Anda di halaman 1dari 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis, yang masih merupakan anggota Genus Mycobacterium. Keluarga Mycobacterium yang berkaitan dengan masalah kesehatan di masyarakat adalah M. bovis, M. leprae, dan M. tuberculosis. Sebagian besar bakteri TB menyerang organ paru (90%), tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. (Price, Sylvia A & M. Wilson, 2005).

2. Bakteri Tuberkulosis M. tuberculosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA). Dinding bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat lebih tahan asam. Bakteri TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh bakteri ni dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Bakteri hidup sebagai parasit intraseluler di dalam jaringan, yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi daripada bagian yang lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit TB (Jawetz, 2005). Bakteri M. Tuberculosis mempunyai panjang 1 4 mikron dan lebar 0,2 0,8 mikron. Bakteri ini melayang di udara dan disebut sebagai droplet nuclei (Girsang, 1999). Manusia merupakan reservoir untuk penularan bakteri M.tuberculosis (Gibson, 1996). Bakteri tuberkulosis ditularkan melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10 15 orang (Depkes RI, 2002).

Diluar tubuh manusia, kuman M. Tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari (Depkes RI, 2002). M. tuberculosis merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 - 40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31 - 37 C (Depkes RI, 1999; Gould & Brooker, 2003; Gibson, 1996; Girsang, 1999; Lubis, 1999). Bakteri M. Tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould & Brooker, 2003). Menurut Notoadmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk tuberkulosis. Menurut penelitian Pusat Ekologi Kesehatan (1996), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2 3 orang didalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi yang baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara (Atmosukarto & Soeswati, 2000).

Klasifikasi (menurut Jawetz, 2005) : Kingdom Phylum Order Suborder Family Genus Species : Bacteria : Actinobacteria : Actinomycetales : Corynebacterineae : Mycobacteriaceae : Mycobacterium : Mycobacterium Tuberculosis

3. Cara Penularan TB Paru Lingkungan yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Bakteri TB ditularkan dari orang ke orang oleh

transmisi droplet (partikel kecil cairan yang dimuntahkan dari mulut waktu batuk, bersin, atau berbicara, yang mungkin membawa infeksi untuk yang lain melalui udara). Droplet yang besar (lebih besar dari 100 mikron) menetap, sementara droplet yang kecil (1 5 mikron) tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Risiko untuk tertular TB juga tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer, Suzanne C & Bare, 2001).

4. Patogenesis a. Infeksi Primer (PDPI, 2006) Bakteri TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini selanjutnya akan terlihat peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu keadaan sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (resolution ad integrum). 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan sarang perkapuran di hilus). 3. Menyebar dengan cara : Perkontinuitatum, yaitu menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Bakteri TB akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi bakteri. Sarang yang ditimbulkandapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti TB milier, Meningitis tuberculosa, Thypobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan TB pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia, dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : Sembuh dengan meninggalkan squalae (misalnya

pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat Ensefalomeningitis tuberkuloma) atau Meninggal.

b. TB Pasca Primer TB pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TB pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

5. Gejala-gejala TB a. Gejala Utama (Depkes RI, 2008) Batuk terus menerus dan berdahak selama 2 3 minggu atau lebih b. Gejala Tambahan (Amin, Zulkifli & Bahar, 2006) : 1. Dahak bercampur darah 2. Batuk darah 3. Sesak napas dan nyeri dada

4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari satu bulan.

6. Diagnosis TB Paru (Depkes RI, 2007) Pada orang dewasa : a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS) b. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya bakteri TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. d. Gambaran kelainan radiologis paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Pemeriksaan tambahan (Zevitz, M, 2006) a) Radiologi Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya foto toraks yang normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung. Dengan demikian foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut : Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan / tanpa infiltrat Konsolidasi segmental / lobar

Milier Kalsifikasi dengan infiltrat Atelektasis Kavitas Efusi pleura Tuberkuloma

Foto toraks saja tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas pada foto lateral. Jika dijumpai ketidaksesuaian antara gambaran radiologis yang berat dan gambaran klinis ringan, maka harus dicurigai TB.

b) Mikrobiologi Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan bakteri TB pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang

dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan bakteri M. Tuberculosis. Pemeriksaan tersebut sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M. Tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6 8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1 3 minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit. Selain itu dapat juga digunakan pemeriksaan PCR yang merupakan teknik amplifikasi urutan DNA yang spesifik. Secara teori, dengan metode ini kuman yang berasal dari spesimen bilas lambung akan dapat dideteksi meskipun hanya ada satu bakteri M. Tuberculosis pada bahan pemeriksaan, sehingga diharapkan sensitivitasnya cukup tinggi.

c) Patologi Anatomi Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa ditengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia langhans). Diagnosis histopatalogik dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit dan sel datia langhans. Kadang-kadang dapat ditemukan juga BTA.

d) Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tinggi.laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun. Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifitasnya yang cukup tinggi (85 95%). Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen M. Tuberculosis. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M. Tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif.

Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.

e) Sputum Pemeriksaan sputum adalah sangat penting karena dengan ditemukannya bakteri BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah, namun kadang-kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama pasien yan tidak batuk atau batuk yang tidak produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan reflek batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 30 menit. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang bakteri BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 bakteri dalam 1 mL sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet. Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa juga terdapat bakteri BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan bakteri BTA dalam waktu pendek. Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan

bronkus, jaringan paru, pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan spinal. Diagnosis kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak terutama dengan pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda klinis, uji tuberculin, dan gambaran sugestif pada foto toraks.

7. Klasifikasi Penyakit (PDPI, 2006) 1. TB paru, merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita TB. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk TB yang dapat menular 2. TB ekstra paru merupakan TB yang menyerang organ tubuh selain paru. Organ tersebut biasanya adalah pleura, kelenjar limfe, tulang belakang, perut, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, organ reproduksi dan lain-lain.

8. Tipe Penderita (Depkes RI, 2002) Tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien : a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien TBC yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TBC dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif. c. Kasus setelah putus obat (Default) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif d. Kasus setelah gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan e. Pindahan (Transfer in)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya f. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

9. Pengobatan TB a. Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap OAT. b. Jenis, Sifat, dan Dosis OAT Obat yang dipakai : 1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : Rifampisin INH Streptomisin Etambutol

2) Jenis obat tambahan (lini 2) Kanamisin Amikasin Kuinolon Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksisilin + asam klavulanat Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia, antara lain : Kapreomisin Sikloserino (dulu tersedia) Derivat rifampisin dan INH Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Sifat-sifat OAT : 1. Isoniazid (H) Mempunyai sifat bakterisid. Dosis harian yang direkomendasikan adalah 4 6 mg/kg, sedangkan dosis untuk tiga kali seminggu adalah 8 12 mg/kg. 2. Rifampisin (R) Mempunyai sifat bakterisid. Dosis harian yang direkomendasikan adalah 8 12 mg/kg, sedangkan dosis untuk tiga kali seminggu adalah 8 12 mg/kg. 3. Pyrazinamide (Z) Mempunyai sifat bakterisid. Dosis harian yang direkomendasikan adalah 20 30 mg/kg, sedangkan dosis untuk tiga kali seminggu adalah 30 40 mg/kg. 4. Streptomycin (S) Mempunyai sifat bakterisid. Dosis harian adalah 12 18 mg/kg, sedangkan dosis tiga kali seminggu adalah 12 18 mg/kg. 5. Ethambutol (E) Mempunyai sifat bakteriostatik. Dosis harian yang direkomendasikan adalah 15 20 mg/kg, sedangkan dosis untuk tiga kali seminggu adalah 20 35 mg/kg.

c. Prinsip Pengobatan Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Pasien menular biasanya menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat. Pasien TB BTA positif, sebagian besar menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh bakteri persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia : 1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru : Pasien baru TB paru BTA positif Pasien TB paru BTA negatif, foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

2) Kategori-2 (2HREZES/HRZE/5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya : Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

3) OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) 4) Kategori Anak : 2HRZ/4HR

10. Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Mencegah lebih baik daripada mengobati, kata-kata itu selalu menjadi acuan dalam penanggulangan penyakit TB paru di masyarakat. Adapun upaya pencegahan yang harus dilakukan adalah : a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain; 1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissue. 2. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama pengobatan. 3. Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang diberi Lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah. 4. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari. 5. Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga kuman tuberkulosis paru dapat mati.

b. Masyarakat tidak tertular dari penderita tuberkulosis paru; 1. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan makanan yang bergizi. 2. Tidur dan istirahat yang cukup. 3. Tidak merokok dan tidak minum minuman yang mengandung alkohol. 4. Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur dan ruangan lainnya. 5. Imunisasi BCG pada bayi. 6. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari 3 minggu. 7. Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% penderita tuberkulosis paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (Depkes RI, 2001).

Anda mungkin juga menyukai