Dasar Hukum:
Persyaratan:
2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK yang masih
berlaku dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang).
a. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja
yang bersangkutan, atau
b. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959, atau
c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk
mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang
disebut didalamnya, atau
f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum
dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
g. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai
dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau
h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil
oleh Pemerintah Daerah, atau
j. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
1. Sesuai PP 46/2002 dan SE Ka. BPN No.600-1900 tanggal 31 Juli 2003 (Diluar
biaya pengukuran dan pemetaan untuk Sporadik)
Sebelum mengupas mengenai tata cara pensertifikatan tanah girik, saya merasa
perlu untuk menjelaskan, apa itu tanah girik. Tanah girik adalah istilah populer
dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum di konversi menjadi salah satu
tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha)
dan belum didaftarkan atau di sertifikat kan pada Kantor Pertanahan setempat.
Sebutannya bisa bermacam2, antara lain: girik, petok D, rincik, ketitir, dll
Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke
tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di
bagi2 atau dipecah2 menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan
hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala
desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan
kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat apapun yang
dapat digunakan untuk menelusui kepemilikannya.
Pensertifikatan tanah girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai
Pendaftaran Tanah Pertama kali . Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya
untuk TANAH GARAPAN, dalam prakteknya prosesnya dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Untuk proses pensertifikatan tanah tersebut hanya dapat dilakukan jika pada
waktu pengecekan di Kantor Kelurahan setempat dan Kantor Pertanahan
terbukti bahwa tanah tersebut memang belum pernah disertifikatkan dan selama
proses tersebut tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan (perihal
pemilikan tanah tersebut). Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka proses
pensertifikatan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai dengan 1
tahun.
Persyaratan:
2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK yang masih
berlaku dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang).
a. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja
yang bersangkutan, atau
b. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959, atau
c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk
mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang
disebut didalamnya, atau
e. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda
kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan,
atau
f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum
dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil
oleh Pemerintah Daerah, atau
j. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
1. Sesuai PP 46/2002 dan SE Ka. BPN No.600-1900 tanggal 31 Juli 2003 (Diluar
biaya pengukuran dan pemetaan untuk Sporadik)
Jual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu,
dan biasanya diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip: Terang dan Tunai.
Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai
artinya di bayarkan secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum
1.PPAT sementara –> adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah
–daerah terpencil
2.PPAT –> Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah
kerja tertentu
Data-data apa saja yang harus dilengkapi untuk proses Jual Beli & balik nama
tersebut?
Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, biasanya PPAT
yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:
I. Data tanah, meliputi:
a.asli PBB 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran (bukti bayarnya)
b.Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama)
c.asli IMB (bila ada, dan untuk diserahkan pada Pembeli setelah selesai proses
AJB)
d.bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada)
e. Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Surat Roya dari
Bank yang bersangkutan
Catatan: point a & b mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optional
II. Data Penjual & Pembeli (masing-masing) dengan criteria sebagai berikut:
a.Perorangan:
a.1. Copy KTP suami isteri
a.2. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
a.3. Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan)
b.Perusahaan:
b.1. Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili
b.2. Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari Menteri
kehakiman dan HAM RI
b.3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan
Sebagian kecil asset
Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah yang bersangkutan.
Contoh Perhitungannya:
-NJOP Tanah sebesar Rp. 300juta, berlokasi di wilayah bekasi:
Nilai tidak kena pajaknya wilayah Bekasi adalah sebesar Rp. 250jt. Jadi pajak
yang harus di bayar =
{(Rp. 300jt – Rp. 250jt) X 5%} X 50%.
Jadi, apabila NJOP tanah tersebut di bawah Rp. 250jt, maka penerima waris
tidak dikenakan BPHTB Waris (Pajak Waris)
3. Sertipikat Asli
Dasar Hukum:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria
(UUPA).
Persyaratan:
• Surat Pengantar dari PPAT.
• Surat Permohonan.
• Sertipikat Asli.
• Akta Hibah.
• Identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya (fotocopy KTP
dan KK yang masih berlaku dan dilegalisir oleh pejabat berwenang).
• Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
• Bukti pelunasan SSB BPHTB.
• Bukti pelunasan SSP Pph Final (untuk Pph apabila hibah vertikal tidak
diperlukan).
• SPPT PBB tahun berjalan
• Ijin Pemindahan Hak, jika:
-Pemindahan Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Rumah Susun yang di dalam
sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya
boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang
berwenang;
-Pemindahan hak pakai atas tanah negara.
BPHTB
Pengertian
II. Objek PajakYang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:
1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
10.penggabungan usaha;
11.peleburan usaha;
12.pemekaran usaha;
13.hadiah.
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang
diperoleh:a.Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;b.Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;c.Badan atau perwakilan
organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;d.Orang pribadi atau badan
atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya
perubahan nama;e.Orang pribadi atau badan karena wakaf;f. Orang pribadi atau
badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
IV. Subjek PajakYang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak
sebagaimana tersebut diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak
menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan.
VIII. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan
secara regional paling banyak;a.Rp.60.000.000 (enam puluh juta
rupiah);b.Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas
atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.
IX. Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang.Saat terutang Pajak
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:
a.jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b.tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c.hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d.waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke Kantor Pertanahan;
e.pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
g.lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
h.putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
k.pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani
dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
m.peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
Tempat Pajak Terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan bangunan.
Cara Pembayaran Pajak adalah wajib pajak membayar pajak yang terutang
dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang
dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank BUMN/BUMD atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB).
Contoh 2.
Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang
terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun
2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya NPOP adalah Rp.
100.000.000.-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah
wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten
“XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Besarnya Nilai Perolehan Objek
Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp. 100.000.000,00 dikurangi Rp.
60.000.000,00 sama dengan Rp. 40.000.000,00, maka perolehan hak tersebut
terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 100
– Rp. 60) juta= 5 % x ( Rp. 40) juta= Rp. 2 juta .
Contoh 4.
Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi “K” mendaftarkan
hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota “BB”
dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena
hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kota “BB”
ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil
dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanBPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 250 – Rp.
300) juta= 50% x 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).
III. Penetapan
1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang
dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan
untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak
sampai dengan diterbitkannya SKBKB.
IV. Penagihan
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan apabila :
1.pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2.dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan atau salah hitung;
3.wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang
dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
I. Keberatan
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal
Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan;
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.
(3)Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan
(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak.
(8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan.
(11) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang
diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
II. Banding
(1)Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan
Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
III. Pengurangan
Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat
diberikan oleh Menteri karena:
1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,
contoh;
a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru
melalui program pemerintah di bidang pertanahan;
b. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas
atau satu derajat ke bawah.
contoh;
a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil
ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;
b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah
yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
c. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang
berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak
harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah.
3.tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan
yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan, contohnya; Tanah dan atau
bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti asuhan, panti jompo, rumah
yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah
sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat.
4.Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat
hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/ Kota pada saat
Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.”
Dalam usianya yang ke 45 tahun ini, UUPA telah memberikan dukungan dalam
pembangunan, khususnya yang berhubungan dengan tanah. Namun, UUPA juga
menunjukan kelemahan dalam kelengkapan isi dan rumusannnya. Kelemahan
UUPA tersebut, pada masa orde baru telah dimanfaatkan dengan memberikan
tafsiran yang menyimpang dari azas dan tujuan ketentuan yang bersangkutan.
Pada masa orde baru, orientasi kerakyatan ditinggalkan, orientasi agraria lebih
ditekankan pada pemberian kesempatan investor-investor dan pemodal-pemodal
besar untuk dapat memiliki tanah guna kepentingan pembangunan.
Akibatnya adalah berupa warisan konflik pertanahan yang tampak sekarang ini.
Oleh sebab itu perangkat-perangkat hukum yang ada dalam UUPA perlu di
perbaiki, bila perlu dengan melakukan perobahan ketentuan dan rumusan
lembaga-lembaga dan peraturan-peraturannya, agar tersedia perangkat hukum
yang lengkap dan jelas, untuk menghindari penafsiran yang keliru dalam
pelaksanaannya. Dengan demikian akan tercipta kepastian hukum dan
memberikan perlindungan hukum yang seimbang kepada semua pihak dalam
pelaksanaan pembangunan dan kehidupan sehari-hari.
Secara harfiah, perkataan landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu; Land
artinya Tanah dan Reform artinya Perubahan, perombakan. Namun menurut
Prof. Arie Sukanti Hutagalung, bila kita mencoba menerjemahkan definisi
landreform secara harfiah, kita akan menghadapi suatu hal yang
membingungkan, karena istilah Land itu sendiri mempunyai arti yang berbagai
macam. Sedangkan istilah Reform berarti mengubah dan terutama mengubah
kearah yang lebih baik. Jadi landreform berkaitan dengan perubahan struktur
secara institusional yang mengatur hubungan manusia dengan tanah.
Prof. Boedi Harsono, memberikan perbedaan landreform dalam arti luas dan
landreform dalam arti sempit. UUPA bukan hanya memuat ketentuan-ketentuan
mengenai perombakan hukum agraria, melainkan memuat juga lain-lain pokok
persoalan agraria serta penyelesaiannya. Penyelesaian persoalan-persoalan
tersebut pada waktu terbentuknya UUPA, merupakan program revolusi dibidang
agraria, yang disebut Agrarian Reform Indonesia.
5. Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya serta penggunaanya secara terencana, sesuai dengan
daya dukung dan kemampuannya.
Dalam hal-hal tertentu, istilah landreform dipakai dalam pengertian yang sempit,
yaitu sebagai perubahan dalam pemilikan dan penguasaan tanah, khususnya
redistribusi tanah. Tetapi, menurut Erich Jacoby, redistribusi tanah tidaklah sama
dengan landreform. Namun redistribusi tanah melalui landreform khususnya,
telah mencapai target selama 20 tahun terakhir, pada saat prioritas perubahan
social ekonomi telah diberikan terhadap daerah-daerah yang masyarakatnya
sangat peka terhadap perubahan-perubahan.
Jadi yang dimaksud dengan redistribusi tanah yang menjadi objek landreform,
adalah pembagian tanah-tanah pertanian yang telah diambil alih oleh
Pemerintah karena terkena ketentuan larangan pemilikan tanah secara
maksimum, absentee, tanah swapraja atau bekas swapraja, kepada para petani
yang memenuhi syarat untuk menerima distribusi tanah tersebut.
Pasal ini tidak langsung menyebutkan bahwa Menteri yang dimaksud adalah
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, sehingga ada kesan pembuat Undang-
Undang, “malu-malu” untuk mengakui bahwa pada akhirnya, Notaris harus
diangkat “hanya” oleh Menteri, seperti yang selama ini sudah berlangsung.
Pengangkatan Notaris oleh Menteri Kehakiman dimulai sesudah tahun 1954,
namun apa yang menjadi dasar kewenangan Menteri Kehakiman untuk dapat
Lebih lanjut dikatakannya, bahwa menurut ketentuan pasal 3 PJN, para Notaris
diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal. Didalam pasal III Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, dinyatakan dengan tegas, bahwa segala
Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Pasal 3 PJN Stbl. 1860
Nomor 3 masih tetap berlaku,karena belum pernah dirubah atau dicabut.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris
Sementara, hanya Pasal 2 ayat 3, pasal 62,62a dan Pasal 63, yang dicabut.
Dengan demikian, pengangkatan Notaris seharusnya tetap dilakukan oleh
Presiden selaku Kepala Negara, sebagaimana halnya dilakukan sebelumnya,
sampai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004.
Apabila kita menelaah UUJN itu sendiri, maka sesungguhnya Pasal 15 ayat 1
UUJN dengan tegas telah menyebutkan, bahwa,Notaris berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan , perjanjian, dan Ketetapan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menyimpan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Pada sisi lain, Pasal 17 huruf g UUJN menyatakan bahwa Notaris tidak secara
otomatis juga menjadi PPAT, karena pasal ini mengakui adanya pemisahan
kewenangan Notaris dengan PPAT, dimana pasal 17 huruf g tersebut berbunyi;
Notaris dilarang; merangkap jabatan sebagai PPAT.
Bila hal ini benar, maka yang akan dirugikan tidak hanya Notaris yang
bersangkutan, melainkan juga masyarakat banyak yang justru menginginkan
adanya kepastian hukum. Adalah tepat apa yang dikatakannya, bahwa subtansi
UUJN tersebut, bertentangan dengan 3 Undan-Undang dibidang pertanahan,
yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA), Undang-Undang No. 15 Tahun
1985 dan Undang-Undang No. 4 tahun 1996. Dua undang-Undang terakhir
dengan tegas menyebutkan adanya Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jadi
UUJN tidak saja menabrak ketiga Undang-Undang tersebut diats, melainkan
telah “membypass” ketiga Udang-Undang tersebut.
Pasal lain yang patut dicermati dalam UUJN ini adalah Pasal 20 ayat 1, yang
memperbolehkan Notaris untuk membentuk Persekutuan Perdata dalam
menjalankan jabatannya. Menurut penjelasannya, yang dimaksud dengan
Perserikatan Perdata dalam ketentuan Pasal 20 tersebut, adalah “kantor
bersama Notaris”. Di dalam Peraturan Jabatan Notaris Stbl. 1860 Nomor 3,
Pasal 12, Notaris dilarang keras untuk mengadakan persekutuan dalam
menjalankan jabatannya, dengan ancaman akan kehilangan jabatannya apabila
ketentuan tersebut dilanggar.
Perlu diingat bahwa, bahwa bidang keahlian para Notaris adalah sama. Hal ini
berbeda dengan dokter misalnya, yang membuka praktek bersama, namun
Oleh karena itu, mengingat sifat dan bidang pekerjaan Notaris seperti diuraikan
diatas, serta kedudukan Notaris sebagai pejabat umum, maka seharusnya
ketentuan Pasal 12 Peraturan Jabatan Notaris Stbl. 1860 No. 3 tetap
dipertahankan.
Ketentuan lainnya dalam UUJN ini yang dapat menimbulkan masalah adalah
ketentuan Pasal 82 ayat 1, yang menentukan bahwa, Notaris berhimpun dalam
wadah Organisasi Notaris. Penjelasan Pasal 82 ayat 1 menyatakan, “cukup
jelas”. Namun bernarkah demikian?. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.M-01.H.T.03.01
Tahun 2003 tentang Kenotarisan, Organisasi Notaris satu-satunya yang diakui
oleh Pemerintah adalah Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Pengakuan dari Departemen Hukum dan HAM, bahwa INI adalah sebagai
“wadah tunggal” Notaris, akhirnya kembali ditegaskan melalui, Peraturan Menteri
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor: M.02.PR.08.10
Tahun 2004, tertanggal 7 Desember 2004, tentang Tata Cara Pengangkatan
Tidak bisa dipungkiri, bahwa selain INI masih terdapat beberapa organisasi
Notaris lain, yang suka atau tidak suka, hingga saat ini ada, yaitu antara lain
adalah Himpunan Notaris Indonesia (HNI) dan Asosiasi Notaris Indonesia (ANI),
serta Persatuan Notaris Reformasi Indonesia (Pernori). Sebagai sebuah
organisasi profesi jabatan yang berbentuk perkumpulan, HNI telah terdaftar di
Departemen Dalam Negeri, seperti juga halnya dengan INI. Paling tidak, ia telah
memenuhi unsur untuk dapat dianggap sebagai organisasi profesi jabatan
sebagaimana dinyatakan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 (2) Peraturan
Meneteri Hukum dan HAM tersebut diatas.
Seperti pernah saya kemukakan dalam tulisan pada harian lain dikota ini,
Undang-Undang No 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) sejak awal
lahirnya telah menimbulkan berbagai macam polemik karena adanya beberapa
ketentuan dalam Pasal-pasal undang-undang tersebut yang bersifat
kontroversial. Ternyata dugaan saya itu benar, terbukti dengan semakin
ramainya polemik mengenai pasal-pasal yang telah saya bahas dalam tulisan
tersebut.
Sementara itu organisasi PPAT, Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT)
melalui Ketua Umumnya menyatakan dan beranggapan bahwa masalah itu
bukan merupakan kewenangan dari IPPAT, sehingga jika suatu hari nanti PPAT
tidak ada lagi karena keberadaanya dihapuskan oleh undang-undang, maka hal
itu harus diterima.
Oleh karena itu untuk menjamin adanya kepastian hukum dan untuk
dipenuhinya rasa keadilan, serta pula demi tercapainya tertib hukum sesuai
dengan system hukum yang dianut dan berlaku di Indonesia, maka dengan
pendekatan yang objektif, ilmiah dan argumentatif, jika keberadaan PPAT itu
akan tetap dipertahankan, perlu segera dibentuk atau dibuat undang-undang
organik yang mengatur tentang jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Ketentuan-ketentuan yang selama ini ada tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah
dianggap belum cukup memadai, karena walaupun kedudukan, nama dan status
Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut telah di sebutkan dengan tegas dalam
Undang-Undang tentang Rumah Susun maupun Undang-Undang tentang Hak
Tanggungan, tetapi ketentuan mengenai peraturan jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), yang dianggap
masih belum memadai untuk tugas dan peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Disamping itu keberadaan Peraturan Pemerintah No.37 tahun tahun 1998 itu
dianggap kurang tepat secara hukum. Keberadaan PP ini sama sekali tidak
didasarkan atas perintah undang-undang. Penetapan PP tersebut oleh
pemerintah dianggap perlu untuk mengisi kekosongan hukum.
Atau jika keberadaan PPAT memang hendak dihapuskan karena dianggap telah
inheren dalam diri Notaris, sebagaimana dikehendaki oleh DPR dan Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia seperti yang tersirat dalam ketentuan Pasal 15
UUJN, serta wacana yang berkembang belakangan ini, maka ketentuan itu harus
pula dinyatakan dengan tegas dalam undang-undang, sehingga tidak
menimbulkan polemik karena adanya perbedaan penafsiran dalam
pelaksanaannya
Tahun 2009 akan dilakukan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk anggota legislatif
dan presiden serta wakil presiden. Khusus untuk anggota legislatif (DPRD
Kota/Kabupaten, DPRD Propinsi dan DPR serta Dewan Perwakilan
Daerah/DPD), banyak dari kalangan Notaris dan PPAT melalui partai politik
tertentu yang “mengadu peruntungan” untuk turut serta merebut satu kursi
legislatif tersebut. Saya sebutkan “mengadu peruntungan” mungkin untuk
melakukan reposisi kedudukan dari Notaris/PPAT sebagai Pejabat Umum atau
Pejabat Publik ke Pejabat Negara, ataupun memang terpanggil untuk berkiprah
dalam dunia politik, sehingga bisa berbuat lebih banyak untuk rakyat,
dibandingkan dengan Notaris yang seringkali mengedepankan ego pribadinya
daripada melayani masyarakat. Apapun alasannya sah-sah saja, dan tidak perlu
dipersoalkan, karena semuanya akan kembali kepada yang menjalaninya.
Dalam hal ini perlu mendapat perhatian kita semua, terutama para Notaris/PPAT
yang akan duduk sebagai anggota legislatif tersebut kaitannya dengan
jabatannya sebagai Notaris/PPAT.
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung,
serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan.
Dalam aturan hukum tersebut menentukan mereka yang menjadi pimpinan atau
anggota tinggi negara/tertinggi negara sebagaimana tersebut di atas
Kedudukan sebagai Pejabat Negara tidak hanya dapat diisi atau dipangku oleh
mereka yang berkarir dalam pemerintahan (sebagai pegawai negeri), kedudukan
tersebut dapat diisi pula oleh mereka yang berjuang melalui sarana partai politik
atau juga oleh mereka yang tidak merintis karir sebagai pegawai negeri atau
melalui partai politik, tapi melalui cara lain, misalnya dalam pengangkatan Hakim
Agung yang dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY), disamping menerima calon
yang berasal hakim karir, juga menerima mereka yang bukan berasal dari hakim
karir. Jabatan seperti itu dapat disebut sebagai Jabatan Politik. Disebut sebagai
Jabatan Politik bukan saja dari cara meraihnya, tapi sebagai jabatan yang
strategis dalam pengambilan kebijakan atau keputusan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
UUJN juga mengatur untuk Notaris yang diangkat menjadi Pejabat Negara. Jika
seorang Notaris akan diangkat menjadi Pejabat Negara maka wajib mengambil
cuti selama memangku jabatan sebagai pejabat negara (Pasal 11 ayat (1) dan
(2) UUJN), dan wajib mengangkat Notaris Pengganti yang akan menerima
protokolnya, dan setelah tidak lagi memangku jabatan sebagai Pejabat Negara,
maka Notaris dapat melanjutkan lagi tugas jabatannya sebagai Notaris (Pasal 11
ayat (3) – (6) UUJN). Ketentuan semacam ini untuk tetap menjaga
kesinambungan jabatan Notaris.
Dengan demikian serta merta seorang Notaris dilarang untuk merangkap jabatan
sebagai Pejabat Negara. Jika Notaris melanggar ketentuan tersebut (artinya
tidak mengambil cuti) akan dijatuhi Sanksi Administratif sebagai diatur dalam
Pasal 85 UUJN. Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 30 Peraturan Kepala
BPN Nomor 1/2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang dalam ayat (1) huruf c berbunyi ”PPAT dilarang merangkap jabatan atua
profesi lain-lain jabatan yang dilarang peraturan perundang-undangan”.
Kemudian dalam ayat (2) disebutkan bahwa PPAT yang merangkap jabatan
tersebut wajib mengajukan permohonan berhenti kepada kepala BPN. Dan
menurut ayat (3) jika masa jabatannya telah berakhir dapat mengajukan
permohonan kembali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Notaris/PPAT yang menjadi anggota legislatif tersebut lebih tegas lagi
jika ditinjau atau dikaitkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk
anggota DPD disebutkan dalam Pasal 12 huruf l disebutkan bahwa ”bersedia
untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris,
pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia
barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan
lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan
Jika menurut Pasal 11 ayat (1) dan (2) UUJN, Untuk Notaris wajib mengangkat
Notaris Pengganti yang akan menerima protokolnya, dan setelah tidak lagi
memangku jabatan sebagai Pejabat Negara, maka Notaris dapat melanjutkan
lagi tugas jabatannya sebagai Notaris (Pasal 11 ayat (3) – (6) UUJN) maka dapat
dikategorikan bahwa Notaris yang bersangkutan masih berpraktek, meskipun
jabatannya dan namanya dipakai oleh Notaris Pengganti, artinya Papan
Namanya sebagai Notaris tetap ada (dipasang) atau tidak diturunkan. Dan
menurut Pasal 30 Peraturan Kepala BPN Nomor 1/2006 wajib berhenti dan
berdasarkan Pasal 12 huruf l dan 50 ayat (1) huruf l Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2008, Notaris/PPAT dilarang berpraktek atau dilarang
menjalankan tugas jabatannya sebagai Notaris/PPAT sama sekali, artinya
kalaulah Notaris/PPAT yang menjadi anggota legislatif tersebut dengan memakai
Notaris Penggganti masih dikategorikan ”praktek” atau menjalankan tugas
jabatannya, maka menurut Pasal 12 huruf l dan 50 ayat (1) huruf l Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 dilarang praktek, dengan kata
lain Notaris/PPAT yang bersangkutan bukan lagi harus cuti, tapi harus
mengundurkan diri atau berhenti tetap sebagai Notaris/PPAT dan menyerahkan
protokolnya kepada Notaris/PPAT lain dan menurunkan papan namanya dan
menutup kantornya. Karena mengundurkan diri, maka dengan konsekuensi
hukum, jika setelah menjalankan tugas sebagai anggota legislatif, akan praktek
kembali sebagai Notaris/PPAT, maka kepada yang bersangkutan akan
dikategorikan sebagai Notaris/PPAT baru yang harus menempuh prosedur
pengangkatan sebagai Notaris/PPAT baru, misalnya harus melihat formasi
pengangkatan Notaris/PPAT, juga ikut ujian PPAT lagi, dengan kata lain tidak lain
Secara normatif kedua aturan sebagaimana terurai di atas tidak sejalan, yaitu
menurut menurut Pasal 11 ayat (1) dan (2) juncto ayat (3) – (6) UUJN) cukup cuti
saja, dan setelah selesai cuti dapat mengambil kembali Surat Keputusan (SK-
nya) untuk menjalani tugas jabatan sebagai Notaris, menurut Pasal 30 Peraturan
Kepala BPN Nomor 1/2006 wajib berhenti, sedangkan menurut Pasal 12 huruf l
dan 50 ayat (1) huruf l Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2008, Notaris/PPAT dilarang berpraktek.
Dengan menggunakan Asas Preferensi Hukum, dalam hal ini Pasal 12 huruf l
dan 50 ayat (1) huruf l Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2008 harus ditempatkan sebagai aturan hukum yang khusus (lex spesialis), yang
mengatur secara khusus mengenai persyaratan sebagai anggota legislatif, maka
Notaris/PPAT yang terpilih sebagai anggota legislatif wajib berhenti tetap atau
mengundurkan diri sebagai Notaris/PPAT. Jika ternyata ada Notaris yang terpilih
sebagai anggota legislatif tersebut tidak mengundurkan diri sebagai
Notaris/PPAT, tapi malah mengangkat Notaris/PPAT Pengganti, maka tindakan
Notaris/PPAT tersebut dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan diluar
wewenang atau sudah tidak mempunyai kewenangan lagi, sehingga akta-akta
yang dibuat oleh atau di hadapannya tidak mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum dan bukan lagi sebagai akta otentik. Jika ini terjadi siapa yang
dirugikan ? Sudah tentu masyarakat, dan INI/IPPAT akan dinilai sebagai
organisasai yang tidak mampu menegakkan aturan hukum tersebut kepada para
anggotanya. Dan lebih jauh lagi, dengan demikian secara otomatis secara
keorganisasian (INI/IPPAT), bukan lagi sebagai Anggota Biasa, tapi terdegradasi
kedudukannya menjadi Anggota Luar Biasa saja.
Habib Adjie
Paska dibukanya hasil Ujian Calon Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah
menimbulkan persoalan baru, antara lain banyak peserta yang lulus tersebut,
yang juga telah menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, ternyata ada yang
berbeda tempat kedudukan (kota/kabupaten) dalam wilayah jabatan (propinsi)
yang sama atau ada juga yang berbeda wilayah jabatan yang sudah pasti
berbeda tempat kedudukan.
Khusus untuk mereka yang lulus sebagai PPAT dan ternyata dalam jabatan yang
berbeda dengan Notaris, misalnya sebagai Notaris di salah satu kota/kabupaten
di Propinsi Jawa Barat, dan lulus sebagai PPAT di Jakarta Selatan di DKI
Jakarta, atau lulus sebagai PPAT yang berbeda kota/kabupaten dalam wilayah
jabatan yang sama, misalnya lulus sebagai PPAT di Kota Kediri dan sebagai
Notaris di Surabaya (keduanya Propinsi Jawa Timur) menimbulkan
permasalahan yang sangat unik dan lucu, yang hanya ada di Indonesia,
khususnya dalam dunia Notaris dan PPAT. Untuk melihat permasalahan tersebut
akan menempatkan UUJN sebagai aturan hukum untuk menyelesaikannya.
Bahwa kemudian dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d UUJN, bahwa Notaris
diberhentikan sementara dari jabatannya karena melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban dan larangan jabatan. Maka dengan demikian Notaris yang
berbeda wilayah jabatan sebagaimana tersebut telah melanggar Larangan
jabatan sebagaimana tersebut dalam Pasal 17 huruf g UUJN, maka kepada
Notaris yang bersangkutan harus diberhentikan sementara dari Jabatannya
selama 6 (enam) bulan (Pasal 9 ayat (4) UUJN). Dan sebelum pemberhentian
tersebut dilakukan kepada Notaris yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
Meskipun dalam hal ini berdasarkan Pasal 10 ayat (2) UUJN Notaris yang
diberhentikan sementara dari jabatannya tersebut dapat diangkat kembali
menjadi Notaris oleh Menteri setelah masa pemberhentian sementara berakhir.
Dalam kaitan ini perlu dipahami bahwa diangkat sebagai PPAT yang berbeda
wilayah jabatan dengan Notaris tidak bersifat sementara, tapi bersifat tetap,
apakah mungkin, dengan tidak merubah (tidak pindah) Wilayah Jabatan, setelah
masa 6 (enam) bulan masa pembehentian sementara sementara berakhir dapat
diangkat kembali dalam wilayah jabatan yang sama pula ?
Bahwa agar sama wilayah jabatan Notaris dan PPAT, apakah bisa Notaris yang
bersangkutan mengundurkan diri dari wilayah jabatan yang lama agar sama
dengan PPAT ? Jawabannya bisa, tapi permasalahannya jika ternyata, pada
wilayah jabatan tersebut (kota/kabupatennya) tidak ada formasi, sudah tentu
tidak dapat diangkat juga, begitu juga sebaliknya, jika wilayah jabatan PPAT yang
pindah untuk disesuaikan dengan wilayah jabatan Notaris, permasalahannya,
apakah ada formasi pada daerah yang bersangkutan ? Jika tidak ada formasi,
akhirnya tidak dapat diangkat juga.
Sekarang dipersilahkan kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Badan Pertanahan
Nasional, INI dan IPPAT serta Majelis Pengawas untuk duduk satu meja
menyelesaikan permasalahan tersebut, hilangkan dan/atau kubur hidup-hidup
ego sektoral masing-masing. Indonesia adalah Negara Kesatuan, tidak diatur
berdasarkan isi kepala dan maunya para pihak tersebut di atas, tapi berdasarkan
aturan hukum dengan tujuan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam hal ini perlu diingat UUJN sebagai suatu Undang-undang tidak dapat
dieliminasi dengan bentuk aturan hukum di bawah undang-undang, sehingga
bentuk penyelesaian yang paling elegant adalah mengganti atau merubah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan PPAT untuk mengikuti atau diharmonisasikan dengan
pengaturan tempat kedudukan dan wilayah jabatan sebagai tersebut dalam
UUJN, karena sudah pasti UUJN lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah tersebut.
Jika ternyata ternyata Menteri Hukum dan HAM RI, Badan Pertanahan Nasional,
INI dan IPPAT serta Majelis Pengawas keras kepala dan tidak mau berunding
menyelesaikan permasalahan tersebut, maka secara normatif pada dasarnya
Itulah dalam Hukum Indonesia selalu ada yang unik dan lucu. Karena keunikan
dan kelucuan ini ada yang menjadi korban.
PENDAFTARAN TANAH
- Aman.
- Terjangkau
- Mutakhir.
- Terbuka.
☻PELAKSANAAN:
b. Pendaftaran berkelanjutan.
2. Data yuridis.
2. H. Pengelolaan.
3. Tanah Wakaf
4. HM Sarusun.
5. H. Tanggungan.
6. Tanah Negara.
b. Kabupaten/Kota
HGU.HPL.HT.TN.
- Keterangan saksi
/kantor pertanahan.
Kepala desa/lurah
Surat ukur
☻PEMINDAHAN HAK:
MUTASI HAK:
☻LELANG:
☻PEWARISAN:
- surat kematian.
♥ MACAM PPAT:
► PPAT: . Notaris.
PPAT.
PPAIW( PP 28/1978)
PPAT – PENGGANTI
PPAT/CAMAT – PENGGANTI
♥ KEWENANGAN PPAT:
KECUALI:
- Tukar menukar
-akta pembagian hak bersama atas tanah hak dan atas Satuan
- Usia 30 Tahun
PPAT.
- Sumpah jabatan.
♥ DEED OF CONVEYANCE:
►Jual beli
►tukar menukar
►hibah
- satu wilayah kerja dalam satu tahun, kecuali tidak memilih ma-
☻ SUMPAH JABATAN:
(1) PPAT
☻KEWAJIBAN PPAT:
1. Sumpah Jabatan.
2. Deed of conveyance.
teraan stempel.
tiap hari.
a.Meninggal dunia.
PPAT nya.
PPAT.
PPAT.
1. PENDAHULUAN
Sering kali kita mendengar sebidang tanah disebut sebagai tanah Negara jika
ditanyakan apa yang dimaksud dengan tanah Negara, kenapa disebut demikian,
apakah ada perbedaan dengan tanah jenis yang lain, dimana kita menemukan
tanah Negara, dimana diatur mengenai tanah Negara ini, dan siapa yang
berwenang mengaturnya. Untuk apa tanah Negara apakah kita bisa memiliki
tanah Negara. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu maka sesuai dengan
isu yang hendak dikemukakan yakni tanah Negara dan wewenang pemberian
haknya diawali dari pengertian atau makna, selanjutnya sejarah dan ketentuan
hukum wewenang pemberian haknya.
Atas dasar pasal 1 Agrarisch besluit ini maka dikenal adanya dua bentuk tanah
Negara yakni:
Pertama, tanah – tanah Negara yang disebut dengan tanah Negara bebas “ vrij
landsdomein” yaitu tanah Negara yang benar-benar bebas artinya bahwa tanah
tersebut belum ada atau belum pernah dilekati oleh sesuatu hak apapun.
Pengertian hak disini harus diartikan yuridis yang diatur dalam ketentuan hukum
barat (BW) termasuk didalamnya hak rakyat atas tanah yang pada waktu itu
tanah-tanah yang mendasarkan pada hukum adat setempat. Sepanjang tidak
didaftarkan haknya dengan cara menundukkan diri secara suka rela kepada
hukum barat maka tanah yang dikuasai rakyat merupakan bagian dari atau
berstatus sebagai tanah Negara yang diistilahkan sebagai tanah Negara yang
diduduki oleh rakyat. Dalam perkembangannya ternyata pemerintah Hindia
Belanda juga berpendapat bahwa sebutan tanah Negara bebas ini cakupannya
dibedakan menjadi dua:1. Tanah – tanah menjadi tanah Negara bebas karena
dibebaskan dari hak-hak milik rakyat oleh suatu Instansi / departemen, dianggap
tanah Negara dibawah penguasaan departemen yang membebaskan; 2. Tanah
Negara bebas yang tidak ada penguasaan secara nyata diserahkan kepada
suatu departemen, dianggap bahwa tanah tersebut dimasukkan kedalam
penguasaan departemen dalam negeri ( Binnen van bestuur)
Kedua, tanah Negara yang tidak bebas “ onvrij landsdomein” yaitu tanah Negara
yang diatasnya ada hak-hak rakyat atas tanah atau tanah yang dikuasai atau
diduduki oleh rakyat berdasarkan pada hukum adat mereka ( hak ulayat
masyarakat hokum adat).
Setelah kemerdekaan, sebelum terbitnya UU. No. 5 tahun 1960, tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan sebutan UUPA,
pengertian Tanah Negara, ditemukan dalam PP No. 8 tahun 1953 ( L.N. 1953,
No. 14, T.L.N. No. 362). Dalam PP tersebut Tanah Negara dimaknai sebagai “
tanah yang dikuasai penuh oleh negara”. Substansi dari pengertian tanah
Negara ini adalah tanah-tanah memang bebas dari hak-hak yang melekat diatas
tanah tersebut apakah hak barat maupun hak adat ( vrij landsdomein). Dengan
terbitnya UUPA tahun 1960, pengertian tanah Negara ditegaskan bukan dikuasai
penuh akan tetapi merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (lihat,
penjelasan umum II (2) UUPA), artinya negara di kontruksikan negara bukan
pemilik tanah, Negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat yang bertindak
selaku badan penguasa, yang diberikan wewenang oleh rakyat: a. Mengatur dan
menyelengarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;b.
Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas ( bagian dari )
bumi, air dan ruang angkasa itu; c. Menentukan dan mengatur hubungan-
hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai
buni, air dan ruang angkasa.” Substansi tanah Negara setelah UUPA, didalam
PENDAHULUAN
Pejabat Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dalam hal ini Menteri
Hukum dan HAM dan dibawah pembinaan dan pengawasan ada pada pejabat
yang ada dibawah kementerian tersebut yakni Pengadilan negeri. PPAT diangkat
dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (KBPN), sedangkan
pembinaan dan pengawasannya ada pada pejabat yang ditunjuk dalam tingkat
daerah kabupaten / kota hal ini Kepala Kantor pertanahan setempat.
Produk hukum yang dihasilkan adalah akte otentik, namun berbeda jenisnya.
Didalam UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pejabat notaris
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, dst,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-
undang. Disamping itu dikatakan notaris berwenang pula antara lain : "membuat
akta yang berkaitan dengan pertanahan". ( lihat pasal 15 UU No. 30 tahun 2004).
PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-
akta otentik untuk perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak
Milik atas Satuan Rumah susun yang terletak diwilayah kerjanya (lihat UU No. 5
tahun 1960, PP No.24/1997, PP No. 37/1998 yo. Permenag/KBPN No.1 / 2006).
Persoalan hukumnya, sampai saat ini masih terjadi Pro dan kontra penjabaran
lebih lanjut berkaitan kewenangan pembuatan akta pertanahan?.
Ada 8 ( jenis ) akta PPAT yang menjadi alat bukti dan dasar perubahan data
pendaftaran tanah ( lihat pasal 95 ayat 1 Peraturan Menteri Negara Agraria /
KBPN ( Permenag/KBPN) No. 3 tahun 1997 jo. Pasal 2 ayat 2, Per KBPN No. 1
tahun 2006)yakni:
Akta Jual beli,
Akta tukar menukar,
Akta Hibah,
Akta Pemasukan ke dalam perusahaan ( inbreng),
Akta pembagian bersama,
Akta pemberian Hak guna bangunan/ hak pakai atas tanah hak milik,
Akta pemberian hak tanggungan, dan
Akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.( lihat pasal 2 ayat 2)
SANKSI
Selanjutnya, dalam peraturan jabatan PPAT ( pasal 10 PP No. 37 tahun 1998 yo.
PerKBPN No. 1 tahun 2006) menjelaskan ada dua klasifikasi pemberhentian dari
jabatan PPAT, diberhentikan dengan hormat dan diberhentikan dengan tidak
dengan hormat.
JENIS PELANGGARAN
Sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 66 ayat (3) peraturan KBPN ini
pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT oleh Kepala Kantor Pertanahan
sebagai berikut:
Membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan
serta petunjuk tehnis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala
Badan dan peraturan perundang-undangan;
Memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan tercara tertulis kepada
PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak memenuhi syarat
untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya;
Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT.
Persoalan kewenangan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) masih
terus berlanjut, terutama berkaitan dengan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang
No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sejumlah sumber mengatakan
bahwa pasal ini mempengaruhi ruang gerak notaris dan PPAT terhadap akta-
akta pertanahan. Pasal ini menjadi perbincangan serius di kalangan pejabat
yang berwenang di bidang pertanahan.
Menurut Nawawi, INI dituntut pro aktif dalam program pengadaan bahan baku
Peraturan Pemerintah, sebagai peraturan pelaksana pasal ini. INI diharapkan
dapat mensupport bila terjadi kasus di pengadilan, bilamana BPN menolak akta
yang dibuat notaris sesuai kewenangannya melaksanakan pasal tersebut.
Akta yang dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstan) seorang Pejabat
Umum. Akta yang dibuat oleh (door) Pejabat Umum, disebut Akta Relaas atau
Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian dari Pejabat Umum yang dilihat dan
disaksikan Pejabat Umum sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan
atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan kedalam bentuk akta
otentik. Dan Akta yang dibuat di hadapan (ten overstan) Pejabat Umum, dalam
praktek disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para
pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Pejabat Umum. Para
pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk
akta otentik.Pembuatan akta, baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi
dasar utama atau inti dalam pembuatan akta otentik, yaitu harus ada keinginan
atu kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan dan
permintaan para pihak tidak ada, maka Pejabat Umum tidak akan membuat akta
yang dimaksud. Untuk memenuhi keinginan dan permintaan para pihak Pejabat
Umum dapat memberikan saran dengan tetap berpijak pada aturan hukum.
Ketika saran Pejabat Umum diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta
otentik, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan
dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Pejabat Umum atau isi
akta merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Pejabat
Umum. Pengertian seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis
dari akta otentik, dalam hal ini tidak berarti Pejabat Umum sebagai pelaku dari
akta tersebut, Pejabat Umum tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak
dalam akta tersebut. Dengan kedudukan Pejabat Umum seperti itu, sehingga jika
suatu akta otentik dipermasalahkan, maka tetap kedudukan Pejabat Umum
bukan sebagai pihak atau yang turut serta melakukan atau membantu para pihak
dalam kualifikasi Hukum Pidana atau sebagai Tergugat atau Turut Tergugat
dalam perkara perdata. Penempatan Pejabat Umum sebagai pihak yang turut
serta atau membantu para pihak dengan kualifikasi membuat atau menempatkan
keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menempatkan Pejabat Umum
sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di hadapan
Pejabat Umum, maka hal tersebut telah mencederai akta otentik dan institusi
Pejabat Umum yang tidak dipahami oleh aparat hukum lainnya mengenai
kedudukan akta otentik dan Pejabat Umum di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
2. Tujuan Penelitian
a. Upaya yang dapat dilakukan kreditor pemegang hak tanggungan untuk
mengantisipasi hapusnya hak atas tanah yang diagunkan;
b. Akibat hukum bagi kreditor pemegang hak tanggungan apabila hak atas tanah
yang diagunkan menjadi hapus.
3. Manfaat Penelitian
5. Metode Penelitian
a. Pendekatan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian hukum, karena ilmu hukum memiliki karakter
yang khusus (merupakan suatu sui generis discipline) . Penelitian ini
menggunakan statute approach dan conceptual approach. Statute approach
dalam artian permasalahan tersebut akan ditinjau secara khusus sesuai hukum
positif yang berlaku dan berkaitan dengan pokok masalah yang penulis bahas.
Sedangkan conceptual approach didasarkan pada pendapat para sarjana yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
6. Pertanggungjawaban Sistematika
BAB II
UPAYA HUKUM KREDITOR SEBAGAI PENANGKAL RISIKO
Singkatnya yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas
tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 1 tersebut, terdapat unsur-unsur esensial, yang
merupakan sifat dan ciri-ciri dari Hak Tanggungan, yaitu :
Lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu;
Pembebanannya pada hak atas tanah;
Berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah;
Memberikan kedudukan yang preferent kepada kreditornya.
Bahwa dari pasal tersebut ternyata tidak secara tegas menyebutkan adanya hak
kebendaan. Hal ini dapat dipahami karena UUPA dijiwai oleh hukum adat yang
tidak mengenal adanya pembedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan .
Namun Boedi Harsono berpendapat bahwa meskipun UUPA tidak mengenal sifat
kebendaan tetapi sifat kebendaan itu dapat diberikan kepada hak-hak atas tanah
yang terdapat di dalam UUPA. Sedangkan Gouw Giok Siong menyatakan bahwa
sifat kebendaan itu ada karena pemilik hak-hak tersebut mempunyai wewenang
untuk mengalihkan atau mengasingkan. Mariam Darus Badrulzaman
menambahkan, bahwa UUPA mengenal hak kebendaan bukan hanya pemilik
mempunyai untuk mengalihkan atau mengasingkan tetapi hak-hak juga itu
tunduk pada pendaftaran. Lembaga pendaftaran inilah yang menjadi ukuran
lahirnya hak kebendaan. Pendaftaran tanah dalam UUPA menunjukan sifat
kebendaan itu merupakan bawaan lahir dari UUPA dan bukan sifat yang
diberikan. Selanjutnya dikatakan bahwa sifat kebendaan dalam UUPA
mengakibatkan tidak ada masalah kalau hak Hipotik sesudah berlakunya UUPA
merupakan hak kebendaan, sebab baik UUPA maupun Hipotik, kedua-duanya
mengenal sifat kebendaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan sifat-sifat umum
Hipotik dapat diambil alih sebagai sifat-sifat umum sesudah UUPA . Pendapat
Mariam Darus Badrulzaman didasarkan pada Pasal 528 BW yang menyatakan
“atas sesuatu kebendaan, seseorang dapat mempunyai kedudukan berkuasa
hak milik, hak waris, hak pakai hasil, hak pengalihan tanah, hak gadai tanah, hak
gadai atau hipotik”. Untuk itulah Hak Tanggungan dapat dikatakan mempunyai
ciri-ciri/sifat hak kebendaan pada Hak Tanggunagan memang sengaja diberikan
oleh pembentuk UUHT. Hal tersebut dapat diketahui manakala diperbandingkan
UUHT menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Dengan tidak
dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut dalam APHT, maka
mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Dalam UUHT pada
Pasal 11 ayat (1) disebutkan hal-hal yang wajib dicantumkan dalam APHT itu :
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan. Apabila Hak
Tanggungannya dibebankan pula benda-benda yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada
pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas
tanah bersama-sama pemilik benda tersebut;
b. domisili pihak-pihak pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, apabila
diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula
dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu
tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai
domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin pelunasannya
dengan Hak Tanggungan dan meliputi juga nama dan identitas debitor yang
bersangkutan;
d. nilai tanggungan; dan
Beding van niet zuivering adalah suatu janji yang diberikan oleh pemberi jaminan
(dalam hal ini adalah Hak Tanggungan) kepada pemegang jaminan bahwa objek
jaminan tidak akan dibersihkan oleh pemberi jaminan apabila jaminan itu dijual
dalam rangka eksekusi jaminan tersebut karena debitor cidera janji. Tetapi Pasal
11 ayat (2) huruf f UUHT itu telah dirumuskan sebaliknya, yaitu bahasa yang
memberikan janji adalah pemegang Hak Tanggungan pertama. Seharusnya yang
memberikan janji adalah pemberi Hak Tanggungan. Selanjutnya menurut Sutan
Remy Sjahdeini, seharusnya rumusan yang tepat dari Pasal 11 ayat (2) UUHT itu
adalah :
“janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada pemegang Hak
Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari
Hak Tanggungan”.
Olehnya apabila PPAT dalam mencantumkan rumusan atau redaksi beding van
niet zuivering di dalam APHT tidak mengutip redaksi Pasal 11 ayat (2) huruf f
tersebut tetapi dapat dirumuskan sebagaimana tersebut diatas.
g. Janji agar pemberi Hak Tanggungan tidak melepaskan haknya atas tanah
yang menjadi objek Hak Tanggungan
Sebagaimana ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d UUHT bahwa Hak
Tanggungan hapus karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan itu. Hapusnya hak atas tanah dapat terjadi antara lain karena
pemberi Hak Tanggungan setelah dibebankannya Hak Tanggungan itu kemudian
melepaskan secara sukarela hak atas tanah itu. Untuk dapat memberikan
perlindungan kepada pemegang Hak Tanggungan agar pemberi Hak
Tanggungan tidak melepaskan hak atas tanahnya secara sukarela sehingga
dapat merugikan pemegang Hak Tanggungan. Maka oleh sebab itu didalam
Pasal 11 ayat (2) huruf g UUHT memberikan kemungkinan bagi pemegang Hak
Tanggungan agar dapat diperjanjikan di dalam APHT bahwa pemberi Hak
Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.
h. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan memperoleh ganti kerugian bila
pemberi Hak Tanggungan melepaskan hak atas tanahnya atau dicabut hak atas
tanahnya
Hal ini dapat terjadi bahwa pelepasan hak atas tanah yang menjadi objek Hak
Tanggungan yang dilakukan oleh pemberi Hak Tanggungan justru bertujuan
untuk mendapatkan ganti kerugian guna pelunasan kredit yang diterima oleh
debitor dan dijamin oleh pemberi Hak Tanggungan. Dalam hal demikian, adalah
tidak beralasan bagi pemegang Hak Tanggungan untuk tidak memberikan
persetujuan kecuali apabila pelunasan kredit yang lebih dini dari tanggal
pelunasan kredit itu akan dapat merugikan kreditor. Dalam dunia perbankan
acapkali bank mengalami pelunasan kredit sebelum jangka waktunya akan
sangat mengganggu profitabilitas bank tersebut. Profitabilitas bank tersebut
Pasal 11 ayat (2) huruf i UUHT menentukan, bahwa pemegang Hak Tanggungan
dapat memperjanjikan :
Dimuatnya janji-janji dalam Pasal 11 UUHT tersebut diatas dalam APHT, yang
kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan, maka janji-janji tersebut juga
mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga. Janji-janji sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT, bukan berarti bahwa janji seperti itu
boleh diperjanjikan oleh kreditor karena undang-undang menyatakan demikian
(atau memberikan kesempatan seperti itu). Undang-undang dalam hal ini hanya
mengingatkan saja kepada kreditor akan kemungkinan untuk memperjanjikan
janji-janji seperti itu, karena pada asasnya, orang dapat memperjanjikan apa
saja, asal tidak bertentangan dengan undang-undang yang bersifat memaksa,
tata karma (kesusilaan) dan ketertiban umum . Dalam praktik janji-janji seperti
yang disebutkan disana hampir dapat dikatakan selalu diperjanjikan oleh kreditor,
oleh karenanya demi untuk memudahkan para pihak janji-janji itu sudah dicetak
dalam blanko formulir APHT. Maka atas dasar apa yang disebutkan dalam Pasal
11 ayat (2) UUHT, sudah dicetak dalam blanko formulir APHT, klausula itu atas
sepakat para pihak boleh dihapus dari blanko yang bersangkutan . Oleh karena
Hak Tanggungan harus diperjanjikan, maka prinsipnya harus ada kesepakatan
diantara kedua belah pihak, artinya jika pemberi jaminan setuju atau menolak
diperjanjikan seperti itu. Apabila antara kreditor dan debitor sepakat dengan
menandatangani APHT, maka janji-janji yang dimaksudkan merupakan
perwujudan keseriusan dan itikad baik dari debitor, dengan janji-janji tersebut
maka apabila debitor wanprestasi, kreditor diberi hak atau kewenangan
sebagaimana yang diperjanjikan. Hal tersebut demi dan untuk melindungi
kepentingan kreditor manakala debitor wanprestasi dan tidak segera melunasi
piutang kreditor. Kewajiban melakukan pemeliharaan terhadap pemeliharaan
6. Jaminan Tambahan
BAB III
3. Hapusnya Hak Atas Tanah Obyek Hak Tanggungan dan Akibat Hukumnya
Perjanjian kredit merupakan perjanjian secara khusus baik oleh bank selaku
kreditor maupun nasabah selaku debitor, maksudnya perjanjian kredit
merupakan perjanjian obligatoir . Pada asasnya janji menimbulkan perikatan .
Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan, sekalipun Buku III
BW mengatur tentang perikatan, tetapi tidak ada satu pasal pun yang
menguraikan apa yang dinamakan perikatan. Demikian pula code civil Perancis
maupun BW Belanda yang merupakan konkordansi berlakunya BW di Indonesia
tidak juga menjelaskan hal tersebut. Menurut sejarahnya “verbintenis” berasal
dari bahasa Perancis “obligation” yang terdapat dalam code civil Perancis, yang
selanjutnya merupakan pula terjemahan dari perkataan “obligation” yang
terdapat dalam hukum Romawi Corpus Iuris Civilis, dimana penjelasannya dalam
Institutiones Justianus . Dalam perkembangannya pengertian tersebut, telah
mengalami perubahan dan dapat dilihat dari definisi Hofmann . Perikatan adalah
suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum
sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitor atau
para debitor) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu. Menurut
Pitlo , perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan
antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditor)
dan pihak lain berkewajiban (debitor) atas sesuatu prestasi . Dari pendapat para
ahli tersebut dapat dipahami bahwa suatu perjanjian dapat menimbulkan satu
atau beberapa perikatan, tergantung daripada jenis perjanjian yang diadakan
oleh para pihak tersebut. Meskipun BW tidak memberikan rumusan, defenisi,
maupun arti istilah “perikatan”, namun diawali dengan ketentuan Pasal 1233 BW
menyebutkan bahwa : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian baik
karena undang-undang”. Ketentuan tersebut dipertegas oleh rumusan ketentuan
Pasal 1313 BW, yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang
atau lebih”. Dengan demikian jelaslah perjanjian melahirkan perikatan .
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 1233 BW yang merumuskan
bahwa BW hendak menyatakan diluar perjanjian dan karena hal-hal yang
Ketentuan Pasal 1131 BW ini merupakan jaminan secara umum atau jaminan
yang lahir dari undang-undang. Disini undang-undang memberikan perlindungan
bagi semua kreditor dalam kedudukan yang sama. Setiap kreditor menikmati hak
jaminan umum seperti itu, dari Pasal 1131 tersimpul asas-asas hubungan
ekstern kreditor sebagai berikut :
a. seorang kreditor boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harya
kekayaan debitor.
b. setiap bagian kekayaan debitor dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditor,
dan
c. hak tagihan kreditor hanya dijamin dengan harta benda debitor saja, tidak
dengan “person debitor”.
Asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap hutangnya, tanggung
jawab mana berupa menyediakan kekayaannya baik benda bergerak maupun
tetap jika perlu dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (asas schuld dan
haftung). Menurut Mariam Darus Badrulzaman asas ini sangat adil, sesuai
dengan asas kepercayaan di dalam hukum perikatan, dimana setiap orang yang
memberikan hutang kepada seseorang, percaya bahwa debitor akan memenuhi
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ketentuan Pasal 10 ayat (1) UUHT, bahwa
timbulnya Hak Tanggungan hanyalah dimungkinkan, apabila sebelumnya akan
diberikannya Hak Tanggungan itu telah diperjanjikan di dalam perjanjian hutang-
piutang (perjanjian kredit) yang menjadi dasar pemberian hutang (kredit) yang
dijamin dengan Hak Tanggungan itu. Sedangkan pemberian Hak Tanggungan itu
sendiri nantinya dilakukan dengan pembuatan perjanjian tersendiri oleh PPAT
yang disebut Akta Pemberian Hak Tanggungan (Pasal 10 ayat (2) UUHT).
Ketentuan ini tidak ada sebelumnya di dalam hipotik. Pemberian hipotik tidak
perlu didahului dengan janji dalam perjanjian hutang-piutangnya bahwa untuk
menjamin pelunasan hutang dari debitor itu akan diberikan jaminan berupa
hipotik . Sebagai konsekuensi dari perjanjian jaminan yang dikonstruksikan
sebagai perjanjian yang bersifat accessoir, maka keberadaan perjanjian jaminan
mempunyai akibat-akibat hukum sebagai berikut, pertama, adanya (lahirnya)
bergantung pada perjanjian pokok. Kedua, hapusnya juga bergantung pada
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
a. Upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk
mengantisipasi hapusnya hak atas tanah yang diagunkan yaitu pencantuman
kuasa dalam APHT atas tanah yang bersangkutan, dimana hal tersebut telah
dimungkinkan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d UUHT. Ketentuan tersebut
memungkinkan untuk dapat mencantumkan suatu janji untuk menyelamatkan
objek Hak Tanggungan. Menyelamatkan objek Hak Tanggungan disini termasuk
untuk mengantisipasi atau menyelamatkan hapusnya hak atas tanah yang
diagunkan karena habisnya waktu hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan akibat tidak diperpanjangnya masa berlaku hak atas tanah tersebut.
2. Saran
Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang
melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam
penguasaan pemilik jaminan.Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi
kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor
Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia
berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan
demikian, akan memiliki kekuatan eksekutorial langsung apabila debitor
melakukan pelanggaran perjanjian fidusia (cidera janji) kepada kreditor (parate
eksekusi), sesuai UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Lalu, bagaimana dengan perjanjian fidusia yang tidak di buatkan akta notaris dan
didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia alias dibuat dibawah tangan?
Pengertian akta di bawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak-
pihak dimana pembuatanya tidak di hadapan pejabat pembuat akta yang sah
yang ditetapkan oleh undang-undang (notaris, PPAT dll).
Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian
sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan
pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan pembuktian
sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus
diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di
pengadilan (butuh keterangan dan pengakuan dari para pihak dalam akta).
Pertanyaannya adalah apakah sah dan memiliki kekuatan bukti hukum suatu
akta di bawah tangan? Menurut pendapat penulis, sah-sah saja digunakan
asalkan para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut. Dalam
prakteknya, di kampung atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan
hukum dibuat dengan akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan
utang piutang.
Saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun
perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer
finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya
menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia
bagi objek benda jaminan fidusia. Prakteknya lembaga pembiayaan
menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (semisal kenderaan
bermotor atau mesin industri) kemudian diatasnamakan konsumen sebagai
debitur (penerima kredit/pinjaman). Konsekuensinya debitur menyerahkan
kepada kreditur (pemberi kredit) secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik
atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi
sebagai penerima fidusia. Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah
debitur/pihak yang punya barang mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu
kedua belah sama-sama sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baru pertama kali semenjak diterbitkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) diterbitkan
suatu Peraturan Pemerintah tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya
disebut PPAT) dengan Peraturan Pemerintah nomor 37 Tahun 1998 (selanjutnya
disebut PP No. 37/1998), sebagai pelengkap dari Peraturan Pemerintah tentang
Pendaftaran Tanah dan telah dijanjikan pada Pasal 7 PP 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24/1997). Menurut Prof. Dr A. P.
Parlindungan, hal ini merupakan hal yang positif dalam pembangunan hukum
keagrarian, karena keragu-raguan dan tidak teraturnya dengan peraturan hukum
tertentu telah banyak menimbulkan khaos . Dalam kurun waktu 1961 hingga
diterbitkannya PP No. 37/1998 ini telah banyak sekali kekacuan dan kesalahan-
kesalahan dalam pelaksanaan pembuatan akta PPAT. Dalam kurun waktu 1961
hingga diterbitkannya PP No.37/1998 ini telah banyak sekali kekacauan dan
kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pembuatan akta PPAT, karena
pelaksanaan tugas dari PPAT tidak tertuang dalam PMA No.18 Tahun 1961. PMA
No.10 Tahun 1961 yang terdiri atas 10 Pasal hanya mengatur tentang daerah
kerja PPAT, tentang kewenangan membuat akta tanah dalam daerah kerjanya
dan keharusan meminta izin jika melakukan pembuatan akta tanah di lain daerah
B. Rumusan Masalah
Dari uraian singkat diatas dapat diajukan permasalahan, yaitu bagaimanakah
tugas dan kewenangan jabatan PPAT sebagaimana diatur dalam PP No.37/1998
dan peraturan perundangan lainnya ?
BAB II
GAMBARAN UMUM KASUS
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian PPAT
Pasal 1 PP No.37/1998, menyebutkan :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun.
2. PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya
untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT.
3. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk
karena jabatannya utnuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
Pemerintah tertentu.
Apa yang diuraikan pada Pasal 1 ini, telah memperjelas tentang perngertian
PPAT tersebut, sehingga kita mengenal beberapa PPAT. Disamping itu ada yang
disebut protokol PPAT yang terdiri dari daftar akta, akta-akta asli yang harus
dijilid, warkah pendukung data, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.
Berbeda dengan protokol Notaris masih ada yang tidak termasuk yaitu buku
klapper yang berisikan nama, alamat, pekerjaan, akta tentang apa dan singkatan
isi akta, nomor dan tanggal akta dibuat.
Formasi dari PPAT di sesuatu wilayah adalah maksimum boleh di tempatkannya
PPAT di sesuatu wilayah dan ini telah diatur oleh Pasal 14 PP No.24/1997 dan
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1
Tahun 1996 dan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.640-679
tanggal 11 maret 1996.
Peraturan Menagria/KBPN no.1 tahun 1996 menyebutkan sebagai berikut :
Pasal 1 :
Formasi PPAT di Kabupaten/Kota daerah tingkat II ditetapkan berdasarkan
rumus sebagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal ini.
Formasi tersebut pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
y = a1×1 + a2×2 + b.
y = formasi PPAT di daerah tingkat II.
x1 = jumlah kecamatan dalam daerah tingkat II.
x2 = jumlah sertipikat non-proyek (sporadis) di daerah tingkat II rata-rata tiga
tahun terakhir.
a1 = 4 untuk Kota di DKI Jakarta.
a1 = 3 untuk daerah tingkat II lainnya atau yang disamakan.
a2 = 1/1000
b = angka pembulatan ke atas sampai lipatan lima.
Formasi PPAT daerah tingkat II berdasarkan Peraturan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan dan berakhir pada tanggal 24 september tahun ketiga sejak tahun
penetapannya, dan ditetapkan kembali dengan mengikuti kemungkinan adanya
perubahan pada rumus dimaksud pada diktum pertama ayat (2) untuk selama
tiga tahun berikutnya dengan catatan apbila tidak ada perubahan maka rumus ini
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Dikenalnya beberapa PPAT yaitu Notaris atau yang khusus menempuh ujian
PPAT, ada pula PPAT sementara yaitu Camat atau Kepala Desa tertentu untuk
melaksanakan tugas PPAT, karena di suatu daerah belum cukup PPAT.
2. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk suatu daerah kerja
tertentu yang meliputi wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
b. Saran
Mengingat masih adanya perbedaan pendapat di kalangan akedemisi mengenai
keotentikan akta PPAT yang selama ini diatur melalui Peraturan Pemerintah
maka sebaiknya Pemerintah beserta DPR segera membuat Undang-Undang
mengenai PPAT.
b. Akta PPAT merupakan perbuatan hukum bersifat bersegi dua atau perikatan
antara dua pihak dalam Hukum Perdata, akta tersebut tidak dapat
dikualifikasikan sebagai suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat
sepihak dalam Hukum Publik, sehingga obyek yang digugat bukan merupakan
suatu keputusan (beschiking), sekalipun PPAT merupakan Pejabat TUN, namun
dalam hal tersebut PPAT dan Aktanya bukan merupakan subyek dan obyek
Peradilan Tata Usaha Negara, dengan demikian PPAT dan Akta PPAT tidak
dapat digugat di PERATUN. Kewenangan menangani sengketa mengenai
pembatalan Akta PPAT termasuk sengketa perdata ada pada Pengadilan Umum
sehingga Pengadilan Negeri yang berhak untuk membatalkan Akta PPAT
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan :
Ayat (2) :
Anotasi :
Perhatikan pasal 15 ayat 3 tersebut :
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
2.2. Pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, yang memberikan pengertian sebagai berikut :
(2). Badan atau Pajabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
2.3. Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, yang memberikan definisi sebagai berikut :
Angka 2
2.4. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 1 tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan,
memberikan definisi sebagai berikut :
(1) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah
hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang
diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib
diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan,
sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat
sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris,
atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.
8. Atas dasar uraian tersebut, maka Surat Direktur Jenderal Agraria atas nama
Menteri Dalam Negeri tertanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/12/69
(1) Walaupun terdapat perbedaan dalam hal dasar pengenaan BPHTB antara
tanah dan bangunan yang diperoleh melalui lelang dengan cara perolehan yang
lain jika NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP, prosedur
pemenuhan atau pembayarannya tetap sama. Tidak ada prosedur khusus dalam
pemenuhan BPHTB terutang yang cara perolehannya melalui penunjukan
pembeli dalam lelang. Perbedaan yang ada terkait dengan pejabat yang
berwenang atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan sesuai dengan cara perolehannya.
(2) Dalam pemberlakuan dasar pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan yang diperoleh melalui lelang, terdapat beberapa kelemahan dari
peraturan perundang-undangan yang terkait.
Kedua, terkait dengan kewenangan Balai Lelang dalam menilai harga barang
yang akan dilelang. Pada Pasal 12 ayat 1 huruf d Peraturan Menteri Keuangan
No. 118/PMK.O7/2oo5 jelas disebutkan mengenai hal tersebut.
Akan tetapi kegiatan tersebut tereliminasi oleh ketentuan dalam Pasal 22 ayat 2
peraturan tersebut yang mengatur bahwa nilai limit ditentukan oleh
penjual/pemilik barang secara tertulis. Dikhawatirkan hal ini akan dimanfaatkan
oleh para pihak yang beritikad tidak baik untuk mengatur agar nilai limit jauh
lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Hal tersebut mungkin saja dilakukan oleh mereka dengan maksud untuk
menghindari kewajiban perpajakannya, karena dengan makin besarnya harga
transaksi yang tercapai pada suatu lelang maka makin besar pula BPHTB yang
harus dibayarkan.
Metode lelang merupakan suatu konsep yang mempertemukan dua entitas yang
saling membutuhkan, suatu entitas menawarkan sesuatu, sementara entitas
yang lain menginginkan penawaran tersebut. Konsep yang sederhana ini,
didukung oleh teknologi Internet yang kian pesat, menimbulkan terobosan-
terobosan menarik yang telah kita rasakan manfaatnya hingga saat ini. Lelang
online merupakan salah satu bukti pentingnya Internet untuk mempermudah
penyebaran informasi, yang semoga terus bertambah baik dan bermanfaat bagi
penggunanya.
(PC Media)
Dalam kurun waktu tahun sembilan puluhan hingga 2008, teknologi internet terus
berkembang, masyarakat mulai menggunakan teknologi ini sebagai lahan bisnis
atau e-commerce (perdagangan elektronik), baik secara pribadi maupun institusi
ataupun sekadar untuk mengirim e-mail (surat elektronik). Misalnya,
www.yahoo.com, www.detik.com, www.kompas.co.id, www. deplu.go.id, dan
www.bpkri.go.id. Bahkan, ada juga situs yang khusus menawarkan barang untuk
dijual secara lelang. Misalnya, www.tokobagus.com, www.Bekas.com,
www.lelang2000.com, dan www.e-bay.com (situs lelang luar negeri).
Para pengelola situs lelang online tersebut menyediakan wadah bagi penjual
maupun pembeli yang hendak menjual barang-barang miliknya, baik barang
bergerak maupun tidak bergerak. Misalnya, telepon genggam, komputer, mobil,
sepeda motor, buku, hingga rumah dan tanah. Bahkan, situs lelang luar negeri
seperti e-bay berani menawarkan untuk barang-barang yang tidak lazim seperti
permen karet bekas para atlit atau artis, rambut Britney Spears yang diperoleh
dari sebuah salon di Los Angeles juga pernah terdaftar pada eBay dengan harga
US$1 juta dan akhirnya dicabut dari daftar setelah menimbulkan kontroversi.
Setelah itu, pengunjung akan mendapatkan ID serta password. Lalu dari mana
pengelola situs mendapatkan keuntungan? Keuntungan diperoleh dari para
pemasang iklan di situsnya. Semakin banyak pengunjung situs tersebut, maka
semakin banyak pemasang iklan yang tertarik.
Peminat terhadap situs lelang secara online ini kian hari kian meningkat hal ini
dikarenakan tidak perlu mengeluarkan biaya, selain itu beberapa keuntungan
lainnya yang diperoleh diantaranya,
Berbeda dengan sistem lelang online, sistem lelang di Kantor Lelang Negara
(Pemerintah) dan Balai Lelang (Swasta) memiliki kekhususan tersendiri. Untuk
lelang yang dilakukan Kantor Lelang Negara, diperuntukan untuk semua jenis
obyek lelang, sedangkan Balai Lelang hanya untuk jenis lelang non eksekusi
sukarela, lelang aset BUMN/D berbentuk Persero, dan lelang aset milik Bank
dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang).
Balai lelang sendiri harus berbentuk perseroan terbatas serta harus memenuhi
peraturan yang berlaku sesuai dengan PMK No. 118/PMK.07/2005 tentang Balai
Lelang. Balai lelang yang telah ada di Indonesia, diantaranya adalah PT.
BALINDO (BALAI LELANG INDONESIA) yang didirikan dengan Akta Pendirian
yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Toety Juniarto, S.H. No. 28, tanggal 18
Februari 1998 dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Indonesia No.C-2-
3666. HT.01.01 Tahun 1998 Tanggal 16 April 1998, dengan izin prinsip No.S-
377/PN/1998 Tanggal 26 Maret 1998. Izin Operasional No. KEP-07/PN/1998
tanggal 5 Mei 1998.
Selain itu, penyelengaraan lelang melalui Kantor Lelang Negara dan Balai
Lelang dapat dilaksanakan apabila terdapat paling sedikit dua peserta lelang
(Pasal 4 PMK No. 40/PMK.07/2006), kecuali dilakukan lelang ulang. Peserta
Hukum Keterangan
1) Permohonan Penjual mengajukan permohonan kpd. Kepala KPKLN beserta
dokumen pendukung Penjual mengajukan permohonan kpd. Pemimpin Balai
Lelang berserta dokumen pendukung Pasal 6 PMK 40/PMK.07/2006
4) Tempat Lelang Di wilayah kerja KPKLN Wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas
II Pasal 10 ayat 1 PMK 40/PMK.07/2006
5) Waktu Lelang Ditetapkan oleh Kepala KPKLN Ditetapkan oleh Pejabat Lelang
Kelas II Pasal 11 PMK 40/PMK.07/2006
8) Pengumuman Di Surat Kabar yang terbit di tempat barang yang akan dilelang
Di Surat Kabar yang terbit di tempat barang yang akan dilelang Pasal 19 PMK
40/PMK.07/2006
12) Bea Lelang & Uang Miskin Setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang
Setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang Pasal 43 PMK
40/PMK.07/2006
3. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian pendahuluan di atas masalah yang akan dikaji dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah praktek penjualan lelang di dunia maya telah sesuai dengan Vendu
Reglement (V.R.), Vendu Intructie (V.I.) maupun peraturan lelang lainnya?
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban hukum pengelola, pembeli dan penjual
dalam sistem lelang di dunia maya?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apakah praktek penjualan lelang di dunia maya telah sesuai dengan Vendu
Reglement (V.R.), Vendu Intructie (V.I.) maupun peraturan lelang lainnya?
Jika diperhatikan pasal 1a Vendu Reglement, sistem lelang di dunia maya tidak
memenuhi unsur lelang yang terdapat pada Vendu Reglement, karena tidak
dihadiri oleh pejabat lelang, baik pejabat lelang kelas I maupun kelas II. Padahal,
fungsi pejabat lelang ini sangat vital fungsinya di dalam pelaksanaan lelang,
yakni membuat risalah lelang. Risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan
lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan
mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak (Pasal 1 ayat 28
PMK 40/PMK.07/2006). Selain itu, pejabat lelang juga memiliki wewenang untuk
:
Fungsi dari Risalah Lelang adalah memberikan kepastian hukum bagi para
pihak, serta dapat dijadikan dasar hukum untuk melakukan perbuatan hukum
lainnya. Seperti, balik nama tanah dan bangunan (pasal 107 Peraturan Menteri
Agraria No. 3 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997
tentang pendaftaran tanah). Begitu juga dengan kewenangan pejabat lelang
untuk melakukan analisis yuridis terhadap dokumen persyaratan lelang
merupakan bentuk untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak.
Kemudian, apakah sistem penawaran lelang tidak langsung yang diatur di dalam
pasal 35 PMK 40/PMK.07/2006 tentang petunjuk pelaksanaan lelang sama
dengan situs lelang online?
Definisi Jual-Beli menurut Pasal 1457 Burgerlijk Wetboek (B.W.) adalah suatu
perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan. Definisi di atas dapat terbagi menjadi beberapa unsur, yaitu
:
1) suatu perjanjian;
2) adanya penyerahan sesuatu kebendaan;
3) pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.
BAB III
PENUTUP
Berbagai kelebihan yang diberikan oleh situs lelang online telah menyebabkan
meningkatnya peminat situs lelang online maupun pengelola situs lelang.
Kendati banyak bermunculan situs lelang di internet, akan tetapi pola penjualan
yang ditawarkan tidak memenuhi unsur-unsur lelang yang diatur di dalam Pasal
1 dan 1a Vendu Reglement, yakni lelang harus diselengarakan dihadapan
pejabat lelang dan pengumuman lelang. Penjualan di dalam situs lelang lebih
tepat disebut sebagai jual-beli yang menggunakan metode mirip lelang, yakni
penawaran umum, penawaran tertinggi dan harga limit.
Disamping itu, Direktorat Lelang Negara maupun Balai Lelang menyediakan jasa
tim penilai yang bertugas untuk menilai obyek lelang secara yuridis dan fisik,
dengan begitu dapat diketahui nilai serta kekuatan sebuah obyek lelang secara
obyektif (pasal 12 PMK 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang). Rekomendasi
yang diberikan penulis dengan memperhatikan pembahasan pada BAB II, yakni :
➢ Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan sebagai pengawas dan
penyelengara lelang, baik oleh Kantor Lelang Negara dan Balai lelang, harus
mampu memberikan terobosan-terobosan pelayanan lelang bagi masyarakat,
secara cepat, hemat dan akurat, transparan serta bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, sehingga masyarakat tidak memilih lelang melalu situs jual-beli yang
mirip lelang, melainkan memilih melelang barang melalui Kantor Lelang Negara
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Lelang (PL)/Vendureglement (VR), Ordonansi 28 Februari 1908
L.N. 08-189 mulai berlaku 1 April 1908 dengan L.N. 40-56 junto. 41-3).
2. Hary Djatmiko, Bunga Rampai Lelang, PT. Bintang Malang.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2006 tentang Pejabat Lelang
Kelas I.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.07/2005 tentang Pejabat
Lelang Kelas II.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.
7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
8. Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-
Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2006.
9. Prof. DR. H. Rochmat Soemitro, S.H., Peraturan Lelang dan Intruksi Lelang,
PT. Eresco Bandung, 1987.
10. www.tokobagus.com
11. www.lelang88.com
12. www.lelang2000.com
13. www.e-bay.com
Pejabat Lelang Kelas II dimaksud berasal dari kalangan swasta. Pejabat lelang
ini berwenang menerbitkan risalah lelang, namun hanya dalam lelang yang
bersifat sukarela (voluntary auction). Kemudian, lelang eksekusi langsung adalah
kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan dan UU No. 42 Tahun 1992 tentang Jaminan Fidusia. Dalam
lelang jenis ini, Balai Lelang bertindak sebagai partner pelaksana dari kreditur.
Jelas, ketiga contoh terobosan dan deregulasi di atas memberikan ruang yang
semakin terbuka dan opsi yang semakin beragam bagi masyarakat. Untuk itulah
Balai Lelang swasta hadir di tengah masyarakat, khususnya kalangan usaha.
Yang banyak dimanafaatkan jasanya menjadi mitra baik dalam melakukan lelang
sukarela maupun eksekusi.
Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Lelang Kelas II. Pengaturan
hukum bagi Notaris yang ditetapkan dan diangkat menjadi Pejabat Lelang Kelas
II
diatur dalam Peraturan Lelang (Vendu Reglement) dan Pasal 7 Instruksi Lelang
(Vendu Instructie) junto Pasal 4 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang juncto Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 119/PMK.07/2005 tentang Pejabat
Lelang Kelas
KEUNGGULAN LELANG
Efektif dan Efisien Khusus untuk asset yang dijual secara kolektif (massal),
lelang merupakan media terbaik. Pelaksanaannya dilakukan sekali waktu serta
menghadirkan pembeli secara bersamaan (single event). Dengan model lelang
ini, potensi harga terbaik akan lebih mudah dicapai. Sebab, secara teknis dan
psikologis, suasana kompetitif dengan sendirinya akan terbentuk.
Transparan Lelang menganut asas publikasi dan terbuka untuk umum. Dengan
demikian, lelang merupakan model penjualan asset yang paling transparan.
Transparansi ini terutama sangat diperlukan dalam penjualan jaminan
kredit/lelang eksekusi, asset milik lembaga atau perusahaan Negara, asset
perusahaan-perusahaan publik atau asset lembaga manapun yang memerlukan
suatu proses yang transparan.
Biasanya Jasa Yang Ditawarkan Balai Lelang memberikan layanan jasa lelang
dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Lelang Sukarela
Lelang sukarela adalah lelang terhadap asset (bergerak dan tidak bergerak)
yang secara sukarela dijual oleh pemilik atas kuasanya yang sah. Dengan
demikian, dalam lelang sukarela tidak ada unsur paksaan, misalnya karena
penetapan pengadilan atau permohonan kreditur. Lelang sukarela ini dapat
mencakup asset "milik" perusahaan, badan hukum tertentu dan perorangan
(misalnya jaminan yang sudah diambil alih bank, inventaris kantor, tanah dan
bangunan, perkebunan, mesin-mesin, saham dan sebagainya).
2.Lelang Eksekusi
Lelang eksekusi adalah lelang terhadap asset yang telah terikat sebagai jaminan
suatu utang atau asset yang menjadi objek sitaan suatu institusi hukum. Lelang
objek sitaan ini meliputi lelang melalui penetapan pengadilan (hak tanggungan,
hak fidusia atau gugatan), lelang atas permohonan kejaksaan (terkait dengan
perkara pidana), lelang sita bea cukai, lelang sita kantor pajak, lelang Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN) dan lelang harta pailit.
Dalam lelang eksekusi, Balai Lelang bertindak selaku agen pemohon lelang
(kreditur atau instansi berwenang). Lingkup pekerjaan agency dimaksud
mencakup penyiapan dan pemeriksaan dokumen, penyiapan dan pemeriksaan
objek, pemeliharaan objek, pemasaran, penyelenggaraan lelang hingga
membantu pembeli dan penjual menyelesaikan kegiatan administratif pasca
lelang.
Lelang non eksekusi wajib adalah lelang asset milik negara/daerah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara atau barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah
(BUMN/D), yang oleh peraturan perundang-undangan wajib dijual secara lelang.
Misalnya lelang kayu dan hasil hutan.
Fungsi hukum tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan tafsiran tanpa
batas yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan tertentu.
Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan, padahal politik
sulit ditemukan arahnya. Politik berdimensi multi tujuan, bergeser sesuai dengan
garis partai yang mampu menerobos hukum dari sudut manapun asal sampai
pada tujuan dan target yang dikehendaki.
Filsafat hukum berasal dari pemikiran Yunani yakni kaum Hemer sampai kaum
Stoa sebagai peletak dasarnya. Adapun dasar-dasar utama filosofi hokum timbul
dan berkembang dalam negara kota (Polis) di Yunani. Keadaan ini merupakan
hasil perpaduan antara kondisi Polis dan perenungan (comtemplation) bangsa
Yunani. Renungan dan penjabaran kembali nilai-nilai dasar tujuan hukum, sistem
pemerintahan, peraturan-peraturan, kekuasaan absolut mendorong mereka
untuk memikirkan masalah hukum. Kecerdasan dan bakat alami orang Yunani
memunculkan masalah pokok dalam filsafat hukum pada masa itu, antara lain
(a). masalah keadilan dan hubungannya dengan hukum positif,
(b) pembahasan mengenai masalah keadilan yang tertuang dalam karya-karya
filosof,
(c) masalah konsep undang-undang Athena yang tertuang dalam Antigene karya
Shopheles.
Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas, sebagai “subjek
Hukum”, dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum tak lepas
dari manusia selaku subjek hukum maupun subjek filsafat, sebab manusia
membutuhkan hukum, dan hanya manusia yang mampu berfilsafat.
Kepeloporan manusia ini menjadi jalan untuk mencari keadilan dan kebenaran
sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil,
benar, dan sah.
Kondisi geografi yang tenang, keadaan sosial-ekonomi dan politik yang damai
memungkinkan orang berpikir bijak, memunculkan filsuf yang memikirkan
bagaimana keadilan itu sebenarnya, akan kemana hukum diberlakukan bagi
Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran yang tepat
dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan hokum dan isi
hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis, adil tidaknya suatu perkara.
Persoalan hukum menjadi nyata jika para perangkat hukum melaksanakan
dengan baik serta memenuhi, menepati aturan yang telah dibakukan sehingga
tidak terjadi penyelewengan aturan dan hukum yang telah dilakukan secara
sistematis, artinya menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi
terwujudnya kepastian hukum dan keadilan hukum.
Permasalahan Filsafat hukum yang muncul dalam kehidupan tata Negara yang
berkaitan dengan Hukum dan Kekuasaan bahwa hukum bersifat imperatif, agar
hukum ditaati, tapi kenyataannya hukum dalam kehidupan masyarakat tidak
ditaati maka hukum perlu dukungan kekuasaan, seberapa dukungan kekuasaan
tergantung pada tingkat “kesadaran masyarakat”, makin tinggi kesadaran hukum
masyarakat makin kurang dukungan kekuasaan yang diperlukan. Hukum
merupakan sumber kekuasaan berupa kekuatan dan kewibawaan dalam praktek
kekuasaan bersifat negatif karena kekuasaan merangsang berbuat melampaui
batas, melebihi kewenangan yang dimiliki. Hukum tanpa kekuasaan adalah
angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah dholim. Hukum mempunyai
hubungan erat dengan nilai sosial budaya. Hukum yang baik adalah hukum yang
mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, masyarakat berubah tak
dapat dielakkan dan perubahan itu sendiri dipertanyakan nilai-nilai mana yang
dipakai (Budiono K, 1999: 37).
Keadilan berkaitan erat dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak yang
bersifat mendasar sebagai anugerah Ilahi sesuai dengan hak asasinya yaitu hak
yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Keadilan
merupakan salah satu tujuan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.
Keadilan adalah kehendak yang ajeg, tetap untuk memberikan kepasa siapapun
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan tuntutan
jaman.
Korelasi antara filsafat, hukum dan keadilan sangat erat, karena terjadi tali temali
antara kearifan, norma dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hukum tidak
dapat dipisahkan dengan masyarakat dan negara, materi hukum digali, dibuat
dari nilai-nilai yang terkandung dalam bumi pertiwi yang berupa kesadaran dan
cita hukum (rechtidee), cita moral, kemerdekaan individu dan bangsa,
perikemanusiaan, perdamaian, cita politik dan tujuan negara. Hukum
mencerminkan nilai hidup yang ada dalam masyarakat yang mempunyai
kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Hukum yang hidup pada
masyarakat bersumber pada Hukum Positif, yaitu :
1. Undang-undang (Constitutional)
2. Hukum kebiasaan (Costumary of law)
3. Perjanjian Internasional (International treaty)
4. Keputusan hakim (Jurisprudence)
5. Doktrin (Doctrine)
6. Perjanjian (Treaty)
7. Kesadaran hukum (Consciousness of law) (Sudikno M, 1988: 28).
Tata rakit antara filsafat, hukum dan keadilan, dengan filsafat sebagai induk ilmu
(mother of science), adalah untuk mencari jalan keluar dari belenggu kehidupan
secara rational dengan menggunakan hukum yang berlaku untuk mencapai
keadilan dalam hidupnya. Peranan filsafat tak pernah selesai, tidak pernah
berakhir karena filsafat tidak menyelidiki satu segi tetapi tidak terbatas objeknya,
namun filsafat tetap setia kepada metodenya sendiri dengan menyatakan semua
di dunia ini tidak ada yang abadi yang tetap hanya perubahan, jadi benar filsafat
ilmu tanpa batas. Filsafat memiliki objek, metode, dan sistematika yang bersifat
universal.
Filsafat memiliki cabang umum dan khusus serta beberapa aliran di dalamnya,
terkait dengan persoalan hukum yang selalu mencari keadilan, hokum dan
keadilan tidak semata-mata ditentukan oleh manusia tetapi alam dan Tuhan ikut
menentukan. Alam akan memberikan hukum dan keadilan lebih karena alam
mempunyai sifat keselarasan, keseimbangan, keajegan dan keharmonisan
terhadap segalanya, alam lebih bijaksana dari segalanya. Manusia terlibat dalam
alam semesta sehingga manusia tunduk dan taat pada alam semesta walaupun
hukum alam dapat disimpangi oleh akal manusia tetapi tidak semuanya, hanya
hal-hal yang khusus terjadi. Kebenaran hukum sangat diharapkan untuk
mendukung tegaknya keadilan. Kebenaran pragmatis, koresponden, konsistensi
maupun kebenaran hermeneutik yang dapat menjaga terbentuknya keadilan
dalam hidup manusia. Manusia dan hukum terlibat dalam pikiran dan
tindakannya, karena hati nurani manusia berfungsi sebagai index, ludex dan
vindex pada setiap persoalan yang dihadapi manusia.
Pemikiran filsafat hukum berdampak positif sebab melakukan analisis yang tidak
dangkal tetapi mendalam dari setiap persoalan hukum yang timbul dalam
masyarakat atau perkembangan ilmu hukum itu sendiri secara teoritis,
cakrawalanya berkembang luas dan komprehensive. Pemanfaatan
penggabungan ilmu hukum dengan filsafat hukum adalah politik hukum, sebab
politik hokum lebih praktis, fungsional dengan cara menguraikan pemikiran
teleologiskonstruktif yang dilakukan di dalam hubungannya dengan
pembentukan hokum dan penemuan hukum yang merupakan kaidah abstrak
yang berlaku umum, sedangkan penemuan hukum merupakan penentuan
kaidah konkrit yang berlaku secara khusus.
Hukum dan citra hukum (keadilan) sekaligus merupakan dunia nilai dan
keseluruhannya sebagai fenomena budaya. Peranan filsafat hukum memberikan
wawasan dan makna tujuan hukum sebagai cita hukum (rechtidee). Cita hukum
adalah suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus suatu apriori yang bersifat
normatif sekaligus konstitutif, yang merupakan prasyarat transendental yang
mendasari tiap Hukum Positif yang bermartabat, tanpa cita hukum (rechtidee) tak
akan ada hukum yang memiliki watak normatif (Rouscoe Pound, 1972: 23).
Cita hukum (rechtidee) mempunyai fungsi konstitutif memberi makna pada
hukum dalam arti padatan makna yang bersifat konkrit umum dan mendahului
semua hukum serta berfungsi membatasi apa yang tidak dapat dipersatukan.
Pengertian, fungsi dan perwujudan cita hukum (rechtidee) menunjukkan betapa
fundamental kedudukan dan peranan cita-cita hukum adalah sumber genetik dari
tata hukum (rechtsorder). Oleh karena itu cita hukum (rechtidee) hendaknya
diwujudkan sebagai suatu realitas. Maknanya bahwa filsafat hukum menjadi
dasar dan acuan pembangunan kehidupan suatu bangsa serta acuan bagi
pembanguan hukum dalam bidang-bidang lainnya. Kewajiban negara untuk
menegakkan cita keadilan sebagai cita hukum itu tersirat didalam asas Hukum
Kodrat yang dimaksud untuk mengukur kebaikan Hukum Positif, apakah
betulbetul
telah sesuai dengan aturan yang berasal dari Hukum Tuhan, dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan dengan kebaikan Hukum Etis dan dengan
asas
Anaximandros (+ 610-540 SM) dan ada juga tokoh lain yang bernama
Pythagoras (+ 580 – 500SM),
Xenophanesa (+ 570-430SM),
Herakleitosa (+ 540-475SM),
Parmenidesa (+540-475SM),
Leukippos dan
Demokritos, keduanya yang mengajarkan tentang atom. Akan tetapi yang paling
dikenal adalah Demokritos (+ 460-370 SM) sebagai Filsuf Atomik.
LATAR BELAKANG.
Sampai kepada Perkembangan sejarah filsafat yang terkenal dengan para ahli
filsafat, seperti kaum sofis dan Sokrates, Protagoras dan ahli sofis yaitu Gorglas
yang terkenal diathena. Masih banyak lagi para ahli filsafat dari beberapa
periode seperti pada masa Filsafat pada abad Petengahan, filsafat masa
peralihan ke zaman modern dan Filsafat Modern. Perkembangan filsafat tersebut
adalah merupakan sebagai akar dari fisafat hukum yaitu pada era abad ke 19,
dimana filsafat hukum menjadi landasan ilmu-ilmu dibidang hukum, seperti Ilmu
Politik, Ilmu Ekonomi, dll..
Dengan didasari oleh Kerangka teori dan konsep tersebut diatas, penulis
memakai kerangka teori dan konsep dari Filsafat Kuna yaitu Thales dari Milotos
yang difinisinya adalah :
· Bahwa asal mula segalanya dari air, yang dapat diamati dalam bentuk yang
bermacam-maca, tampak sebagai benda halus (uap), benda cair (air), dan
sebagai benda keras (es) ”.
Pengertian Filsafat
Pengertian Filsafat adalah berasal dari kata Yunani yaitu Filosofia berasal dari
kata kerja Filosofein artinya mencintai kebijaksanaan, akan tetapi belum
menampakkan hakekat yang sebenarnya adalah himbauan kepada
kebijaksanaan. Dengan demikian seorang filsuf adalah orang yang sedang
mencari kebijaksanaan, sedangkan pengertian “ orang bijak” (di Timur) seperti di
India, cina kuno adalah orang bijak, yang telah tahu arti tahu yang sedalam-
dalamnya(ajaran kebatinan), orang bijak/filsuf adalah orang yang sedang
berusaha mendapatkan kebijaksanaan atau kebenaran, yang mana kebenaran
tersebut tidak mungkin ditemukan oleh satu orang saja,
Yang melatar belakangi filsafat kuna adalah rasa keingin tahuan dari manusia
dan rasa keingin tahuan manusia dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak/ susah
untuk mencari jawabannya. Akan tetapi akal manusia tidak puas dengan
keterangan dongeng atau mite-mite dan mulai manusia mencari-cari dengan
akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Dan kemenangan
serta jawaban tersebut diperoleh secara berangsur-angsur, berjalan hingga
berabad-abad lamanya.Berawal dari mite bahwa pelangi atau bianglala adalah
tempat para bidadari turun dari surge, mite ini disanggah oleh Xenophanes
bahwa :” pelangi adalah awan” dan pendapat Anaxagoras bahwa pelangi adalah
pemantulan matahari pada awan ( pendapat ini adalah pendapat pemikir yang
Tokoh pertamanya yang melakukan penyelidikan adalah Thales (+ 625 -545 SM)
dikuti dengan tokoh kedua yaitu Anaximandros ( + 610-540 SM) dan ada juga
tokoh lain yang bernama Pythagoras (+ 580 – 500SM), Xenophanesa (+ 570-
430SM), Herakleitosa (+ 540-475SM), Parmenidesa (+540-475SM), Zeno (490
SM), Empedoklis (492-432 SM), Empedokles (492-432 SM), Anaxagoras (499-
420 SM) dan yang terakhir adalah Leukippos dan Demokritos, keduanya yang
mengajarkan tentang atom. Akan tetapi yang paling dikenal adalah Demokritos
(+ 460-370 SM) sebagai Filsuf Atomik.
Aliran filsafat Ini terlihat dengan jelas dari beberapa zaman para ahli filsafat ini
yaitu seperti :
2. Filsafat Sokrates, Plato dan Aristoteles aliran ini dibagai lagi menjadi
1. Renaissance,
3. Filsafat Abad ke 18 :
a. Pencerahan ( Aufklarung).
1. Filsafat Abad ke 19 :
Schopenhauer.
Gabriel Marcel.
Para ahli filsafat tersebut diatas adalah sebagai pintu pemikiran tentang filsafat
yang mengenai alam semesta.
1. Filsafat Pra Sokrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal
atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama, yang memberitahukan
tentang asal muasal segala sesuatu. Baik dunia maupun manusia, para pemikir
atau ahli filsafat yang disebut orang bijak, yang mencari-cari jawabannya sebagai
akibat terjadinya alam semesta beserta isinya tersebut. Sedangkan arti filsafat itu
sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu Filosofia artinya bijaksana/pemikir yang
menyelidiki tentang kebenaran-kebenaran yang sebenarnya untuk menyangkal
dongeng-dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama. Pemikiran filsuf
inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu, baik dunia maupun
manusia, yang menyebakan akal manusia tidak puas dengan keterangan
dongeng atau mite-mite tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk
mencari-cari dengan akalnya, dari mana asal alam semesta yang menakjubkan
itu.
Miite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari
surge, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa :” pelangi adalah awan” dan
pendapat Anaxagoras bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan
( pendapat ini adalah pendapat pemikir yang menggunakan akal). Dimana
pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu pendapat yang dapat
Sokrates hidup pada tahun kurang lebih tahun 469 – 399 SM dan Demokritos
pada tahun + 460 – 370 SM yang kedua hidup sejaman dengan Zeno yang
dilahirkan pada tahun + 490 SM dan lain-lainnya, serta disebut sebagai filsuf Pra
Sokrates, dimana filsafat mereka tidak dipengaruhi oleh Sikrates. Harus
diketahui bahwa kaum sofis hidup bersama-sama denga skrates. Diman hidup
sokrates dan kaum sofis susah dipisahkan dan menurut Cicero, difinisi Sokrates
adalah memindahkan filsafat dari langi dan bumi artinya sasaran yang
diselidikinya bukan jagat raya melainkan manusia, dan bertujuan menjadikan
manusia menjadikan sasaran pemikiran filsuf tersebut.( pemikiran sokrates
adalah menjadi kritik kepada kaum sofis).
Sofis sebenarnya bukan suatu maszab melainakn suatu aliran yang bergerak
dibidang intelek, karena istilah sofis yang berarti sarjana, cendikiawan seperi
Pythagoras dan Plato disebut kaum sofis. Yang pada abad ke 4 para sarjana
atau cendikiawan tidak lagi disebut Sofis melainkan menjadi Filosofos, Filsuf dan
sebutan sofis dikenakan kepada para guru yang berkeliling dari kota kekota dan
kaum sofis tidak menjadi harum lagi, karena sebutan sofis menjadi sebutan
orang yang menipu orang lain/penipu karena para guru keliling tersebut dituduh
sebagai orang yang meminta uang bagi ajaran mereka. Akan tetapi pada masa
Pemerintahan Perikles (Athena) kaum sofis menjadi harum.
Plato :
Plato yakin bahwa disanping hal-hal beraneka ragam dan yang dikuasai oleh
gerak serta perubahan-perubahan itu tentu ada yang tetap, yang tidak berubah.
Menurut plato tidak mungkin seandainya yang satu mengucilkan yang lain
artinya bahwa mengakui yang satu, harus menolak yang lain dan juga tidak
mungkin kedua-duanya berdiri-sendiri, yang satu lepas daripada yang lain.Plato
inin mempertahankan keduanya, memberi hak berada bagi keduanya.
Pemecahan palto bahwa yang seba berubah itu dikenal oleh pengamatan dan
yang tidak berubah dikenal oleh akal. Demikianlah palto berhasil menjembatani
pertentangan yang ada antara Herakleitos, yang menyangkal tiap perhentian dan
Parmenides yang menyangkal tiap gerak dan perubahan.Yang tetap tidak
berubah dan yang kekal itu oleh plato disebut “ Idea”.
Pada akhirnya Plato menekankan kepada kebenaran yang diluar dunia ini, hal itu
tidak berarti bahwa ia bermaksud melarikan diri dari dunia. Dunia yang kongrit ini
dianggap penting, hanya saja hal yang sempurna tidak dapat dicapai didalam
dunia ini. Namun kita harus berusaha hidup sesempurna mungkin, yang tampak
dalam ajarannya tentang Negara yang adalah puncak filsafat Plato.
Menurut Plato, golongan didalam Negara yang idea harus terdiri dari 3 bagian
yaitu : a.Golongan yang tertinggi terdiri dari para yang memerintah (orang
bijak/filsuf), b.Golongan pembantu yaitu para prajurit yang bertujuan menjamin
keamanan, c. Golongan terendah yaitu rakyat biasa, para petani dan tukang
serta para pedagang yang menanggung hidup ekonomi Negara.
Aristoteles :
Ketika Aleksandra meninggal pada tahun 322 SM, Aristoteles dituduh sebagai
mendurhaka dan lari ke Khalkes sampai meninggal. Karyanya banyak sekali
akan tetapi sulit menyusun secara sistematis, ada yang membagi-bagikannya,
ada yang membagi atas 8 bagian yang mengenai Logika, Filsafat alam,
psikologis, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi, dan akhirnya retorika
dan poetika.
Para filsuf Elea (Parmenides, Zero) berpendapat bahwa gerak dan perubahan
adalah hayalan. Dimana Aristoteles menentang dimana “Yang Ada” secara
terwujud “yang ada” secara mutlak atau menjadi “ yang ada” secar terwujud,
jikalau melalui sesuatu. Seperti dengan Plato, Aristoteles mengajarkan dua
macam pengenalan yaitu pengenalan inderawi dan pengenalan rasional. Dan
menurut Aristoteles, pengenalan inderawi memberikan pengetahuan tentang
bentuk benda tanpa materinya. Sedangkan pengenalan rasional adalah
pengenalan yang ada pada manusia tidak terbatas aktivitasnya, yang dapat
mengetahui hakekat sesuatu, jenis sesuatu yang bersifat umum.
Helenisme berasal dari bahasa yunani yaitu Hellenizein adalah roh dan
kebudayaan yunani, yang sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan cirri-
Pada zaman ini ini ada perpindahan filsafat yaitu dari filsafat yang teoritis
menjadi filsafat yang praktis, yang makin lama menjadi suatu seni. Dimana orang
bijak adalah orang yang mengatur hidupnya menurut akal dan rasionya. Yang
termasuk aliran yang bersifat etis adalah aliran Epikuros dan Stoa, sedangkan
yang lainnya diwarnai oleh agama diantaranya Filsafat Neopythagoris, filsafat
Plattonis Tengah, filsafat Yahudi dan Neoplatonisme.
2) Stoa didirikan oleh Zeno dari Citium disiprus (336-264SM) dan Zeno
mengajarkan ajarannya di gang diantara tiang-tiang (Stoa poikila) sebutan Stoa
diturunkan daripada Stoa Poikila,
3) Skeptisisme dimana aliran yang menonjol adalah aliran Pyrrho dari Elis ( 360-
270SM) yang berpangkal kepada realitivisme. Pengamatan memberikan
pengetahuan yang sifatnya realtif, dimana manusi sering keliru melihat dan
mendengar, seandainya pengalaman manusi benar, kebenaran itu hanya berlaku
bagi hal-hal yang lahiriah saja, bukan bagi hakekatnya,
4) Filsafat Platonis Tengah adalah factor agama mengambil tempat yang penting
sekali (kira-kira 117 M) dan Noumenios (akhir abad ke 2 M). Ajarannya adalah
Yang ilahi berada jauh lebih tinggi daripada yang bendawi.Hakekatnya tidak
dapat dikenal, namanya tidak dapat diucapkan, sifat-sifatnya, tidak dapat
dimengerti. Diantara yang ilahi dan dunia ini terdsapat tokoh-tokoh setengah
dewa, para demon, yang mempengaruhi jalannya segala sesuatu didunia ini,
5) Filsafat Yahudi yaitu diantara bangsa yahuni yang tersebar diluar tanah
Palestina yaitu asia kecil, yunani, mesir dan disekitar laut tengah. Dimesir pusat
pemukiman Yahudi dikota Aleksandra (kira abad ke 2 SM) orang yahudi dimesir
ada 3 kelompok yaitu :
a. Mereka yang setia pada ajaran nenek moyang dengan mengharapkan Mesias,
b. mereka yang jatuh kepada aliran ortodoks seperti yang dipeluk oleh kaum
Parisi dan 3. mereka yang mencoba mencampur agama yahudi dengan filsafat
Helenis.Membicarakan Philo dilahirkan di Alexsandra dari keluarga imam adalah
menyesuaikan agama yahudi dengan Helenisme. Agama yahudi diseintesekan
dengan filsafat yunani, menurutnya kitab perjanjian lama (kitab agama yahudi
bahkan juga terjemahan didalam bahasa yunani (y.i.Kitab Septuaginta)
4. Filsafat Patristik
Berasal dari kata latin yaitu Pater = bapa yang dimaksud adalah para bapa
gereja).Zaman meliputi zaman para rasul (abad pertama) mengambil sikap yang
bermacam-macam. Ada yang menolak filsafat yunani, karena dipandang sebagai
hasil pemikiran manusia semata-mata, akan tetapi ada juga yang menerima
filsafat yunani, karena perkembangan pemikiran yunani itu dipandang sebagai
persiapan bagi injil. (keduanya tetap menggema di zaman pertengahan).
I. ristik Timur adalah pemikiran Filsafti Kristen yang disebut apologit, para
pembela agama Kristen yang membela iman Kristen terhadap filsafat yunani
dengan memakai alas an-alasan yang diambil dari filsafat yunani sendiri.Diantara
apologit yang paling penting ialah Aristides dari Athena yang menulis
pembelaannya ditujukan kepada kaisar Hadrianus, Yustinus Martir dari Sikhem di
Palestina, yang menulis surat pembelaan kepada Kaisar Antonius Pius dan
menulis suatu dialog dengan orang yahudi yang bernama Tryphon, Tatianus dari
Asur, murids Yustinus, yang menulis Diatessaron, semacam harmonisasi Injil.
- Irenaeus (202) menentang Gnostik dengan alas an yang dialetis dan dengan
pembuktian dari kitab suci, dan menunjukkan bahwa uraian para ahli gnostik
banyak yang bertentangan dengan aliran ini. Bahwa ajaran Gnostik
berlandaskan Kitab Suci indah sekali.
- Origenes (185-254) adalah kepala sekolah kateketik tahun 231 dan memimpin
sekolah kateketik di Kesaria. Filsafatnya adalah orang pertama yang
memberikan suatu uraian sistematis tentang teoloogia, persoalannya adalah
bagaimana hubungan iman dan pengetahuan. Menurut aliran Gnotik adalah
iman harus dinaikan menjadi pengetahuan (gnosis), sehingga untuk tidak
diperlukan lagi. Menurut Klemen, iman adalah awal pengetahuan yang harus
berkembang menjadi pengetahuan, tetapi pengetahuan tidak meniadakan iman
(iman tidak mempunyai tempat yang pusat).
Terdapat dua macam sikap terhadap filsafat yaitu aliran yang menolak filsafat
dan yang menerimanya.
Filsafat pada abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda
sekali dengan pemikiran dunia kuna, yaitu filsafat yang menggambarkan suatu
zaman yang baru sekali ditengah-tengah suatu rumpun bangsa baru, bangsa
eropa barat(disebut filsafat Skolastik).Sebagian soklastik mengungkapkan bahwa
ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan disekolah-sekolah dan ilmu
terikat pada tuntutan pengajaran disekolah-sekolah. Skolastik timbul di dibiara di
Ballia Selatan tempat pengungsian ketika ada perpindahan bangsa-bangsa.
Pengaruh skolastik sampai ke Irlandia, Nederland dan Jerman dan kemudian
timbul disekolah kapittel yaitu sekolah yang dikaitkan dengan geraja.Pelajaran
sekolah meliputi tujuh kesenian bebas(Artes Liberales) yang dibagi menjadi 2
bagian yaitu Trivium, 3 matapelajaran bahasa, 4 mata pelajaran matematika,
yang meliputi ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan music, yang
dimaksud bagi mereka ingin belajar lebih tinggi teologia) atau ingin menjadi
sarjana.
1. Awal Skolastik :
Johanes Scotus Eriugena (810-870) dari irlandia adalah seorang yang ajaib yang
menguasai bahasa yunani dengan amat baik pada zaman itu dan menyusun
suatu sistim filsafat yang teratur serta mendalam pada zaman ketika orang masih
berfikir hany dengan mengumpulkan pendapat-pendapat orang lain, masih
dikenal pula tokoh-tokoh lain yaitu Augustinus dan Dionisios dan Areopagos.
Pangkal pemikiran metafisis adalah, makin umum sifat sesuatu, makin nytalah
sesuatu itu, yang paling bersifat umum itulah yang paling nyata.Oleh karena itu
zat yang sifatnya paling umum tentu memiliki realitas yang paling tinggi. Zat yang
demikian adalah alam semesta, alam adalah keseluruhan realita dan oleh karena
hakekat alam adalah satu,esa. Alam yang esa. Pada abad ke 12, dimana
persoalan-persoalan yang timbul pada abad ke 11 tetap diteruskan pada abad ke
12 yaitu suatu usaha untuk mendapatkan suatu arah yang tetap, dengan
Kesimpulan :
Jelaslah bahwa Filsafat adalah berasal dari kata Yunani yaitu Filosofia berasal
dari kata kerja Filosofein artinya mencintai kebijaksanaan, akan tetapi belum
menampakkan hakekat yang sebenarnya adalah himbauan kepada
kebijaksanaan. Sedangkan pengertian “ orang bijak” (di Timur) seperti di India,
Filsafat berkembang mulai zaman filsafat kuna sampai pada pertengahan seperti
Filsafat Pra Sokrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal
atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama, yang memberitahukan
tentang asal muasal segala sesuatu, sampai kepada jaman filsafat Sokrates dan
Demokritos pada tahun + 460 – 370 SM yang kedua hidup sejaman dengan
Zeno yang dilahirkan pada tahun + 490 SM dan lain-lainnya, serta disebut
sebagai filsuf Pra Sokrates, dimana filsafat mereka tidak dipengaruhi oleh
Sikrates.
Harus diketahui bahwa kaum sofis hidup bersama-sama denga skrates, Plato
adalah filsuf yunani petama yang berdasarkan karya-karyanya yang utuh. Plato
yakin bahwa disanping hal-hal beraneka ragam dan yang dikuasai oleh gerak
serta perubahan-perubahan itu tentu ada yang tetap, yang tidak berubah.
Menurut plato tidak mungkin seandainya yang satu mengucilkan yang lain
artinya bahwa mengakui yang satu, harus menolak yang lain dan juga tidak
mungkin kedua-duanya berdiri-sendiri, yang satu lepas daripada yang lain.. Plato
ini mempertahankan keduanya, memberi hak berada bagi keduanya. Skolastik
timbul di dibiara di Ballia Selatan tempat pengungsian ketika ada perpindahan
bangsa-bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
7) Vol II. Mediaevl Phalosophy, Augustine to Scotus, 1950, Vol III . Ockham to
Snarez, 1953, Vol IV. Descartes to Leibniz, 1958, Vol V . Hobbes to home, 1959,
Vol VI. The French Englightenment to Kent, 1960, Vol VII. Fichte to Nietzsche,
1963, Vol VIII. Britis Empirism and the Idealist Movement in Great Britain and
Idealisme in Amirica, The Pragmatist movement, The Revolt against Idealisme,
1967.
11) Fuller, B.A.G (Ph.D) History of Greek Philosophy, New York, 1923.
12) Gilson Etiene, History of Christian Philosophy in the Middie Ages, New York,
1954.
13) Harold H. Titus. Living Issues in Philosophya, New York : Amirika Book
Company, Thirdd Edition 1959.
19) Rudi T.Erwin. Tanya jawab Filsafat Hukum.Jakarta : Aksara Baru, 1982.
I. Pengertian
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya
disebut pajak;
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang
diperoleh:
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak sebagaimana tersebut diatas
yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut
Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal;
a. Jual beli adalah harga transaksi;
b. b.Tukar-menukar adalah nilai pasar;
c. c.Hibah adalah nilai pasar;
d. d.Hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. e.Waris adalah nilai pasar;
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g. g.Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. h.Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar;
j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. k.Penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. Peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. m.Pemekaran usaha adalah nilai pasar
n. Hadiah adalah nilai pasar;
o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam Risalah Lelang;Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih
rendah daripada NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun
terjadinya perolehan , dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.
a. pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas
perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB
yang seharusnya terutang.
VIII. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan
secara regional paling banyak;
IX. Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang.Saat terutang Pajak
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:
Tempat Pajak Terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan bangunan.Cara Pembayaran Pajak adalah wajib pajak
membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat
ketetapan pajak. Pajak terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank
BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan
Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB).
Contoh;1
Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di
Kabupaten “XX” dengan harga Rp.50.000.000,00. NJOP PBB tahun 2006 Rp.
40.000.000,00.
Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp.
50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk
perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp.
60.000.000,00.
Contoh 2.
Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang
terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun
2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya NPOP adalah Rp.
100.000.000.-.
NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan
Contoh 3
Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan“S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan
bangunan yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00.
NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota “BB” ditetapkan
sebesar Rp. 300.000.000,00.
Contoh 4.
Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi “K” mendaftarkan
hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota “BB”
dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena
hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kota “BB”
ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil
dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanBPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 250 – Rp.
300) juta= 50% x 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).
III. Penetapan
2. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan
data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah
kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah
kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.
I. Keberatan
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal
Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan;
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada angka (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(5) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan
melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
bagi kepentingan Wajib Pajak.
(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak.
(8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan.
(11) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang
diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan
Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri
salinan dari surat keputusan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan pajak.
(4) Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian
atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,
contoh;
a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru
melalui program pemerintah di bidang pertanahan;
b. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas
atau satu derajat ke bawah.
Han Kelsen The Pure Theory the Basic Norm (Teori yang murni dari Norma
Dasar Han Kelsen) – Suatu Catatan kecil
Han Kelsen The Pure Theory the Basic Norm (Teori yang murni dari Norma
Dasar Han Kelsen) – Suatu Catatan kecil
Kelsen adalah jadi tertarik dalam mengembangkan teori hukum sebagai "lebih
baik," sebagai "ilmu pikiran." Tetapi dia juga ingin bebas nya "ilmu hukum" dari
ketergantungan pada metodologi lainnya "ilmu pikiran."
Oleh karena itu, di halaman pertama buku yang paling terkenal, The Pure Theory
of Law (1934), dia mengatakan:
"It is more than two decades since I undertook the development of a pure theory
of law, that is, a theory of law purified of all political ideology and all natural-
scientific elements and conscious of its particular character because conscious of
the particular laws governing its object. Right from the start, therefore, my aim
was to raise jurisprudence, which openly or covertly was almost completely
wrapped up in legal-political argumentation [Raisonnement], to the level of a
genuine science, a science of mind [Geistes-Wissenschaft]."
"Sudah lebih dari dua dekade sejak saya melakukan perkembangan teori hukum
murni, yaitu teori hukum yang suci dari semua ideologi politik dan semua elemen
alam-ilmiah dan sadar dari karakter khusus karena sadar akan undang-undang
khusus tentang objek-nya. kanan dari awal, karena itu, saya Tujuannya adalah
untuk meningkatkan Yurisprudensi yang terbuka atau covertly hampir
sepenuhnya membungkus dalam hukum-argumentasi politik [Raisonnement],
dengan tingkat asli ilmu, ilmu yang diketahui [Geistes - Wissenschaft].
" (terjemahan bebas penulis)
Sebelum pergi untuk menjelaskan lebih lanjut dia, akan tetapi, pertanyaan harus
posed. Why? Mengapa? Why does one want to develop a theory of law that is
"purified" of all political ideology?
Mengapa satu ingin mengembangkan teori hukum yang "suci" semua ideologi
politik? Pasti dia berhutang untuk Kant untuk saat ini, yang Critique of Pure
Reason berusaha untuk melakukan hal yang sama untuk fakultas rasional
Dalam hal ini, saya pikir dari keterangan Dasar Norm (pp. 56-58) adalah sangat
baik. The Basic Norm akhirnya adalah semacam tindakan iman - adalah
kepercayaan di luar prinsip yang tidak dapat pergi dan yang berakhir sampai
menjadi prinsip dasar hukum untuk semua pernyataan. Anda tidak dapat "pergi
jauh" yang Grundnorm karena merupakan langkah pertama unprovable (sort of
like the "demokrasi adalah yang terbaik karena demokrasi" pendekatan 1930an-
Tapi, saya percaya lebih signifikan, Kelsen's positing yang universal Dasar Norm
fueled sendiri belajar dari hukum internasional. Dalam sebuah usia seperti kami
di tahun 2004, dimana Norma Inti (dasar) saling terhubung secara internasional
(dalam arti dipakai hampir setiap Negara) lebih nyata setiap tahun, Kelsen
komitmen dasar prinsip-prinsip yang melampaui perbedaan nasional mungkin
menjadi bahan bakar yang merangsang cara untuk membuat hukum
internasional fungsi yang lebih baik di dunia.
Presiden USA Obama yang baru saja terpilih pada masa kampanyenya juga
mengandalkan IT online dan mengatakan bahwa untuk pertama kampanye ini,
namun orang-orang yang digunakan sebagai televisi jika ia hanya radio dengan
kamera.. Artinya, calon dan lain-lain akan membaca pidato, stiffly duduk dan
kadang-kadang glancing ke monitor. Teknologi yang baru pertama kali disambut
dengan artikata bahwa ia hanya teknologi lama dengan dimensi visual.
Hal yang sama dengan yang terjadi di Internet sekarang. Terpopuler orang yang
melihatnya sebagai alat pendidikan, untuk memastikan, namun hanya karena
merupakan repositori yang mungkin untuk substitutes perpustakaan atau untuk
laporan. Untuk itu, seluruh hukum ulasan menerbitkan artikel di Internet dan
akademisi mempublikasikan panjang catatan kertas , terlupa dengan kenyataan
bahwa internet sebagai berbeda dengan modus komunikasi dari perpustakaan
dan jurnal seperti televisi dari radio. Setelah ini realisasi dawns pada Anda, Anda
akan mulai menanyakan pertanyaan, 'Dalam apa cara internet dapat berfungsi
sebagai alat pendidikan? 'Saya akan memberikan jawaban saya dalam dua titik,
di bawah ini, tetapi ini harus pertanyaan Anda.
Mari saya menyarankan beberapa cara yang internet telah berubah pemahaman
kita belajar.
Pertama, membuat kita berpaling di sana sebelum pergi ke kamus, sebuah
perpustakaan, sebuah buku di rak, referensi alat.. Hal ini menjadikan kita
melakukannya karena sangat mudah digunakan, dan sebagainya penuh dengan
informasi. Orang mungkin curiga dari kualitas informasi online, dan sungguh, ada
banyak bahan percuma sana (sebagai ada di perpustakaan), tetapi jika Anda
tahu apa yang Anda cari atau mengembangkan pengalaman dalam pencarian,
yang biasanya Anda tahu kapan Anda memperoleh informasi buruk.. Jadi,
sekarang kita akan berbelok ke Internet untuk pertama dasar informasi.
Ketiga, ada banyak hal-hal baik hukum sudah ada. Semua kasus yang baru-baru
ini ada. Karena hukum perusahaan perlu untuk menarik klien, banyak dari
mereka yang sangat canggih yang menganalisis halaman web tertentu bidang
Fokus pada yang Mini-Essay. Saya pikir kunci untuk membuat Internet benar-
benar user-friendly yang canggih di jalan adalah dengan melakukan apa Kota
Salem harus dilakukan sehubungan dengan kota-nya: tidak menangkap orang-
orang muda yang berkumpul, tetapi isi di pusat kota dengan tempat-tempat yang
menarik sehingga tidak kebobolan orang (atau, mari kita berkata, selera tindik
orang) akan ingin menghabiskan hari baik pusat dan mengusir anak-anak, atau
lebih baik lagi, bahkan mereka dengan angka. Apakah ini berarti untuk
diterapkan sebagai Internet adalah orang-orang yang perlu meletakkan fokus
pada kualitas bahan di Net. Dan, dalam bentuk apa? Saya jawaban untuk
pertanyaan ini adalah konsep mini-essay. Sebuah mini-karangan, dalam definisi
yang tidak kurang dari 1000 kata-kata yang mendapat ke jantung satu
pertanyaan studi.
Saya generasi dibawa pada dunia buku, di listrik typewriters, pada kartu katalog,
pada tombol volume CITES di kertas, di digests dan berat encyclopedias. Kami
tidak bersumber pada gagasan bahwa hukum memeriksa artikel adalah "mata
uang dari lapangan, "walaupun tidak ada seorangpun yang membaca ini. But, I
think that this is not the future. Tapi, saya berpikir bahwa ini bukan masa depan.
Of course there will always be distinguished law reviews and books. Tentu saja
akan selalu ada dibedakan hukum dan ulasan buku. Television didn't force radio
out of the market; it just made it "move over." Televisi tidak memaksa radio dari
pasar, yang hanya menjadi "bergerak ke atas."
Estetika banding.
Saya berjalan atas terhadap diri sendiri sudah 1000 kata, jadi saya akan sangat
singkat di sini! Pengetahuan akan perlu disajikan dalam sebuah visual yang
ramah cara untuk pembaca potensial di Internet. Saya mencoba untuk
melakukannya melalui penampilan Jenis-wajah (by the way, Times New Roman
bekerja pada buku tetapi tidak berfungsi di Internet), melalui warna yang
ditambahkan ke halaman, melalui jarak cukup sempit dan kolom, baik melalui
dipilih huruf tebal dari teks. Aku hanya mempelajari estetika presentasi dari
halaman web, untuk memastikan. Tetapi Anda ingin generasi, bahkan tuntutan,
hal yang akan aesthetically menarik bagi Anda untuk memperhatikan
pertandingan itu. Dan, akan datang. Saya generasi menuntut banyak uang dan
kenikmatan fisik dengan sendirinya. Your generation wants things to "catch the
eye." Anda ingin sesuatu ke generasi "menangkap mata."
Hal ini cukup untuk satu mini esai, don't you think?
5. Jaman Kolonial • Karena banyak kritik, maka pemerintah kolonial Belanda lalu
melakukan penelitian mengenai “menurunnya kesejahteraan rakyat” (mindere
welvaarts onderzoek- MWO). Kesengsaraan rakyat menjadi terbukti! •
Pemerintah kolonial lalu menambil langkah kebijakan yang dikenal sebagai
“Ethical Policy” (Ethische Politiek): enam program perbaikan, yaitu irigasi,
reboisasi, kolonisasi (transmigrasi), pendidikan, kesehatan dan perkreditan. •
Politik Etis (kecuali kesehatan), langsung atau tidak langsung, berkaitan dengan
masalah agraria. Tapi ternyata tidak banyak mengubah keadaan. Bahkan
sengketa-sengketa agraria juga merebak di mana-mana, dan pada tahun 1929—
1933, Hindia Belanda mengalami krisis ekonomi yang sangat berat.
17. Periode 1965—1998 (Orde Baru) • Slogan lama: “Berdaulat dalam politik,
berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan”, dilindas
oleh slogan baru : “Politik no, ekonomi yes!” Masyarakat terhanyut, dan tidak
sadar bahwa slogan itu sendiri adalah politik! • Kebijakan umum Orde Baru
ditandai oleh sejumlah ciri, yaitu: (a) stabilitas merupakan prioritas utama; (b) di
18. Periode 1965—1998 (Orde Baru) • Tahun 1967 tiga undang-undang yang
mengabaikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUPA 1960 (UU PMA; UU
Pokok Kehutanan; UU Pokok Pertambangan). • Untuk sekitar 11 tahun lamanya
UUPA 1960 dipersepsikan secara keliru, sebagai produk PKI. Stigma ini bahkan
masih melekat di benak sebagian masyarakat kita sampai sekarang. • Baru pada
tahun 1978 keberadaan UUPA 1960 dikukuhkan kembali sebagai “produk
nasional” (bukan produk PKI), setelah adanya laporan hasil penelitian dari
Panitia Soemitro Djojohadikoesoemo (almarhum) yang pada saat itu adalah
Menristek. Kembalinya perhatian atas keberadaan UUPA 1960 ini —barangkali—
juga karena adanya undangan dari FAO untuk menghadiri Konferensi Sedunia
tentang Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan di Roma tahun 1979.
19. Periode 1965—1998 (Orde Baru) • Dalam Konferensi Roma tahun 1979,
Indonesia mengirim delegasi besar. Hasil konferensi ini adalah sebuah dokumen
yang di tahun 1981 diterbitkan oleh FAO dengan judul Peasant’s Charter
(Piagam Petani). Disepakati bahwa setiap dua tahun sekali tiap negara akan
melaporkan pelaksanaan Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan. Tidak
ada berita, apakah Indonesia memenuhi kesepakatan tersebut. • Di tahun 1981
di Selabintana Sukabumi (Jawa Barat) berlangsung lokakarya internasional
dengan tema yang sama, sebagai tindak lanjut Konferensi Roma, yang hasilnya
disertai sebuah rekomendasi kepada pemerintah Indonesia. • Keberadaan
Piagam Petani hasil pertemuan Roma, dan rekomendasi Selabintana ternyata
tidak mampu mendorong pemerintah Orde Baru melakukan “re-orientasi
kebijakan”. Bahkan, kebanggaan yang berlebihan dari berhasilnya swasembada
pangan di tahun 1984 telah membuat Orde Baru terlalu percaya diri bahwa tanpa
Reforma Agraria (melalui “jalan pintas”) kita akan mampu memakmurkan rakyat.
21. Periode 1965—1998 (Orde Baru) • Berbagai krisis agraria yang terjadi itu tak
lepas dari kecarut-marutan dalam sistem perundang-undangan di bidang agraria
(secara luas). • Meskipun UUPA dikukuhkan kembali, hal itu tidak membantu
mengatasi, sebab beberapa UU sektoral – yang berbeda semangatnya dengan
UUPA 1960 sudah terlanjur berlaku demikian lama, maka ketika UUPA 1960
dikukuhkan kembali, yang terjadi bukannya penjernihan, melainkan ketumpang-
tindihan. Terdapat kesan kuat bahwa di sana-sini terjadi rekayasa hukum dan
manipulasi agar seolah-oleh suatu kebijakan itu merujuk kepada UUPA 1960,
sedangkan pada hakikatnya adalah demi memfasilitasi investasi asing,
berlawanan total dengan cita-cita dasar UUPA 1960.
22. Pasca Orde Baru • Masa kepresidenan B.J. Habibie sebenarnya ada niat
meninjau kembali kebijakan landreform. Pernah dibentuk Panitia di bawah
pimpinan Prof. Dr. Muladi, S.H. Tapi belum sempat panitia ini bekerja, sudah
terjadi pergantian presiden. Panitia ini kemudian tidak jelas kabarnya.
23. Pasca Orde Baru • Di jaman Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur),
terlontar pernyataannya yang menggemparkan, yaitu bahwa 40% dari tanah-
tanah perkebunan itu seharusnya didistribusikan kepada rakyat. Euphoria
kebebasan sebagai akibat lengsernya Orde Baru telah melahirkan berbagai
organisasi rakyat (serikat tani dan nelayan, serikat buruh, ormas perempuan dan
lain-lain, termasuk munculnya puluhan partai politik), selain juga berbondong-
bondongnya rakyat menduduki tanah-tanah yang dibiarkan terbengkalai oleh
pemilik/yang menguasainya. Isu agraria pun terangkat kembali ke permukaan
oleh desakan berbagai organisasi tani/nelayan serta berbagai LSM.
26. Pasca Orde Baru Masa kepresidenan SBY: • Mandat kepada BPN untuk
melakukan ”penyempurnaan” UUPA 1960 masih tetap berlaku, dan proses
penyempurnaan itu masih tetap berlangsung. Namun hasilnya bukan
penyempurnaan, melainkan perubahan total terhadap UUPA. • Perpres No.
36/2005 (tentang infrastruktur) yang mengundang berbagai reaksi masyarakat.
Perpres ini, telah menimbulkan kegelisahan luas di masyarakat.
27. Pasca Orde Baru • Perpres No. 10/2006 mengenai penataan ulang secara
internal kelembagaan BPN. Salah satu yang positif, mungkin adalah dibentuknya
Deputi Bidang Pengkajian Dan Penanganan Sengketa Dan Konflik Agraria.
Namun bagaimana hasil kerjanya kita belum mendengar lebih jauh. Yang
mengejutkan adalah, dalam rangka mendukung penyelesaian konflik agraria
telah ditanda-tangani sebuah keputusan bersama antara Ketua BPN dan
KAPOLRI tentang Penanganan Konflik Agraria yang pendekatannya
dikhawatirkan akan menjadikan semakin meluasnya kekerasan oleh aparat
negara kepada pihak-pihak yang terlibat konflik, dalam hal ini khususnya massa
petani atau rakyat yang lain yang menduduki tanah-tanah sengketa yang
berhadapan dengan kaum bermodal, terutama karena sampai saat ini kita belum
sepenuhnya berhasil memisahkan POLRI dari karakter militernya dan kita belum
melihat perubahan sikap birokrat kita secara mendasar yang selama sekian
tahun terbiasa dengan cara kerja berkarakter betting on the strong.
28. Pasca Orde Baru • Keempat, di samping ketiga hal tersebut, perlu dicatat
juga bahwa pada bulan Maret 2006 yang baru lalu, Indonesia telah mengirim
delegasi untuk menghadiri ICARRD (International Conference on Agrarian
29. Pasca Orde Baru • Redistribusi lahan untuk petani yang dikampanyekan oleh
SBY. Tanah mana yang akan diredistribusi. Mari kita lihat data!!!
30. Data Struktur Agraria No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (juta Ha) 1 Luas
Total Daratan Indonesia 192,26 2 Kontrak Kerja Migas 95,45 96, 81 3 Kontrak
Karya Mineral 6,47 90,34 4 Kontrak Karya Batu Bara 24,77 65,57 5
KKB/PKP2PB 5,2 60,37 6 HPH 27,72 32.65 7 HTI 3,40 29,25 8 Perkebunan
Negara 3,30 25,95 9 Perkebunan Swasta 1,08 24,87 11 Lahan Pertanian 11,80
13,07 13 Perumahan, Pertokoan, Perkantoran, 14,00* Industri dll
31. Kesimpulan: Kira-kira, jika program distribusi lahan itu dilaksanakan, yang
akan didistribusi adalah tanah-tanah bekas perkebunan yang sdh tandus itu!!
Jadi. Para petani hendaknya tidak terhanyut mimpi indah yang berlebihan
dengan kampanye ini. Namun demikian program ini tetap harus didesak untuk
segera dilaksanakan, dengan mengutamakan petani di wilayah konflik terdekat
dengan lokasi distribusi.
32. Perdebatan Seputar Revisi UUPA Noer Fauzi (1999), terdapat 4 (empat)
golongan alasan dalam merevisi UUPA: • Golongan Pertama, adalah mereka
yang beranggapan bahwa UUPA dan semua perundang-undangan lainnya pasti
dibuat dengan niat baik untuk menjamin hak dan kewajiban masyarakat,
sehingga tentunya UUPA dan peraturan-peraturan pelaksananya sangat dapat
diandalkan sebagai sarana perlindungan hak-hak masyarakat yang dirugikan.
Soal perampasan tanah dinilai terjadi karena penyimpangan dari pejabat
berperilaku menyimpang dalam mempergunakan kewenangannya. Versi ini
menganggap tidak perlu ada revisi UUPA, yang diperlukan adalah pembaruan
pelaksanaannya saja.
33. Perdebatan Seputar Revisi UUPA • Golongan kedua, adalah mereka yang
percaya bahwa UUPA adalah produk hukum yang memuat jaminan-jaminan hak-
hak masyarakat, namun ia dilingkupi oleh berbagai UU dan peraturan
pelaksananya yang menyimpangkan mandat UUPA tersebut. UUPA adalah
hukum yang berkarakter responsif yang diproduksi di masa Orde Lama, namun
ia dilingkupi oleh berbagai UU dan peraturan pelaksanaan yang diproduksi Orde
Baru yang pada umumnya berkarakter represif. Dalam rumusan lain, dinyatakan
bahwa UUPA bersifat populis namun dikelilingi oleh peraturan yang kapitalistik.
Golongan ini mempersepsi perampasan tanah disebabkan oleh orientasi
pembangunan rejim Orde Baru yang mendahulukan pertumbuhan modal industri
dan proyek-proyek pemerintah dari pada kepentingan penguasaan agraria rakyat
banyak. Hukum agraria yang diproduksi adalah sub-sistem dari pertumbuhan
34. Perdebatan Seputar Revisi UUPA • Golongan ketiga, adalah mereka yang
menganut ideologi pasar bebas dan melihat bahwa birokrasi yang rente dan
kolutif membuat ‘pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan’ merupakan
satu bagian dari pencipta biaya ekonomi tinggi (high cost economic), dan
karenanya peran birokrasi harus dikurangi seminimal mungkin. Hukum agraria
harus direformasi agar tercipta ‘kenyamanan’ berusaha bagi para pelaku bisnis.
UUPA merupakan rintangan besar, karena dengan UUPA intervensi negara
terhadap pengadaan tanah terlampau besar. Soal-soal perlawanan rakyat
terhadap perampasan tanah, tumpang tindih alokasi tanah dan kegagalan
penyelesaian sengketa merupakan hambatan bagi investasi dalam negeri
maupun investasi asing.
35. Perdebatan Seputar Revisi UUPA High cost economic ini harus dipangkas
melalui pelucutan kekuasaan intervensi negara dalam perekonomian, khususnya
di pasar. Golongan ini mempromosikan, apa yang mereka sebut efficient land
market, dimana pasar tanah merupakan jalan utama bagi bisnis memperoleh
tanah-tanah sebagai alas dari usaha mereka. Jawaban utama bagi sengketa
tanah adalah pemantapan status hukum dari semua persil tanah melalui program
pendaftaran tanah. Tapi, sekaligus dengan hal ini, sektor bisnis bisa memperoleh
tanah tanpa perlu menimbunkan kesulitan yang berarti. • Golongan keempat,
adalah yang mendudukkan UUPA sebagai produk hukum yang perlu dipandang
secara kritis. Diargumentasikan bahwa tidak dipungkiri adanya gejala
penyimpangan penggunaan wewenang dari pejabat sehubungan dengan
maraknya sengketa agraria -- sebagaimana disinyalir oleh golongan pertama.
Juga tidak dipungkiri pula adanya sejumlah peraturan pemerintah yang
melingkupi UUPA berorientasi kapitalistik, dan ada pula sejumlah peraturan yang
menyimpang dari UUPA. Namun, kegagalan UUPA dipersepsi pula sebagai
pemberi andil bagi terciptanya sengketa agraria yang marak lebih dalam lima
belas tahun belakangan.
39. Penutup • Ketidakjelasan kebijakan agraria tidak bisa lagi bisa dibiarkan,
langkah yang paling urgent dalam hal ini adalah penataan kebijakan agar semua
kebijakan terkait agraria agar semuanya memiliki semangat yang sama, yaitu
menghormati kedaulatan rakyat atas bumi Indonesia dengan tidak menjadikan
tanah sebagai komoditas atau insentif masuknya modal. Untuk tujuan ini,
legislatif dan eksekutif harus duduk bersama dan secara serius membuat
prioritas yang jelas dengan memperhatikan kepentingan para petani kecil, para
nelayan kecil, rakyat miskin perkotaan. Merekalah elemen bangsa yang paling
terikat dengan tanah untuk penghidupannya.
40. Penutup • Di sisi lain, elemen masyarakat sipil juga harus meningkatkan
kapasitas dalam melakukan lobby kebijakan. Organisasi-organisasi petani,
nelayan dan lain-lainnya tidak bisa hanya menggunakan metode unjuk rasa
untuk melakukan perubahan. Dukungan informasi dan pengalaman mereka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Prof. Dr A. P. Parlindungan, hal ini merupakan hal yang positif dalam
pembangunan hukum keagrarian, karena keragu-raguan dan tidak teraturnya
dengan peraturan hukum tertentu telah banyak menimbulkan khaos . Dalam
kurun waktu 1961 hingga diterbitkannya PP No. 37/1998 ini telah banyak sekali
kekacuan dan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pembuatan akta PPAT.
Dalam kurun waktu 1961 hingga diterbitkannya PP No.37/1998 ini telah banyak
sekali kekacauan dan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pembuatan akta
PPAT, karena pelaksanaan tugas dari PPAT tidak tertuang dalam PMA No.18
Tahun 1961. PMA No.10 Tahun 1961 yang terdiri atas 10 Pasal hanya mengatur
tentang daerah kerja PPAT, tentang kewenangan membuat akta tanah dalam
daerah kerjanya dan keharusan meminta izin jika melakukan pembuatan akta
tanah di lain daerah kerjanya dan berkantor di daerah kerjanya, kemudian siapa
yang dapat diangkat sebagai PPAT. Setelah dikeluarkannya PP No.37/1998,
tugas dan ruang lingkup jabatan PPAT lebih jelas dan rinci meskipun dikalangan
B. Rumusan Masalah
Dari uraian singkat diatas dapat diajukan permasalahan, yaitu bagaimanakah
tugas dan kewenangan jabatan PPAT sebagaimana diatur dalam PP No.37/1998
dan peraturan perundangan lainnya ?
BAB II
GAMBARAN UMUM KASUS
Oleh sebab itu kami mencoba untuk menguraikan ruang lingkup pengangkatan,
pemberhentian, daerah kerja, tugas dan kewenangan PPAT dalam menjalankan
jabatannya dalam laporan ini.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian PPAT
Apa yang diuraikan pada Pasal 1 ini, telah memperjelas tentang perngertian
PPAT tersebut, sehingga kita mengenal beberapa PPAT. Disamping itu ada yang
disebut protokol PPAT yang terdiri dari daftar akta, akta-akta asli yang harus
dijilid, warkah pendukung data, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.
Berbeda dengan protokol Notaris masih ada yang tidak termasuk yaitu buku
klapper yang berisikan nama, alamat, pekerjaan, akta tentang apa dan singkatan
isi akta, nomor dan tanggal akta dibuat.
Pasal 1 :
Formasi PPAT di Kabupaten/Kota daerah tingkat II ditetapkan berdasarkan
rumus sebagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal ini.
Daerah kerja suatu PPAT adalah yang menunjukan kewenangan dari PPAT
tersebut membuat akta-akta PPAT. Daerah ini pada umumnya meliputi satu
kantor pertanahan tertentu, namun tidak tertutup kemungkinan PPAT ini
mempunyai daerah kerja lainnya. Banyak protes dari para Notaris maupun dari
ikatan PPAT tentang wilayah para PPAT, seperti di daerah Jakarta Raya, karena
ada Notaris-PPAT yang mempunyai wilayah se-Jakarta Raya, tetapi ada juga
PPAT yang baru dilantik hanya daerah tingkat II di daerah Jakarta Raya.
Dengan adanya persyaratan dari Pasal 6 ini, maka sudah jelas siapa yang dapat
diangkat sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis
notariat atau program pendidikan khusus PPAT yang diadakan oleh lembaga
pendidikan tinggi di samping harus pula lulus dari ujian yang diadakan oleh
Kantor Menteri Negara Agraria/Kantor Pertanahan Nasional.
(3) Hal ini sebagai solusi seseorang yang diangkat sebagai PPAT dan kemudian
sebagai notaris di kota lain tetap memegang kedua jabatan tersebut dan tetap
melakukan tugas-tugas PPAT dan notarisnya dan usahanya untuk diangkat
sebagai PPAT di tempat yang bersangkutan sebagai notaris tidak dikabulkan
oleh Kepala BPN hanya disuruh berhenti saja sebagai PPAT atau dia diangkat
saja sebagai notaris di tempat ditunjuk sebagai PPAT.
Sedangkan ayat (2) merupakan ketegasan dari PPAT sementara ataupun PPAT
khusus yang tidak mungkin melanjutkan tugas-tugasnya kalau mereka
dipindahkan ataupun berhenti sebagai pejabat di daerah itu baik sebagai camat
atau kepala desa dan demikian pula PPAT khusus itu dipindah ke lain jabatan
ataupun berhenti ataupun pensiun sebagai pegawai negeri.
Untuk daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan menjadi 2 (dua) atau
lebih tentunya dapat mengakibatkan perubahan daerah kerja PPAT didaerah
yang terjadi pemekaran atau pemecahan tersebut. Hal ini telah diatur dalam
Pasal 13 PP No.37/1998, sebagai berikut :
(1)Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih
wilayah Kabupaten/Kota, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya Undang-Undang tentang pembentukan Kabupaten/Kota Daerah
tingkat II yang baru PPAT yang daerah kerjanya adalah Kabupaten/Kota semua
harus memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya,
dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada
waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang
pembentukan Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru tersebut daerah kerja
PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah Kabupaten/Kota letak kantor
PPAT yang bersangkutan.
(2) Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan
sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang
pembentukan Kabupaten/Kota daerah Tingkat II yang baru.
Dari rumusan diatas dapat dipahami bahwa dalam ayat (1) memberikan suatu
kemudahan kepada PPAT untuk memilih salah satu wilayah kerjanya, dan jika
ada kantor pertanahannya disitulah dianggap sebagai tempat kedudukannya dan
disamping itu diberi dia tenggang waktu satu tahun untuk memilih, dan jika dia
tidak memilih salah satu dari daerah tersebut, maka dianggap dia telah memilih
kantor pertanahan di daerah kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu
tahun tidak lagi berwenang. Sedangkan dalam masa peralihan yang lamanya 1
(satu) tahun PPAT yang bersangkutan berwenang membuat akta mengenai hak
atas tanah atau Hak Milik Atas satuan rumah Susun yang terletak di wilayah
Daerah Tingkat II yang baru maupun yang lama.
3. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan
memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur
pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Atas ayat (1) maka tugas dari PPAT adalah melakukan perekaman perbuatan
hukum (recording of deeds of conveyance) sebagaimana diatur dalam ayat (2).
(2) PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum
yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.
Demikian PPAT hanya berwenang untuk membuat akta-akta PPAT berdasarkan
penunjukannya sebagai PPAT, di sesuatu wilayah dan perbuatan-perbuatan
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PP No.37/1998 tersebut.
Mengenai bentuk akta PPAT ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dalam Pasal
21 PP No.37/1998, sebagai berikut :
(1) Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada tahun
takwin.
(3) Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu :
a. lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT
bersangkutan, dan
b. lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjasi obyek
perbuatan hukum dalam akta yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan
untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai pemberian
kuasa membebankan Hak Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa
untuk dasar pembuatan akta Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya.
Yang mengherankan dalam penjelasan ayat (1) pasal diatas, bahwa untuk
memenuhi syarat otentiknya suatu akta, maka akta PPAT wajib ditentukan
bentuknya oleh Menteri. Penulis tidak sependapat dengan penjelasan tersebut,
karena yang menentukan keotentikan suatu akta yaitu kewenangan pejabat yang
membuatnya, komparisi, nama-nama dan tanggal akta dibuat sesuai dengan
ketentuan yang ada, hal itulah yang membuat akta itu otentik.
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Dikenalnya beberapa PPAT yaitu Notaris atau yang khusus menempuh ujian
PPAT, ada pula PPAT sementara yaitu Camat atau Kepala Desa tertentu untuk
melaksanakan tugas PPAT, karena di suatu daerah belum cukup PPAT.
2. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk suatu daerah kerja
tertentu yang meliputi wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
b. Saran
Mengingat masih adanya perbedaan pendapat di kalangan akedemisi mengenai
keotentikan akta PPAT yang selama ini diatur melalui Peraturan Pemerintah
maka sebaiknya Pemerintah beserta DPR segera membuat Undang-Undang
mengenai PPAT.
Notaris Professi terhormat yang sudah ada sejak abad ke 2-3 pada masa Roma
kuno
Notaris Professi terhormat yang sudah ada sejak abad ke 2-3 pada masa Roma
kuno
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Notaris adalah sebuah profesi yang dapat dilacak balik ke abad ke 2-3 pada
masa roma kuno, dimana mereka dikenal sebagai scribae, tabellius atau
notarius. Pada masa itu, mereka adalah golongan orang yang mencatat pidato.
Istilah notaris diambil dari nama pengabdinya, notarius, yang kemudian menjadi
istilah/titel bagi golongan orang penulis cepat atau stenografer. Notaris adalah
salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia.
Ada dua macam notaris, yaitu: 1. Notaris civil law yaitu lembaga notariat berasal
dari italia utara dan juga dianut oleh Indonesia.
2. Notaris common law yaitu notaris yang ada di negara Inggris dan Skandinavia.
4 istilah notaris pada jaman Italia Utara: 1. Notarii : pejabat istana melakukan
pekerjaan administratif; 2. Tabeliones : sekelompok orang yang melakukan
pekerjaan tulis menulis, mereka diangkat tidak sebagai pemerintah/kekaisaran
dan diatur oleh undang-undang tersebut; 3. Tabularii : pegawai negeri,
ditugaskan untuk memelihara pembukuan keuangan kota dan diberi
kewenangan untuk
membuat akta;Ketiganya belum membentuk sebuah bentuk akta otentik,
Sementara itu, kebutuhan atas profesi notaris telah sampai di Perancis. Pada
abad ke 13, terbitlah buku Les Trois Notaires oleh Papon. Pada 6 oktober 1791,
pertama kali diundangkan undang-undang di bidang notariat, yang hanya
mengenal 1 macam notaris. Pada tanggal 16 maret 1803 diganti dengan
Ventosewet yang memperkenalkan pelembagaan notaris yang bertujuan
memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat umum. Pada
abad itu penjajahan pemerintah kolonial Belanda telah dimulai di Indonesia.
Secara bersamaan pula, Belanda mengadaptasi Ventosewet dari Perancis dan
menamainya Notariswet. Dan sesuai dengan asas konkordasi, undang-undang
itu juga berlaku di Hindia Belanda/ Indonesia.
Syarat diangkat menjadi notaris sesuai dengan UUJN pasal 3 : 1. Warga negara
Indonesia; Karena notaris adalah pejabat umum yang menjalankan sebagian dari
fungsi publik dari negara, khususnya di bagian hukum perdata. Kewenangan ini
tidak dapat diberikan kepada warga negara asing, karena menyangkut dengan
menyimpan rahasia negara, notaris harus bersumpah setia atas Negara
Republik Indonesia, sesuatu yang tidak mungkin bisa ditaati sepenuhnya oleh
warga negara asing. 2. Berumur minimal 27 tahun; Umur 27 tahun dianggap
sudah stabil secara mental. 3. Bertakwa kepada tuhan YME; Diharapkan notaris
tidak akan melakukan perbuatan asusila, amoral dll. 4. Telah menjalani magang
atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan notaris dalam waktu 1 tahun
berturut-turut pada kantor notaris, atas prakarsa sendiri atau rekomendasi
organisasi notaris setelah lulus magister kenotariatan; Supaya telah mengetahui
praktek notaris, mengetahui struktur hukum yang dipakai dalam pembuatan
aktanya, baik otentik ataupun di bawah tangan, dan mengetahui administrasi
notaris. 5. Berijazah sarjana hukum dan lulusan strata dua kenotariatan; Telah
mengerti dasar-dasar hukum Indonesia. 6. Tidak berstatus pegawai negeri,
pejabat negara, advokat, pemimpin maupun karyawan BUMN, BUMD, dan
perusahaan swasta atau jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan notaris. Notaris tidak boleh merangkap jabatan karena
notaris dilarang memihak dalam kaitannya sebagai pihak netral supaya tidak
terjadi beturan kepentingan.
“Akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan
jabatan” : • Merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh, maksudnya
notaris harus mendengarakan keterangan dan keinginan klien sebelum
menuangkannya dalam bentuk akta. Notaris berkewajiban untuk merahasiakan
seluruh isi akta dan seluruh keterangan yang didengarnya. Hal ini berkaitan
dengan “hak ingkar” yaitu hak yang dimiliki oleh notaris, notaris berhak untuk
tidak menjawab pertanyaan hakim bila terjadi masalah atas akta notariil yang
dibuatnya. Keterangan/kesaksian yang diberikan oelh notaris adalah sesuai
dengan yang dituangkannya dalam akta tersebut. Hak ini gugur apabila
berhadapan dengan undang-undang tindak pidana korupsi (pasal 16 UUJN)
“Tidak memberikan janji atau mejanjikan sesuatu kepada siapapun beik secara
langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun” : • yaitu berkaitan
dengan hal pemberian uang untuk pengangkatan di wilayah tertentu. Pada saat
disumpah, notaris sudah menyiapkan segala suatu untuk melaksanakan
jabatannya seperti kantor, pegawai, saksi, protokol notaris, plang nama, dll.
Setelah disumpah, notaris hendaknya menyampaikan alamat kantor, nama
kantor notarisnya, cap, paraf, tanda tangan dll kepada meteri Hukum dan HAM.,
organisasi notaris dan majelis pengawas.
Sebagai pejabat umum, notaris memiliki jam kerja yang tidak terbatas. Untuk itu
notaris memiliki hak cuti. Ketentuan mengenai cuti notaris menurut UUJN (pasal
25-32): a. Hak cuti bisa diambil setelah notaris menjalankan jabatannya secara
efektif selam 2 tahun; b. Selama cuti, notaris harus memilih notaris pengganti; c.
Cuti bisa diambil setiap tahun atau diambil sekaligus untuk beberapa tahun; d.
Setiap pengambilan cuti maksimal 5 tahun sudh termasuk perpanjangannya; e.
Selama masa jabatan notaris, jumlah waktu cuti paling lama ialah 12 tahun; f.
Permohonan cuti diajukan ke: • Majelis pengawas daerah, untuk cuti tidak lebih
Notaris pengganti khusus ialah seseorang yang diangkat sebagai notaris untuk
menggantikan seorang notaris, untuk membuat akta tertentu, karena di daerah
kabupaten atau kota tidak ada notaris lain, sedangkan notaris yang menurut
ketentuan UUJN tidak boleh membuat akta yang dimaksud (UUJN pasal 1 angka
4), syaratnya sama dengan notaris pengganti, yaitu: a. WNI; b. Cukup umur (27
tahun); c. Berijazah sarjana hukum; d. Telah berkerja sebagai karyawan kantor
notaris paling sedikit 2 tahun berturut-turut. Notaris pengganti khusus ditunjuk
oleh majelis pengawas daerah, dan ahnaya berwenang untuk membuat akta
untuk kepentingan notaris dan keluarganya. (UUJN Pasal 34 ayat 1). Notaris
pengganti khusus tidak disertai dengan penyerahan protokol notaris (UUJN pasal
34 ayat 2).
Dalam hal merangkap jabatan, notaris wajib mengambil cuti dan memilih notaris
pengganti. Jika tidak memilih notaris pengganti, maka MPD akan menunjuk
notaris lain sebaga pemegang protokol notaris. Setelah tidak lagi merangkap
jabatan dapat kembali menjadi pejabat notaris.
4. Penerbitan Sertifikat
2. Pemeliharaan Data karena Pemindahan Hak melalui (lelang & Non lelang);
REFERENSI
DESKRIPSI SINGKAT
Mata kuliah ini merupakan mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (Teori dan
Praktek), sehingga membekali Mahasiswa dengan pengetahuan yang mendekati
praktis. Dengan demikian setelah lulus mata kuliah ini Mahasiswa diharapkan
mampu untuk menganalisis kebijakan pemerintah di bidang pendaftaran tanah
dan mampu menerapkan dalam praktik di lapangan. Dengan demikian mata
kuliah ini mendekatkan lulusan dengan dunia kerja.
Secara rinci, Hukum Pendaftaran Tanah ini meliputi pengetahuan teoritis dan
praktis mengenai :
Materi bahasan bersumber pada pustaka yang tersedia. Sementara itu, proses
pembelajaran dilakukan dengan metode kuliah mimbar (orientasi) yang didukung
dengan media pengajaran, responsi, pelatihan studi kasus, dan pemberian tugas
terstruktur. Hasil proses pembelajaran mahasiswa dievaluasi melalui tugas
terstruktur, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester.
Penyusun
April 2009
Halaman Muka
Langgan: Entri (Atom)
PERPUSTAKAAN ONLINE
Notaris/PPAT Peran Dan Fungsinya
My Scribd
Notaris Indonesia
4shared.com
Label
Agaria (1)
Agraria (2)
Arsip Blog
April (18)
Maret (30)
Selamat Datang Semoga Tuhan Allah SWT Memberi Rahmat dan Keselamatan
bagi kita semua, amiinnn
Non allegate no probata (Pernyataan tanpa bukti tak dapat dibuktikan)
Viva Notariat