Oleh : Kelompok 4 Dany Setyo H1G009021 Rita Yunita R. H1G009033 Fani Arifandi H1G009037 Melisa Y. H1G009039 Kardinah I.M. H1G009041 Dwi Nanto H1G008027
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2012
PENDAHULUAN
TUJUAN
METODE
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
LAMUN (seagrass)
Produser primer
Jurnal dengan Judul Pemetaan Lamun dan Biota Asosiasi Untuk Identifikasi Daerah Perlindungan Lamun di Teluk Kotania dan Pelita Jaya bertujuan untuk mengidentifikasi daerah perlindungan lamun berdasarkan kondisi lamun dan biota asosiasinya.
A. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakanbulan Mei-Juni 2008 dengan posisi 12840-12880 Bujur Timur dan 2580-340 Lintang Selatan. Area mencakup kawasan pesisir pantai mulai dari dusun Pohon Batu, Pelita Jaya, Pulau Osi, Pulau Marsegu, Kontania Bawah, Wael, Tamanjaya dan Dusun Masikajaya di daerah Seram Bagian Barat. B. Pengambilan Data Pemetaan menggunakan data citra satelit Aster dengan program ArcGIS 9.2 dan ENVI 4.3 analisis tumpang tindih dan interpretasi sebaran ekosistem padang lamun dapat dilakukan. Pada areal 15m x 15m dan data rinci pada frame kuadrat 0.5m x 0.5m dilakukan untuk uji lapangan. Data yang dikumpulkan antara lain tutupan lamun, jenis, biomassa dan biota asosiasinya. Metode pembobotan digunakan untuk
Metode
Teluk Pelitajaya dan Kotania dipisahkan oleh perairan dangkal berupa rataan terumbu pulau-pulau kecil (P. Osi, Burung, Buntal, dan P. Tatumbu). Teluk Pelitajaya memiliki karakteristik perairan lebih dalam (30-100m) dibandingkan teluk Kotania (10-50m). Pola arus di perairan teluk Pelitajaya dan Kotania sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. kecepatan rata-rata arus permukaan Teluk Kotania pada saat pasang dan surut lebih tinggi dibandingkan dengan Teluk Pelitajaya.
Perbedaan kecepatan dan pola arus ini membawa perbedaan pola sebaran sedimen dasar perairan yaitu jenis lempung-lanauan (silty-clay), sedangkan Teluk Kotania bagian luar cenderung kea rah jenis pasiran (sandy) (Supriyadi, 2000 dalam Supriyadi, 2009).
Lamun yang ditemukan di seluruh wilayah Teluk Pelita jaya dan Kotania
1. 2. 3. 4. 5.
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, 6. Cymodocea rotundata dan 7. Cymodocea serrulata
hanya ada dua jenis lamun yaitu Thalassia hemprichi dan Enhalus acoroides yang sering ditemukan atau jenis lamun yang mendominasi di seluruh perairan dangkal Teluk Pelitajaya dan Kotania. (Supriyadi, 2009).
Cymodocea rotundata
Halodule uninervis
Cymodocea serrulata
Halophila ovalis
Thalassia hemprichii
Thalassia hemprichi merupakan lamun yang memiliki persen penutupan cukup tinggi di Kabupaten Selayar, Sulawesi. Dominannya jenis lamun ini disebabkan karena substrat berupa pasir sedang sampai pasir kasar, dimana subtrat ini sangat disukai oleh T. hemprichi (Supriadi dan Haris, 2008).
Kondisi ekosistem lamun yang tergolong sangat baik sampai baik berada di perairan terbuka yaitu di Dusun Tamanjaya sampai Loupesi, Pulau Marsegu dan sisi barat Pulau Osi dan Pulau Burung.
Selebihnya tergolong kondisi lamun sedang sampai jelek, keberadaannya cenderung pada perairan yang menjorok kearah dalam atau perairan yang terlindung yaitu Dusun Kotania, Pelitajaya sampai dusun Pohon Batu.
Persentase penutupan lamun < 75% sebagian berada di perairan teluk yang menjorok ke dalam (daratan).
Sebaran persentase tutupan lamun tinggi cenderung berada pada daerah perairan terbuka yaitu Pulau Marsegu dan perairan dangkal Teluk Kotania bagian luar (open sea). Tutupan lamun antara 5-25% terdapat di Teluk Pelitajaya dan Kotania.
BIOTA ASOSIASI
Biota laut yang berasosiasi dengan habitat padang lamun yaitu moluska dan echinodermata. Kelompok echinodermata khususnya jenis teripang ditemukan 9 jenis dan hanya dua jenis yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu Holothuria scabra dan Stichopus variegatus. Biota laut ekonomi penting lainnya yaitu moluska, ditemukan ada enam jenis bernilai ekonomi antara lain Anadara antiquata, Fragum fragum, Pinna sp., Modulus modulus, Strombus sp., dan Tridacna sp. Semua biota laut telah mengalami penurunan.
Holothuria scabra
Stichopus variegatus
Anadara antiquata
Pinna sp.
Strombus sp.
Fragum fragum
Modulus modulus
Tridacna sp.
Jumlah family dan jenis ikan lamun dan ikan karang yaitu 30 famili dan sekitar 99 jenis (Supriyadi, 2009).
Peranan padang lamun bagi biota, antara lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground), memijah (spawning graound), berlindung (shelter ground), dan pembesaran (nursery ground).
Hasil penelitian Arbi (2009) yang dilakukan di perairan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara menunjukkan hasil bahwa ditemukan 128 jenis moluska yang terdiri dari 86 jenis Gastropoda dan 42 jenis Pelecypoda yang mewakili 43 famili. Nilai indeks keanekaragaman jenis moluska di ekosistem lamun perairan Likupang dalam kondisi sedang.
Kepiting dan udang yang termasuk kelas Krustasea diketahui berasosiasi dengan baik terhadap ekosistem lamun. Hasil penelitian Pratiwi (2010), menunjukkan bahwa udang jenis Periclimenes sp. hidup diantara daun lamun dan beradaptasi dengan baik di lamun (kepadatan 47,7%). Perbedaan jenis lamun mempengaruhi sebaran spasial krustacea.
Periclimenes sp. ditemukan hidup bersembunyi di sela-sela daun lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis keberadaannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan sebaran dari spesies lamun tersebut. Panjang daun lamun dan kerapatan lamun juga dapat mempengaruhi sebaran dan kelimpahan krustacea yang berasosiasi di lamun.
Pulau Marsegu dan sekitarnya yang telah dikaji untuk ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Taman Nasional Laut Pulau Marsegu (TNLPM). Upaya dalam perlindungan ekosistem padang lamun dan biota laut terkait dengan hewan yang dilindungi antara lain Dugong menjadi sangat penting. Diusulkan berdasarkan hasil analisis bahwa zona inti dan perlindungan selain di Pulau Marsegu dan Burung yaitu perairan Dusun Tamanjaya sampai Loupesi ditambah lokasi perlindungannya (Supriyadi, 2009).
Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan: Ekosistem padang lamun merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi aspek biotic dan abiotik perairan wilayah pesisir. Kondisi padang lamun di wilayah Indonesia berbedabeda, kondisi sangat baik sampai baik berada di perairan terbuka yaitu di Dusun Tamanjaya sampai Loupesi, Pulau Marsegu dan sisi barat Pulau Osi dan Pulau Burung.
Selebihnya tergolong kondisi lamun sedang sampai jelek, keberadaannya cenderung pada perairan yang menjorok kearah dalam atau perairan yang terlindung yaitu Dusun Kotania, Pelitajaya sampai dusun Pohon Batu.
Pulau Marsegu dan sekitarnya yang telah dikaji untuk ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Taman Nasional Laut Pulau Marsegu (TNLPM). Diusulkan berdasarkan hasil analisis bahwa zona inti dan perlindungan selain di Pulau Marsegu dan Burung yaitu perairan Dusun Tamanjaya sampai Loupesi ditambah lokasi perlindungannya
Arbi, Ucu Yanu. 2009. Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Likupang, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2009) 35 (3): 417-434. Latuconsina, Husain.; Nessa, M. Natsir.; Rappe, Rohani Ambo. 2012. Komposisi Spesies dan Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun di Perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Hal 35-46, Juni 2012.
Pratiwi, Rianti. 2010. Asosiasi Krustasea di Ekosistem Padang Lamun Perairan Teluk Lampung. Jurnal Ilmu Kelautan Juni 2010. Vol. 15 (2) 66-76. Supriadi dan Haris, Abdul. 2008. Kondisi Padang Lamun di Kabupaten Selayar. Jurnal Torani, Vol. 18 (4) Desember 2008: 339-348.
Supriadi., Kaswadji, Ricardhus F., Bengen, Dietrich., Hutomo, Malikusworo. 2012. Produktivitas Komunitas Lamun di Pulau Baranglompo Makassar. Jurnal Akuatika vol. III No.2/ September 2012 (159-168). Supriyadi, Indarto Happy. 2009. Pemetaan Lamun dan Biota Asosiasi untuk Identifikasi Daerah Perlindungan Lamun di Teluk Kotania dan Pelita Jaya. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2009) 35 (2): 167-183. Tangke, Umar. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi, dan Rehabilitasi). Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010).