Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS NEONATORUM

A. PENGERTIAN The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. Sepsis ditandai dengan adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan. Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Mikroorganisme ini dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir (DEPKES, 2007; Surasmi, 2003). Sepsis neonatorum terjadi dalam 28 hari pertama kelahiran dan dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari (Mochtar, 2005). Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam. Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). Sampai saat ini infeksi pada neonatus masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Angka kejadian sepsis neonatal di negara maju (1-5/1000 kelahiran), sedangkan di negara berkembang masih cukup tinggi (1,8-18/1000 kelahiran hidup) dimana merupakan penyebab kematian neonatal utama (42%). Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002 bahwa angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta jiwa per tahun, dengan angka

kematian bayi (Infant Mortality Rate) sebesar 48/1000 kelahiran hidup (Depkes, 2007).

B. KLASIFIKASI Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah (bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi ke Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian (tabel 1). Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus. Bila ditemukan dua atau lebih keadaan: SIRS Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi dan desaturasi oksigen(O2) Suhu tubuh tidak stabil (<36C atau >37.5C) Waktu pengisian kapiler > 3 detik Hitung leukosit <4000x109/L atau >34000x109/L CRP >10mg/dl IL-6 atau IL-8 >70pg/ml 16 S rRNA gene PCR : Positif Terdapat satu atau lebih kriteria SIRS SEPSIS disertai dengan gejala klinis infeksi Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi SEPSIS BERAT organ tunggal Sepsis berat disertai hipotensi dan SYOK SEPTIK

kebutuhan resusitasi cairan dan obat-obat inotropik Terdapat disfungsi multi organ meskipun SINDROM telah mendapatkan pengobatan optimal Disfungsi multi organ yang berkelanjutan MULTIORGAN KEMATIAN DISFUNGSI

Sesuai dengan proses tumbuh kembang anak, variabel fisiologis dan laboratorium pada konsep SIRS akan berbeda menurut umur pasien. Pada International Concensus Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002, telah

dicapai kesepakatan mengenai definisi SIRS, Sepsis, Sepsis berat, dan Syok septik. Berdasarkan kesepakatan tersebut, definisi sepsis neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi, baik tersangka infeksi (suspected) maupun terbukti infeksi (proven). Kriteria SIRS Usia Neonatus Suhu Laju Nadi/menit Laju napas/menit Jumlah leukosit 103/mm3 Usia 0-7 hari >38,5C atau >180 <36C Usia hari <100 atau >40 >19,5 atau <5 atau >50 >34 X

7-30 >38,5C atau >180 <36C <100

Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8 Catatan: Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam tabel (salah satu di antaranya kelainan suhu atau leukosit). Tabel 2.3: Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan kuman penyebab atau Tersangka infeksi (suspected infection) bila terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain). Sepsis Sepsis berat SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka. Sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular atau disertai gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi). Syok septik Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <65 mmHg pada bayi <7 hari dan <75 mmHg pada bayi 7-30 hari). Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8

C. ETIOLOGI 1. Faktor maternal Ruptur selaput ketuban yang lama Persalinan prematur Amnionitis klinis Demam maternal Manipulasi berlebihan selama proses persalinan Persalinan yang lama

2. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula. 3. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu. (Wijayarini,2005) Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu menyebabkan sepsis. Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah kepada terjadinya sepsis. Dalam kajian ini, saya hanya membahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri oleh kerana keterbatas waktu. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Penyebab paling sering dari sepsis ialah Escherichia coli dan SGB (dengan angka morbiditas sekitar 50 70 %. Diikuti dengan malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, Candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza dan parotitis.

Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Dalam penelitian tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita-wanita di daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp. biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus. Pola penyebab sepsis ternyata tidak hanya berbeda antar klinik dan antar waktu, tetapi terdapat perbedaan pula bila awitan sepsis tersebut berlainan. Dari survei yang dilakukan oleh NICHD Neonatal Network Survey pada tahun 1998-2000 terhadap 5447 pasien BBLR (BL<1500 gram) dengan SAD dan pada 6215 pasien BBLR dengan SAL, didapatkan hasil bakteremia sebanyak 1,5% pada SAD dan 21,1% pada SAL. Pada SAD, ditemukan bakteri gram negatif pada 60,7% kasus bakteremia, dan pada SAL bakteremia lebih sering disebabkan oleh bakteri gram positif (70,2%). Bakteri gram negatif tersering pada SAD adalah E.coli (44%) sedangkan Coagulasenegative Staphylococcus merupakan penyebab tersering (47,9%) pada SAL. Selain itu, faktor lain seperti pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan, kelahiran kurang bulan, BBLR dan cacat bawaan dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan kemudian sepsis. Faktor predisposisi Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang

di derita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan pemberian minum buatan.

D. PATOFISIOLOGI Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu: 1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma. 2. Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea). 3. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut

menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus. (Surasmi, 2003) 4. Faktor predisposisi Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan pemberian minum buatan.

E. TANDA DAN GEJALA Penelitian WHO yang dipublikasikan tahun 2003, mengidentifikasikan sembilan gambaran klinis yang bisa memprediksi infeksi bakteri berat pada neonatus, yaitu: Malas minum Letargi atau malas bergerak Suhu tubuh > 38oC CRT memanjang (> 3 detik) Tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam Frekuensi nafas > 60 kali /menit Merintih Sianosis Kejang

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik.Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu:

1. Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba. 2. Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernafasan, merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung. 3. Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan syok. 4. Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, diare. 5. Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur. 6. Tanda dan gejala hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura, perdarahan, splenomegali.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Hematologi a. Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, netropeni, peningkatan ratsio netrofil imatur/total/(I/T) lebih 0,2 b. Peningkatan protein fase akut, peningkatan Ig M c. Ditemukan pada pemeriksaan kultur, pengecatan gram dalam darah, urin dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman d. Analisa gas darah ditemukan hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat e. Pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah lekosit terutama PMN, jumlah lekosit 20/ml (umur < 7 hari) dan 10/ml (umur > 7 hari) meningkatkan kadar protein, penurunan ini sesuai dengan meningitis yang sering terjadi pada sepsis

f. Gangguan metabolik hipoglikemia atau hiperglikemia, asidosis metabolik g. Peningkatan kadar bilirubin 2. Pemeriksaan Radiologi a. Pneumoni konginetal berupa konsolidai bilateral atau efusi pleura b. Pneumonia karena infeksi intra partum, berupa infiltrasi dan desrtuksi jaringan bronkopulmoner, atelektasis segmental, atau lobaris,

gambaran retikulogranuler difus (seperti penyakit membran hialin) dan efusi pleura. c. Pneumonia dan infeksi postnatal, gambaran sesuai dengan pola kuman setempat. 3. Jika ditemukan gejala neurologis, bisa dilakukan CT Scan kepala, dapat ditemuakan obstruksi aliran cairan serebrospinal, infark atau abses. Pada ultrasonografi dapat ditemukan ventrikulitis. 4. Beberapa pemeriksaan lain dapat dilakukan sesuai dengan penyakit penyerta

G. PENGKAJIAN PRIMER 1. Airways: snoring 2. Breathing: dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernafasan, merintih dan pernafasan cuping hidung. 3. Circulation: hipotensi, kulit lembab, pucat dan syok. 7. Disability: penurunan kesadaran, refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur.

H. PENGKAJIAN SEKUNDER 1. Keadaan Umum Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada, tampak sakit, menyusun buruk/intoleransi pemberian susu. 2. Sistem Pernafasan

Dispenu, Takipneu, Apneu, Tampak tarikan otot pernafasan, Merintih, Mengorok, Pernapasan cuping hidung, Sianosis 3. Sistem Kardiovaskuler Hipotensi, kulit lembab dan dingin, pucat, takikardi, bradikardi. Edema, henti jantung 4. Sistem Pencernaan Distensi abdomen, anorexia, muntah, diare, menyusu buruk, peningkatan residu lambung setelah menyusu, darah samar pada feces, hepatomegali 5. Sistem Saraf Pusat Refleks moro abnormal, inhabilitas, kejang, hiporefleksi, fontanel anterior menonjol, tremor, koma, pernafasan tidak teratur, high-pitched cry 6. Hematologi ikterus, petekie, purpura, prdarahan, splenomegali, pucat, ekimosis

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism 2. Resiko tinggi hipovolemia 3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran cairan kedalam intersisial 4. Resiko inggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan, 5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun 7. Kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi (Doenges, 2000) perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

J. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolisme Tujuan : Suhu bdan terkontrol

Kriteris hasil: Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5oC-37o C) Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekuensi napas neonatus normal 30-60x/menit) Intervensi : a) Monitoring tanda-tanda vital setiap jam dan pantau warna kulit. Rasional : Peningkatan dan perubahan tanda-tanda vital menunjukkkan proses infeksius yang akut b) Observasi adanya kejang dan dehidrasi Rasional : Hipertermi sangat berisiko menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi klien serta banyak menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya. c) Berikan kompres hangat pada leher, axilla dan lipatan paha, hindari penggunaan alkohol Rasional : Kompres hangat pada lipatan paha, leher dan axilla oleh karena daerah ini terdapat pembuluh darah besar sehingga

memungkinkan efek vasodilatasi vaskuler yang akan membantu menurunkan aliran darah perifer dan kapiler sehingga demam dapat diturunkan d) Kolaborasi dalam asetaminofen Rasional : mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus 2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan pemberian antipiretik, misalnya aspirin,

hipovolemia Intervensi : a) Pertahankan tirah baring Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen b) Pantau perubahan pada tekanan darah Rasional: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan

mikroorganisme menyerang aliran darah

c) Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia Rasional: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia d) Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas Rasional: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak e) Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya Rasional: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal f) Kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan Rasional: mengetahui status syok yang berlanjut g) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral Rasional: mempertahankan perfusi jaringan h) Kolaborasi dalam pemberian obat Rasional: mempercepat proses penyembuhan

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial Intervensi : a) Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya Rasional: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia b) Pantau tekanan darah dan denyut jantung Rasional: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah c) Kaji membrane mukosa Rasional: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi d) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid Rasional: cairan dapat mengatasi hipovolemia

4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan.

Intervensi: a) Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler Rasional: meningkatkan ekspansi paru-paru b) Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas Rasional: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin c) Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengik Rasional: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmonal/ edema intersisial d) Catat adanya sianosis sirkumoral Rasional: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate e) Selidiki perubahan pada sensorium Rasional: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan

oksigenisasi

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Tucker Susan Martin, at al.. 1999. Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis dan evaluasi. Jakarta: EGC Dongoes, Marlyn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Arif, mansjoer 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC Behrman 2000. Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC Bobak 2005. Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai