Anda di halaman 1dari 4

NAMA NIM

: Muh.Lubis Asrim : 632408048

HUBUNGAN ANTARA OSEANOGRAFI DENGAN THP Beragam fenomena oseanografi yang terjadi di perairan pesisir dan lautan tropis membentuk perairan Indonesia menjadi sangat dinamis dan kaya dengan kera-gaman hayati laut termasuk jenis ikan pelagis. Karakteristik perairan yang ber-beda dan dinamis ini dapat dimonitor melalui rekaman data satelit pengin-deraan jauh secara rutin dan dengan akurasi yang cukup baik. Perkembangan teknologi penginde-raan jauh kelautan yang sedemikian pesat ini memudahkan kita dalam memetakan kondisi perairan Indonesia secara aktual dengan cara yang mudah dan murah. Informasi tersebut dianalisis dan dimanfaatkan antara lain untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan perairan yang dibutuhkan oleh ikan pelagis tertentu untuk hidup dan berkembang biak, yang selanjutnya diprediksi sebagai lokasi Fishing Ground (tempat penangkapan ikan pelagis/lumbung ikan). Pendekatan prediksi ini telah digunakan oleh nelayan asing untuk mengetahui dimana saja ada lumbung ikan, termasuk yang ada di perairan Indonesia yang terkenal kaya dengan sumberdaya lautnya. Suhu perairan berkisar antara Celcius (warna hijau kekuningan menunjukkan suhu perairan yang rendah dan sebaliknya). Konsentrasi klorofil-a permu-kaan perairan berkisar antara berasal dari pengolahan citra MODIS Aqua. Sumber: GSFC NASA. Visualisasi citra satelit diproses di Laboratorium Pusat Teknologi Inventa-risasi Sumberdaya Alam (TISDA BPPT).Fitoplankton (klorofil-a) perairan meru-pakan salah satu komponen biologi laut yang penting terutama untuk memetakan potensi sumber daya hayati laut. Hal ini didukung oleh kondisi bahwa cahaya di perairan Indonesia cukup banyak sepan-jang tahun, sehingga apabila terjadi sedi-kit kenaikan atau penurunan kandungan klorofil perairan maka ini adalah diakibatkan oleh proses oseanografi termasuk adanya perubahan kontribusi jumlah kandungan zat makanan dari daratan. Sedangkan populasi plankton dapat berubah dari tahun ke tahun, terkait dengan perubakan iklim musiman dan tahunan.

Tinjauan ini diharapkan dapat membe-rikan sedikit pencerahan mengenai hubungan antara penyebaran serta keberadaan ikan pelagis dan fenomena oseanografi yang terjadi di perairan Indonesia.

CONTOH DIAMBIL DARI FENOMENA OSEANOGRAFI, DISTRI-BUSI FITOPLANKTON DAN VARIASI TANGKAPAN IKAN PELAGIS Hasil tangkapan ikan pelagis dari perairan sekitar Pulau Jawa (Laut Jawa, Samudra Hindia, Selat Sunda dan Selat Bali) yang tercatat di pelabuhan perikanan besar di pesisir Jawa dipengaruhi oleh fenomena oseanografi seperti upwelling, throughflow dan coastal discharge. Selain keberadaan ikan tersebut juga di pengaruhi oleh fenomena lainnya seperti climate-change, large scale phenomena (El Nino, La Nina, ITF, IOD), eddy dan surface stratification. Oleh karena itu, pemahaman menge-nai karakteristik serta dinamika fenomena tersebut menjadi sangat penting terutama untuk mengkaji potensi perikanan tangkap di wilayah pesisir dan lautan. Kondisi oseanografi dan lingkungan perairan dapat diamati melalui analisis data satelit penginderaan jauh khususnya untuk di permukaan dan pengukuran in-situ di kedalaman. Teknologi penginderaan jauh akan sangat bermanfaat untuk memantau keberadaan fenomena oseanografi dan selanjutnya dapat diimplementasikan untuk menduga lokasi penangkapan ikan pelagis. Aplikasi inderaja kelautan dapat dikelompokkan kedalam kajian regional untuk cakupan perairan yang lebih luas dan kajian lokal yang terfokus pada zona yang lebih sempit. Dimana, analisis regional membutuhkan data inderaja multi temporal dengan resolusi spasial rendah (110 km), dan menghasilkan informasi sebaran spasial parameter biofisik perairan serta dinamikanya yang antara lain dipengaruhi oleh angin musiman. Sedangkan analisis lokal memerlukan data satelit resolusi tinggi ( <100m ) untuk menghasilkan informasi yang lebih rinci. Kkeberadaan fenomena oseanografi dapat dideteksi dari informasi data satelit tentang parameter lingkungan perairan seperti SPL, SSH, arus laut. Fenomena oseanografi tersebut mempengaruhi secara langsung keberadaan dan perkembangan sumberdaya alam hayati laut sperti perikanan (ikan pelagis).

Hubungan antara Fenomena Oseanografi dengan Sumberdaya Alam Hayati Laut Sebagai contoh, di bawah ini akan dijabarkan hasil penelitian di perairan sekitar Pulau Jawa. Untuk analisisnya, digunakan data statistik tangkapan ikan yang dikumpulkan dari 4 pelabuhan ikan di pesisir Jawa untuk perioda waktu yang cukup lama (1976-2004). Pelabuhan ikan tersebut dipilih untuk dapat mewakili data dari Laut Jawa (Utara P. Jawa), Selat Sunda (Barat P. Jawa), Samudera Hindia (Selatan P. Jawa) dan Selat Bali (Timur P. Jawa). Pertumbuhan fitoplankton berhubungan dengan keberadaan fenomena pesisir dan laut yang dipicu oleh angin. Satelit penginderaan jauh Ocean Color dapat diunakan untuk mengetahui karakteristik umum dari fenomena oseanografi yang dijumpai di sekitar Pulau Jawa, yang meliputi pergerakan masa air permukaan dan limpasan material daratan di Laut Jawa dan Selat Sunda, upwelling di Samudra Hindia. Dimana, karakteristik zona upwelling dapat dilihat dari sebaran suhu permukaan laut dan klorofil perairan, yang terpantau dengan jelas berdasarkan citra satelit SPL (Suhu Permukaan Laut) yang mempunyai nilai yang lebih rendah di bawah 28C dan citra klorofil dengan konsentrasi lebih tinggi yaitu antara 0.8 dan 2.0 mg/m3. Oleh karena upwelling ini dipengaruhi oleh iklim musiman.Terjadinya fenomena perubahan iklim global seperti El Nino 1997 memberikan dampak pada keberadaan fenomena upwelling yang lebih kuat dan lebih lama dibandingkan pada kondisi tahun tidak terjadi El Nino. El Nino mengakibatkan lebih panjangnnya perioda musim timur sampai November (Susanto dkk., 2001), selain juga berkurangnya transportasi massa air yang masuk dari Samudera Pasifik ke perairan Indonesia menyebab-kan intensitas upwelling di Samudera Hindia lebih stabil. Sedangkan, transportasi massa air permukaan dari Laut Jawa ke Samudera Hindia melalui Selat Sunda dapat diidentifikasi dengan baik dari tingginya konsentrasi klorofil dan suhu permukaan yang mendominasi. Sistem iklim musiman di Kepulauan Indonesia memainkan peranan yang sangat penting dalam menentukan perubahan tangkapan ikan di sekitar Pulau Jawa. Musim ikan biasanya dijumpai pada musim tenggara/timur. Perubahan pola tangkapan ikan dari empat wilayah perairan yang berbeda menunjukkan kondisi yang serupa dimana hasil tangkapan maksimum dan minimum dijumpai pada musim tenggara (timur) dan musim barat. Hanya, sistem iklim musiman memberikan dampak yang berbeda pada setiap proses oseanografi yang terjadi di wilayah perairan tersebut, dan kondisi ini juga mempengaruhi perubahan hasil tangkapan ikan dan laut. Selanjutnya diidentifikasi karakteristik ikan pelagis di sekitar Pulau Jawa yang mencakup jenis

distribusi ikan pelagisnya.Perubahan tahunan hasil tangkapan ikan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti fenomena oseanografi, faktor manusia dan peralatan penangkapan. Perubahan musiman dari kondisi permu-kaan perairan umumnya sama dari tahun ke tahun, sehingga pola perubahan tahunannya dapat diprediksi. Namun, dikarenakan terbatasnya/tidak adanya data kondisi lingkungan perairan seperti SPL dan klorofil terutama pada musim hujan, maka belum diperoleh indikasi yang jelas dari peran serta pengaruh fenomena regional seperti El Nino dan La Nina terhadap data tangkapan ikan tersebut. Keberadaan ikan pelagis dipengaruhi oleh sifat bio-fisik perairan Indonesia yang sangat dinamis terkait erat dengan proses oseanografi yang beragam. Upwelling (proses naiknya masa air) dan through-flow (pergerakan masa air) membantu dalam penyebaran ikan pelagis melalui ketersediaan makanan yang cukup serta lingkungan perairan yang cocok untuk hidup larva, ikan kecil dan besar. Sedangkan proses pelimpasan mate-rial dari pantai ke laut yang berlebihan berpotensi dalam meningkatkan kekeruh-an perairan yang akan berdampak pada penurunan kualitas serta kuantitas sumber daya perikanan laut dan pesisir. Pemantauan kondisi perairan melalui penerapan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) menjadi penting terutama untuk mengkaji proses oseanografi secara spasial termasuk dampak dari adanya perubahan iklim global seperti El Nio, dan untuk mengindentifikasi keberadaan ikan pelagis (pendugaan daerah fishing ground) serta mengkaji potensinya. Pengukuran lapangan sangat diperlukan untuk keperluan verifikasi hasil interpretasi citra satelit khususnya untuk mengkaji proses oseanografi di kedalam.

Anda mungkin juga menyukai