Menua atau menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan u/ memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Constantinides, 1994). Menua merupakan suatu proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia, yang dimulai dari anak, dewasa, hingga akhirnya menjadi tua, dan merupakan sesuatu yang harus terjadi dan tidak dapat dihindari oleh siapapun. Menua menyebabkan beberapa perubahan dalam diri seseorang, baik dari segi anatomis, fisiologis, dan psikologis, dan hal tersebut mempengaruhi fungsi dan kehidupan seseorang secara keseluruhan. Dalam penuaan terjadi kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur dan keriput, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan memburuk, gerakan lambat dan bentuk tubuh yang tidak lagi proposional. Gangguan sistem penglihatan pada lansia merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh lansia. Terjadinya penurunan fungsi penglihatan pada lansia membuat kepercayaan diri lansia berkurang dan mempengaruhi dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari. Perubahan sistem penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata (katarak). Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke lobus oksipitalis dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi air mata oleh kalenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam dan marun tampak sama, pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada resiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objekobjek dengan jelas. Semua hal diatas dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia.
BAB II PEMBAHASAN
1. Anatomi bola mata a. Conjuctiva : selaput lendir yang mengandung banyak pembuluh darah. b. Sklera : suatu lapisan luar yang keras dan opak di posterior yang mengandung jaringan ikat kolagen yang kenyal dan memberikan bentuk pada bola mata. c. Kornea : suatu lapisan luar yang keras dan transparan di anterior (selaput bening mata) yang tembus cahaya dan avaskuler. d. Uvea : lapisan vascular yang merupakan jaringan lunak, terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. e. Pupil. f. Sudut bilik mata depan. sehingga difokuskan pada retina. h. Badan kaca : mengisi sebagian besar bola mata dibelakang lensa, bening, dan konsistensinya lunak. Avascular. i. Retina : membran bening dan tipis terdiri atas penyebaran serabut serabut saraf optik, letaknya diantara badan kaca dan koroid. g. Lensa mata : badan yang bening dan bikonveks, berfungsi membiaskan cahaya
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001). Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006). Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006). Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina (Saladin, 2006). Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan
mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic (Seeley, 2006). Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri (Seeley, 2006). Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:
3. Gangguan Penglihatan pada Usia Lanjut a. Perubahan sistem lakrimalis Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut, dimana dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesis yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan. Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan 5
memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time b. Perubahan refraksi Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus siliaris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung. Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factorfaktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia,merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat : Kelemahan otot akomodasi Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan berupa : mata lelah, berair dan sering terasa pedas setelah membaca membaca selalu dijauhkan agar lebih jelas sukar melihat dekat terutama pada malam hari atau pada ruangan yang kurang terang. Terapinya adalah : kacamata lensa spheris positif dengan kekuatan tertentu sesuai dengan usia, biasanya : + 1,0 D untuk usia 40 tahun 6
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun + 3,0 D untuk usia 60 tahun + 3,0 D untuk usia 60 tahun ke atas Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 Dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subyektif sehingga angkaangka di atas tidak merupakan angka yang tetap. c. Produksi humor aqueous Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirakan produksi H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil dibanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
d. Perubahan muskulus siliaris Dengan bertambahnya usia, bentuk dari muskulus siliaris mengalami perubahan. Pada masa kanak-kanak muskulus tersebut cenderung datar, namun semakin bertambah usia seseorang serabut otot dan jaringan ikatnya bertambah sehingga muskulus tersebut menjadi lebih tebal, terutama bagian inferior. Proses tersebut berlanjut dan mencapai tebal maksimal pada usia lebih kurang 45 tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi dimana muskulus tersebut mengalami proses atropi, juga hialinisasi. Tampak peningkatan jaringan ikat diantara serabut-serabut muskulus siliaris dan nukleusnya menipis. Tampak pula butiran lemak dan deposit kalsium diantara serabut muskulus tersebut. Dengan bertambahnya usia terjadi penurunan amplitudo akomodasi dengan manifestasi klinis yaitu presbiopia. Penurunan amplitudo akomodasi ini dikaitkan dengan perubahan serabut lensa yang menjadi padat dan kapsulnya kurang elastis, sehingga lensa kurang dapat menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan kompensasi sehingga mengalami hipertropi. Proses ini
terus berlanjut dengan semakin bertambahnya usia sehingga terjadi manifestasi presbiopia. e. Proses Penuaan Pada Kornea e.1 Arcus Senilis (Gerontoxon, Arcus Cornea) Merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan arcus senilis ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi lemak yang berwarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea. Mula-mula timbulnya dibagian inferior kemudian diikuti bagian superior berlangsung luas dan akhirnya berbentuk cincin (anulus senilis). Etiologi arkus senilis diduga ada hubungannya denga peningkatan kolesterol dan low density lipoprotein (LDL). Bahan yang membentuk cincin tersebut terdiri dari ester kolesterol, kolesterol dan gliserid. Arkus senilis mulai dijumpai pada usia 4060 tahun dan terjadi pada hampir pada semua orang yang berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya dibanding wanita. e.2 Perubahan sensitivitas dan fragilitas kornea lansia Dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensitivitas kornea yang ditimbulkan oleh rangsangan mekanis. Bagian sentral kornea lebih lama menurunnya disbanding dengan bagian lainnya. Pengukuran CTT (Corneal Touch Treshold) pada orang sehat yang berbeda usianya yaitu dengan merangsang kornea menggunakan benang nylon microfilamen dengan berbagai ukuran panjang, menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7-40 tahun. Mulai awal dekade kelima CTT menjadi lebih tinggi, secara bermakna dan bertambah dengan semakin bertambahnya usia. Pada usia 80 tahun, hampir 2 kalinya CTT usia 10 tahun. Penyebab dari penurunan sensitivitas kornea kemungkinan disebabkan penebalan jaringan fibrous kornea, penurunan kandungan air atau atrofi serabut-serabut saraf. Fragilitas kornea diukur dengan menentukan seberapa besar tekanan yang diperlukan untuk mencapai ambang kerusakan secara mekanis. Sampai usia 40 tahun fragilitas kornea masih tetap sama. Berdasarkan pengalaman klinis hal ini sejalan dengan peningkatan fragilitas kulit pada usia yang makin lanjut f. Perubahan struktur kelopak mata Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada : 8
1. M.orbicular 2. Retractor palpebra inferior 3. Tarsus 4. Tendo kantus medial/lateral 5. Aponeurosis muskulus levator palpebra 6. Kulit Berikut penjelasan dari uraian diatas : 1. M.orbicular Perubahan pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana pada enteropion musculus tersebut berpindah posisi ke tepi bawah tarsus, sedangkan pada ektropion musculus tersebut relatif stabil Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tarsus akan menebal sehingga secara mekanik akan memperberat ektropionnya.
2.
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion. 3. Tarsus
Bilamana tarsus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata. 4. Tendo kantus medial/lateral Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kantus medial/ lateral sehingga secara horizontal kekencangan palpebra berkurang. Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau 9
eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus. 5. Aponeurosis muskulus levator palpebra Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bisa diatasi dengan tindakan operasi .
6.
Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalasis. Gejala dan tanda : 1. Kesulitan menggangkat palpebra superior 2. Rasa tidak enak di daerah perorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra. 3. Terbatasnya lapangan pandang superior 4. Keluhan kosmetik. Penanganan : Dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan. Dengan terjadinya perubahan struktur pada kelopak mata tersebut akibat proses penuaan, maka secara klinis manifestasi yang sering dijumpai adalah : 1. Entropion involusional Entropion merupakan suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra ke arah dalam. Hal ini menyebabkan bulu mata tumbuh ke arah dalam sehingga menggeser jaringan konjungtiva dan kornea. Keadaan ini disebut
10
trikiasis. Pada lanjut usia, entropion diakibatkan oleh degenerasi jaringan kelopak mata, disebut ENTROPION SENILIS. Gejala dan tanda : mata merah berair rasa gatal Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi kornea. Bila berlanjut dapat menyebabkan ulcus kornea. Penanganannya adalah dengan mengkoreksi entropion yaitu dengan cara : tanpa pemendekkan horisontal plikasi retraktor palpebra inferior jahitan eversi prosedur Weis ( splitting palpebra transversa + jahitan eversi ) dengan atau
2. Ektropion Senilis/ involusional Ektropion merupakan keadaan dimana tepi kelopak mata membeber atau mengarah keluar sehingga bagian dalam kelopak atau konjungtiva tarsal berhubungan langsung dengan dunia luar. Hal ini menyebabkan mata selalu berair karena air mata tidak dapat disalurkan ke punctum lakrimalis inferior. Pada lanjut usia ektropion disebabkan oleh relaksasi atau kelumpuhan otot orbicularis okuli, disebut Ektropion Senilis.
3. Konjungtiva bulbi hiperemi Penanganan : Koreksi ektropion dengan cara : 1. Lazy T 2. Eksisi diamond tarsokonjungtiva 3. Pemendekan palpebra horizontal
Kelainan ini terjadi karena aponeurosis m. levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan akibat bertambahnya usia. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m. levator palpebra namun m. levatornya sendiri relatif stabil sepanjang usia. Bila blefaroptosis ini mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan dapat diatasi dengan tindakan operasi. 4. Dermatokalasis
12
Gambar 6. Dermatolakalasis
Gambar 7. Post-Blefaroplasti
Pada lanjut usia kulit palpebra mengalami atrofi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke anterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalasis. g. Perubahan struktur jaringan dalam bola mata 1. Lensa Cyrstallina Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20 tahun nukleus mulai terbentuk. Semakin bertambah umur nukleus semakin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian korteks semakin menipis, elastisitas jadi berkurang (membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh (Sklerosis).). 2. Iris Mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi tampak ada bercak berwarna muda sampai putih. 3. Pupil Pupil mengalami konstriksi, mula-mula berdiameter 3 mm, pada usia lanjut terjadi penurunan 1 mm dan refleks cahaya langsung melemah 4. Badan kaca (vitreous) Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer (synchisis), dapat menimbulkanm keluhan photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola mata). 5. Retina Terjadi degenerasi ( Senile Degeneration). Gambaran fundus mata mula-mula merah jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigmen (Tygroid Appearance) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor 13
berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi penyempitan lapang pandang. 6. Syaraf Optik (Nervus Opticus) Jumlah akson syaraf optik berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna papil Syaraf optik lebih pucat. Atrofi peripapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna pucat sekeliling papil. h. Perubahan Fungsional Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus kurang tajam dibandingkan pada usia muda.keluhan silau (Fotofobia) timbul akibat proses penuaan pada kornea dan lensa.
4. Aspek klinis
Morgagni : korteks lensa berbentuk sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam kedalam korteks lensa karena lebih berat.
Penatalaksaan Katarak Senilis Tidak ada satupun obat yang dapat diberikan untuk katarak senil kecuali tindakan bedah. Bedah katarak senil dibedakan dalam bentuk ekstraksi lensa intrakapsular dan ekstraksi lensa ekstrakapsular.
Ekstraksi lensa intrakapsular Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Lensa dikeluarkan bersama-sama dengan kapsul lensanya dengan memutus zonula zinn yang telah pula mengalami degenerasi Ekstraksi lensa ekstrakapsular Pada keadaan tertentu, katarak senil tidak dapat dilakukan ekstraksi lensa intrakapsuler, hal ini mungkin karena keadaan sebagai berikut : Terdapat sinekia posterior bekas uveitis sehingga kapsul lensa melekat erat dengan iris Badan kaca cair atau pasien sangat gelisah shingga kapsul posterior perlu tinggal menahan badan kaca Implantasi lensa intraokular pada bilik mata belakang
Penyulit yang dapat timbul adalah terdapat korteks lensa yang akan membuat katarak sekunder b. Glaucoma Adalah penyakit mata dengan tanda tekanan intra okuler meninggi, penyempitan lapang pandang dan atrofi papil saraf optikus, umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun. Ada dua macam glaucoma : a. Primer Ada dua macam: 1. Glaucoma sudut sempit / tertutup
15
2.Glaucoma sudut lebar / terbuka b. Sekunder, akibat dari penyakit mata yang lain
Pemeriksaan diagnostik 1. Tonometri (dengan schitz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek klinis. 2. Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior, meliputi kornea, iris dan lensa. 3. Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi bersamaan. 4. Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka, pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma sudut tertutup
16
5. Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma sudut terbuka. 6. Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
PENATALAKSANAAN Glaukoma sudut terbuka Tujuan pengobatan : memperlancar pengeluaran aquous humour mengurangi produksi aquous humour
Medikamentosa : supresi pembentukan aqueous humor fasilitasi aliran keluar aqueous humor penurunan volume vitreus miotik, midriatik, dan sikloplegik
Pembedahan : trabekulektomi
Glaukoma sudut tertutup akut Tujuan pengobatan : merendahkan TIO secepatnya melakukan pembedahan apabila TIO normal dan mata tenang
Pada serangan akut, sebaiknya tekanan diturunkan terlebih dahulu Medikamentosa : supresi pembentukan aqueous humor fasilitasi aliran keluar aqueous humor penurunan volume vitreus 17
Pembedahan : Medikamentosa 1. Supresi pembentukan aqueous humor Penyekat beta adrenergik Obat yang berkerja menghambat rangsangan simpatis dan mengakibatkan penurunan TIO KI : penyakit obstruksi jalan napas kronik ES : depresi, kebingungan, fatigue Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol, levobunolol, metipranol, carteolol iridektomi perifer hanya pembedahan yang dapat mengobati glaukoma akut
Penghambat anhidrase karbonat topikal Efektif digunakan sebagai tambahan ES : rasa pahit sementara, blefarokonjungtivitis alergi
Penghambat anhidrase karbonat sistemik Dapat menekan pembentukan aqueous humor sebanyak 40-60% Digunakan pada glaukoma kronik bila pengobatan topikal kurang memuaskan dan pada glaukoma akut bila TIO sangat tinggi dan perlu segera dikontrol Acetazolamide, diklorfenamide, methazolamide
2. Fasilitasi aliran keluar aqueous humor Analog prostaglandin Meningkatkan aliran keluar aqueous humor melalui uveosklera
18
ES : hiperemi konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bulu mata, penggelapan iris yang permanen Bimatoprost, latanoprost, travoprost Obat parasimpatomimetik Meningkatkan aliran keluar aqueous humor dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris Pilokarpin, karbakol ES : menimbulkan miosis disertai penglihatan suram terutama pada pasien katarak, ablasi retina Epinefrin 0,25-2% Meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan penurunan pembentukannya ES : refleks vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikular, reaksi alergi KI : pasien dengan sudut bilik mata yang sempit 3. Penurunan volume vitreous Obat hiperosmotik Mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air akan tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus Terjadi penurunan produksi aqueous humor Manitol, gliserin 4. Miotik, midriatik dan sikloplegik Miotik Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut terbuka (menambah fasilitas pengeluaran cairan mata) , glaukoma sudut sempit (membuka sudut bilik mata)
19
Pilokarpin, karbakol, miostat Midriatik Dilatasi pupil penting pengobatan penutupan sudut akibat oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer Epinefrin, kokakin, fenilefrin Sikloplegik Relaksasi otot siliaris sehingga zonulla zinn menjadi kontraksi untuk menarik lensa ke belakang ( penutupan sudut akibat pergeseran lensa ke anterior) Atropin, homatropin, tropikamida Terapi bedah dan laser 1. Iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi dengan membentuk saluran langsung antara bilik mata depan dan belakang sehingga tidak ada perbedaan tekanan di antara keduanya Tehnik : laser argon akan membakar iris perifer menyebabkan kontraksi stroma iris dan akan menarik sudut bilik mata depan hingga terbuka ES : sinekia anterior perifer 2. Trabekulopasti laser Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran melalui suatu lensagonio ke anyaman trabekular akan memudahkan aliran keluar aqueous humor Digunakan pada glaukoma sudut terbuka 3. Bedah drainase glaukoma Tindakan bedah dapat menghasilkan penurunan TIO yang lebih berarti Trabekulektomi : pembuatan saluran drainase pintas sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita
20
Komplikasi : terbentuknya jaringan fibrosa jaringan episklera yang menyebabkan penutupan jalur drainase yang baru
21
Menua atau menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan u/ memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Menua merupakan suatu proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia, yang dimulai dari anak, dewasa, hingga akhirnya menjadi tua, dan merupakan sesuatu yang harus terjadi dan tidak dapat dihindari oleh siapapun. Menua menyebabkan beberapa perubahan dalam diri seseorang, baik dari segi anatomis, fisiologis, dan psikologis, dan hal tersebut mempengaruhi fungsi dan kehidupan seseorang secara keseluruhan. Gangguan sistem penglihatan pada lansia merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh lansia. Terjadinya penurunan fungsi penglihatan pada lansia membuat kepercayaan diri lansia berkurang dan mempengaruhi dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari. Perubahan sistem penglihatan dan fungsi mata meliputi : a. Perubahan Sistem Lakrimalis b. Perubahan Refraksi c. Produksi Aquos Humor d. Perubahan Muskulus Siliaris e. Proses Penuaan pada Kornea f. Perubahan Struktur Kelopak Mata g. Perubahan Struktur Jaringan dalam Bola Mata h. Perubahan Fungsional Dimana semua hal diatas dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia. Perubahan sistem penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata (katarak). Perubahan-perubahan yang terjadi menimbulkan penyulit klinis, diantaranya yang tersering adalah Katarak Senilis dan Glaukoma yang biasa timbul pada usia di atas 40 tahun, yang harus ditangani sesuai dengan penyakit masing-masing sehingga tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut yang memberatkan para lansia.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta, Sp.M. Ilmu penyakit mata. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003 Lonergan, Edmund T. Et. Al., Geriatrics : A lange clinical manual. International edition. Prentice-hall International Inc. 1996 Darmajo, R. Boedhi, H. Hadi Martono. Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Edisi kedua/ Balai Penerbit FKUI. 2000
Pranarka,kris.2010.Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut Edisi ke 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia R.Sisi Maryam,Mia Fatma Ekasari dkk.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Suhardjo, 1994. Pola Kelainan Mata pada Usia Lanjut. Medika no. 10 Tahun XX, Oktober 1994. Soejono CH, 2004. Pasien Geriatri dan Permasalahannya. Medika no.5 tahun XXX, Mei 2004. Darmojo RB, et al, 2004. Buku Ajar Geriatri.Balai Penerbit FK UI Jakarta.
http://www.emedicine.com
23
LAMPIRAN
24