Anda di halaman 1dari 31

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) I.1.1. Definisi Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA mengandung 3 unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut : a. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). c. Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (DepKes. RI, 1998 : 3 dan 4). Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk bernafas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru, dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

Di bawah ini adalah ilustrasi saluran napas manusia. Infeksi dapat terjadi sepanjang saluran napas manusia mulai dari hidung, rongga sinus, faring, laring, trakea, bronkus, dan paruparu.

Gambar II.1.a : Anatomi Sistem Respirasi I.1.2 Etiologi Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis penyakit bakteri, virus, dan riketsia. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenvirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (DepKes.RI, 1998 : 5).

I.1.3Tanda dan Gejala Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa : Batuk Kesulitan bernafas Sakit tenggorokan Pilek

Demam Sakit kepala (DepKes.RI, 1993 : 1)

I.1.4 Patofisiologi Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal disaluran nafas. Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan tersebut Akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah.

I.1.5 Bahaya Infeksi Saluran Pernafasan Akut Salah satu bahaya atau akibat terburuk dari ISPA adalah kematian. Berdasarkan data-data dari Departemen Kesehatan maka angka kematian bayi di Indonesia adalah 90,3 per 1.000 kelahiran hidup berarti dari 1.000 bayi yang dilahirkan hidup lebih dari 90 orang di antaranya meninggal sebelum mencapai 1 tahun. Angka kematian balita di Indonesia adalah 17,8 per 1.000 balita. Berarti dari 1.000 balita yang ada di Indonesia lebih dari 17 orang diantaranya akan meninggal sebelum usia 5 tahun oleh berbagai sebab. Menurut penelitian yang dilakukan tahun 1980, 22,1% sebab kematian bayi di Indonesia adalah akibat ISPA. Sedangkan data tahun 1983 menunjukkan bahwa hampir 40% kematian anak berumur 2 tahun sampai 12 bulan adalah disebabkan oleh ISPA (DepKes.RI, 1985 : 8). Sebab keparahan penyakit pada anak yang menderita ISPA adalah : a. Pertolongan medis yang terlambat : Banyak anak yang meninggal tidak lama setelah tiba di rumah sakit karena pada waktu itu keadaan mereka sudah payah baru dibawa oleh orang tuanya ke rumah sakit. b. Kekurangan gizi :

Banyak penderita ISPA yang menderita kekurangan gizi. d. Adanya penyakit lain : Banyak anak yang disamping menderita ISPA juga menderita penyakit-penyakit lain pada waktu yang bersamaan. Bahaya lain dari ISPA adalah terjadinya gangguan pernafasan masa dewasa jika pada usia anak-anak sering mendapat serangan ISPA : Sumbatan pada saluran nafas di paru-paru sehingga sering menderita sesak nafas. Serangan penyakit asma jika mempunyai bakat alergi.

Jelaslah bahwa disamping kematian, ISPA dapat pula berakibat gangguan pernafasan hingga orang tersebut tidak dapat bekerja keras dan bekerja berat, sehingga mungkin dapat menjadi beban masyarakat atau keluarganya.

I.1.6 Pembagian ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Atas Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian atas dan bawah secara bersamasama atau berurutan, tetapi beberapa di antaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran nafas secara nyata. Yang tergolong Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah : Nasofaringitis akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk Tonsilitis dan Faringotosilitis) dan rhinitis. Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli) (Pusdiknakes, 1993 : 105). Dan menurut Pusdiknakes (1990 : 20) tentang perawatan bayi dan anak ISPA dibagi dalam tiga macam, yaitu :

a. Ringan Bila timbul batuk tidak mengganggu tidur, dahak encer, tidak ada anoreksia, panas tidak begitu tinggi, misalnya rhinitis, rhinofaringitis. b. Sedang Dahak kental, ingus kental, panas tinggi (38oC), anoreksia, sesak, sakit saat menelan, misalnya tonsilofaringitis, laringo traceobronchitis. c. Berat Panas tinggi disertai nafas ngorok, stridor, kadang-kadang disertai penurunan kesadaran, misalnya pada pneumonia.

I.1.7 Pengobatan dan Perawatan ISPA Ringan Pengobatan dan perawatan penderita ISPA ringan dilakukan di rumah. Jika anak menderita ISPA ringan maka yang harus dilakukan adalah hal-hal sebagai berikut (DepKes.RI, 1985 : 6 dan 7) : a. Demam 1) Bila demam dilakukan kompres. Cara mengompres adalah sebagai berikut : Ambillah secarik kain yang bersih (saputangan atau handuk kecil). Basahi atau rendam kain tersebut dalam air dingin yang bersih atau rendam kain tersebut dalam air dingin yang bersih atau air es, kemudian peras. Letakkan kain di atas kepada atau dahi anak tapi jangan menutupi muka. Jika kain sudah tidak dingin lagi basahi lagi dengan air, kemudian peras lalu letakkan lagi di atas dahi anak. Demikian seterusnya sampai demam berkurang.

2) Berikan obat penurun panas dari golongan parasetamol. b. Pilek Jika anak tersumbat hidungnya oleh ingus maka usahakanlah membersihkan hidung yang

tersumbat tersebut agar anak dapat bernafas dengan lancar. Membersihkan ingus harus hati-hati agar tidak melukai hidung. c. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan Suruhlah anak beristirahat atau barbaring di tempat tidur. Berikan cukup minum tapi jangan berikan air es atau minuman yang mengandung es. Dapat diberikan teh manis, air buah atau pada bayi dapat diberikan air susu ibu. Berikan makanan yang cukup dan bergizi. Anak jangan dibiarkan terkena hawa dingin atau hawa panas. Pakaian yang ringan hendaknya dikenakan pada anak tersebut. Hindarkanlah orang merokok dekat anak yang sakit dan hindarkan asap dapur atau asap lainnya mengenai anak yang sakit. Perhatikan apakah ada tanda-tanda ISPA sedang atau ISPA berat yang memerlukan bantuan khusus petugas kesehatan. Pencegahan ISPA Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA Pengobatan segera

Faringitis II. 1 Definisi Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid. II. 2 Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. II. 3 Insidens Setiap tahunnya 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan 200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak. Puncak insidensi bacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang disebabkan infeksi grup a streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia <3 tahun. II. 4 Patogenesis Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat

hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

II. 5 Klasifikasi Faringitis II. 5. 1 Faringitis Akut a. Faringitis Viral Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. b. Faringitis Bakterial Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam - Anterior Cervical lymphadenopathy - Tonsillar exudates - absence of cough Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A. c. Faringitis Fungal Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. II. 5. 2 Faringitis Kronik Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,

iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. a. Faringitis Kronik Hiperplastik Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. b. Faringitis Kronik Atrofi Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. II. 6 Gejala klinis Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit. II. 7 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher. Faringitis Virus Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan Faringitis Bakteri Sering ditemukan nanah di tenggorokan

Demam ringan atau tanpa demam Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri II. 8 Pemeriksaan Penunjang

Demam ringan sampai sedang Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose antara lain yaitu : - pemeriksaan darah lengkap - GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A - Throat culture Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas. II. 9 Penatalaksanaan Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 46 kali pemberian/hari. Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik.

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik ( electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi radang tenggorokan antara lain : 1) cukup beristirahat 2) berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari 3) bagi perokok harus berhenti merokok 4) banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi 5) minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik. (George, 1997). II. 10 Prognosis Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. II. 11 Komplikasi Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

BAB II ILUSTRASI KASUS II.1 KASUS Tn. S usia 50 tahun datang ke Poli pemeriksaan umum di Rumah Sakit Islam Malang dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1 minggu ini. Nyeri tenggorokan disertai dengan batuk dan pilek juga sejak 1 minggu yang lalu. Saat ini keluhan pilek dirasakan sudah berkurang namun masih batuk-batuk terutama di malam hari. Pasien merupakan perokok aktif dan merokok sudah sejak usia 30 tahun.

II.2 IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan terakhir Agama Alamat Status Perkawinan Suku Tanggal Periksa : Tn. S : 50 Tahun : Laki-laki : Guru : S1 : Islam : Ds.Antasan, RT5/RW3, Malang : Menikah : Jawa : 10 Februari 2012

II.3 ANAMNESIS (Alloanamnesa) 1. Keluhan Utama :

Nyeri tenggorokan sejak 1 minggu ini 2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri tenggorokan dirasakan sejak 1 minggu ini, nyeri tenggorokan disertai dengan batuk dan pilek juga sejak 1 minggu yang lalu. Saat ini keluhan pilek sudah berkurang tetapi masih sering batuk berdahak terutama malam hari. 5 hari yang lalu pasien juga mengeluh badan nya panas dan meriang tetapi saat ini sudah berkurang. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Serupa : : Sering demam, batuk dan pilek

Riwayat Mondok diperiksakan ke dokter

: Tidak pernah MRS/opname, jika sakit

Riwayat Sakit Gula Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Hipertensi Riwayat Sakit Kejang Riwayat Alergi Obat Riwayat Alergi Makanan :

: Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa Riwayat Hipertensi Riwayat Sakit Gula Riwayat Jantung Riwayat Sakit Kejang : : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

: Tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan Riwayat Merokok Riwayat Minum Alkohol Riwayat Olahraga

: Perokok aktif sejak usia 30 tahun : Tidak pernah : Jarang berolahraga : Menonton televisi dan berkumpul

Riwayat Pengisisan Waktu Luang

dengan keluarga di rumah. Terkadang pergi rekreasi bersama keluarga. 6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Tn.S dikenal sebagai masyarakat yang aktif di lingkungannya, sering mengikuti kegiatan kemasyarakatan di desanya. Pasien bekerja sebagai guru yang mengajar di Sekolah Menengah Pertama di daerah Batu, Malang. Tn. S memiliki 1 orang istri dan 2 orang anak, yang keduanya saat ini bersekolah di SMP tempatnya mengajar. 7. Riwayat gizi :

Kesan gizi cukup, Tn. S makan 2 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk.

II.4 ANAMNESIS SISTEM 1. Kulit :

Berwarna sawo matang, tidak pucat, tidak gatal, tidak kering atau mengelupas. 2. Kepala :

tidak pusing dan sakit kepala, rambut kepala tidak rontok, tidak ada luka maupun benjolan. 3. Mata :

Pandangan mata normal, penglihatan tidak kabur. 4. Hidung :

Tidak tersumbat, tidak mimisan 5. Telinga :

Pendengaran baik, tidak berdengung dan tidak ada cairan yang keluar. 6. Mulut :

Tidak ada sariawan dan tidak kering 7. Tenggorokan :

Sakit menelan dan serak 8. Pernafasan :

Batuk berdahak sejak 7 hari yang lalu, tidak ada sesak 9. Kardiovaskuler :

Tidak ada nyeri dada dan tidak berdebar-debar 10. Gastrointestinal :

Tidak mual, tidak muntah, tidak ada diare , nafsu makan menurun, tidak ada nyeri perut, BAB 1x/hari. 11. Genitourinaria :

BAK 3x/hari, kencing malam hari 1x/hari, warna dan jumlah dalam batas normal. 12. Neurologik Tidak pernah kesemutan. 13. Psikiatri : : kejang 1, tidak lumpuh maupun rasa tebal pada kaki maupun

Emosi stabil, tidak mudah marah 14. Muskuloskeletal : tidak ada kaku sendi, tetapi ada nyeri otot. 15. Ekstremitas Atas kanan Atas kiri Bawah kanan Bawah kiri : : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka

II.5 PEMERIKSAAN FISIK 2. Keadaan Umum 3. Kesadaran 4. Tanda Vital 5. Kulit hangat. 6. Kepala 7. Mata 8. Hidung tidak ada obstruksi. 9. Mulut : Tidak bau mulut, tidak ada stomatitis, gigi normal, kelainan lidah tidak ada, bibir kering, mukosa faring hiperemi, pembesaran tonsil T1/T1 10. Telinga pendengaran normal. : Tidak ada sekret, tidak ada serumen, tidak ada benda asing, membran timpani intake, : : : BB TB BMI : 70 kg : 170 cm : 24 Normoweight : Tampak sakit ringan, datang dengan ditemani oleh istrinya : Compos mentis, GCS: 4,5,6 :

Tensi Nadi RR Suhu

: 120/80 mmHg : 80x/menit : 28x/menit : 37,5 C :

Berwarna sawo matang, tidak pucat, tidak ada gatal, kulit tidak kering, teraba

Bentuk kepala normal, rambut kepala tidak rontok, tidak ada luka maupun benjolan Anemi -/-, Ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya +/+. Tidak ada deformitas, tidak ada atrofi konka, mukosa intake , ada sekret dan krusta,

11. Tenggorokan 12. Leher 13. Thoraks Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : :

: : : : Bentuk simetris, pernafasan thorakoabdominal, tidak ada retraksi : Tidak ada krepitasi, simetris : Sonor : Vesikuler, tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi

Simetris, tidak ada pembesaran kel.tiroid Tidak ada kaku, JVP normal, ada pembesaran KGB

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi ICS 5

: Iktus Cordis ICS 5 (Palpable) : Iktus Cordis ICS 5 (palpable) : Batas jantung kiri : MCL, kanan : Sternum, atas : ICS 2, bawah :

Auskultasi : S1-S2 : normal, tidak ada S3, Tidak ada Murmur : : Tidak ada distensi, tidak ada massa maupun jaringan parut,

14. Abdomen Inspeksi simetris.

Auskultasi : Bising usus normal Perkusi Palpasi : Timpani : Shuffle, tidak ada asites, tidak ada defen muskuler, tidak ada :

pembesaran hepar maupun lien, tidak ada pulsasi abnormal. 15. Sistem Collumna Vertebralis 16. Pemeriksaan Neurologik Fungsi Vegetatif : Normal Fungsi Sensorik Fungsi Motorik : Normal : Normal tidak ada skoliosis, lordosis maupun kifosis, tidak ada luka maupun benjolan

17. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan : Wajah lesu, datang dengan ditemani istrinya

Afek Psikomotor Proses berfikir o Bentuk o Isi o Arus

: Normal/sesuai : Normal tetapi cenderung diam : : Realistik : Tidak ada halusinasi, tidak ada waham : koheren : Baik

Insight

II.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan Darah lengkap Hb Leukosit LED Trombosit PCV Eritrosit : 12 g/dL : 12.000 L : 20 mm/jam : 254.000 L : 40 % : 3.74 juta/mm3 (12- 16 mg/dL) (4-10 ribu mg/dL) (2-20 mm/jam) (150- 400 ribu ) (37- 48 %) (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 2/1/-/59/31/7 lapang pandang Pemeriksaan Kimia Darah Glukosa puasa Glukosa 2 jam pp Kolesterol total HDL Kolesterol LDL Kolesterol Trigliserida BUN Asam Urat Creatinin : 90 mg/dl : 120 mg/dl : 150 mg/dL : 40 mg/dL : 110 mg/dL : 160 mg/dL : 11 mg/dL : 5.0 mg/dL : 1,0 mg/dL (70-100 mg/dL) (<140 mg/dl) (<200 mg/dl) (35-65 mg/dL) (< 130 mg/dL) (< 200 mg/dL) (N: 10-20 mg/dL) (N: 2.5-6.0 mg/dL) (N: < 1.5 mg/dL)

II.7 WORKING DIAGNOSIS:

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Faringitis Akut)

II.8 TERAPI dr. Maisitah, S. Ked SIP : 207 121 0040 Praktek/ Rumah : Jln Tata Surya 3/5 Malang 085951123079 Hari Praktek : Senin- Jumat Pagi 07.00-09.00 WIB Sore 16.00-20.00 WIB Malang, 10 Februari 2012 R/ Amoxicillin Tab. mg 500 No. XV S 3 dd tab. I h p.c ### R/ Parasetamol Tab. mg 500 N0. XII S 4 dd Tab. I h p.c ### R/ Glyseril guaicolatTab. mg 100 N0. IX S 3 dd Tab. I h p.c ###

Pro

: Tn. S

Umur :50 tahun

BAB III PEMBAHASAN

III.1 Antibiotik Amoksisilin Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia amoksisilin adalah sebagai berikut :

Rumus molekul Berat molekul Pemerian Kelarutan

: C16H19N3O5S.3H2O : 419, 45 365, 9 dalam bentuk anhidrat : serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau. : sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam benzena, dalam

karbon tetraklorida dan dalam kloroform. III.1.1 Indikasi Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Siswandono, 2000).

III.1.2 Farmakologi Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti yang tertera diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tipoid. Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap penisilinase (Siswandono, 2000). Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan -laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus poripori dalam membran fosfolipid luar. Untuk pemberian oral, Amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral (Neal, 2007). Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang efek terapi (Siswandono, 2000). Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna (Siswandono, 2000). Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu masalah, karena adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase. Pembentukan dengan penghambat laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam melindungi amoksisilin atau ampisilin dari hidrolisis enzimatik dan meningkatkan spektrum antimikrobanya (Mycek, 2001). III.1.3 Interaksi Obat Menurut Widodo (1993), amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan senyawa lain bila diberikan dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut antara lain: 1) Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika (misal Probenesid), Diuretika, dan Asamasam lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan Phenilbutazon). 2) Pemberian bersamaan AntasidaAlumunium tidak menurunkan ketersediaan biologik dari Amoksisilin.

3) Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi reaksi kulit alergik. 4) Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon. 5) Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin. 6) Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin. 7) Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa. III.2 Parasetamol (Asetaminofen) Acetaminophen adalah salahsatu obat yang paling penting untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang bilamana efek antiinflamasi tidak diperlukan. Phenacetin, sebuah prodrug yang dimetabolisme menjadi acetaminophen, lebih toksik daripada metabolit aktifnya dan tidak mempunyai indikasi rasional. Acetaminophen adalah metabolit aktif dari phenacetin yang bertanggung jawab akan efek analgesiknya. Ia adalah penghambat prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan. III.2.1 Farmakokinetika Acetaminophen diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan perut dan konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalm 30-60 menit. Acetaminophensedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukuronida acetaminophen yang secara farmakologis tidak aktif.Kurang dari 5% dieksresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif (N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh acetaminophen adalah 2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya dapat meningkat 2 kali lipat atau lebih. III.2.2 Indikasi Sekalipun ekivalen dengan aspirin sebagai agen analgesik dan antipiretik yang efektif, acetaminophen berbeda karena sifat antiinflamasinya lemah. Ia tidak mempengaruhi kadar asam urat dan sifat penghambatan plateletnya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai

sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pascapersalinan, dan keadaan lain dimana aspirin efektif sebagai analgetik. Acetaminophen saja adalah terapi yang tidak adequat untuk inflamasi seperti RA, sekalipun ia dapat dipakai sebagai tambahan analgetik terhadap terapi antiinflamasi. Untuk analgesia ringan, acetaminophen adalah obat yang lebih disukai pada pasien yang alergi terhadap aspirin atau bilamana salisilat tidak bisa ditolerir. Ia lebih disukai daripada aspirin pada hemofilia, atau dengan riwayat ulkus peptikum dan pada mereka yang bronkospasme akibat aspirin. Acetaminophen tidak mengantagonis efek-efek agen urikosurik, ia dapat dipergunakan bersama dengan probenecid dalam pengobatan pirai. Ia lebih disukai daripada aspirin pada anakanak dengan infeksi virus. III.2.3 Dosis Nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan 325-500 mg empat kali sehari dan secara proporsional dikurangi untuk anak-anak.

III.3 Gliseril Guaiakolat Rumus Bangun :

Nama Kimia Rumus Molekul Berat Molekul Pemerian Kelarutan

: Guaifenesin : C10H14O6 : 198,22 : Serbuk hablur, putih sampai agak kelabu; bau khas lemah; rasa pahit. : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam propilen

glikol; agak sukar larut dalam gliserin.

Syarat kadar

: mengandung , tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% darI

jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995). III.3.1 Tablet Gliseril Guaiakolat Tablet Gliseril Guaiakolat atau disebut juga Guaifenesin adalah derivat-guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk populer. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot (Tjay, 2007). Ekspektoran adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspektoransi). Penggunaan obat Gliseril Guaiakolat hanya didasarkan tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter. Belum ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan (Setiabudy, 2007). Batuk berfungsi untuk melindungi tubuh dengan mengeluarkan dan membersihkan jalan napas dari zat-zat asing. Obat batuk termasuk salah satu cara penanganan batuk disamping cara lainnya seperti minum banyak cairan. Obat ini berfungsi untuk meredakan gejala penyakit saja. Tablet Gliseril Guaiakolat termasuk jenis obat batuk basah. Obat batuk ini digunakan untuk batuk yang memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan dan terasa ringan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan Gliseril Guaiakolat: - Jangan gunakan lebih dari 7 hari tanpa izin dokter - Minumlah 1 gelas air setiap minum obat ini - Tidak diperbolehkan untuk alergi Contoh Merek Obat : Guaipim, Pasaba, Pectorin, Phenex, Probat, Triadex Expektoran (Widodo, 2004). Golongan/Kelas Terapi : Obat untuk saluran napas Indikasi Kontraindikasi Dosis Dewasa Anak-ana Efek samping : Penggunaan untuk batuk yang membutuhkan pengeluaran dahak. : Hipersensitivitas terhadap produk Guaifenesin. : Oral 46 dd 100200 mg : Sehari 3 kali 12 tablet : Sehari 3 kali tablet. : Berupa iritasi lambung (mual, muntah) yang dapat dikurangi bila

diminum dengan segelas air. Stabilitas Penyimpanan : Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat

penyimpanan. Simpan dalam wadah yang tertutup rapat. Mekanisme kerjanya : Merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus & sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada disaluran napas (Tjay, 2007).

BAB IV PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher. Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik. Terapi non medikamentosa yang dapat diberikan antara lain : Beristirahat atau barbaring di tempat tidur. Berikan cukup minum tapi jangan berikan air es atau minuman yang mengandung es. Dapat diberikan teh manis, air buah atau pada bayi dapat diberikan air susu ibu.

Berikan makanan yang cukup dan bergizi. Pasien Jangan dibiarkan terkena hawa dingin atau hawa panas. Pakaian yang ringan hendaknya dikenakan pada penderita.

Hindari merokok dan hindarkan asap dapur atau asap lainnya yang dapat mengenai penderita

Perhatikan apakah ada tanda-tanda ISPA sedang atau ISPA berat yang memerlukan bantuan khusus petugas kesehatan.

IV.2 SARAN ISPA merupakan pnyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak maupun dewasa sehingga pencegahan yang baik dan benar akan mampu mengurangi angka kejadiaannya. Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah : Mengusahakan agar kita mempunyai gizi yang baik Mengusahakan kekebalan diri dengan imunisasi Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan Mencegah kontak/berhubungan dengan penderita ISPA Pengobatan segera

Pendekatan secara holistik dan komprehensif mengenai peran dan fungsi keluarga akan sangat mendukung kualitas kesehatan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1997. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC. American Medical Association. Acute respiratory tract infection guideline summary. AMA 2007 Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksi-infeksi Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak Bagian 2. EGC. Jakarta; 297-98. Kelly LF. Pediatric Cough and cold preparations. Pediatr. Rev. 2004;25;115-123. Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok: Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta; 118. Nizar NW, Mangunkusumo E. 2000. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Soepardi, ES., Iskandar M, 2007. Buku Ajar Ilmu KesehatanTelinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI Woensel JBM, dkk. Viral lower respiratory tract infection in infants and young children. BMJ 2003;327;36-40 WHO. Cough and cold remedies for the treatment of acute respiratory infection in young children. WHO;2001.

Anda mungkin juga menyukai