Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

BAB I.

PENDAHULUAN .2

BAB II. LAPORAN KASUS ..... 3 BAB III. PEMBAHASAN ....... 6 BAB IV. TINJAUAN PUSTAKA ....20 BAB V. KESIMPULAN.. ...27 BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ...28

BAB I PENDAHULUAN

Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung dari sesi pertama dan sesi kedua pada:

Sesi 1 Hari, tanggal : Rabu, 17 April 2013 Pukul Ketua Sekretaris : 10.00 11.50 WIB : Mentari : Vanessa Modi Alverina

Sesi 2 Hari, tanggal : Jumat, 19 April 2013 Pukul Ketua Sekretaris : 13.00 14.50 WIB : Sely Fauziah : Muhammad Fachri Ridha

Pembahasan makalah dengan kasus berjudul Mr. Brian is a 32 year old male comes with
mild tiredness, shortness of breath doing activities and night sweats for 4 weeks

ini didiskusikan oleh

anggota kelompok 3 yang berjumlah 12 orang dengan Tutor yaitu dr. Winarsi pada sesi pertama dan dr. Lukman pada sesi berikutnya. Pada akhir diskusi, telah dibuat kesimpulan akhir serta pengelolaan yang akan dilakukan pada pasien tersebut.

BAB II LAPORAN KASUS The 1st day (1st session) History Mr. Brian is a 32 year old male comes with mild tiredness, shortness of breath doing activities and night sweats for 4 weeks. He feels pain at left upper quadrant and decreased his appetite because of full stomach. He was a healthy and sporty man before, active on his working and never going to his doctor for several years.

Discussion Activities 1. What kind is Mr. Brians organs involved on this case? 2. Look for the other medical history to define your working diagnosis! 3. What is your hypothesis? Explain your answer 4. What do you do to assist the history for getting working diagnosis? (more information!)

The 1st day ( 2nd session)

Physical Examination General condition is looked alike pale his face and skin, fatigue and still full consciousness. Blood pressure 130/85 mmHg, pulse 104 x/min regular, respiration 22 x/min, body temperature 37,2oC, body weight 5 kg and height 167 cm. there is not jaundice at his sclera and skin but mild pale at his lips and tongue. At his neck is found one lymph node enlargement (3 x 4 x 4 cm ) on the right and two smalls enlargement of lymph nodes ( 1-2 x 1 x 2 cm ) on the left side; with mobile, firm, not tenderness, and no undulation. The skin which covered on is looked like with the normal skin. His thyroid gland is not seen and just palpable when swallowing. The lung and heart are within normal. Liver is just palpable and no tenderness. There is palpate a mass at left upper quadrant, spleen, until 10 cm below the left costal margin. Extremities are normal and inguinal lymph node is not palpable.

Discussion Activities 1. Medical problem list of Mr. Brian. 2. How do you do for physical examination to determine sleenomegaly? What is traube area? 3. What is your hypothesis ? Explain your answer! 4. More information for working diagnosis. The 2nd day (1st session)

Laboratory Result His haemoglobin 8,6 g/dl, white blood cell count is 115 x 109 cells/L, plateet count is 840 x 109cells/L, ESR 124 mm, differential counting eosinophyl 1, basophyl 5, neutrophyl 80, lymphocyte 2, monocyte 2, blast 2, promyelocyte 2, myelocyte 2, metamyelocyte 4, reticulocyte 2, uricacid 9,5 mg/dl, SGOT 31, SGPT 26, creatinine 0,9 mg/dl, ureum 32 mg/dl,potassium 5,2 mEq/L, Na 141 mEq/L. Bone marrow aspiration and biopsy show 5 % blast and 4 % basophils.

Discussion Activities 1. What is your diagnosis and differential diagnosis? Explain it ! 2. How is his peripheral blood smear feature ? 3. How is with lymphadenopathy biopsy feature? 4. What do you do to make for getting working diagnosis?(More information!) 4

The 2nd day (2nd session)

Cytogenetic analysis shows at below (figure)

Discussion Activities 1. Explain clearly your answer about cytogenetic featue? How could the pathologic chromosome be appeared? 2. What is the complication ? 3. Explain the etiology clearly! 4. Explain the pathology and pathophysiology! 5. What is your management treatment?

BAB III PEMBAHASAN

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis kelamin Alamat Status pernikahan Pendidikan Pekerjaan : Mr. Brian : 32 tahun : laki-laki ::::-

ANAMNESIS Keluhan utama :kelelahan ringan, nafas pendek saat

beraktivitas,dan berkeringat pada malam hari selama 4 minggu. Keluhan tambahan : pasien merasa nyeri pada kuadran kiri atas dan

penurunan nafsu makan karena merasa perutnya penuh. Keterangan tambahan dari pasien :Pasien adalah orang yang sehat dan suka

berolahraga sebelumnya, aktif bekerja dan tidak pernah pergi ke dokter selama beberapa tahun Berdasarkan anamnesis maka kelompok kami menetapkan daftar masalah sebagai berikut : Masalah Kelelahan ringan Dasar Masalah Tidak nafsu makan akibat perut terasa penuh karena splenomegali. Hipermetabolisme akibat proliferasi selsel leukemia Hipotesis Penyebab Intake makanan menurun Aktivitas berlebihan Gangguan kardiovaskuler Keganasan

Masalah Nafas pendek ketika beraktivitas

Dasar Masalah Hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia

Hipotesis Penyebab Gangguan saluran napas Gangguan kardiovaskuler anemia Keganasan Tuberkulosis Keganasan Gangguan lambung Gangguan limpa Keganasan

Keringat malam selama 4 minggu Nyeri di kuadran kiri atas

Hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia Pada palpasi teraba massa di kuadran kiri atas sampai 10 cm di batas bawah kosta kiri splenomegali menimbulkan nyeri seperti diremas.

Penurunan nafsu makan

Hasil anamnesis Ditemukan splenomegali, kemungkinan mengakibatkan desakan limpa terhadap lambung perut terasa penuh.

Gangguan saluran cerna Stres Keganasan

Pada pemeriksaan antropometri gizi kurang.

Untuk menunjang diagnosis, diperlukan anamnesis tambahan, yaitu : Riwayat Penyakit Sekarang : - Apakah ada demam dan bagaimana sifatnya ?naik turun atau terus menerus ? - Bagaimana BAB nya ? ada darah atau tidak ? Apakah terdapat keluhan lemah atau lesu ? Apakah ada batuk ? bagaimana sifat batuknya ? Apakah keluhan sakit dada saat melakukan aktivitas? jika iya, bagaimana sifat sakitnya ?menjalar atau tidak ? Apakah ada penurunan berat badan dalam beberapa waktu ini?

- Apakah pernah mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya? - Apakah merasa terdapat benjolan di badan?

Riwayat Penyakit Dahulu : - Apakah pasien punya riwayat hipertensi? - Apakah sebelumnya pernah mengalami sesak nafas ?seberapa sering - Apakah ada penurunan berat badan dalam beberapa waktu ini? Riwayat Penyakit Keluarga : - Apakah keluarga pasien menderita penyakit yang sama? - Apakah ada riwayat alergi ? Riwayat Kebiasaan : - Apakah pasien peminum alkohol? - Apakah pasien seorang perokok?

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum :Compos Mentis, Pucat pada wajah dan kulit serta Kelelahan Tanda vital : Tekanan Darah: 130/85 mmHg Nadi: 104 x/menit Pernapasan: 22 x/menit Suhu: 37.2 celcius Berat Badan : 54 Kg Tinggi Badan: 167 cm Status Lokalis Sklera : Tidak ditemukan jaundice (Normal) Kulit : Tidak ditemukan jaundice (Normal) Bibir dan Lidah : Pucat ringan Leher :Terdapat pembesaran satu nodus limfatikus pada leher kanan (3x4x4cm) dan pembesaran dua nodus limfatikus pada leher kiri (1-2x1x2cm), dapat digerakan, padat, tidak nyeri, dan tidak ada undulasi, kulit yang meliputinya tampak normal Kelenjar Tiroid : Normal Paru-paru dan Jantung: Dalam batas normal Hati: Teraba walaupun tidak nyeri tekan menandakan hepatomegali (N:120/80) (N:60-100) (N:16-20) Prehipertensi JNC 7 Meningkat Meningkat

(N:36,5-37,2) Normal BMI 19,36 BMI normal 18,5-23

Limfa :Teraba pada kuadran kiri atas sampai 10 cm dibawah margin costa kiri yang menandakan splenomegali Ekstremitas : normal dan tidak teraba nodus limfatikus pada daerah inguinal yang menandakan normal

No 1. 2.

Masalah Kulit ,wajah,bibir dan pucat Prehipertensi

Dasar Masalah

Hipotesis Anemia

130/85 mmHg

Hipertensi primer atau sekunder

3.

Takikardia

104 x/menit

Anemia Penyakit Jantung

4.

Takipnoe

22 x/menit

Anemia Asma

5.

Limfadenopati

Terdapat pembesaran satu nodus limfatikus pada leher kanan (3x4x4cm) dan pembesaran dua nodus limfatikus pada leher kiri (1-2x1x2cm), dapat digerakan, padat, tidak nyeri, dan tidak ada undulasi, kulit yang meliputinya tampak normal

Leukimia Kronis Limfoma

6. 7.

Hepatomegali Splenomegali

Teraba lunak Teraba pada kuadran kiri atas sampai 10 cm dibawah margin costa kiri yang menandakan splenomegali

Leukimia Kronis Leukimia Kronis

Dari hasil pemeriksaan fisik maka hasil yang mendukung hipotesis kelompok kami yaitu Leukimia kronis dan Limfoma . Dimana pada leukemia terjadi penurunan dari pada eritrosit yang akan menyebabkan anemia pada pasien ini dilihat dari pemeriksaan fisik didapatkan kulit , wajah, bibir dan lidah yang pucat, adanya prehipertensi, takikardia, 9

takipnoe, limfadenopati, dan hepatosplenomegali dan untuk Limfoma didukung dengan adanya limfadenopati.(2) Sedangkan untuk Asma dan Penyakit jantung serta TBC dapat disingkirkan dari pemeriksaan fisik yang didapatkan normal. D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN Hb Leukosit Trombosit HASIL PEMERIKSAAN 8,6 g/dl 115 x 109 sel/l 840 x 109 sel/l NILAI RUJUKAN 13-16 g/dl 4,5-11 x 109 sel/l 150-350 x 109 sel/l 0-1/1-3/2-6/50-70/2040/3-8 KETERANGAN Anemia Leukositosis Trombositosis Basofilia. Netrofilia Limfositopenia. Monositopenia Tidak ditemukan di darah tepi 0,5-1,5% 2,5-9 mg/dl 0-40 IU/l 5-40 IU/l 0,7-1,5 mg/dl 10-38 mg/dl 3,5-5,2 mEq/l 135-145 mEq/l <10 mm Retikulositosis Normal Normal Normal Normal Normal Normal Sangat meningkat

5/1/-/80/2/2

Hitung jenis

Blast 2 Promielosit 4 Mielosit 20 Metamielosit 4

Retikulosit Asam urat SGOT SGPT Kreatinin Ureum Potassium Natrium LED

2% 9,5 mg/dl 31 IU/l 26 IU/l 0,9 mg/dl 32 mg/dl 5,2 mEq/l 141 mEq/l 124 mm

Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium: 1. Hb : Hb yang rendah pada pasien ini menunjukan bahwa pasien menderita anemia. Hb yang rendah berarti terjadi gangguan oksigenasi ke jaringan, hal ini menerangkan kenapa pasien cepat lelah. Karena gangguan oksigenasi ke jaringan maka sebagai kompensasi pasien akan meningkatkan frekuensi pernapasanya untuk mendapatkan oksigen yang lebih sehingga ia mengeluh nafasnya pendek saat beraktivitas. Hb yang rendah juga dapat dilihat pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan kulit, muka, bibir, dan lidah pasien berwarna pucat, hal ini terjadi sebagai kompensasi tubuh 10

terhadap gangguan oksigenasi dengan cara meningkatkan redistribusi ke organ vital dan terjadi vasokonstriksi di perifer. 2. Leukositosis: Leukosistosis yang sangat tinggi menadakan bahwa produksi leukosit di sum-sum tulang berlebihan. Kadar leukosit dapat meningkat pada infeksi namun pada pasien ini meskipun terjadi leukositosis tidak dapat dikatakan telah terjadi infeksi karena pasien tidak demam, pada leukemia parameter untuk menentukan infeksi adalah ada atau tidak ada nya demam. Dapat disimpulkan bahwa leukositosis yang terdapat pada pasien ini ialah akibat produksi yang berlebihan, menunjang hipotesis kami yaitu leukemia mielositik kronik, leukemia limfositik kronik. Pada leukemia mielositik kronik, hitung leukosit biasanya lebih dari 100 x 109 sel/l. Pada leukemia limfositik kronik hitung leukosit bisa mencapai 500 x 109 sel/l, akan tetapi pada leukemia tipe ini sering didapatkan gejala demam sebagai manifestasi dari infeksi akibat terjadinya neutropeni. 3. Trombositosis: Nilai trombosit yang tinggi menandakan bahwa produksi trombosit di sum-sum tulang berlebihan. Produksi trombosit yang berlebih dapat terjadi pada leukemia mielositik kronik tetapi tidak pada leukemia limfositik kronik. Pada leukemia limfositik kronik justru nilai trombosit rendah karena produksi trombosit dihambat oleh seri limfosit yang berproliferasi dengan cepat oleh karena itu berdasarkan nilai trombosit maka leukemia limfositik kronik dapat disingkirkan dari hipotesis. 4. LED :Ditemukan sangat meningkat menandakan adanya suatu keganasan 5. Hitung jenis: Hasil hitung jenis pada pasien ini sesuai dengan hitung jenis yang biasa didapatkan pada pasien penderita leukemia mielositik kronik. Yaitu, pada pasien ini dapat ditemukan peningkatan sel seri granulosit (basofil dan netrofil) dan juga ditemukan sel-sel mielosit yang muda yang seharusnya dalam keadaaan normal tidak didapatkan pada darah tepi. Sesuai dengan hitung jenis pada pasien, pada penderita leukemia mielositik kronik dapat ditemukan <10% sel blast dan promielosit serta sel mielosit yang dominan. Hasil hitung jenis pasien tidak sesuai dengan leukemia limfositik kronik karena pada penyakit ini dapat ditemukan limfositosis sedangkan pada pasien yang didapatkan ialah limfositopenia, sehingga memperkuat kelompok kami menyingkirkan hipotesis ini. 6. Asam urat : Peningkatan asam urat pada pasien ini ialah akibat pemecahan sel-sel darah yang meningkat. Pemecahan sel dapat menghasilkan asam urat akibat degradasi nukleotida di dalam sel yang terdiri dari purin. Sel-sel darah muda yang berada di 11

dalam darah tepi gampang pecah karena ukurannya yang besar sehingga dapat menghasilkan asam urat. 7. Retikulositosis: Retikulositosis ringan yang didapatkan pada pasien ini terjadi akibat peningkatan sintesis eritrosit, yang juga berasal dari myeloid stem cell. Hal ini juga menyingkirkan anemia aplastik.

E. SEDIAAN APUS DARAH TEPI

mielosit

mieloblast basofil Netrofil segmen metamielosit promielos it Netrofil batang

Hipersegmen tasi netrofil

Anomali pelger huet Berdasarkan pemeriksaan sediaan apus darah tepi, menurut kelompok kami hasil dari pemeriksaaan ini lebih memperkuat hipotesis kami yaitu leukemia mielositik kronik karena ditemukan seri granolisit lengkap serta keabnormalan sel yang biasa ditemui pada pasien leukemia mielositik kronik : 1. Banyak sekali leukosit yang berada dalam 1 sedian apusan darah tepi. 2. Ditemukan berbagai jenis granulosit dari proses granulopoesis. Jenis granulosit yang ditemukan antara lain : a) Mieloblas inti besar berbentuk oval kadang tidak teratur, dengan

kromatin halus, sitoplasma relative sedikit dibandingkan inti, berwarna biru kelabu dan tidak bergranula. b) Promielosit bentuk sel bulat atau oval dengan warna sitoplasma

biru muda, nukleolus tampak ukuran sedang atau kadang-kadang tidak terlihat. 12

c) Mielosit

bentuk oval atau bulat dengan sitoplasma biru muda

atau merah jambu, nucleolus tidak terlihat. d) Metamielosit bentuk oval atau bulat, warna sitoplasma merah

muda, ada lekukan kurang dari setengah diameter inti. e) Neutrofil batang Inti berbentuk huruf U, lekukannya lebih dari

setengah diameter inti, warna sitoplasma merah muda, kromatin kasar dan padat dan granula tersebar merata. f) Neutrofil segmen Inti terdiri dari 2-5 lobus yang dihubungkan

oleh filament, sitoplasma merah muda, kromatin kasar padat dan granula tersebar merata. g) Basofil Sitoplasma mengandung granula dengan ukuran berbeda,

bentuk tak selalu bulat, warna biru hitam dan ada yang menutup inti. 3. Adanya anomali Pelger-Huet. Hal ini terjadi akibat kegagalan pemisahan inti pada neutrofil segmen sehingga dijumpai neutrofil dengan inti hanya 2 lobus atau kurang (mirip gagang telepon). Biasanya ditemukan dalam leukemia kronik. 4. Bentuk eritrosit normositik normokrom dan tampak eritrosit mulai membentuk rouleaux. Hal ini dapat dilihat pada hasil laboratorium dimana terjadi peningkatan LED. Kesimpulan yang dapat diambil dari pemeriksaan SADT pada kelompok kami adalah pasien kemungkinan besar menderita Leukimia Mieloblastik Kronik, karena terdapat variasi dari sel muda pada pemeriksaan darah perifer dan jumlah dari sel blast yang kurang dari 10%.5

F. PEMERIKSAAN ASPIRASI SUMSUM TULANG Penilaian aspirasi sumsum tulang pasien yang seharusnya (bila didapatkan gambarnya) dilakukan dengan menilai selularitas sel, menilai hitung jenis sel, serta menilai M:E ratio. M:E ratio ialah myeloid to erythroid ratio yang dihintung dengan cara membandingkan sel seri granulosit dengan sel seri eritrosit dimana normalnya ialah 2-4:1. Pada pasien ini karena dicurigai menderita leukemia mielositik kronik makan seheasnya gambaran sum-sum tulangnya ialah hiperseluler dengan M:E ratio yang meningkat. Hasil pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang yang didapatkan untuk pasien ini ialah:

13

SEL YANG DINILAI Sel blast Basofil

HASIL PASIEN 5% 4%

NILAI RUJUKAN 1-2% 0-1%

KETERANGAN

Interpretasi hasil aspirasi sumsum tulang : Aspirasi sumsum tulang menunjukkan peningkatan sel seri myeloid yang bisa didapatkan pada leukemia mielositik kronik.Nilai sel blas serta basofil pada pasien ini juga menunjukan bahwa pasien menderita leukemia mielositik kronik yang berada pada fase kronik. Ini karena ditemukan sel blast yang kurang dari 10% sedangkan pada fase akselerasi seharusnya ditemukan sel blast 10-20% dan basofil 20% dan pada blast crisis seharusnya ditemukan blas 20%.

G. HASIL ANALISIS SITOGENETIKA

Setelah dilakukan pemeriksaan sitogenetik, kelompok kami semakin yakin bahwa pasien menderita Leukemia Myelositik Kronik (LMK).Pada hasil sitogenetik dapat dilihat bahwa pasien juga mempunyai kromosom Philadelphia (Ph) yang khas.Sebagian besar penderita kromosom Ph memang mempunyai factor resiko lebih tinggi terkena LMK. Kromosom ini dihasilkan dari translokasi t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari protoonkogen Abelson (ABL) dipindahkan pada gen BCR di kromosom 22 dan bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Setelah terjadi pemindahan, 14

terbentuklah fusi protein BCR-ABL yang nantinya akan membentuk tirosin kinase dan akhirnya mengarah pada leukemia mielositik kronik.

Diagnosis Dari hasil anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta analisis kromosom maka kelompok kami menetapkan diagnosis yaitu leukemia granulosit kronik .Diagnosa pasti kelompok kami adalah Leukemia Mielositik Kronik dengan fase kronik, yang menjadi dasar kelompok kami menegakan diagnosa ini adalah sebagai berikut : Anamnesis : Terdapat gejala cepet lelah sebagai manifestasi anemia serta hipermetabolisme yang terdapat pada leukemia mielositik kronik. Terdapat gejala sering berkeringat malam hari sebagai manifestasi dari hipermetabolisme yang terdapat pada leukemia mielositik kronik. Adanya riwayat nyeri pada perut kiri atas dimana sebagai kemungkinan splenomegali yang sering terjadi pada leukemia mielositik kronik.

(splenomegali telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik) Pemeriksaan fisik : Pucat sebagai manifestasi anemia Frekuensi nafas yang meningkat sebagai kompensasi dari anemia. Frekuensi nadi yang meningkat sebagai kompensasi dari anemia. Hepatosplenomegali Limfadenopati

Pemeriksaan penunjang : Hemoglobin yang rendah : anemia Trombosit meningkat Peningkatan basofil dan netrofil (seri granulosit) Ditemukan sel imatur seri granulosit pada pemeriksaan darah tepi secara normal hanya terdapat pada sum-sum tulang Peningkatan asam urat Aspirasi dan biopsi sum-sum tulang, dimana menunjukan diagnosa pasti leukemia mielositik kronik fase kronik. Terdapat kromosom philadelphia dimana

15

SEL DINILAI Sel blast Basofil

YANG

HASIL PASIEN 5% 4%

NILAI RUJUKAN 1-2% 0-1%

KETERANGAN

PATOFISIOLOGI Skema Patogenesis LGK pada pasien


Faktor pencetus Mutasi somatik sel induk Philadelphia Translokasi kromosom Kromosom 22 Kromosom 9 Gen BCR Gen ABL Mayor BCR Trombositopenia Minor BCR Mikro BCR netrofilia atau trombositosis.

monositosis yang prominen

Pembentukan gen hibrid BCR-ABL berinteraksi dengan berbagai protein di dalam sitoplasma sehingga terjadilah transduksi sinyal yang bersifat onkogenik. Transkrip BCR ABL terus menerus Mempercepat pembelahan sel apoptosis Menghambat repair DNA Berkurangnya respon

Proliferasi neoplastik&Differentiation arrest

Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang Katabolisme meningkat Cepat Lelah Keringat Malam Hiperkatabolik Asam urat meningkat Gagal sumsum tulang Anemia Sel Leukemia Infiltrasi ke organ RES Limfadenopati Hepatomegali Splenomegali Perut terasa penuh akibat desakan limfa

16

Gen BCR-ABL kromosom Ph (Philadelphia) menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis. Klon-klon ini, selain proliferasinya berlebihan juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis.Dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya. Pemahanan mekanisne kerja gen BCR-ABL mutlak diketahui, mengingat besarnya peranan gen ini pada diagnostik, perjalanan penyakit, prognostik. serta implikasi terapeutiknya. Oleh karena itu perlu diketahui sitogenetik dan kejadian di tingkat molekular.

Sitogenetik Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak terbentuknya Ph sampai menjadi LGK dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih belum diketahui secara pasti.Berdasarkan kejadian Hiroshima dan Nagasaki, diduga Ph terjadi akibat pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak tahun 1980 diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hibrid BCR-ABL pada kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9.

Biologi Molekular pada Patogenesis LGK Pada kebanyakan pasien LGK, patahan pada gen BCR ditemukan di daerah 5,8-kb atau di daerah el3-el4 pada 2 yang dikenal sebagai major break cluster region (M-bcr), kemudian gen BCR-ABL-nya akan mensintesis protein dengan berat molekul 210 kD, selanjutnya ditulis p210BCRABL. Patahan lainnya ditemukan di daerah 54,4-kb atau e1 yang dikenal sebagai minor bcr (m-bcr) yang gen BCR-ABL-nya akan mensintesa pl90. Pada tahun 1990an ditemukan lagi variasi patahan.Daerah patahan ini kemudian dikenal sebagai Makro (M-bcr), minor (m-bcr), dan mikro bcryangternyata berhubungan dengan gambaran klinik penyakitnya.Pasien LGK yang patahan pada gen BCRnya di M-bcr berhubungan dengan trombositopenia, patahan di m-bcr berhubungan dengan monositosis yang prominen, dan yang patahannya berada di mikro-bcr berhubungan dengan netrofilia atau trombositosis. Tampak bahwa p210BCR-ABL mempunyai potensi leukemogenesis dengan cara sebagai berikut: gen BCR berfungsi sebagai heterodimer dari gen ABL yang mempunyai aktivitas tirosin kinase, sehingga fusi kedua gen ini mempunyai kemampuan untuk oto-fosforilasi yang akanmengaktivasi beberapa protein di dalam sitoplasma sel melalui domain SRC-homologi 1

17

(SHI), sehingga terjadi deregulasi dari proliferasi sel-sel, berkurangnya sifat aderen sel-sel terhadap stroma sumsum tulang, dan berkurangnya respon apoptosis. Selanjutnya fusi gen BCR-ABL akan berinteraksi dengan berbagai protein di dalam sitoplasma sehingga terjadilah transduksi sinyal yang bersifat onkogenik.

PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa 1. Istirahat cukup 2. Pola hidup sehat 3. Menjaga kebersihan Medikamentosa 1. Alopurinol untuk mengatasi asam uratnya 2. Hydroxiurea untuk induksi remisi hematologik Dosis 30 mg/kgBB/har diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai maksimal 2,5 g/hari. Penggunaan dihentikan dulu bila leukosit <8000/mm3 atau trombosit <100.000/mm3 Selama menggunakan hydroxiurea harus dipantau Hb, leukosit, trombosi, fungsi ginjal, fungsi hati. 3. Interferon Biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea.Dosis 5 juta IU/m2/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik, biasanya setelah 12 bulan terapi Jika dikombinasikan dengan polyethylene glycol-conjugated interferon (PEG-interferon) toleransinya lebih baik. Obat ini diberikan satu kali seminggu Kombinasi lainnya interferon dengan cytarabine. Dosis 20 40 mg/m2 subkutaneus lebih dari 10 kali per bulan. Terapi kombinasi ini untuk hasil yang lebih baik.

18

4. Imatinib mesylate Antibodi monoklonal yang dirancang untuk menghambat aktifitas tirosin kinase dari fusi gen BCR-ABL Untuk fase kronis, dosis 400mg/hari setelah makan. Dosis dapat ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon terapi setelah 3 bulan pemberian, atau pernah mencapai respon yang baik tetapi terjadi perburukan secara hematologik, yakni Hb rendah dan/atau leukosit meningkat dengan/tanpa perubahan jumlah trombosit 5. Dianjurkan terapi stem cell untuk terapi definitif pasien ini. 6. Rujuk ke dokter spesialis onkologi.

KOMPLIKASI 1. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus LGK memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang abnormal dan mengakibatkan stroke 2. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif 3. Fase akselerasi yang ditandai dengan timbul keluhan baru demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat, dan trombosit menurun dan akhirnya menjadi gambaran leukemia akut. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungtionam Ad sanationam

: Dubia ad malam : Dubia ad malam : Dubia ad malam

19

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

Leukemia Myelogenous Kronik Leukemia myelogenous kronik adalah kelainan myelopoliferatif yang ditandai dengan meningkatnya proliferasi dari sel granulositik tanpa hilangnya kapasitas sel untuk berdiferensasi. Sebagai konsekuensinya, pada pemeriksaan apus sel darah tepi ditemukan kenaikan jumlah sel-sel granulosit beserta sel prekusornya, termasuk sel blasts. LMK adalah satu dari beberapa kanker yang diketahui disebabkan oleh mutasi genetik tunggal yang spesifik.Lebih dari 90% kasus terjadi karena aberasi sitogenik yang dikenal sebagai kromosom Philadelphia. LMK memiliki 3 fase : kronik, akselerasi, dan krisis blast. Pada fase kronik, terjadi proliferasi sel dewasa; pada fase akselerasi, kelainan sitogenik muncul; pada krisis blast, sel immatur berproliferasi dengan cepat[8]. Kira-kira 85% dari pasien didiagnosa pada fase kronik yang akan berlanjut menjadi fase akselerasi dan krisis blast setelah 3-5 tahun. Diagnosa LMK ditegakkan berdasarkan temuan histopatologik pada pemeriksaan sel apus darah tepi dan kromosom Philadelphia pada sel sumsum tulang. Pada dewasa, LMK terjadi sebanyak 20% dari semua kasus leukemia. LMK biasanya diderita oleh individu pada usia pertengahan. Penyakit ini juga dapat muncul pada individu yang lebih muda tetapi dengan frekuensi kasus yang jarang. Pasien usia lebih muda dapat menderita LMK dalam bentuk yang lebih agresif, seperti pada fase akselerasi atau krisis blast. Tujuan pengobatan pada penyakit ini adalah untuk mencapai remisi hematologik, sitogenetik, dan molekular. Meskipun berbagai medikasi telah digunakan pada LMK, termasuk obat myelosupresif dan interferon alfa, inhibitor tyrosine kinase imatinib mesylate (obat pilihan untuk LMK saat ini), dan obat-obat lain pada kategori yang sama, hanya transplantasi sumsum tulang allogenik yang terbukti dapat menyembuhkan LMK. Etiologi[9) LMK terjadi sebagai akibat dari adanya kelainan pada gen dari sel darah seseorang. Sampai saat ini masih belum jelas apa yang dapat memicu kelainan tersebut, tetapi proses kelainan tersebut berkembang menjadi LMK adalah sebagai berikut : 1. Kromosom Abnormal Berkembang Sel manusia normalnya memiliki 23 pasang kromosom.Kromosom-kromosom tersebut terdiri dari DNA yang mengandung instruksi (gen-gen) yang mengontrol sel-sel di dalam 20

tubuh.Pada penderita LMK, kromosom yang berada di sel darah saling bertukar segmen. Segmen dari kromosom 9 bertukar tempat dengan segmen dari kromosom 22, membentuk kromosom 22 yang sangat pendek dan kromosom 9 yang sangat panjang. Kromosom 22 ekstra-pendek tersebut dinamakan kromosom Philadelphia, sesuai dengan nama kota dimana kromosom itu ditemukan. Kromosom Philadelphia ditemukan pada 90% pasien dari kasus LMK.

-->kromosom Philadelphia (translokasi atau pertukaran segmen dari kromosom 9 dan kromosom 22 terlihat pada bagian yang ditunjuk panah)

-->terbentuknya kromosom Philadelphia 2. Kromosom Abnormal Membentuk Gen Baru Kombinasi gen yang berasal dari kromosom 9 dan kromosom 22 membentuk gen baru yang disebut BCR-ABL. Gen BCR-ABL mengandung instruksi-instruksi yang menyebabkan sel darah abnormal memproduksi protein yang disebut tyrosine kinase dalam jumlah banyak. Tyrosine kinase memicu kanker dengan membuat sel-sel darah tertentu berkembang diluar kendali.

21

3. Gen Baru Memproduksi Banyak Sel Darah Abnormal Sel darah berasal dari sumsum tulang, yaitu material sponge di dalam tulang. Jika sumsum tulang seseorang berfungsi secara normal, ia akan memproduksi sel imatur (stem sel darah) dengan terkontrol. Sel-sel tersebut nantinya akan menjadi matur dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah yang akan bersirkulasi di dalam tubuh (mis. eritrosit, leukosit, trombosit). Pada LMK, proses ini tidak berjalan dengan baik. Tyrosine kinase yang dipicu oleh gen BCR-ABL menyebabkan terlalu banyak diproduksinya sel darah putih. Sebagian besar atau bahkan semua dari sel darah putih tersebut mengandung kromosom Philadelphia.Sel darah putih yang dihasilkan tidak berkembang dan mati seperti sel yang normal.Sel darah putih abnormal berkumpul dalam jumlah yang besar, mendesak sel darah yang sehat dan merusak sumsum tulang dari penderita LMK. Faktor Resiko[10) Faktor resiko dari LMK ialah : Radiasi dosis tinggi (mis. terapi radiasi pada kanker, korban selamat bom nuklir) Usia (resiko makin bertambah seiring dengan bertambahnya usia) Jenis kelamin laki-laki

LMK sedikit lebih banyak pada laki-laki, tetapi penyebab pastinya belum diketahui sampai sekarang.LMK bukan penyakit yang diturunkan dari keluarga. Gejala[4] Manifestasi klinik dari LMK tidaklah tampak jelas dan sering kali asimptomatik.Penyakit ini sering ditemukan secara tidak sengaja pada fase kronik, saat kenaikan leukosit terlihat pada tes darah rutin atau saat splenomegali ditemukan pada pemeriksaan fisik.Gejala nonspesifik seperti kelelahan dan penurunan berat badan dapat muncul lama setelah onset dari penyakit.Kehilangan tenaga dan menurunnya kemampuan toleransi berolahraga dapat dirasakan pasien pada fase kronik setelah beberapa bulan. Pasien seringkali memiliki gejala yang berhubungan dengan membesarnya hepar, limpa, atau keduanya.Limpa yang membesar dapat mendesak lambung dan menyebabkan pasien cepat merasa kenyang sehingga menurunnya konsumsi makanan.Nyeri pada kuadran kiri atas abdomen dapat disebabkan oleh infark limpa.Limpa yang membesar mungkin juga dapat berhubungan dengan hipermetabolik, demam, penurunan berat badan, dan kelelahan kronik pada pasien. 22

Beberapa pasien dengan LMK mengalami demam sub-akut dan keringat berlebihan yang berhubungan dengan hipermetabolisme. Pada beberapa pasien yang ada pada fase akselerasi (melewati fase kronik), perdarahan, ptekie, dan ekimosis dapat menjadi gejala yang mencolok. Nyeri pada tulang dan demam, juga meningkatnya fibrosis sumsum tulang merupakan pertanda pada fase krisis blast. Splenomegali adalah gejala fisik yang paling sering ditemukan pada pasien dengan LMK. Lebih dari 50% pasien LMK mengalami splenomegali sampai dengan 5 cm di bawah costal margin kiri saat gejala ditemukan. Ukuran limpa berkorelasi dengan jumlah sel granulosit dalam darah, dengan limpa yang sangat membesar ditemukan pada pasien dengan jumlah leukosit yang tinggi. Hepatomegali juga dapat muncul, meskipun tidak sesering splenomegali. Hepatomegali biasanya terjadi sebagai bagian dari hematopoiesis ekstramedular yang terjadi di limpa. Krisis blast ditandai dengan meningkatnya jumlah sel blast pada sumsum tulang atau pemeriksaan apus darah tepi atau dengan berkembangnya infiltrasi leukemi pada jaringan lunak atau kulit. Gejala tipikal yaitu meningkatnya anemia, trombositopenia, basofilia, pembesaran limpa yang cepat, dan gagalnya terapi medikamentosa yang biasa digunakan untuk mengontrol leukositosis dan splenomegali. Diagnosis[11) Diagnosis LMK ditegakkan berdasarkan temuan histopatologik pada pemeriksaan apus darah tepi, serta adanya kromosom Philadelphia pada sel sumsum tulang.

Pemeriksaan Lab Hematologi dan Apus Darah Tepi[4] Pada pemeriksaan lab hematologi dan apus darah tepi pasien LMK dapat ditemukan :

Jumlah total leukosit 20,000-60,000 sel/L, dengan kenaikan ringan basofil dan eosinofil Anemia ringan sampai sedang, biasanya normokrom normositik Trombosit menurun, normal, atau meningkat Leukoerythroblastosis, dengan sel-sel imatur dari sumsum tulang yang bersirkulasi Sel myeloid imatur (cth, myeloblasts, myelosit, metamyelosit, retikulosit)

23

-->hasil pemeriksaan apus darah tepi pasien LMK yang menunjukan leukositosis dengan ditemukannya sel-sel prekusor myeloid. Basofilia, eosinofilia, dan trombositosis juga tampak pada gambar. (Courtesy of U. Woermann, MD, Division of Instructional Media, Institute for Medical Education, University of Bern, Switzerland.) Analisa Sumsum Tulang[11) Karakteristik sumsum tulang pada LMK ialah hiperselular, dengan ekspansi pada sel-sel myeloid (cth. netrofil, eosinofil, basofil) dan sel progenitor nya.Megakariosit terlihat menonjol dan dapat meningkat.Fibrosis ringan sering terlihat dengan pewarnaan retikulin. -->hasil analisa sumsum tulang menunjukan dominasi dari granulopoiesis. Jumlah eosinofil dan megakariosit meningkat. (Courtesy of U. Woermann, MD, Division of Instructional Media, Institute for Medical Education, University of Bern, Switzerland)

Pemeriksaan Penunjang Terdapatnya mRNA chimeric BCR/ABL pada sel sumsum tulang yang menjadi ciri khas LMK dapat dideteksi dengan PCR.PCR merupakan tes yang sensitif dan hanya memerlukan sedikit sel sebagai sampel.PCR juga berguna untuk memonitor keefektifan dari terapi yang diberikan.Transkripsi mRNA BCR-ABL juga dapat ditemukan pada darah tepi.

24

LMK STAGING
CML phase Chronic stable phase WHO definition Peripheral blood blasts fewer than 10% in the blood and bone marrow Accelerated phase Blasts 10-19% of white blood cells in peripheral and/or nucleated bone marrow cells ; persistent thrombocytopenia (< 100 109/L) unrelated to therapy or persistent thrombocytosis (> 1000 109/L) unresponsive to therapy; increasing white blood cells and spleen size unresponsive to therapy; cytogenetic evidence of clonal evolution Blast crisis Peripheral blood blasts 20% of peripheral blood white blood cells or nucleated bone marrow cells; extramedullary blast proliferation; and large foci or clusters of blasts on bone marrow biopsy

Tehnik baru pemeriksaan yaitu fluorescence in situ hybridization (FISH) menggunakan probes terlabeli yang telah berhibridisasi dengan kromosom metafase atau nukleus interfase, dan probe terhibridisasi itu akan dideteksi oleh fluorokrom. Teknik ini membutuhkan waktu singkat dan sensitive dan dapat mendeteksi rekurensi dari abnormalitas kromosom. Tatalaksana[9) Tujuan utama dari terapi pada LMK : 1. Perbaikan hematologik (pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fisik normal; tidak ada organomegali)

2. Perbaikan sitogenetik (kromosom normal, dengan 0% sel Ph-positif) 3. Perbaikan molekular (hasil tes PCR negatif untuk mutasi mRNA BCR/ABL), yang menunjukan perbaikan dan perpanjangan dari harapan hidup pasien

Pada pasien yang terdiagnosa pada fase kronik, leukositosis biasanya dikontrol dengan medikamentosa.Tujuan utama dari terapi pada fase ini ialah untuk mengontrol gejala dan komplikasi yang timbul sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, leukositosis, dan splenomegali.Terapi pilihan standar yang biasanya diberikan saat ini ialah imatinib mesylate, yang merupakan inhibitor molekul kecil BCR/ABL spesifik pada semua fase LMK. Lamanya fase kronik berlangsung bervariasi , tergantung dari terapi yang digunakan : biasanya 2-3 tahun dengan terapi hydroxyurea atau busulfan, tetapi fase kronik mungkin berlangsung selama lebih dari 9.5 tahun pada pasien yang berespon baik terhadap terapi 25

interferon-alfa. Lebih lanjut, penggunaan imatinib mesylate telah meningkatkan perbaikan hematologik dan sitogenik secara dramatis. Beberapa pasien dengan LMK berlanjut ke fase akselerasi, yang mungkin dapat berlangsung selama beberapa bulan. Harapan hidup pada pasien yang didiagnosa dengan fase ini ialah 11.5 tahun. Fase ini ditandai dengan jeleknya kontrol jumlah sel darah dengan terapi obat myelosupresif dan ditemukannya sel blast (15%), promyelosit (30%), basofil (20%) pada darah perifer, dan hitung trombosit kurang dari 100,000 sel/L yang tidak berhubungan dengan terapi. Transplantasi sumsum tulang diindikasikan untuk pasien yang tidak mencapai perbaikan molekular atau menunjukan resistensi terhadap imatinib dan kegagalan terapi inhibitor bcrabl kinase generasi kedua seperti dasatinib. Transplantasi sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan lebih awal pada pasien yang lebih muda (<55 tahun) dan memiliki saudara yang cocok sebagai donor.(11)

26

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kami menyimpulkan bahwa diagnosis pasti kelompok kami adalah Leukemia Myelositik Kronik.Hasil anamnesis yang mendukung ialah terdapat cepat lelah yang merupakan manifestasi anemia dan keringat malam yang mungkin terjadi karena hipermetabolisme pada pasien ini.Terdapat nyeri pada perut kanan atas, kemungkinan karena terjadi

splenomegali.Hasil anamnesis ialah berupa keluhan yang sering terjadi pada leukimia myelositik kronik. Pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umumnya pucat yang terjadi karena anemia.Frekuensi nadi dan nafasnya juga meningkat karena merupakan mekanisme kompensasi dari anemianya, kemudian ditemukan juga splenomegali dan

limfadenofati.Pembesaran ini bisa terjadi karena adanya infiltrasi dari sel leukosit yang berlebihan. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukan hemoglobin rendah yang berarti anemia, trombosit meningkat, leukositosis, seri granulosit (neutrofil) meningkat, sel granulosit imatur di darah tepi dan peningkatan asam urat.Hasil-hasil tersebut sangat mendukung diagnosis leukimia myelisitik kronik dan untuk mematiskannya dapat dilihat dari hasil aspirasi dan biopsi sumsum tulang serta biopsi limfadenopati.Pada biopsi limfadenopati diharapkan tidak ditemukan kelainan dan Aspirasi sum-sum tulang menunjukkan peningkatan sel seri myeloid yang bisa didapatkan pada leukemia mielositik kronik.Nilai sel blas serta basofil pada pasien ini juga menunjukan bahwa pasien menderita leukemia mielositik kronik yang berada pada fase kronik. Selain itu juga didapatkan hasil analisa kromosom yang menurut interpretasi kelompok kami, pada pasien ini terjadi kromosom philadelphia. Hal tersebut bisa menjadi dasar terapi dan prognosis yang lebih baik.

27

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

1. Mayoclinic

staff.

Chronic

Mylogenous

Leukemia.

Available

at:

http://www.mayoclinic.com/health/chronic-myelogenousleukemia/DS00564/DSECTION=risk-factors. Accessed at: April 21th , 2013. 2. F a d j a r i , H . A n e m i a G r a n u l o s i t i k K r o n i s . Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. 2007. Jakarta; Interna Publishing: 688-91. 3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;2002.p.167-8 4. Bloomfield CD, Byrd JC, Wetzler M. Acute and Chronic Myeloid Leukemia. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J; editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17thed. New York: McGraw Hill Companies; 2008. 5. Besa EC. Chronic Myelogenous Leukemia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/199425-medication. Accessed at: April 21th 2013. 6. Fadjari, Heri. Leukimia Granulositik Kronis in Buku ajar Ilmu Penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I et al. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal:689-91 7. Sawyers CL. Chronic myeloid leukemia. N Engl J Med. Apr 29 1999;340(17):133040 8. Chronic myelogenous leukemia. Fort Washington, Pa.: National Comprehensive Cancer Network. http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/PDF/cml.pdf.

Accessed Sept. 15, 2011 9. Chronic myelogenous leukemia treatment (PDQ). National Cancer Institute. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/CML/patient/allpages. Sept. 15, 2010. 10. Kantarjian HM, Talpaz M. Chronic myelogenous leukemia. Hematol Oncol Clin N Am. Jun 2004;18(3):XV-XVI 11. Moreb J, Johnson T, Kubilis P, Myers L, Oblon D, Miller A, et al. Improved survival of patients with chronic myelogenous leukemia undergoing allogeneic bone marrow transplantation. Am J Hematol. Dec 1995;50(4):304-6. Accessed

28

Anda mungkin juga menyukai