Anda di halaman 1dari 22

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi tentang Lingkungan 2.1.1. Pengertian Persepsi Robins (2001) mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Menurut Thoha (2002) persepsi didefenisikan sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Walgito (1992) mengemukakan defenisi persepsi sebagai pengorganisasian penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organism atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Sehingga menurutnya, karena persepsi merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu. Persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu proses penerimaan, pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang diterima (Pareek, 1984; Milton, 1981). Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya sampai pada pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya. Proses persepsi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1) Penerimaan rangsang Pada proses ini, individu menerima rangsangan dari berbagai sumber. Seseorang lebih senang memperhatikan salah satu sumber dibandingkan dengan sumber lainnya, apabila sumber tersebut mempunyai kedudukan yang lebih dekat atau lebih menarik baginya. 2) Proses menyeleksi rangsang Setelah rangsang diterima kemudian diseleksi disini akan terlibat proses perhatian. Stimulus itu diseleksi untuk kemudian diproses lebih lanjut. 3) Proses pengorganisasian Rangsang yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk 4) Proses penafsiran Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima kemudian menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Setelah data tersebut dipersepsikan maka telah dapat dikatakan sudah terjadi persepsi. Karena persepsi pada pokonya memberikan arti kepada berbagai informasi yang diterima. 5) Proses pengecekan Setelah data ditafsir si penerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah yang dilakukan benar atau salah. Penafsiran ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan atau sesuai dengan hasil proses selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

6) Proses reaksi Lingkungan persepsi itu belum sempurna menimbulkan tindakan-tindakan itu biasanya tersembunyi atau terbuka Dalam kenyataannya, terhadap objek sama, individu dimungkinkan memiliki persepsi yang berbeda. Oleh karena itu, Milton (1981) mengemukakan adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam persepsi. Faktor tersebut meliputi objek yang dipersepsi, situasi, individu yang mempersepsi (perceiver), persepsi diri, dan pengamatan terhadap orang lain. Selanjutnya, Pareek (1984) mengemukakan ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi. 1) Perhatian. Terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak semua stimulus yang ada di sekitar kita dapat kita tangkap semuanya secara bersamaan. Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek yang menarik bagi kita. 2) Kebutuhan Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan menetap maupun kebutuhan yang sesaat. 3) Kesediaan Adalah harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang muncul, agar memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga akan lebih baik apabila orang tersebut telah siap terlebih dulu.

Universitas Sumatera Utara

4) Sistem nilai Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang. Pada hakekatnya persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan maupun lewat penciuman (Sinuhaji, 2008). Informasi yang diterima individu mengenai objek, peristiwa, kegiatan atau ide kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga melahirkan pendapat ayau pandangan. Banyak factor yang mempengaruhi seseorang dalam menginterpretasikan informasi yang diterimanya tentang objek, peristiwa, idea tau kegiatan tertentu. Diantaranya pengalaman, motivasi, kecerdasan dn intensitas perhatian yang diberikan. Sinuhaji (2008) mengemukakan bahwa perbedaan individu dalam persepsi disebabkan oleh : (1) kesiapan fisik; (2) kepentingan; (3) pengalaman masa lalu; (4) tingkat perhatian dan (5) kekuatan stimulus. Apa yang dipersepsikan oleh sreseorang itulah yang merupakan realitas bagi orang tersebut tentang informasi yang diterimanya mengenai objek, peristiwa atau kegiatan.Hal ini akan mempengaruhi perilakunya. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah aktivitas menerima (melalui panca indera), menyeleksi, mengorganisasikan, menginerpretasikan serta menilai tentang stimulus yang berada dalam lingkungan dan menghasilkan suatu makna tertentu yang unik yang berbeda dengan kenyataannya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Lingkungan Lingkungan mencakup segala hal di sekeliling kita, yang kita terkait kepadanya secara langsung atau tidak langsung, yang hidup dan kegiatan kita berhubungan dengannya dan bergantung padanya. Dapat juga dikatakan bahwa lingkungan adalah keseluruhan faktor, kakas (forces), atau keadaan yang mempengaruhi atau berperan atas hidup dan kehidupan kita. Boleh juga disebutkan, lingkungan adalah segala gatra ekologi ditinjau dari segi manusia (Ananichev, 1976). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikatakan bahwa Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

2.2 Lingkungan sebagai Subyek Pendidikan Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Pendidikan dalam arti sempit dalam prakteknya identik dengan penyekolahan (schooling), yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi yang terkontrol, jadi pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (Wahidin, 2008). Pendidikan dan latihan dalam masalah lingkungan menghadapi keadaan yang memerlukan tindakan darurat. Masyarakat sekarang baru terbangunkan kalau bahaya

Universitas Sumatera Utara

telah mengancam, yang dibangkitkan oleh teknologi yang diterapkan secara tidak berdisiplin dan pertumbuhan penduduk yang meledak, sedang bahaya itu sebetulnya telah dapat diramalkan beberapa puluh tahun sebelumnya (Dubos, 1968). Proses belajar mengajar sebaiknya dilakukan dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar (PLAS). Dasar filosofis mengajar dengan mengimplementasikan pendekatan lingkungan alam sekitar adalah dari Rousseau dan Pestalozzi. Jean Jacques Rousseau (1712-1788), mengatakan bahwa kesehatan dan aktivitas fisik adalah factor utama dalam pendidikan anak-anak. Rousseau percaya bahwa anak harus belajar langsung dari pengalaman sendiri, dari pada harus mendengarkan dari penjelasan buku. Disini lingkungan sangat berperan penting dalam proses pembelajaran (Wahidin, 2008). John Heinrich Pestalozzi (1716-1827), seorang pendidik berkebangsaan Swiss, dengan konsep Home Schoolnya, menjadikan lingkungan alam sekitar sebagai objek nyata untuk memberikan pengalaman pertama bagi anak-anak. Pestalozzi juga mangajarkan ilmu bumi dan alam sekitar kepada anak didiknya dengan fasilitas yang ada di lingkungan sekitarnya dan menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak akan dirinya sendiri juga lingkungan agar tetap seimbang (Wahidin, 2008). Selanjutnya Dubos (1968) mengatakan bahwa yang disebut perbaikan lingkungan sebenarnya tidak lain dari pada upaya tambal sulam sekedar untuk memperlambat pengurasan sumberdaya alam, pemerkosaan alam dan kehilangan nilai-nilai kemanusiaan.

Universitas Sumatera Utara

Sadar lingkungan sejalan dengan perkembangan pengetahuan tentang pengaruh timbal balik antara manusia dan lingkungan. Menurut Dubos (1968) masih ada segi-segi penting dari timbal balik ini yang belum diketahui atau belum didalami secara tuntas. Hampiran apa pun yang dipilih, ilmiah atau praktikal, perbaikan lingkungan harus memperhatikan kedua-duanya akibat lingkungan, yaitu pelonggaran (permissive) dan pemolaan (formative) kehidupan, tidak saja untuk masa kini akan tetapi untuk masa depan. Oleh karena masalah lingkungan itu mengenai segala gatra kehidupan maka pembedaan disiplin menjadi dua golongan, yaitu ilmu alam dan ilmu sosial, tidak bermanfaat dalam menyelesaikan persoalan lingkungan. Diperlukan kecendekiaan terpadu (intregative scholarship) yang mampu mengenali persoalan berat yang dihadapi manusia dan menggarapnya dengan pemikiran rasional yang paling tanggung dan canggih tanpa membeda-bedakan apa yang dikenal sebutan dengan sebutan disiplin ilmu (Fenner, 1976).

2.3. Landasan Pendidikan Lingkungan Hidup Mengingat adanya peningkatan kerusakan global pada lingkungan hidup, yang ditandai dengan kemerosotan ekologis seperti : kemerosotan sumber daya alam, pencemaran air, tanah dan udara yang pada akhirnya menyebabkan daya dukung lingkungan terganggu serta kualitas hidup semakin menurun, maka msyarakat perlu mengadakan upaya pelestarian (Chiras, 1985).

Universitas Sumatera Utara

Menurut (Chiras, 1985) : Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini lebih banyak disebabkan oleh mentalitas frontier ini didasarkan atas sikap manusia, yaitu : 1) melihat dunia sebagai sumber yang tidak terbatas, 2) berpandangan bahwa manusia terlepas dari alam, 3) berpandangan bahwa alam sebagai suatu yang perlu dikuasai. Sikap merupakan faktor berpengaruh dalam kerusakan lingkungan hidup, oleh karenanya sikap harus diubah kearah positif melalui jalur pendidikan, untuk mendapatkan manusia yang bersikap dan berwawasan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan secara rasional didasarkan pada amanah : Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, Bab. III, E4 : Tercapainya kemampuan nasional dalam pemanfaatan, pembangunan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan . Pada UUPLH No 23, Tahun 1997, Bab IV. Pasal 9, ayat (2). Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan : Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing masing serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup . Selanjutnya Memorandum Of Understanding (MOU) antara Men Neg. LH dengan Mendiknas : No 0142/U/1996 dan No, kep : 89/MenKLH/5/1996 : Dengan ruang lingkup memorandum bersama meliputi :

Universitas Sumatera Utara

(a). Pengembangan materi pendidikan dan pelatihan di bidang lingkungan hidup (b). Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dibidang lingkungan hidup (c). Penelitian, pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat dibidang lingkungn hidup (d). Pembinaan pendidikan dan pelatihan dibidang lingkungan hidup (e). Program lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup . Pendidikan harus membuka mata terhadap pentingnya perlindungan lingkungan hidup sehingga pembangunan dapat berlanjut untuk generasi kini dan yang akan datang. Menurut Soerjani (1987) :Kegiatan manusia pada lingkungan akan menimbulkan dampak, dampak ini akan dikoreksi alam sendiri, dan oleh lembaga berwawasan lingkungan seperti Bapedal dan lembaga pelatihan mengoreksi sikap dan koreksi teknologi. Koreksi sikap untuk membentuk manusia berwawasan likungan, sedangkan koreksi teknologi untuk penerapan teknologi yang efisien dan efektif. Untuk ketahanan dan kelestarian lingkungan hidup.

2.4. Hakikat Pendidikan Lingkungan Hidup Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tbilisi 1997 merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan

Universitas Sumatera Utara

untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru (Gyallay, 2004). Adapun tujuan umum pendidikan lingkungan hidup menurut konferensi Tbilisi 1997 adalah: (1) untuk membantu menjelaskan masalah kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial, politik, dan ekologi di kota maupun di wilayah pedesaan; (2) untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, komitmen, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan, dan (3) untuk menciptakan pola perilaku yang baru pada individu, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap lingkungan (Gyallay, 2004). Tujuan yang ingin dicapai tersebut meliputi aspek: (1) pengetahuan, (2) sikap, (3) kepedulian. (4) keterampilan, dan (5) partisipasi (Gyallay, 2004), sedangkan Internasional Working Meeting On Environment Education Inschool Curriculum, dalam rekomendasinya mengenai pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, menyatakan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan suatu proses mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antar hubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya. Pendidikan lingkungan hidup harus juga diikuti dengan praktik pengambilan keputusan dan merumuskan sendiri ciri-ciri perilaku yang didasarkan pada isu-isu tentang kualitas lingkungan (Schmieder, 1977). Dengan demikian, proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup yang dilakukan selain memperluas wawasan kognitif hendaknya juga menyentuh ranah

Universitas Sumatera Utara

keyakinan ilmiah, sikap, nilai, dan perilaku. Tillar (2000) juga menekankan hal yang senada, yakni hakikat pendidikan adalah proses menumbuh-kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global.

2.5. Hakikat Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Belajar pada tingkat pendidikan dasar menurut Tillar (2000), bukan sekedar transmisi ilmu pengetahuan sebagai fakta, tetapi lebih dari itu, yakni peserta didik mengolah dengan penalaran sebagai bekal dasar bagi setiap warganegara yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa proses pembelajaran pada pendidikan dasar, menuntut integrasi dengan lingkungan. Selanjutnya, kata lokal dalam konteks pengertian masalah yang dibahas di sini dimaksudkan sebagai lingkungan tempat peseta didik berdomisili, hidup, dan dibesarkan pada suatu kelompok masayarakat adat tertentu yang memilki suatu sistem nilai budaya tertentu pula. Sistem nilai budaya itu sendiri menurut Koentjaraningrat (1987), terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Hal ini bermakna bahwa sistem nilai yang ada di masayarakat tersebut akan termanifestasikan dalam perilaku kehidupan masyarakat tersebut seharihari, baik itu terwujud dalam bentuk kearifan-kearifan lokal maupun tradisi atau lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Hal-hal yang diungkap di atas menunjukkan bahwa suatu kelompok adat memiliki tata nilai yang unik, baik yang berkaitan dengan pengelolaan alam maupun yang berkaitan dengan perikehidupan lainnya. Tata nilai itu akan menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan dan melahirkan kearifan dan pengetahuan yang unggul yang kondusif dan lestari, dan yang tak kalah pentingnya bahwa kelompok masyarakat tersebut berhak untuk mengoperasikan kearifan dan pengetahuannya itu menurut pertimbangan dan aspirasinya (Koentjaraningrat, 1987). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal adalah materi pelajaran yang bersumber dari kondisi lingkungan hidup dan kehidupan nyata serta fenomena yang ada di lingkungan peserta didik yang disusun secara sistematis yang di dalamnya termasuk lingkungan fisik, sosial (budaya dan ekonomi), pemahaman, keyakinan, dan wawasan lokal peserta didik itu sendiri (Koentjaraningrat, 1987). Bahan ajar itu sendiri menurut Dick & Lou (1996) merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup, Hines (2004), dalam tulisannya Global Issues and Environment Education, mengidentifikasi empat elemen pokok yang harus ada dalam pendidikan lingkungan hidup, yaitu: (1) pengetahuan tentang isu-isu lingkungan; (2) pengetahuan tentang strategi tindakan yang khusus untuk diterapkan pada isu-isu lingkungan; (3)

Universitas Sumatera Utara

kemampuan untuk bertindak terhadap isu-isu lingkungan, dan (4) memiliki kualitas dalam menyikapi serta sikap personalitas yang baik. Pada bahan ajar pendidikan lingkungan hidup yang berbasis lokal, tata nilai dan kearifan yang terpelihara di masyarakat dalam mengelola lingkungan, merupakan salah satu sumber materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Tillar (2000), bahwa lingkungan adalah sumber belajar (learning resources) yang pertama dan utama. Proses belajar mengajar yang tidak memperhatikan lingkungan, juga tidak akan membuahkan hasil belajar yang maksimal. Semiawan (1992), berkaitan dengan hal ini menyatakan bahwa anak akan mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang kongkret, yaitu contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Teori-teori belajar yang menjelaskan dan mendukung bagi kemungkinan kesesuaian bahan ajar yang disusun berdasarkan kondisi dan fenomena lokal antara lain teori perkembangan kognitif Piaget. Dalam hal ini, Ginn (2001) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif itu sendiri merupakan suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu tindakan pasif dalam membangun pengetahuan utama yang melibatkan penafsiran peristiwa dalam hubungannya dengan struktur kognitif yang ada. Sedangkan, akomodasi merupakan suatu pengetahuan yang baru yang mengacu pada perubahan struktur kognitif yang disebabkan oleh lingkungan. Dengan demikian,

Universitas Sumatera Utara

realita dan fenomena konkret yang ditemui peserta didik tesebut, akan menjadi referensi baginya dalam mempelajari materi pendidikan lingkungan hidup. Selanjutnya, teori lainnya adalah teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif menjelaskan tentang fungsi intelektual otak dengan suatu analogi bagaimana computer beroperasi. Otak manusia menerima informasi, menyimpannya, dan kemudian mendapatkan kembali informasi tersebut ketika diperlukan. Teori kognitif ini berasumsi bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur mental atau skema. Skema itu sendiri merupakan struktur pengetahuan internal yang telah dimiliki seseorang. Skema tersebut terbentuk dari informasi yang diperolehnya secara empiris terhadap apa yang ada dan ia temui di lingkungannya (Soekamto & Udin, 1997). Teori belajar kognitif menyatakan proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pembelajaran yang baru beradaptasi secara tepat dengan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik. Sejalan dengan teori belajar kognitif yang dikemukakan di atas adalah teori belajar konstektual yang menyatakan bahwa belajar itu terjadi hanya ketika peserta didik memproses pengetahuan dan informasi baru sedemikian rupa, sehingga dapat dipertimbangkannya dalam kerangka acuan mereka sendiri (memori mereka sendiri, pengalaman, dan tanggapan), dan fokus belajar kontekstual itu sendiri adalah pada berbagai aspek yang ada di lingkungan belajar (Blanchard, 2004). Sedangkan, teori belajar konstruktif yang dikembangkan atas dasar premis bahwa kita membangun perspektif dunia kita sendiri melalui skema (struktur mental)

Universitas Sumatera Utara

dan pengalaman individu (Mergel, 2004). Dalam hal ini, struktur pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan memberikan makna dan mengorganisasi pengalamanpengalaman serta memberikan jalan kepada individu untuk menyerap informasi baru yang diberikan. Oleh karena itu, pengetahuan perorangan adalah suatu fungsi dari pengalaman utama seseorang, struktur mental, dan kepercayaan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa. Apa yang diketahui seseorang adalah didasarkan pada persepsi fisik dan pengalaman sosial yang dipahami oleh pikirannya (Mergel, 2004). Seperti juga dikemukakan oleh Bruner, salah seorang tokoh teori konstruktif bahwa belajar adalah sebuah proses aktif di mana peserta didik menyusun dan membangun ide-ide atau konsep berdasarkan struktur pengetahuan yang dimilikinya (Smith, 2004). Teori lain yang mendukung adalah teori belajar behavior. Menurut teori behavior, lingkungan merupakan salah satu unsur yang menyediakan stimulus yang menyebabkan tanggapan individu berkembang. Atas dasar itu teori behavior menyatakan bahwa suatu perilaku itu dibentuk oleh lingkungan. Perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik merupakan hasil belajar. Dengan demikian, perubahan perilaku juga merupakan hasil belajar seseorang terhadap lingkungannya (Smith, 2004).

2.6 Guru Guru menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

Universitas Sumatera Utara

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan menurut Djati (2000), yang dimaksud guru adalah tenaga kependidikan yang dinilai telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan serta memiliki kelayakan professional untuk membimbing kegiatan belajar sebagai guru kelas. Peranan guru menurut Penelitian di Amerika (New Centure School, 1998 ) : Peran guru memberdayakan pelajarnya disekolah dengan pandangan sebagai berikut : a) guru sebagai pelatih yang mendorong siswa lebih giat belajar, b) guru sebagai konselor sebagai sahabat, c) guru menjadi manajer belajar. Artinya peran guru tidak sebatas kelas tetapi diluar kelas, dipasar, dilapangan, diperpustakaan, tempat rekreasi dan sebagainya. Peningkatan professional guru tidak hanya melalui jalur penataran in dan pre servis, melainkan juga dengan pemberdayaan diri sendiri, guru harus tampil sebagai model bagi pelajar dalam peningkatan diri dan bangsanya. Hal itu berat tapi dapat bila komitmen pada panggilan tugas sebagai guru dan dilandasi keinginan kuat untuk berhasil demi generasi penerus bangsa (Djati, 2000). Menurut (Djati, 2000), dalam artikel pendidikan di buletin Universitas Terbuka. Bahwa prestasi belajar pelajar bagi Negara sedang berkembang adalah oleh peran kinerja guru 36 %, manajemen sekolah 23 %, waktu belajar 22 % dan sarana fisik 19 %. Persentase kinerja guru tertinggi.

Universitas Sumatera Utara

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran, ada faktor yang dapat diubah oleh guru seperti misalnya : mutu rancangan, cara menyajikan, cara melakukan evaluasi. Namun ada pula faktor yang diterima apa adanya oleh guru seperti : latar belakang siswa, gaji guru, lingkungan sekolah dan lain lain. Hal yang biasa dilakukan oleh guru meningkatkan mutu : adalah dengan meningkatkan mutu rancangan, pengajaran dan evaluasi kegiatan belajar mengajar (KBM ) terlihat pada Gambar 2 (Djati, 2000). Faktor yang dapat diubah oleh guru : 1. Rancangan pembelajaran 2. Sajian pembelajaran 3. Evaluasi proses dan hasil belajar

Faktor yang tidak dapat diubah oleh guru : 1. Latar belakang siswa (IQ, Sosek, Jenis kelamin, Orang tua, Suku,dll) 2. Kondisi lingkungan, gaji guru, tujuan mata pelajaran, dll. 3. Waktu belajar

Hasil pembelajaran : 1. Perolehan belajar 2. Retensi 3. Sikap 4. Efektifitas 5. Perilaku 6. dll

Sumber : Djati, 2000 Gambar 2. Bagan Faktor-faktor Pembelajaran yang Dapat Dirubah Guru Menurut Sriyono (1992), kemampuan yang dituntut dari guru antara lain : 1. Mampu menjabarkan dan menguasai bahan pengajaran 2. Mampu merumuskan tujuan instruksional kognitif, afektif dan psikomotorik 3. Menguasai cara cara KBM yang efektif seperti : cara belajar mandiri, kelompok atau membaca dari literature

Universitas Sumatera Utara

4. Memiliki sikap yang positif terhadap tugas profesinya 5. Trampil dalam membuat alat peraga sederhana sesuai kebutuhan 6. Trampil menggunakan metode mengajar 7. Trampil menggunakan model model mengajar 8. Trampil dalam menyajikan materi dengan mempertimbangkan tujuan, bahan pengajaran, kondisi siswa, suasana belajar, jumlah siswa dan waktu 9. Memahami sifat karakteristik siswa terutama kemampuan bekajar, trampil menggunakan sumber sumber berlajar yang ada sebagai bahan ataupun media mengajar siswa 10. Trampil mengelola kelas ataupun memimpin siswa belajar. Guru dalam KBM adalah dalam rangka memindahkan pengetahuan, sikap dan keahlian pada siswa. Guru dalam melaksanakan perannya pada KBM supaya mendapatkan hasil yang optimal harus mempersiapkan diri secara fisik dan mental, disamping penguasaan materi yang akan disajikannya, materi disusun dalam satuan pelajaran, harus sesuai dengan silabus kurikulum, rencana pelajaran yang disusun secara tertulis akan memudahkan penyampaiannya, karena tahap - tahap pelajaran terlihat dengan jelas dan teratur.Adapun tahap tahap pelajaran yang diutamakan menurut (Wunderlin, 1977) adalah : 1) motivasi, 2 ) elaborasi, 3 ) konsolidasi dan 4 ) evaluasi. Menurut (Boediono, 1980), peranan guru dalam implementasi dipengaruhi oleh dua faktor karakeristik yaitu faktor karakteristik internal dan eksternal. Faktor karakteristik internal adalah faktor yang berada didalam individu guru itu sendiri

Universitas Sumatera Utara

yaitu berupa umur, pengalaman mengajar, lama pendidikan dan latihan, persepsi, motivasi, jenis kelamin, mata pelajaran sebagainya untuk mengelola pengaruh luar. Faktor karaktristik eksternal adalah factor factor yang berada diluar individu guru yang bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil hasil kebudayaan. Faktor karateristik eksternal adalah : manajemen sekolah, media informasi dan kondisi lingkungan. a. Manajemen sekolah yang mencakup visi, misi, kebijakan dan komitmen, peningkatan pengetahuan guru, konsisten pengawasan dan supervise oleh kepala sekolah. b. Media informasi lingkungan hidup, kurikulum, buku buku, fasilitas/alat alat kebersihan. c. Kondisi lingkungan, baik sarana fisik bangunan dan gedung maupun kondisi sarana lingkungan sekolah yang berdaya lingkungan seperti sarana pengolahan sampah. Kompetensi guru pada Lingkungan Hidup, diharapkan akan mampu menciptakan pembelajaran yang lebih baik dan bermakna, hal ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan dari peserta didiknya (Depdiknas, 2001).

2.7. Siswa Sebagai objek sekaligus subyek siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan. Kondisi pikir seperti kecerdasan,

Universitas Sumatera Utara

bakat, minat, motivasi dan kepribadian siswa berkaitan dengan hasil belajar (Anastasia, 1965). Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) akan terlaksana dengan baik dengan adanya guru yang memiliki kompetensi, tujuan yang ingin dicapai, sarana/prasarana pendukung dan siswa yang berpotensi. Dan KBM akan mempengaruhi hasil belajar. Kegiatan Belajar Mengajar yang baik akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Guru Tujuan

KBM (Rancangan, Sajian, Evaluasi)

Hasil belajar

Sarana/ Prasarana

Siswa

Sumber : Sriyono, 1992 Gambar 3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa Setiap anak didik mempunyai bakat yang berbeda beda, bakat (atitude) pada umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar terwujud kemampuan. Kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan yang menunjukan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan dimasa datang (Anastasia, 1965).

Universitas Sumatera Utara

Bakat dan kemampuan menentukan prestasi. Prestasi seseorang juga ditentukan oleh tingkat kecerdasan (intelgensia). Intelgensia dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir dan menyesuaikan diri (Munandar, 1985). Menurut psikolog dalam Ganjar (1997), timbulnya perilaku adalah resultan dari tiga daya pada diri seseorang yakni : 1) daya seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman yang enak/menyenangkan dan cenderung untuk menghindari pengalaman yang tidak enak/tidak menyenangkan (condition pavlop dan pragmatisme dari james), 2) daya rangsangan ( stimulus ) terhadap seseorang yang ditanggapi (teori stimulus respon Skiner), 3) daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang atau kemandirian (teori Gestalt dari Kohler), didalam proses pendidikan, ketiga daya ini harus diperhatikan. Hal hal yang mendorong seseorang untuk belajar menurut Arden N. Frandsen dalam (Gunarsah,1987) adalah : 1) adanya sifat ingin tahu, 2) adanya sifat kreatif, 3) adany keinginan untuk mendapatkan simpati, 4) adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan, 5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman, 6) adanya ganjaran atau hukuman.

2.8. Perilaku Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku

Universitas Sumatera Utara

dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif (Albarracn et. al., 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia : 1. Genetik 2. Sikap adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu. 3. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial. 4. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku. (Albarracn et. al., 2005)

2.9 Kehidupan Sekolah yang Berbudaya Lingkungan Kehidupan sekolah yang berdaya lingkungan dapat dikembangkan dalam semua aspek, antara lain : a) tata tertib yang mengatur perilaku warga sekolah, b) sarana dan prasarana likungan yang mendukung : penyediaan tempat sampah, c) suasana dan iklim yang berwawasan lingkungan (Djati, 2000 ).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai