Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang alu, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke zaman Tersier (70 13 juta tahun yang lalu) di berbagai belahan bumi lain. Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut : Alga, dari zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tungga Silofita, dari zaman Silur hingga Devon Tengah Pteridofita, dari Devon Atas hingga Karbon Atas Gimnospermae, dari zaman Permian hingga Kapur Tengah. Angiospermae, dari zaman Kapur Atas hingga kini. Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud Maksud dari pembuatan laporan ini adalah agar mahasiswa dapat memahami mengenai tentang batubara dan klasifikasi dari batubara itu sendiri (berdasarkan tingkat proses pembentukannya). 1.2.2 Tujuan Dapat mengetahui proses keterbentukan batubara Mengetahui klasifikasi batubara secara umum berdasarkan proses

keterbentukannya Dan mengetahui parameter yang digunakan dalam klasifikasi batubara

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Batubara


Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses

pembatubaraan. Unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa untuk memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit. Penambangan batubara adalah penambagan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan unutk membuat coke untuk pembuatan baja. Tambang batu bara tertua teretak di Tower Colliery di Inggris.

Foto 2.1 Klasifikasi batubara

2.2

Sumberdaya batubara
Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di

Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi.[5] Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.

Foto 2.2 Klasifikasi pembentukan batubara

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter). Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga

ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi. Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara. Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah

dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

2.3 Pembentukan Batubara


Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu dari batubara. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah. Batubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah Proses pembentukan batubara dari gambut hingga antrasit, tentu saja dipengaruhi oleh terdapat beberapa faktor seperti adanya perkembangan dan jenis tumbuh-tumbuhan, keadaan lingkungan pengendapan, dan adanya proses geologi. Sementara itu, keadaan lingkungan pengendapan batubara akan mempengaruhi jenis, kilap dan peringkat dari batubara. Keadaan lingkungan pengendapan ini meliputi : cuaca, iklim, dan keadaan tanah maupun rawa-rawa Batubara yang terendapkan pada daerah tropis dan beriklim hangat akan membentuk batubara yang mengkilap, sedangkan pada daerah dingin akan membentuk batubara yang kusam. Sedangkan proses geologi yang dapat mempengaruhi pembentukan atau peningkatan derajat kualitas batubara, antara lain :

Intrusi yang menyebabkan batubara mengalami metamorfosa kontak sehingga derajat batubara akan meningkat seperti di Tambang Air Laya dan Balong Hijau. Perlipatan yang terjadi pada zona perlipatan yang kuat, batubara akan mengalami kenaikan derajat. Patahan atau zona patahan, batubara akan mengalami metamorfosis akibat adanya dislokasi

Foto 2.3 Klasifikasi pembentukan batubara Tabel 2.1 Analisis Batubara

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah -disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga

rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,

kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

Gambar 2.1 Hubungan Tingkat Pembatubaraan dengan Kadar Unsur Utama

2.4 Klasifikasi Batubara


Baik buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu sendiri. Batubara yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk penggunaan yang lainnya, begitu juga sebaliknya. Ada banyak perbedaan komposisi antara bara ditambang dari deposit batubara yang berbeda di seluruh dunia. Berbagai jenis batubara paling biasanya diklasifikasikan berdasarkan peringkat yang tergantung pada derajat transformasi dari sumber aslinya (tanaman yang membusuk) dan karena itu adalah ukuran dari usia batubara. Sebagai proses transformasi progresif berlangsung, nilai kalor dan kandungan karbon tetap batubara meningkat dan jumlah zat terbang dalam batubara menurun. Metode batubara peringkat yang digunakan di Amerika Serikat dan Kanada dikembangkan oleh American Society for Testing dan Material (ASTM) dan didasarkan pada sejumlah parameter yang diperoleh oleh berbagai pengujian yang telah ditentukan :

Nilai kalor : Energi yang dilepaskan sebagai panas ketika batubara ( atau bahan lainnya ) mengalami pembakaran sempurna dengan oksigen . Volatile matter : Bagian dari sampel batubara yang bila dipanaskan tanpa udara pada kondisi yang ditentukan, dilepaskan sebagai gas. Ini termasuk karbon dioksida, gas organik dan anorganik yang mudah menguap yang mengandung sulfur dan nitrogen. Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika dipanaskan pada temperature tertentu. Volatile matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus. Yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana. Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya. Volatile matter memiliki korelasi dengan vitrinite reflectance, semakin rendah volatile matter, semakin tinggi vitrinite

reflectancenya. Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara. Volatile matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar. Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.

Gambar 2.2 Hubungan Tingkat Pembatubaraan dengan Kadar Unsur Utama

Moisture : Air inheren terkandung dalam batubara dan batubara yang ada di dalam keadaan alaminya pengendapan. Ini diukur sebagai jumlah air yang dikeluarkan ketika sampel batubara dipanaskan pada kondisi yang ditentukan. Ini tidak termasuk air bebas pada permukaan batubara tinggi rendahnya Total moisture akan tergantung pada : Peringkat Batubara, Size Distribusi, Kondisi

Pada saat Sampling Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil jugamoisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya. Ash : anorganik residu yang tersisa setelah sampel batubara benar-benar dibakar dan sebagian besar terdiri dari senyawa silika, aluminium, besi, kalsium, magnesium dan lain-lain. Abu dapat bervariasi dari bahan mineral hadir dalam batubara (seperti tanah liat, kuarsa, pirit dan gipsum) sebelum dibakar.Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan

mengandung mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash Content. Mineral Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous. Inherent Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul batubara, Sedangkan Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari luar batubara. Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous. Kadar abu relatif lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh karena itu Ash sering dijadikan parameter penentu dalam beberpa kalibrasi alat preparasi maupun alat sampling. Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya. Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara. Kadar abu didalam penambangan batubara dapat dijadikan penentu apakah penambangan tersebut bersih atau tidak, yaitu dengan membandingkan kadar abu dari data geology atau planning, dengan kadar abu dari batubara produksi. Kadar abu dalam komersial sering dijadikan sebagai garansi spesifikasi atau bahkan sebagai rejection limit. Karbon tetap : Bahan organik yang tersisa setelah bahan yang mudah menguap dan kelembaban telah dirilis. Hal ini biasanya dihitung dengan mengurangkan dari 100 persentase volatile matter, kelembaban dan abu. Hal ini terutama terdiri dari karbon dengan jumlah yang lebih kecil dari hidrogen, nitrogen dan belerang.

10

Tabel 2.2 Klasifikasi Batubara

(a) Klasifikasi ini tidak menyertakan beberapa batubara memiliki biasa fisik dan kimia sifat termasuk dalam fixed carbon dan pemanasan rentang nilai aspal tinggi volatile dan jajaran subbituminous. (b) Persentase berat pada kering dan mineral bahan dasar gratis (mmf). (c) Gross Heating Value pada masalah dasar bebas lembab dan mineral. Hujan mengacu pada air yang melekat alami yang terkandung dalam batubara tetapi tidak termasuk air terlihat (jika ada) pada permukaan batubara . Multiply MJ/kg dengan 430,11 untuk mengkonversi ke Btu/lb . (d) Batubara yang mengandung 69% berat atau karbon lebih tetap setiap mmf kering adalah peringkat menurut kandungan karbon tetap mereka terlepas dari Heating Value Gross mereka. (e) Batubara bituminous C tinggi volatile yang mungkin aglomerasi atau non aglomerasi. (f) Batubara tinggi volatile bituminous C yang merupakan batubara aglomerasi, yang berarti bahwa ia cenderung menjadi lengket dan kue bila dipanaskan. Karakter aglomerasi batubara yang ditentukan dengan memanaskan sampel untuk 950C dalam kondisi tertentu. Jika residu adalah koheren dan mendukung berat 500 gr tanpa penghancuran, batubara diklasifikasikan sebagai aglomerasi .

BAB III KESIMPULAN

Proses pembentukan batubara dari gambut hingga antrasit, tentu saja dipengaruhi oleh terdapat beberapa faktor seperti adanya perkembangan dan jenis tumbuh-tumbuhan, keadaan lingkungan pengendapan, dan adanya proses geologi. Sementara itu, keadaan lingkungan pengendapan batubara akan mempengaruhi jenis, kilap dan peringkat dari batubara. Keadaan lingkungan pengendapan ini meliputi : cuaca, iklim, dan keadaan tanah maupun rawa-rawa Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam empat kelas, yaitu : Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan metalik, mengandung antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Bituminus mengandung 68 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Parameter Kualitas Batubara antara lain : Total Moisture Proximate Total Sulfur Calorific Value HGI Ultimate Analysis Ash Fusion Temperature Ash Analysis

11

Anda mungkin juga menyukai