Anda di halaman 1dari 158

ETIKA

oleh Sofwan Dahlan

OVERVIEW
Kuliah etika di institusi pendidikan profesi sudah sejak lama diberikan, namun materinya: 1. Masih terfokus pada Professional Ethics belaka. 2. Kurang menyentuh hal-hal penting yang berkaitan dengan masalah bio-etika kontemporer. 3. Masih bertolak dari Sumpah & Kode Etik Profesi. 4. Tidak dimulai dari hal-hal mendasar yang menjadi dasar arah paradigmatiknya. 5. Metode penyampaiannyapun juga belum banyak menggunakan problem based learning.

DI NEGARA LAIN

The problems in the teaching of bioethics in Finland are obviously similar to other Nordic countries, those are: 1. National coordination and strategic planning in the field of teaching of bioethics is almost totally lacking. 2. There is a big need for competent and motivated teachers in bioethics. 3. Accordingly, there is no organized system for teaching of teachers in bioethics.

4. We do not have relevant and tested teaching materials, including basic textbooks in the Finish language.
5. There is much confusion concerning the best methods of teaching ethics.

6. Studies dealing with the impact and effects of the teaching in bioethics are lacking. 7. It is not defined who actually is responsible for the teaching of bioethics nationally and locally.

KURIKULUM ETIKA
A. ETIKA DASAR (BASIC ETHICS):

membahas dasar-dasar etika secara umum, sebagai landasan dalam memahami lebih jauh isu-isu berkaitan bidang-bidang spesifik.
B. ETIKA TERAPAN (APPLIED ETHICS ):

membahas penerapan etika dasar kedalam bidang spesifik dari kehidupan manusia, antara lain: Bioetik, Etika Bio-Medik, Etika Penelitian, Etika Klinik, Etika Profesi, dll.

ETIKA DASAR

ETIKA DASAR
III. Sejarah dan perkembangan etika.
IV. Terminologi-terminologi terkait. V. Media dimana pedoman dirumuskan I. Definisi etika. II. Latar-belakang perlunya etika.

VI. VII. VIII. IX.

atau dituangkan. Bentuk-bentuk rumusan pedoman etika. Ethical theory. Ethical decision making. Ethical decision making model.

I DEFINISI ETIKA
Etika merupakan sistem penilaian prilaku & keyakinan untuk menentukan perbuatan yang pantas guna menjamin adanya perlindungan atas hak-hak individu. Etika mencakup cara-cara pembuatan keputusan untuk membantu membedakan perbuatan yang baik dari yang buruk serta mengarahkan yang seharusnya. Etika berlaku bg individu-individu, komunitaskomunitas kecil ataupun masyarakat.
(CATALANO, J,T)

FRANZ MAGNIS SUSENO, S, J :

Etika merupakan filsafat yang merefleksikan merefleksikan ajaran moral. Etika mengandung pemikiran rasional, kritis, mendasar, sistematis dan normatif. Etika merupakan sarana guna memperoleh orientasi kritis sehubungan dengan berbagai masalah moralitas yang membingungkan.
Jadi landasan etika adalah moral, sedang moral itu sendiri berangkat dari pemikiran kritis, logis dan bebas tentang sesuatu perbuatan walau sering dipengaruhi adat dan agama.

GENE BLOKER :

Etika adalah cabang ilmu filsafat moral yang mencoba mencari jawaban guna menentukan dan mempertahankan secara rasional teori yang berlaku secara umum tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk sebagai suatu perangkat prinsip moral yang dapat dipakai sebagai pedoman bagi tindakan manusia.

RINGKASNYA
Teori etika mencoba menyajikan sebuah sistem yg mengandung prinsip-prinsip (principles) & aturan-aturan (rules) untuk menyelesaikan dilemma etik.

Dilemma etik adalah situasi yang memerlukan keputu-san dari dua alternatif yang mungkin sama-sama tidak menyenangkan atau saling berselisihan.
Banyak keputusan di bidang pelayanan kesehatan yang mengandung dilemma etik. Teori etika membahas keyakinan-keyakinan dasar tentang benar tidaknya secara moral dan memberi-kan alasan guna mendukung keyakinan-keyakinan tsb. Teori etika memberikan dasar-dasar bagi penyusunan KODE ETIK suatu profesi.

Hidup mengandung arti bahwa setiap orang secara terus menerus harus membuat keputusan. Sebagian dari keputusan itu sangat penting dan dapat mempengaruhi kehidupan secara keseluruhan.

II LATAR BELAKANG

Untuk menuju ke suatu ketertiban maka perlu dibuat kesepakatankesepakatan, prinsip-prinsip, pengertian-pengertian serta aturan-aturan. Mengingat moralitas merupakan acuan pembentukan kaidah kehidupan maka moralitas tidak dapat dipisahkan dari ruang-lingkup kehidupan manusia. Moralitas itu sendiri mengalami evolusi & perkemba-ngan shg moral practices dan moral standards amat bergantung pada taraf perkembangan sosial, tingkat intelegensia & pengetahuan pada saat itu.

III SEJARAH ETIKA


Aguste Comte berkata: You can know little of any idea, untill you know the history of that idea. Etika, dilihat dari sejarahnya, tidak dapat dipisahkan dari filsafah sebab etika berakar dan tumbuh dari filsafah (ilmu yang mencoba mencari jawaban tentang berbagai masalah kehidupan beserta alam semesta dari aspek yang paling dasar atau hakiki). Filsafah itu sendiri diperlukan sebagai orientasi dan sekaligus arahan dalam bersikap dan bertindak.

Paling tidak, ada tiga macam filsafah yang perlu dike-tahui; yaitu filsafah ilmu (logika), filsafah estetika dan filsafah moral (etika).

Filsafah ilmu: membahas tentang benar & salah dari sudut logika. Filsafah estetika: membahas tentang indah & tidak indah. Filsafah moral (etika): membahas tentang baik & buruk, serta benar dan salah dari aspek moralitas.

IV TERMINOLOGI TERKAIT
1. MORAL: Standar tentang benar dan salah, yang dipelajari lewat proses hidup bermasyarakat. Biasanya didasarkan pada keyakinan agama. Umumnya dikaitkan dgn individu-individu atau kelompok-kelompok kecil.

Diwujudkan sebagai prilaku yg diselaraskan dgn kebiasaan-kebiasaan kelompok ataupun tradisi.

(Catalano, J, T)

Ajaran moral memuat nilai-nilai

dan norma-norma moral yang terdapat diantara sekelompok manusia.


atau lebih; yakni sumber tradisi, adat, agama atau ideologi.

Moralitas bisa berasal dari satu sumber

(Franz Magnis Suseno SJ, dkk)

BEDA MORAL & ETIKA Jika kita berbicara bahwa aborsi atau eutanasia merupakan perbuatan salah (imoral) maka yang dibicarakannya itu adalah tentang MORAL. Jika dokter obsgyn menimbang-nimbang akan melakukan aborsi atau tidak terhadap pasien hamil dengan penyakit jantung berat maka yang sedang ditimbang-timbang itu adalah ETIKA.
Jadi dalam kasus ini pandangan moral (yang menyata-kan bahwa aborsi itu imoral) dikritisi, dianalisis secara rasional dan logis untuk didapatkan jastifikasinya.

2. ETIKA SITUASI:
Suatu faham dalam etika yang mendasarkan pada pertimbangan bahwa: 1. Setiap situasi itu unik dan tidak terulang. 2. Setiap situasi itu akan merubah masalahnya. Oleh karena itu, aliran yang dipelopori oleh Joseph Fletcher berpendapat bahwa: a. kewajiban moral bergantung pd situasi konkrit. b. jika situasinya berbeda maka kewajiban moralnya bisa berbeda meski subjeknya sama. c. tindakan apapun adalah benar jika merupakan ungkapan cinta kasih, begitu sebaliknya. d. prinsip moral konvensional (moral tradisional) dapat dipertimbangkan, tetapi tidak mengikat.

3. ETIKA DISKURSUS:
Faham dalam etika yg dipelopori Jurgen Habermas, yang menyatakan bahwa hanya norma-norma yang dapat diperlihatkan berlaku universal (yaitu disepakati) saja yang berhak menuntut untuk diaati. Pertimbangannya: 1. Pendasaran etika pada pandangan dunia (world view) serta agama-agama tradisional tidak cukup dalam budaya pasca-tradisional. 2. Moralitas manusia modern tidak luput dari tuntutan yang khas bagi modernitas. 3. Keyakinan-keyakinan moral harus dilegitimasi secara rasional (disahkan / disepakati).

4. KODE ETIK:
Merupakan daftar ketentuan tertulis (written list) dari moral rule yang didalamnya mengandung nilai-nilai dalam profesi dan sekaligus sebagai standar berprilaku. Sebagai kerangka acuan mengambil keputusan etik. Selalu dilakukan revisi secara periodik, disesuaikan perkembangan masyarakat maupun profesi. Cakupan lebih luas, tetapi tidak pernah berbenturan dengan ketentuan hukum. Setiap anggota profesi bertanggungjawab thd tegaknya nilai serta standar yg termuat dalam kode etik. Keberlakuannya menuntut hati nurani, bukan paksaan.
(Catalano, JT, 1991)

5. NILAI:
a. konsep / keinginan ideal yang memberi arti kepada kehidupan seseorang dan sekaligus sebagai acuan dalam membuat keputusan & bertindak. b. biasanya nilai lebih dikaitkan kepada individuindividu daripada kelompok; yang dapat meliputi kepercayaan agama, orientasi seks, hubungan famili atau aturan permainan. c. selain tidak konkrit, nilai juga bersifat subjektif. d. konflik nilai dapat muncul manakala seseorang secara terpaksa harus berhadapan dengan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai yg diyakini.

6. NORMA: Wujud konkrit dan objektif dari suatu nilai, sehingga oleh karenanya dapat digunakan untuk menentukan / menilai apakah seseorang telah melanggar nilai-nilai yg telah ditentukan atau tidak. 7. BAIK:

Kata baik diartikan macam-macam, a.l. sbg: a. Nikmat (bagi kaum hedonis) b. Apa yang diinginkan orang (etika psikologis, misalnya Hume). c. Apa yang diinginkan Tuhan (etika teonom). d. Apa yg bermanfaat dalam evolusi (Spencer).
Kata baik menurut Moore tidak dpt diartikan!!!

8. AMORAL: - Neither moral or immoral. - Being outside the sphere to which moral judgments apply. - Beyond morality. - Having no moral principles. 9. IMMORAL: - Inconsistent with purity or good morals. - Morally wrong.

V MEDIA PERUMUSAN PEDOMAN


Pedoman etika dapat dituangkan dalam media: 1. Sumpah (Oath): - Hippocratic Oath. - Sumpah Dokter Indonesia. 2. Kode Etik: - Kode Etik Perawat / Kedokteran Indonesia. - International Code of Medical Ethics. 3. Deklarasi (kesepakatan tentang aspek tertentu): - Declaration of Geneva (as amanded at Sydney). - Declaration of Tokyo, 1975. - Declaration of Oslo, 1970. - Declaration of Helsinki (Revised 1975).

VI BENTUK RUMUSAN PEDOMAN

1. Standards: - Standard are used to evaluate persons as good or bad, better or worse, virtuous or vicious, and can be fulfilled to different degrees. - Standard guides human conduct by presenting desirable traits (virtues) to be sought or undesirable ones (vices) to avoided. 2. Principles: - Principles help explicate the standards that professionals must meet. - Principle can be used to justify rules. - Principles also provide guidance in situations not covered by rules.

3. Rules: - Rules can be formulated only if specific conduct is almost always right or wrong. - Many cases can not be cover by hard and fast rules. (Michael D Bayles)

VII ETHICAL THEORY


Introduction:
1. Ethical theories attempt to provide a system of principles and rules for resolving ethical dilemmas

2. Ethical theorries consist of fundamental beliefs about what is morally right or wrong and propose reasons for maintaining these beliefs. 3. Ethical theories provide the bases for professional codes of ethics.

a. An ethical dilemma is a situation that requires a decision to be made between two equally unfavorable or disagreeable alternatives. b. Many health care decisions involve ethical dilemmas that have no clear-cut answers.

(Catalano, J, T, 1991)

DEONTOLOGI
Suatu teori pengambilan keputusan yg bersifat etik untuk menyelesaikan dilema etik. Berasal dari kata deon, yang berarti ikatan / kewajiban. Deontologi mencoba menentukan benar atau salah lebih didasarkan pada perbuatan (yang menjadi tugas & kewajiban seseorang), bukan akibat dari suatu perbuatan itu.
Karena menekankan pada tugas dan kewajiban maka deontologi merupakan teori pengambilan keputusan etik yang lebih dapat diterima di dalam bidang pelayanan kesehatan. Deontologi didasarkan pada prinsip-prinsip yang tetap dan absolut, yang biasanya diperoleh dari nilai-nilai universal dari agama-agama besar. Prinsip-prinsip dasarnya dimaksudkan untuk menjamin kelestarian spesies, dengan memberikan tugas & kewajiban.

IDE KUNCI DEONTOLOGI

Ide kunci deontologi didasarkan pada prinsipprinsip yang tetap dan absolut (unchanging an absolute prinsiples) yang diturunkan dari nilainilai universal agama-agama besar.
Prinsip dasarnya adalah untuk menjamin kelangsungan hidup species dengan memberikan tugas dan kewajiban sesorang kepada orang lain. Tindakan apapun yang sesuai dengan tugas dan kewajiban dianggap benar dan yang tidak sesuai dengan tugas dan kewajiban dianggap salah.

KERBATASAN DEONTOLOGI
Tugas dan kewajiban mungkin saja menimbulkan konflik tersendiri yang memerlukan pemecahan tentang tugas dan kewajiban mana yang seharusnya didahulukan. Dipertanyakan tentang asal usul timbulnya tugas dan kewajiban, misalnya: 1. Siapa yang menentukan tugas dan kewajiban? 2 Siapa pula yang mengidentifikasi tugas dan kekewajiban itu? Oleh sebab itu deontologi dinilai tidak fleksibel.

TELEOLOGI
Teleologi merupakan teori pengambilan keputusan etis dengan menetapkan benar dan salah suatu perbuatan didasarkan atas akibat dari perbuatan itu.

Berasal dari kata telos, yang berarti akhir atau tujuan.


Teleologi kadang-kadang disebut situation-ethics (etika situasi) atau calculus morality.

Prinsip utility (manfaat) merupakan dasar utama teleologi.


Utilarianism merupakan contoh dari teleologi, yang menentukan berguna tidaknya suatu perbuatan dilihat dari akibatnya; sehingga perbuatan yang benar akan menghasilkan kebaikan, sementara perbuatan yang salah akan menghasilkan kerugian. (Catalano, J, T, 1991)

IDE KUNCI TELEOLOGI


Baik (good) didefinisikan sebagai kebahagiaan atau kesenangan. Suatu tindakan dianggap benar (right) apabila dapat membawa kebaikan sebesar-besarnya dan kerugian sekecilkecilnya. Teleologi tidak memiliki prinsip-prinsip yang kaku, kode moral, tugas dan kewajiban atau peraturan-aturan tertentu untuk menyelesaikan situasi yang khusus. Asumsi dasarnya adalah bahwa good and harm dapat dikalkulasi seperti formula matematika sehingga seseorang dapat menilai tingkat good and evil terhadap kasus spesifik. Pembuat keputusan mempertimbangkan tindakannya untuk kesejahteraan umum sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang saat menghadapi situasi yang sama.

KETERBATASAN TELEOLOGI
Beberapa ahli menganggap teleologi lebih membantu tercapainya kebahagiaan maksimum bagi beberapa orang dari pada kebahagiaan kebanyakan orang. Karena prinsipnya utility maka orang dapat mengalami konflik yang tidak terselesaikan ketika harus menentukan benar dan salah. Pertanyaan yang sering muncul adalah, tindakan mana yang lebih menghasilkan kebaikan sebesar-besarnya dan kerugian sekecil-kecilnya. Teleologi cenderung mengabaikan hak-hak & kebutuhankebutuhan individu. Mengukur nilai kebaikan relatif dan kerugian relatif dari suatu tindakan sangat sulit, bahkan sering tidak mungkin. Penentuan the greatest good sangat subjektif dan dapat menghasilkan inkonsistensi keputusan.

VIII ETHICAL DECISION MAKING


Introduction:

Decision about ethical dilemmas are influenced by numerous and wide ranging factors.
As the world changes, new dilemmas arise and old ethical dilemmas take on the significance. Major advances of science, technology and health care during the past 50 years have out-paced the abilities of those in ethics and law to solve problems created by these advances.
(Catalano, J, T, 1991)

Learning Objectives:

1. To be able to identify factors that influence ethical decision making: a. Socio-cultural factors. b. Scientific and technological advances. c. Legal issues. d. Changes in the occupational status of health care workers. e. Consumer involvement in health care.

2. To be able to explain the four concepts central to ethical decision making (the 4 moral principles). According to Catalano, J, T, 1991): 1. Autonomy. 2. Justice. 3. Fidelity. 4. Beneficence. According to Beauchamp, Childress; 1983: 1. Beneficence. 2. Non-maleficence. 3. Autonomy. 4. Justice.

AUTONOMY
Merujuk pada adanya hak pasien untuk membuat keputusan atas kepentingannya sendiri dimana: a. Otonomi konsumen punya batas dan tidak boleh mengganggu otonomi profesional. b. Profesional juga memiliki tingkat otonomi, yang pada batas tertentu tidak dapat dipengaruhi.

JUSTICE
Justice merujuk pada adanya kewajiban yang adil dan seimbang, dimana: a. Kewajiban diterapkan kepada seseorang dan pemerintah. b. Hak-hak seseorang menjadi terbatas bilamana melanggar hak-hak orang lain.

FIDELITY
Merujuk pada kesetiaan, kejujuran dan kecermatan terhadap tanggung jawab yang diemban, dimana: a. Fidelity merupakan elemen kunci dari akontabilitas. b. Konflik bisa terjadi antara fidelity terhadap konsumen, employer, masyarakat dan pemerintah.

BENEFICENCE
Merujuk pada kewajiban to do good not harm, dimana: a. Problem dapat timbul tidak saja ketika sedang mencoba memutuskan apa yang baik, tetapi juga ketika sedang menentukan siapa yang seharusnya membuat keputusan. b. Penderitaan sesaat di bidang medik kadangkala diperlukan untuk menghasilkan kebaikan.

IX ETHICAL DECISION MAKING MODEL


A moral problem can be approached by way of a five step process, including: 1. Assessing the situation. 2. Diagnosing / identifying the moral problem. 3. Setting moral goals and planning an appropriate moral course of action. 4. Implementating the moral plan of action. 5. Evaluating the moral outcomes of action imple mentated.
(Johnstone; 1989)

ETIKA KHUSUS

ETIKA KHUSUS / TERAPAN


Membahas penerapan teori etika dasar kedalam bidang kehidupan manusia; antara lain: 1. Etika thd makhluk hidup 2. Etika Profesi Medis 3. Etika Klinik 4. Etika Penelitian 4. Dll. Biomedical Ethics (Bio-etik)

Etika thd makhluk hidup, etika profesi medis, etika klinik dan etika penelitian mutlak perlu diberikan kepada calon te naga kesehatan melalui pendekatan Problem Based Learning Approach.

BIO-ETHICS

BIOETHICS (1)
Bioethics is a composite term derived from Greek words bios (life) and ethike (ethics). ONeill: Bioethics is not a discipline. Aksoy: Bioethics is a quasi-social science that offers solutions to the moral conflicts that arise in medical and biological science practice. Kugarise, Sheldon; 2000:

The systematic study of the moral dimensions (including moral vision, decisions, conduct and policies) of life sciences and health care; employing a variety of ethical methodologies in an interdisciplinary setting.

BIOETHICS (2)
The moral dimensions that are examined in bioethics are constantly evolving, but they tend to focus on several major questions: 1. What is or what might be ones or a societys moral vision? 2. What sort of person should one be, or what sort of society should we be? 3. What ought to be done in specific situations? 4. How are we to live harmoniously?

BIOETHICS (3)
Many scholars and much of the public tend to identify the scope of bioethics in somewhat narrow medical sense; in this approach bioethics would be a slightly expanded medical ethics, including the ethics of biomedical research.

The field of bioethics as going beyond biomedical ethics to embrace health-related and science-related moral issues in the areas of public health, environmental health, population ethics, and animal care.

GOALS OF BIOETHICS EDUCATION

1. Develop Knowledge: Developing trans-disciplinary content knowledge. Understanding the advanced biological concepts. Being to integrate the use of scientific knowledge, facts and ethical principles and argumentation in discussing cases involving moral dilemmas. Understand the breadth of questions that are posed by advanced science technology.

2. Develop Skills: Balancing benefits and risks of Science and Technology. Being able to undertake a risk / benefit analysis. Developing critical thinking and decision making skills and reflective processes. Developing creative thinking skills. Developing foresight ability to evade possible risks of science and technology. Developing skill for informed choice. Developing required skills to detect bias in scientific method, interpretation and presentation of research result.

3. Personal Moral Development: Increasing respect for different people and culture, and their values. Developing scientific attitudes, reflective processes, and an ability for holistic appraisal, while not ignoring the values for reductionist analysis. Gaining knowledge about bias in the interpretation and presentation of research results, benefits and risks of technology and bioethical issues, and how to detect bias. Exploring morals / values (values clarification). Promoting values analysis and value based utilization our scarce natural resouces.

INTERNATIONAL STANDARDS FOR ETHICS AND RESPONSIBILITY Core traits or virtues related to the community: Social Responsibility. Environment responsibility. Sustainable Development. Socio-economic Development. Social Welfare. Gender Equality. Socio-economic Equity. Peace. Scientific Freedom. Human Right. Democratic Development.
(Daryl Macer, 2007)

Universal Declaration on Bioethics & Human Right:

Prinsip-prinsip bioethics mencakup Human Dignity and Human Right; Benefit and Harm; Autonomy and Individual Responsibility; Consent; Person without capacity to consent; Respect for Human Vulnerability and Personal Integrity; Privacy and Confidentiality; .; Protecting Future Generation; and Protec-tion of the Environment, Biosphere and Biodiversity.

BIOETIKA TERHADAP MAKHLUK HIDUP 1. Manusia beserta kehidupannya: a. Pra-kehidupan (ovum, spermatozoa, embrio). b. Durante kehidupan: - Awal dan akhir kehidupan manusia. - Infertility, bayi tabung dan ibu tumpang. - Aborsi, infanticide, baby selling, dll. - Human experimentation. - Transplantasi, donor organ dan jaringan. - Bioteknologi (rekayasa genetik, stem cell, dll). - Terminal illnesses, futility, penghentian terapi dan euthanasia. c. Pasca-kehidupan (kehormatan mayat, dll). 2. Binatang dan kehidupannya (animal welfare): a. Pemanfaatan binatang untuk percobaan. b. Pemanfaatan organ, jaringan, sel serta gen, dll.

ETIKA PROFESI

MENGATUR BAGAIMANA SEHARUSNYA PARA DOKTER BERSIKAP DAN BERTINDAK DALAM MELAKSANAKAN PROFESINYA

APA PROFESI & APAKAH PROFESI SAMA DENGAN OKUPASI?

PROFESI
Istilah profesi berasal dari : Bahasa Latin professio, yang berarti pernyataan atau janji.

Bahasa Inggris to profess, yang berarti mengaku atau menyatakan.

PROFESIONAL
Orang yang dengan kebebasannya telah mengucapkan suatu janji kepada publik untuk melayani masyarakat yang menginginkan suatu kebaikan tertentu.
Pengucapan janji tersebut dimaksudkan untuk memperoleh suatu kepercayaan (trust) dari masyarakat.

PROFESSIONALISM
Quality or typical features of a profession or professionals.

CIRI PROFESI
Profesi berbeda dg okupasi karena cirinya: Charaka Samhita (S.M) : Knowledge. Cleverness. Devotion. Purity (physic and mind). Bernard Barber : Memiliki body of knowledge. Orientasi primernya untuk kepentingan masyarakat. Memiliki mekanisne self-control. Memiliki sistem reward.

Potter P, A. & Perry A, G. (2001) :

1. Profesi memerlukan pendidikan berkelanjutan (extended education).


2. Profesi memiliki cabang ilmu tersendiri (theoretical body of knowledge), yang akan membimbing kearah ketrampilan, kemampuan dan norma tertentu.

3. Profesi memberikan pelayanan spesifik (specific service). 4. Profesi memiliki kemandirian dalam membuat decision dan execution (autonomy).
5. Profesi memiliki kode etik (a code of ethics for practice).

PROFESSIONALISM
Quality or typical features of a profession or professionals (knowledge, skill, and attitude).

Praktek yang profesional perlu 3 syarat:


1. Knowledge (by head). 2. Skill (by hand). 3. Attitude (by heart). Knowledge Skill Attitude Hard Competency Soft Competency

ETIKA PROFESI
Mengatur prilaku etis terhadap:
1. People who require medical care: Pesakit yang datang meminta pertolongan Dr (pesakit belum menjadi pasien). 2. Patients (clients): Setelah pesakit menjadi pasien Dr. 3. Health care team (co-workers): Kewajiban terhadap anggota tim kesehatan. 4. Society (social context): Kewajiban Dr terhadap masyarakat. 5. Profession: Kewajiban terhadap profesi (disiplin medis).

ETIKA TERHADAP PESAKIT

Saat pesakit datang meminta pertolongan maka kewajiban Dr sudah mulai muncul, kendati belum menjadi pasiennya, antara lain: 1. Wajib memperlakukan mereka dengan hormat sebagai manusia bermartabat. 2. Tidak boleh membeda-bedakan pesakit berdasarkan: - suku bangsa; - ras dan warna kulit; - agama atau kepercayaannya; - pandangan politiknya; dll.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

ETIKA TERHADAP PASIEN Memberikan layanan medis yang benar dan sesuai standar. Menghormati hak asasi pasien sbg manusia. Menghormati hak pasien untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap tindakan medis. Menghormati kerahasiaan medis. Memberikan informasi yang jelas dan benar. Menyerahkan ke ahli lain bila tidak mampu lagi. Menghormati hak pasien untuk mendapatkan second opinion, dll.

ETIKA TERHADAP TIM

Dr tidak mungkin dapat bekerja sendirian.


Dr perlu bantuan Dr lain, perawat, bidan, dll.

Oleh sebab itu, kewajiban Dr terhadap mereka: 1. Tidak boleh menjatuhkan anggota tim lain dgn maksud agar pasien lebih mempercayainya. 2. Mengingatkan dan membetulkan manakala ada anggota tim melakukan kesalahan. 3. Tidak boleh menafikan jasa anggota tim lain. 4. Tidak boleh menyalahkan didepan pasien, dll.

ETIKA TERHADAP MASYARAKAT 1. Jujur & bersikap terbuka kepada masyarakat. 2. Mengingatkan masyarakat apabila ditemukan hal-hal yang dapat mengancam masyarakat. 4. Melakukan upaya yang pantas untuk menyelesaikan problem kesehatan yang dialami oleh masyarakat. 3. Meletakkan garis keseimbangan yang adil antara social right dengan individual right dan antara social interest dengan individual interest.

ETIKA TERHADAP PROFESI Antara lain: 1. Konsisten (istiqomah) terhadap profesi medis. 2. Tidak menggunakan metode pengobatan lain selain ilmu kedokteran moderen. 3. Selalu meningkatkan ilmu & ketrampilan klinis agar dapat memberikan layanan medis sebaikbaiknya kepada pasien. 4. Mengembangkan ilmu dengan melakukan riset. 5. Dan lain-lain.

HUMAN RIGHTS HAM terkait medical ethics: 1. The right to life. 2. Freedom from discrimination. 3. Freedom from torture and cruel. 4. Freedom from inhuman or degrading treatment. 5. Freedom of opinion and expression. 6. The right to equal access to public services. 7. The right to medical care.

DI SARANA (MEDIA) APA


NILAI ETIKA DITUANGKAN ???

&
DALAM BENTUK APA NILAI ETIKA DIWUJUDKAN ???

Nilai etika dituangkan didalam media: 1. Sumpah (Oaths); 2. Kesepakatan (Declarations); atau 3. Kode Etik (Ethical Codes).

Nilai etika diwujudkan dalam bentuk: 1. Prinsip-prinsip (yaitu beneficence, non-maleficence, autonomy, justice). 2. Standar-standar (Standards); dan 3. Aturan-aturan (Rules) dikodifikasi dalam KODEKI.

1. Prinsip:

- Prinsip menjelaskan tentang nilai-nilai dasar (asas) yang harus dipatuhi. - Prinsip dapat digunakan untuk menjastifikasi rules (aturan). - Prinsip juga bisa digunakan sebagai pedoman mengatasi situasi yang tidak mungkin diatur dalam rules. 2. Standar: - Standard digunakan mentera apakah baik atau buruk, lebih baik atau lebih buruk, dan bijak atau tidak. - Standard dipakai sebagai pedoman prilaku; dengan memberikan batasan ciri-ciri yang baik (untuk diikuti) dan ciri-ciri yang buruk (untuk dihindari).

3. Aturan (rules): - Aturan dapat dirumuskan hanya apabila suatu prilaku tertentu hampir pasti benar atau hampir pasti salah. - Banyak kasus di bidang medis & perumahsakitan yang tidak dapat diselesaikan dengan rule yang ada. (Michael D Bayles)
*** Pasal-pasal didalam KODEKI pada hakekatnya merupa-

kan rule, yang belum dapat mengatasi seluruh problem kedokteran sehingga prinsip etik menjadi penting.

APA

BUNYI SUMPAH DOKTER INDONESIA

SUMPAH DOKTER INDONESIA Pernyataan untuk: 1. Membaktikan diri untuk kemanusiaan; 2. Menjalankan tugas secara terhormat dan bersusila sesuai martabat pekerjaan sebagai dokter; 3. Memelihara martabat & tradisi luhur profesi kedokteran; 4. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui karena keprofesian;

5. Tidak menggunakan pengetahuan untuk sesuatu yg bertentangan dg prikemanusiaan, meski diancam; 6. Menghormati setiap hidup insani mulai dr saat pembuahan; 7. Mengutamakan kesehatan pasien dengan memperhatikan masyarakat; 8. Berikhtiar dengan sungguh-sungguh tanpa ada diskriminasi; 9. Berterima kasih dan menghormati guru;

10. Memperlakukan teman sejawat sebagai saudara sekandung; 11. Mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia; dan 12. Mengikrarkan sumpah dengan sungguhsungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri.

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA (KODEKI)

KODEKI

Memuat: 1. Kewajiban Umum; 2. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien; 3. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat; dan 4. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri.

CLINICAL ETHICS

CLINICAL ETHICS
Clinical ethics is a practical discipline that provide a structured approach for identifying, analyzing, and resolving ethical issues in clinical medicine.
(Jonsen, Siegler dan Winslade, 2006)

ACUAN DALAM PENERAPAN ETIKA KLINIK


1. Medical Indication (Indikasi Medis). 2. Patient Preferences (Keinginan Pasien); mis DNR.

3. Quality of Life (Mutu Hidup setelah pengobatan). 4. Contextual Features (Faktor-faktor kontekstual).
(Jonsen, Siegler, Winslade, 2006)

Topik-topik tersebut harus selalu menjadi pertimbangan dokter dalam menyelesaikan ethical issues dalam kedokteran klinik. Pada hakekatnya, acuan tersebut diatas merupakan penjabaran dari ke-empat prinsip dasar moral agar lebih operasional.

MEDICAL INDICATION
1. Apa sesungguhnya problem kesehatan pasien; meliputi riwayat, diagnosis, prognosis? 2. Apakah problem kesehatan tersebut akut, kronis, urgen ataukah reversiblel? 3. Apa tujuan dari tindakan medis? 4. Bagaimana probabilitas kesuksesannya? 5. Apa rancangan selanjutnya jika seandainya tindakan medis mengalami kegagalan?
(Jonsen, Siegler dan Winslade, 2006)

PATIENT PREFERENCES
1. Apakah pasien dalam kondisi mentally incapable dan legally competent serta apa buktinya jika pasien dalam kondisi incapacity? 2. Jika pasien kompeten, apakah ia menyatakan sendiri keinginannya untuk diobati? 3. Apakah pasien sudah diberi informasi tentang keuntungan dan risikonya serta telah memahami dan memberikan persetujuan?

4. Jika pasien dalam kondisi incapacity, siapakah sebenarnya yang berhak mewakili kepentingan mereka dan apakah mereka telah menggunakan standar yang benar dalam menentukan keputusannya? 5. Apakah pasien sebelumnya sudah menyatakan keinginannya (misalnya advance directives)? 6. Apakah pasien tidak bersedia atau tidak mampu bersikap kooperatif terhadap tindakan medis dan jika ya lalu mengapa sebabnya?
(Jonsen, Siegler dan Winslade, 2006)

QUALITY OF LIFE
1. Apa prospeknya, baik dengan atau tanpa tindakan medis, utk kembali menuju kehidupan normal? 2. Apa kekurangan yang masih akan dialami jika seandainya tindakan medis mengalami keberhasilan? 3. Apakah ada bias penilaian dokter tentang kualitas hidup pasien? 4. Apakah kondisi sekarang atau mendatang diinginkan oleh pasien untuk meneruskan hidupnya? 5. Adakah rancangan atau masuk akalkah untuk menolak pengobatan? 6. Apakah rancangan untuk membebaskannya dari penderitaan serta perawatan paliatif?
(Jonsen, Siegler dan Winslade, 2006)

CONTEXTUAL FEATURES
1. Adakah isu-isu keluarga yang dapat mempengaruhi keputusan medis? 2. Adakah isu-isu provider (dokter dan perawat) yang dapat mempengaruhi keputusan medis? 3. Adakah faktor-faktor finansial & ekonomi yg dapat mempengaruhi keputusan medis? 4. Adakah faktor-faktor agama dan kultur yg dapat mempengaruhi keputusan medis? 5. Adakah keterbatasan-keterbatasan menyangkut konfidensialitas?

CONTEXTUAL FEATURES
6. Adakah problem-problem menyangkut sumber daya? 7. Bagaimana hukum mempengaruhi keputusan medis? 8. Adakah keterkaitan dengan program riset atau pendidikan? 9. Adakah konflik kepentingan dari sebagian provider (dokter & perawat) dan institusi?
(Jonsen, Siegler dan Winslade, 2006)

TEKNOLOGI MAJU

Kemajuan ilmu dan teknologi di bidang layanan kesehatan dalam 50 tahun ini telah jauh meninggalkan kemampuan etik & hukum dalam mengatasi problem etik & hukum yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi tersebut.
(Catalano, 1991)

FILOSOFI Dalam situasi kemajuan yang sangat pesat ini pemahaman ttg filsafat menjadi lebih diperlukan. William Barrett menyatakan: Lebih dari masa lampau, mestinya kita perlu meletakkan kembali seluruh gagasan mengenai iptek ke dalam jalinan baru dgn kehidupan umat manusia. Filsafat modern harus memberikan respon yang memadai atas kemajuan iptek, atau kalau tidak, maka umat manusia akan kehilangan tujuan, arahan, orientasi dan kebebasan secara permanen.

PROGRESS IN MEDICAL TECHNOLOGY Kemajuan teknologi kedokteran: a. dipicu oleh kemampuan Dr dalam memahami bio-molecular; b. diciptakannya alat-alat imaging, computing dan telecommunication. c. ditemukannya immunosupressan shg menunjang tranplantasi. PARADOX OF MODERN MEDICINE

PARADOX of MODERN MEDICINE Kemajuan kedokteran: a. membuat yg mustahil menjadi mungkin. b. mencoba mengidentifikasi asymptomatic medical conditions sebagai diseases. c. kadang-kadang memasukkan risks sebagai diseases d. mencoba menyembuhkan non-illnesses. Akibatnya, sulit bagi Dr membedakan antara sehat dan sakit, atau risks dan diseases !!!
(Prof. John Ladd)

MEDICAL TECHNOLOGY Membutuhkan proses yang hanya difahami oleh para ilmuwan. Kecurigaan publik sering muncul menyangkut kebenaran informasi dan independensi ilmuwan. Kecurigaan terjadi karena jawaban yang pasti dan absolut sering tidak dapat diberikan oleh ilmuwan. Para ilmuwan sendiri sering memiliki keterbatasan atau bahkan tidak mampu mengeliminir setiap elemen risiko. Kecurigaan bertambah sebab, pada kenyataannya, teknologi tsb dikuasai oleh multinational company.

MEDICAL TECHNOLOGY Seringkali: a. menciptakan technological compulsion, yaitu if we can do it, lets do it. b. menimbulkan problem etik dan hukum.

c. memunculkan the slippery slope argument guna mengatasi problem etik dan hukum yang ditinggalkan oleh teknologi.
Karenanya diperlukan pembahasan intensif !!!

POSISI DOKTER
Posisi Dr sangatlah penting karena hanya mereka yang mampu menganalisa dan memahami potential of benefits and risks. Dr dihimbau punya tanggungjawab yg besar untuk melakukan analisis yang fair & terbuka. Namun keputusan akhir tidak boleh diserahkan hanya kepada Dr, karena monopoli ilmu dan teknologi tidak berarti monopoli etik dan kearifan.

POSISI PASIEN & MASYARAKAT Posisi pasien sama pentingnya.


Namun keputusan akhir juga tidak boleh diserahkan hanya kepada pasien, sebab bias kepentingan dapat mempengaruhi pasien dalam membuat keputusan. Posisi masyarakat juga penting; oleh sebab itu diperlukan komunikasi dan pembentukan opini atas topik-topik yang sangat sensitif.

APLIKASI TEKNOLOGI MAJU 1. Respect to life and living. 2. Respect to human dignity and their rights. 2. Equality between risk and advantage. 3. Awareness that ethics and law are not as simple as the nature.

PRENATAL SCREENIG
There is evidence from variety of studies to suggest that being a carrier of a genetic disease can be associated with :

Stigmatisation. Discrimination. Anxiety about future health. Loss of self esteem.

A CASE
A pregnant woman with three children, all of them are daughters, visited an anti abortion clinic and said: Doctor, you have to perform abortion unless you assure me that my baby is a male. What your opinion about this case ??? What will you do as a doctor ??? Perform sex screening while hoping that the result will be suitable with her will ---- or ---do nothing ???

According to abortion of fetus with genetic defect, a judge from Sweden, Hadding, 1982, said: I am no friend of abortion and I am definitely no friend of infanticide, but I am an enemy of senseless suffering and I do react when it is considered immoral to speak of abortion as consequential measure to undesirability of giving birth to disabled children where pain suffering are prevailing condition.

ABORSI
DILIHAT DARI ASPEK MEDIKAL, ETIK DAN HUKUM
oleh Sofwan Dahlan

MOTHER THERESA: The greatest destroyer of peace is the crying of innocent unborn babies.
Alasannya:

Dont make us cry, ..doctor!!!

Karena korban aborsi jauh lebih banyak dari korban perang dimanapun !!! Korban perang di Kamboja 1 juta orang. Korban bom atom di Jepang 175.000 orang.

JUMLAH ABORSI
46 juta kasus aborsi di seluruh dunia per tahun. 26 juta diantaranya legal. 20 juta sisanya dilakukan secara illegal. Semakin liberal suatu negara, semakin rendah tingkat aborsi.
(Durwald, 1971)

ALASAN ABORSI
Penelitian di 27 negara th 1998, menunjukkan bahwa alasan aborsi ialah: 1. Keinginan untuk menunda memiliki anak. 2. Masalah pekerjaan atau pendidikan. 3. Masalah keuangan atau biaya hidup. 4. Perceraian. 5. Kelainan kongenital pada janin.

DEFINISI
Ada banyak kebingungan mengenai definisi aborsi. Aborsi spontan (miscarriage) didefinisikan sebagai hilangnya kehamilan sebelum janin viabel (25 - 26 mgg kehamilan). Hilangnya kehamilan sesudah itu disebut preterm delivery, atau dalam hal janin sudah benar-benar mati disebut stillbirths. Dalam hubungannya dengan terminologi induced abortion, umur (fase) kehamilan tidak dipersoalkan samasekali !!!

PERSPEKTIF ABORSI
Induced abortion dapat dilihat dari berbagai perspektif, antara lain: 1. Medical Perspectives. 2. Ethical Perspectives. 3. Legal Perspectives. 4. Religious Traditions: a. Jewish Perspectives. b. Roman Catholic Perspectives. c. Protestant Perspectives. d. Islamic Perspectives.

MEDICAL PERSPEKTIF
Perspektif medis dari aborsi tidak dapat dipisahkan samasekali dari nilai moralitas. Oleh sebab itu bagi masyarakat yang peduli terhadap etika akan mempertanyakan: 1. Apakah medical knowledge memperjelas status moral fetus sebagai human being? 2. Apakah medical information memperkuat pendapat bahwa aborsi merupakan tindakan yang aman bagi wanita? 3. Apa kaitan antara early dan late abortion? 4. Apa kaitan antara aborsi dengan public health serta international perspectives?

MEDICAL KNOWLEDGE
Meski medical knowledge sudah mampu menjelaskan tentang kehamilan, fetus dan perkembangannya, namun ia belum mampu menjelaskan kapan dimulai kehidupan, meliputi kapan roh manusia ditiupkan. Akibatnya hingga kini para dokter masih berbeda pendapat tentang status moral dari fetus, antara lain tentang: 1. Apakah fetus merupakan human being? 2. Apakah fetus sudah mempunyai hak-hak tertentu yang harus dilindungi?

SAFETY AND HARM


1. Possible physical harm: Ada kaitan erat antara keselamatan dengan status etik dari aborsi. 2. Abortion procedures: Prosedur aborsi juga berkaitan dengan etika dikarenakan tingkat keselamatannya pada masing-masing prosedur. 3. Availability of abortion providers: Persoalan etik yang serius menyangkut masalah tanggung-jawab profesi untuk menyediakan layanan aborsi yang dapat diakses semua yang memerlukan.

4. Possibly harmful effects on subsequence pregnancy: Pertanyaan yang muncul adalah tentang kemungkinan munculnya long-term harmful effects, utamanya bagi yang telah menjalani multiple abortions. 5. Psychological effects: Kekhawatiran timbulnya psychological consequences dari induced abortion, meski hal ini tidak dapat digeneralisasi.

CONTROVERSES EARLY & LATE ABORTION


Para dokter menghadapi kesulitan dalam membandingkan late abortion dengan early abortion disebabkan: 1. Prosedur pada late abortion lebih sulit.
2. Perkembangan fetus pada late abortion yang semakin sempurna.

PUBLIC HEALTH
&

INTERNATIONAL PERSPECTIVES
1. Pelayanan aborsi tersedia secara luas di negara-negara maju dengan tingkatan pembatasan yang berbeda-beda. 2. Dalam tahun-tahun belakangan ada kecenderungan liberalisasi & legalisasi aborsi. 3. Aborsi illegal banyak dilakukan di negara-negara yang melarang aborsi sehingga angka kematian ibu menjadi sangat tinggi. 4. Konsekuensinya, public health menuntut perlunya bioetika memberikan respon sehingga ada persamaan hak akses bagi semua orang.

ETHICAL PERSPECTIVES
1. Personhood & the abortion debate. 2. Right & the abortion controversy. 3. Consequentialist arguments: a. Consequences of medical method of abortion. b. Consequences of nonsurgical abortion methods. 4. Abortion & the issue of justice. 5. Is abortion an insoluble moral problem.

CIRI PERSON
1. Consciousness, and in particular the capacity to feel pain.

2. Reasoning (the developed capacity to solve new & relatively complex problems).
3. Self-motivated activity (activity that is relatively independent of either genetic or direct external control). 4. The capacity to communicate.

5. The presence of self-concepts & sel-fawareness, individual or racial or both.


(Warren, 1978)

LEGAL & REGULATION


1. Model of prohibition: Mis: di negara-negara Islam dan Afrika. 2. Model of permission: Dibolehkan tetapi setelah disetujui oleh suatu komite tertentu, board atau pengadilan. 3. Model of prescription: Pemerintah mendorong aborsi yang dikehendaki pemerintah (misalnya Cina). 4. Model of privacy: Dibolehkan semua aborsi sepanjang oleh tenaga medis di sarana yang memadai.

ASPEK ETIKA
Ada dua masalah utama, yaitu: Hak Janin v. Hak Ibu. Konsep mengenai awal kehidupan. Pro Choice beranggapan bahwa: Wanita berhak mengatur tubuhnya, termasuk kehamilannya. Fetus dianggap belum sebagai person yang memiliki hak penuh sebagai manusia. Pro Life beranggapan bahwa: Embrio dianggap manusia sejak awal konsepsi serta punya hak dilahirkan hidup. Aborsi dianggap pembunuhan, kecuali ada indikasi medis.

UU KESEHATAN
Aborsi medicinalis dapat diakukan bila: a. Kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tsb diluar kandungan, atau b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

UU KESEHATAN
Aborsi tersebut hanya dapat dilakukan: 1. Sebelum kehamilan 6 minggu sejak hari pertama mens terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis. 2. Oleh Nakes yang memiliki ketrampilan dan kewenangan. 3. Dengan persetujuan ibu hamil. 4. Disertai izin suami, kecuali korban perkosaan. 5. Di layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

SANKSI PIDANA
KUHP, Psl 346: Dipidana 4 th. KUHP Psl 347: 1. Tanpa consent dipidana 12 th. 2. Bila wanita meninggal dipidana 15 th. KUHP Psl 348: 1. Dengan consent dipidana 5 th 6 bl. 2. Bila wanita meninggal dipidana 7 th.

KUHP Psl 349: Bila dilakukan tenaga medis, hukuman ditambah sepertiganya. KUHP Psl 299: 1. Mengobati, menganjurkan diobati untuk pengguguran kandungan dipidana 4 th atau denda .. rupiah. 2. Jika untuk tujuan memperoleh keuntu-ngan atau profesi medis dapat ditambah sepertiganya. 3. Bisa dicabut ijin rakteknya.

KESIMPULAN

1. Masalah etika & moral atas aborsi pada dasarnya tergantung dari sisi mana kita memandangnya. Kelompok Pro Choice membenarkan abor-si atas dasar: a. Aborsi illegal mengancam kes. masy. b. Social justice menuntut hak yang sama. c. Womans right to control her own body. Kelompok Pro Life tidak membenarkan aborsi atas dasar: a. The right to be born alive. b. The right to be born normal.

2. Profesi medis dihimbau melihat segala sesuatu berdasarkan temuan klinis yang bersifat empirik. 3. Diharapkan mereka tidak menceburkan diri kedalam polemik politik berkepanja-ngan tentang kontroversi seputar aborsi. 4. Dengan segenap kemampuan dan obyektivitasnya harus berusaha melihat aborsi dari sudut pandang indikasi yang sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh UU Kesehatan dan KUHP. 5. Dalam RUU Kesehatan dibolehkan aborsi berdasarkan kecacatan janin serta melegalisasi aborsi kehamilan pada kasus perkosaan.

Jika ada hak bayi untuk dilahirkan normal maka mestinya ada kewajiban bagi wanita hamil untuk menjaga kesehatannya agar bayinya lahir normal.

ETHICS AND LAW


oleh Sofwan Dahlan

KEY WORDS
Dont fade words and languages because it is like scattering dust in front of your eyes, so that why you can not see anything clearly.
(Goerge Barkeley)

RONALD DWORKIN: Moral principles is the foundation of law. COLERIDGE: It would not be correct to say that every moral obligation involves a legal duty, but every legal duty is founded on moral obligation. So, ethics area which overlaps with law area called in Indonesian etiko-legal area, and violation of ethics in this area called gross immorality.

ETHICS AREA

LAW AREA

LEGALLY WRONG
ETHICO LEGAL AREA

ETHICALLY WRONG (GROSS IMMORALITY)


IMMORAL: - Inconsistent with purity or good morals. - Morally wrong. AMORAL: - Neither moral or immoral. - Being outside the sphere to which moral judgments apply.

ETHICS Ethics is pluralistic !!! Individuals may disagree among themselves about what is right and what is wrong, and even when they agree, it can be for different reasons. Despite these differences, it seems that most human beings can agree on some fundamental ethical principles, namely, the Basic Human Rights proclaimed in the United Nations Universal Declaration of Human Rights and other widely accepted and officially endorsed documents.

HUMAN RIGHTS Human rights = fundamental ethical principles. Human rights basically differ from other rights in two respects: 1. Human rights are characterized by: a. being inherent in all humans beings by virtue of their humanity alone. b. being, within qualified legal boundaries, inalienable. c. being equally aplicable. 2. The main duties deriving from the human rights on states and their public authorities, not on individuals.

HUMAN RIGHTS
The human rights that are especially important for medical ethics include: 1. The right to life. 2. Freedom from discrimination. 3. Freedom from torture and cruel. 4. Freedom from inhuman or degrad-ing treatment. 5. Freedom of opinion and expression. 6. The right to equal access to public services. 7. The right to medical care.

LAW & ETHICS


Both law and ethics actually come from the same base, which is moral. Generally, good and bad in the view of ethics will be the same in the view of law.

However the law does not cover small and simple thing, so that why it does not need to be intervened.
Small violation of ethics is not considered a threat to public and does not need to be regulated and to be punished by law because the society can control it themselves without making any chaos.

CONCEPT OF LEGALISM The legalism concept desires that ethical behavior should be followed by law in which obligations and rights to be stated. The points of this concept are legalizing morality and moralizing the law, but many experts did not agree with it because of its consequences blurring the function of law and ethics.

ETHICS
Ethics come as a result of deeper and broader thoughts of problems. Ethics desires any body using their conscience to do good and right, and to avoid bad and wrong. Professional ethics which is an applied ethics desires the professionals implicate morals and ethics for managing their professional performance.

THE LAW
Law exists because there are conflicts of interest in society which is potentially caused troubles. Law is needed by society because it is a social mechanism for solving its problems. In general, law does not differ from ethics in its general goals, but in particular, law can be differed from ethics in its scope, specific goals, parameter, authority and sanctions.

BEDA ETIKA DAN HUKUM


ETIKA Karena adanya pemikiran yang sifatnya lebih luas dan mendasar. Untuk menjaga kewibawaan dan integritas. HUKUM Karena adanya benturan kepentingan dalam masyarakat. Untuk menjamin kedamaian dalam hidup bermasyarakat.

Norma otonom yang berlaku dalam masayarakat tertentu.

Norma heteronom, berlaku bagi seluruh masyarakat.

Berupa kewajiban saja. Hak & kewajiban seimbang. Merupakan aturan pribadi dan Aturan umum & lebih luas. kesejawatan. Cakupan lebih spesifik dan lebih Lebih generalis, umum dan tinggi, namun sulit digunakan lebih mudah untuk menyelemenyelesaikan konflik. saikan konflik.

Fungsi khusus dapat mengisi kekosongan hukum. Merefleksikan nilai dasar.

Tidak mengisi kekosongan etika. Sering mengabaikan nilai dasar (hukum yg tidak adil).

Dialektikanya: deontologis teleologis.

Dialektikanya: ius constitutum ius constituendum.

Sanksi tidak mengikat & tidak Mengikat dan dapat dipaksadapat dipaksakan. kan karena memiliki sarana pemaksa. Bentuk sanksi berupa kata, bahasa, isyarat atau tindakan pengucilan yang merefleksian ketidak-sukaan sosial. Sanksi pidana berupa ultimum remedium, sanksi perdata berupa pemulihan hak.

ETIKA
Etika memuat KEWAJIBAN saja !!! Sanksinya berupa kata, bahasa, isyarat (mis: cibiran / cemohan) sampai pada tindakan pengasingan atau pengucilan; yang semuanya itu mereflksikan ketidak-sukaan / ketidaksenangan komunitasnya. Sanksi tersebut tidak dapat dipaksakan.

HUKUM
Hukum memuat KEWAJIBAN dan HAK !!! Sanksi (baik pidana / perdata dapat dipaksakan).

ASPEK ETIK & HUKUM

TRANPLANTASI
oleh Sofwan Dahlan

LATAR BELAKANG
Jika seorang ustad / pastor menderita kanker otak dan kemudian Dr melakukan transplantasi, menggantinya dengan otak penjahat yang mati tertembak jantungnya; pada hakekatnya apa yang dilakukan Dr?

Dr telah menyelamatkan ustad / pastor dengan memberikan otak baru (yaitu otak penjahat), atau justru Dr telah menyelamatkan si penjahat dengan memberikan tubuh baru (yaitu tubuhnya ustad / pastor) ???
Atas dasar itu maka transplantasi organ atau jaringan perlu diatur dengan norma; yaitu norma etik dan hukum!!!

TRANSPLANTASI
Merupakan teknologi maju yang penerapannya masih harus dikaji berdasarkan prinsip-prinsip etik dan hukum.
Sebagian transplantasi sudah menunjukkan Evident Based Medicine yang laik untuk dipertimbangkan sebagai satu pilihan terapi, tetapi sisanya masih dalam tahapan eksperimental. Teknologi tersebut memerlukan organ, jaringan atau sel tunas (stem sells); baik dari manusia atau binatang. Pelaksanaannya memerlukan kerelaan orang lain (donor). Dapat menimbulkan masalah penolakan tubuh serta emotional sequelae. Aplikasinya kepada pasien memerlukan pertimbangan: a. Moral. b. Etik, yaitu: bioetics, etika profesi dan clinical etics. c. Hukum.

EMOTIONAL SEQUELAE Rochelle: - 33,33 % transplantasi jantung ----- depresi nyata. - beberapa diantaranya ----- mengalami depresi berat. Penn dkk: Dari 292 transplantasi ginjal menunjukan: - 100 % ----- reaksi depresi. - 52 pasien ----- depresi berat. - 7 pasien ----- mencoba bunuh diri dan 2 berhasil. Kraft: - Seorang pasiennya bertanya, apakah dengan menerima jantung wanita akan merubah jati dirinya? - Seorang laki-laki yang menerima jantung perempuan berkata: Now I am a woman.

THE IDEA What is transplanted is not the heart, the vital organ, the bearer of life, but simply a pump.
Dr Michel De Bakey: The heart is a magnificent pump, but only a pump. Dr Denton Cooley:

He, too, regarded his heart as just a pump to be turned in for a newer model when it got too old to do its job.

ORGAN Organ berasal dari donor: a. manusia: - jenazah (kadaver). - orang hidup: single organ / double organ. b. binatang. Jenis Organ / Jaringan: a. berpotensi menimbulkan masalah jati diri. b. tidak berpotensi menimbulkan masalah jati diri. Tujuan Transplantasi: a. theurapetic, yaitu: life saving atau non life saving. b. research, yaitu: therapeutic research atau non therapeutic research.

JARINGAN TUBUH
Jaringan berasal dari: a. regenerative tissues (bisa pulih kembali). b. non regenerative tissues (tidak bisa pulih kembali). Jaringan diperoleh dari: a. donor kadaver. b. donor hidup. c. donor binatang.

Tujuan transplantasi Jaringan: a. theurapetic, yaitu: life saving atau non life saving. b. research, yaitu: therapeutic research atau nontherapeutic research?

DONOR
Status Donor: a. donor hidup. b. donor kadaver, yaitu: - tanpa reanimasi; atau - dengan reanimasi (beating-heart donor). Umur Donor: a. donor hidup, yaitu: dewasa atau anak-anak. b. donor kadaver, yaitu: kadaver dewasa atau kadaver anak-anak. System Pendonoran: a. donor hidup. b. donor kadaver: opting in system/opting out system?

PROBLEM 1. Problem utama pada transplantasi adalah kurangnya supply organ/jaringan. 2. Digunakannya kebijakan opting in system.
(Green, B; 2005)

CARA MEMPEROLEH KORNEA

Ada dua cara, yaitu: a. Opting in system (contracting in system); b. Opting out system (contracting out system).

SOLUSI PROBLEM
Untuk meningkatkan supply, ada 3 metoda yang dapat ditempuh, yaitu: a. allow the sale of organs; b. a system of opting out; and c. a system of required request.
(Green, B; 2005)

PENJUALAN ORGAN Menyebabkan: 1. Ekploitasi kemiskinan; 2. Membenturkan donor hidup dengan risiko dan rasa sakit dalam operasi; 3. Memperlakukan tubuh sebagai komoditas; 4. Hakekatnya, tak ada orang yang secara suka rela mau menjalani prosedur riskan; 5. Rusaknya sistem pendonoran altruistik yg selama ini dianut.
(Green, B; 2005)

THE BODY The body has become big business. The body and its parts have become of increasing interest to the health care industry. Pertanyaan filosofis, apakah tubuh manusia (whole or parts) merupakan: 1. hak milik (property)? 2. barang dagangan (commodity)? 3. sesuatu yang dapat dihadiahkan (gift)?
(Campbell, A: 2010)

PROPERTY Sekelompok hak yang menyertai, antara lain: - the right to possess; - the right to use; - the right to manage; - the right to income; - the right to capitol; - the right to security; Juga transmissibility, absence of term, duty to prevent harm, liability to execution dan residuarity. Oleh sebab itu perlu pendekatan social constructivist approach, bukan natural rights approach.
(Campbell, A: 2010)

KONTROVERSI ETIK & HUKUM


Penentuan kematian pada cadaver organ donors. Cara memperoleh donor organs. Keterbatasan persediaan organ. Penggunaan binatang untuk human recipients. Hak untuk menjadi organ donors. Tanggungjawab organ donor. Tanggungjawab organ recipient. Living donor, such as:

Informed consent (donor and recipien). Organ dari terpidana mati (executed criminals).

- non-malfeasance. - regenerative and non-regenerative tissues. - professional paternalism. - use of minors as organ donors. - paid donors.

XENOTRANSPLANTATION

1. Ada kekhawatiran mengenai penyebaran penyakit dari binatang ke manusia; 2. Ada problem etika yang berkaitan dengan pemanfaatan binatang (animal welfare).
LIABILITY FOR DEFECTIVE ORGANS 1. Claim in negligence; 2. Possible claim under Consumer Protection, but certain hurdles.
(Green, B: 2005)

KEBIJAKAN UU KESEHATAN

1. 2. 3. 4.

Diizinkkan atas dasar kemanusiaan. Tidak dibenarkan ada komersialisasi. Organ / jaringan tidak boleh dijual-belikan. Tenaga kesehatan yang melakukan harus memiliki syarat keahlian dan kewenangan. 5. Hanya di RS yang ditetapkan oleh Menteri. 6. Ada persetujuan donor dan/atau ahli waris. 7. Pengambilan organ atau jaringan harus memperhatikan kesehatan donor.

PP No. 18 Th. 1981


1. Boleh dilakukan di RS yang ditunjuk Menteri; 2. Tidak boleh dilakukan oleh Dr yang mengobati donor; 3. Penentuan saat kematian bukan oleh 2 Dr yang melakukan transplantasi; 4. Persetujuan tertulis disertai meterai dan disaksikan 2 orang saksi; 5. Pada korban kecelakaan lalu-lintas persetujuan tertulis oleh keluarga terdekat; 6. Donor/keluarga tdk boleh menerima kompensasi. 7. Dilarang mempernjual-belikan organ/jaringan.

Anda mungkin juga menyukai