis-menulis telah menjadi hal yang amat lazim di kalangan sahabat. Para sahabat telah melakukan upaya sungguhsungguh dalam melestarikan ragam bacaan yang bersumber dari Nabi Saw. Upaya standardisasi al-Quran yang dimotori oleh Khalifah Utsman yang menyeragamkan bacaan dan teksnya berhasil dengan sangat baik, dengan sedikit efek samping yang tentu tidak ia duga dari sebelumnya, bahwa mushaf lain yang ia musnahkan sesungguhnya amat bermanfaat bagi kajian kelimuan studi al-Quran. Tapi, hasil ijtihad para sahabat yang menyatukan bacaan al-Quran harus diterima dan dihargai, agar umat Islam tidak tercerai berai dan tidak menutup kemungkinan munculnya bacaan atau mushaf palsu di kalangan Muslimin. Wallahu alam.

24

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h. 211.

14

DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Abi Dawud, Kitabul Mashhif, Beirut: Darul Basya`ir al-Islamiyah, 2002 Ibnu Nadim, al-Fihris, (Beirut: Darul Marifah, t.t. Ibrahim al-Abyari, Trkh al-Qurn, Kairo: Darul Kitab al-Mishri, 1991 Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqn f Ulmil Qurn, Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2008 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005

Anda mungkin juga menyukai