Anda di halaman 1dari 44

Mata Kuliah : BAHAN ORGANIK TANAH Nama NRP : Eka Lesniawati : A152090021

Pengertian bahan organic adalah bahan yang berasal dari makhluk hidup yang bisa mengalami dekomposisi dengan bantuan mikroorganisme dan harus memiliki ikatan c organic. Ikatan c organic ( C O H) merupakan energy bagi mikroorganisme. Oleh karena itu tulang yang sebagian besar mengandung kalsium karbonat tidak termasuk ke dalam bahan organik karena tidak mempunyai ikatan c organic. Batasan yang dapat disebut bahan organic juga tergantung dari kadar C organic, yaitu sampai bahan C yang didekomposisikan sama dengan C/N ratio pendekomposisinya. Salah satu contohnya yaitu kertas setelah terdekomposisi tidak dapat disebut bahan organic ketika kadar C organic lebih rendah dibandingkan mineralnya. Pengertian bahan organic tanah adalah bahan organic yang sudah berinteraksi dan bereaksi dengan bahan tanah lainnya sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dan juga tidak dapat dipisahkan begitu saja. Syaratnya bahan organic sudah beriteraksi dengan tanah adalah jika sudah mengalami dekomposisi sehingga jaringannya sudah tidak terlihat lagi dan sudah menyatu dengan bahan mineral. Adapun jaringan tanaman atau hewan yang masih dapat dilihat oleh mata tidak termasuk ke dalam bahan organic tanah tapi masih merupakan bahan organic. Produksi bersih/tahun adalah biomass yang dijatuhkan yang kemudian akan menjadi bahan organic tanah. Turn over adalah bahan organic tanah dibagi produksi bersih tiap tahun. Turn over sama dengan 13 tahun, hal ini berarti bahwa untuk mencapai 85 ton x 10 10 C diperlukan pengumpulan bahan organic selama 13 tahun. Atau dengan kata lain bahwa suatu C akan berada sebagai bahan organic dalam tanah dalam waktu 13 tahun, sebelum berubah menjadi CO2 atmosfir. Sehingga secara rata-rata berada sebagai bahan organic tanah selama 13 tahun.

Kesetimbangan suatu reaksi kima terjadi sebagaimana berikut : CO2(atmosfir) + H2O Atau CO2(atmosfir) + H2O Ca2+ CaCO3 (reaksi ini kemungkinan terjadi di laut) Hal ini berarti bahwa jika CO 2 di atmosfir berkurang maka reaksi bergerak dari kanan ke kiri. Sehingga dengan adanya kesetimbangan reaksi di atas, maka sangat berlebihan jika kita merisaukan kenaikan CO2 di atmosfir . Hal ini menunjukkan bahwa C di darat dan laut sebagai buffer terhadap C di udara. Setiap ekosistem mempunyai turn over yang berbeda-beda, begitu juga untuk berbagai jenis tanaman mempunyai turn over yang berbeda-beda pula. Dengan pemupukan bisa mempersingkat turn over. Hal ini bisa dikatakan bahwa pada suatu ekositem yang sama dengan perlakuan pemupukan maka suatu C akan mendomisili di dalam tanah selama 16 tahun (berdasarkan table turn over c-organik). Hutan tropic dapat mempersingkat turn over. Turn over yang baik adalah pada saat laju pelepasan hara sama dengan laju pengambilan hara oleh tanaman. Keuntungan turn over yang lama adalah dapat mempertahankan kondisi fisik kimia tanah apabila pengembalian bahan organic ke dalam tanah terlambat. Dilihat dari sudut energy (berdasarkan table beberapa energy bersih yang diperoleh dan yang hilang) maka energy yang dikeluarkan lebih banyak untuk energy sayuran dan buah-buahan dibandingkan dengan tanaman pangan. Sehingga untuk Negara yang berkembang yang masih memerlukan energy yang banyak lebih baik mengembangkan tanaman pangan daripada sayuran dan buah-buahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan organic di tanah adalah : 1. Kelembaban, dimana dibutuhkan kelembaban yang cukup agar bahan organic bisa terlapuk. 2. Oksigen, Umumnya mikroorganisme pendekomposisi bersifat aerob atau ada aerasi yang baik, seperti kapang, aktinomisetes, ganggang, fauna tanah dan beberapa bakteri tanah. Dalam keadaan anaerobic, aktifitas biologic terutama oleh bakteri. H 2CO3(larutan) HCO 3- + H+ CO 32- + H2CO3(larutan) HCO3- + H+ CO32- + H+

Bila kekurangan oksigen maka sebaian besar populasi tanah inaktif dan mengubah respirasi oleh organism anaerob. Respirasi anaerobic (penggunaan senyawa inorganic sebagai penerima electron) atau fermentasi (penggunaan senyawa organic sebagai penerima electron) O2 CH2O electron) Dalam keadaan aerobic maka e- ditangkap oleh oksigen, dengan kata lain O 2 direduksi dari O20 menjadi O- dalam bentuk CO2. Mineralisasi C dalam keadaan anaerobic jauh lebih rendah daripada dalam keadaan aerobic. Pada keadaan anaerobic, e- ditangkap oleh senyawa inorganic, dengan kata lain senyawa inorganic direduksi. Misalnya : NO3 NO2N2O N2 Bila senyawa inorganic habis maka senyawa yang menangkap e- adalah senyawa organic yang disebut fermentasi, contohnya yaitu terbentuknya metan. Hasil akhir perombakan dalam keadaan aerobic adalah CO2, sedangkan hasil akhir dalam keadaan anaerobic adalah methane, ethane, ethane, propene, butane. Hal ini berarti dalam keadaan anaerob merupakan senyawa inorganic. Laju mineralisasi C dari bahan organic dalam keadaan anaerobic jauh lebih rendah bila dibandingkan laju mineralisasi C dalam keadaan aerobic. Laju mineralisasi C bilamana tidak ada oksigen menggunakan argon. Oxidation state yang tertinggi dari C bernilai 4 atau bilamana suatu senyawa C berada dalam keadaan berinteraksi bebas dengan O maka akan berada pada oxidation state yang tertinggi yaitu 4 seperti CO2, H2CO3 yang dijumpai pada tanah-tanah dengan drainese yang baik atau Eh sekitar 1,2V. Oxidation state yang terendah adalah CH4, atau dengan kata lain suatu C yang tidak berinteraksi dengan O2 dan juga tidak berinteraksi dengan senyawasenyawa karbonat maka dia berpeluang mempunyai oxidation state terendah yaitu -4, misalnya CH4. Di dalam tanah oxidation state terendah dijumpai pada tanah yang berdrainase sangat buruk, atau Eh sekitar -0,2 V. CO 2 + E + e(dekomposisi organism selalu menghasilkan

3. pH tanah, dimana perombakan lebih lambat pada pH rendah. 4. Hara. Terutama untuk hara N, dimana kekurangan hara N akan memperlambat kegiatan mikroba. Mikroba selain membutuhkan C untuk energy juga membutuhkan N untuk menyusun tubuhnya. Oleh karena itu ada istilah C/N mikrobia yang setara 5 sampai 10. Setiap 10 C yang dikonsumsi hendaknya mengandung 1 N untuk membentuk tubuhnya. Untuk mengkonsumsi 10 unit C untuk menyusun tubuh dirombak sebanyak 20 unit C, jika C/N mikrobia sama dengan 10. Sedangkan untuk 10 unit C diperlukan 1 unit N. Contoh : Jika bahan organic mempunyai C/N = 60 maka mikrobia akan merombak 60 unit C untuk mendapatkan 1 unit N. Oleh karena itu perlu ditambahkan N pada sisa tanaman untuk memperkecil rasio C/N (N=25). Jika N yang ada kurang untuk membentuk tubuh mikroba maka mikroba akan mengambil N dari tanah dalam bentuk N anorganik (NH 4+, NO3-) yang disebut dengan imobilisasi N. N dapat diimobilisasi oleh mikroba menjadi tubuhnya sehingga ada persaingan dengan tanaman. Jika bahan organic mempunyai C/N = 15 maka mikrobia akan merombak 20 unit C untuk mendapatkan 1 unit N. Hal ini disebut mobilisasi dimana organik (tanaman) menjadi inorganic dan dirubah menjadi organic mikroba. Jika bahan organic mempunyai C/N = 15 dan apabila dirombak 60 unit C maka akan mengeluarkan 4 unit N (dimobilisasi sejumlah 4N), yang kemudian digunakan oleh mikroba sebanyak 30 unit C dan 3 unit N untuk menyusun tubuhnya (diimobilisasi sejumlah 3 unit N). Sehingga ada sisa 1 unit N, yang berarti ada net mobilisasi sejumlah 1 unit N. Dengan kata lain jika menambahkan bahan organic dengan C/N = 15 maka akan terjadi net mobilisasi sebanyak 1 unit N.

Jika bahan organic mempunyai C/N = 60 maka mikrobia akan merombak 60 unit C untuk mendapatkan 1 unit N (mobilisasi sejumlah 1 N). Apabila merombak 60 unit C maka untuk menyusun tubuhnya diperlukan 3 unit N (imobilisasi sejumlah 3N) padahal yang tersedia dari bahan organic sejumah 1 N. Oleh karena itu mikroba akan mengambil 2 unit N dari tanah, yang berarti terjadi net imobilisasi sebanyak 2 N. Oleh karena itu maka harus ditambahkan nitrogen untuk mencukupi N yang diperlukan oleh mikroba.

5. Suhu, dimana perombakan bahan organic menghasilkan panas, walaupun demikian bahan organic dalam tanah sangat tersebar sehingga tidak dapat memanaskan dirinya sendiri, atau dengan kata lain membutuhkan suhu keliling yang cocok. 6. Liat, dimana semakin tinggi kadar liat tanah maka bahan organic semakin tinggi, hal ini dikarenakan adanya stabilisasi bahan organic oleh liat. Biasanya bahan organic pada tanah liat lebih tinggi dibandingkan pada tanah pasir. Liat menunjukkan bagaimana terkonservasinya bahan organic oleh liat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi liat maka dekomposisi semakin sulit. 7. Aksesibilitas. Bahan organic halus lebih mudah dirombak daripada yang kasar. Bahan organic semakin mudah dijangkau maka semakin mudah untuk didekomposisi. Bahan organic yang ada di rongga lebih mudah didekomposisi daripada bahan organic yang ada di ped. Fungsi bahan organic adalah : 1. Menjaga kelembaban 2. Menjaga atau melindungi tanah dari hantaman air hujan atau untuk mencegah erosi 3. Menghindari gulma 4. Dapat menjadi slow release fertilizer, dimana pada saat bahan organic yang diperlukan oleh bakteri habis, dan kemudian bakteri mati maka akan melepaskan N dari tubuhnya. Pupuk yang ditambahkan pada bahan organic akan dipergunakan oleh mikroba dimana N anorganik yang terdapat dalam pupuk dirubah menjadi N organic. Pada awal-awal perombakan dilakukan oleh kapang yang membutuhkan N dalam jumlah kurang dibanding bakteri untuk menyusun tubuhnya. Dengan kata lain C/N kapang lebih tinggi dibandingkan C/N bakteri.

Ada dua penyebab mengapa 1. Aktivitas dekomposisi maksimum 2. Pada awal perombakan dilakukan oleh kapang yang mempunyai C/N tinggi Perombakan anaerobic memerlukan N kurang dari perombakan aerobic, sehingga resiko terjadinya net imobilisasi lebih rendah pada perombakan anaerob. Ada tiga bentuk karbon setelah dekomposisi : 1. menjadi CO2 yang terlepas ke atmosfir 2. dipakai untuk menyusun tubuh bakteri 3. akan menjadi bahan organic tanah Setiap jenis tanaman mempunyai C/N rasio yang berbeda-beda. Tetapi dengan perlakuan pemupukan ataupun tidan C/N rasio relative tetap. Asumsi yang mengatakan bahwa dengan penmbahan pupuk N dapat meningkatkan bahan organic tanah adalah salah. Hal ini dikarenakan jika dilakukan analisis tanah setelah pemupukan maka C/N yang dihasilkan adalah rendah, sedangkan C/N rasio tanah adalah tetap. Transfer C menurut Jenkinson : setelah 1 tahun perombakan maka 33% dari C yang ditambahkan tetap berada dalam tanah, 1/3 daripadanya adalah sel mikroba dan sisanya masuk ke atmosfir setelah 4 tahun perombakan maka 20% dari C yang ditambahkan berada dalam sel mikroba. Fraksionasi bahan organic menurut Sorensen adalah : Setelah perombakan 100 hari maka 1/3 dari penyebaran sebagai berikut : Asam fulvic 11,8 18,9 % Asam humic 19,5 54,7 % Humin Unknown 49,4 54,7 % 5,0 12,9 %
14

C tetap berada dalam tanah dengan

Atau dengan kata lain humus sudah terbentuk selama 100 hari perombakan jerami. Dimana jerami mengandung lignin yang merupakan senyawa pembentuk senyawa humus. Semakin tinggi kandungan lignin maka semakin banyak humus yang terbentuk.

Penelitian lain yang dilakukan Sorensen juga menyatakan bahwa senyawa humus bisa terbentuk dari senyawa-senyawa lain selain lignin. Priming action adalah selisih 14C yang diukur dikurangi CO2dari tanah. Priming action bisa bernilai (+) atau (-). Priming action bernilai positif berarti bahwa penambahan sisa tanaman akan meningkatkan perombakan bahan organic yang sudah ada di dalam tanah.

14

CO2 dari sisa tanaman Priming action (+)

CO2 dari tanah Tanah tanah + residu

Sedangkan pada fenomena priming action bernilai negative berarti bahwa dengan penambahan bahan organic akan menekan dekomposisi bahan organic tanah.
14

CO2 dari sisa tanaman Priming action (-)

CO2 dari tanah Tanah tanah + residu

Kadar bahan organic bervariasi, seperti pada : Mollisol Pasir Oxisol : 56% : kurang dari 1 % : rendah Aquept: sampai dengan 10 %

Kadar bahan organik bergantung pada waktu, iklim, vegetasi, bahan induk, waktu dan factor dari manusianya. o.m = f ( w , i , v, b.i, t, ) 1. Waktu Penumpukan bahan organic pada tanah berdrainase baik ada batasnya yaitu keseimbangan yang ditentukan oleh factor pembentuk tanah.

Keseimbangan tersebut tercapai pada waktu yang lama, dimana perubahannya cepat pada tahun-tahun awal Keseimbangan tercapai karena : terbentuknya koloid organic yang tahan pelapukan humus terlindungi dari perombakan oleh bahan-bahan mineral (kation, liat) keterbatasan hara esensial 2. Iklim Iklim menentukan penyebaran spesies tanaman, jumlah bahan tanaman yang dihasilkan dan aktivitas mikroba, sehingga akan menentukan kadar bahan organic. Pada iklim basah mempunyai vegetasi hutan, di iklim semi arid mempunyai vegetasi padang rumput dan pada wilayah yang beriklim arid sedikit tanaman. Bahan organic lebih tinggi pada iklim sejuk daripada iklim panas. Sehingga batasnya adalah bahwa tidak mungkin di wilayah yang beriklim sejuk jumlah bahan organic sama dengan di wilayah yang beriklim panas. Di gurun bahan organic lebih sedikit daripada tropika basah. Sehingga batasnya adalah bahwa tidak mungkin di gurun jumlah bahan organic sama dengan di tropika basah. Semakin tinggi suhu maka C dan N menurun, yang berarti bahwa kadar bahan organic menurun. 3. Vegetasi Tanah padang rumput mempunyai bahan organic lebih tinggi daripada tanah hutan, hal ini karena: Bahan kasar lebih banyak Nitrifikasi terhambat, dalam hal ini terjadi pengawetan C dan N Sintesis humus di Rhizosfer lebih ekstensif Terbatasnya aerasi KB tinggi mendorong fiksasi NH3 oleh lignin

Begitu pula pada tanah yang ditumbuhi rumput bahan organic lebih tinggi daripada tanah dengan tanaman jagung.

Hutan Kelapa sawit Kadar BOT Jagung

Hutan Jagung

Waktu Pada grafik di atas perubahan yang terjadi mendadak dan asimtotik dan kesetimbangan tercapai pada waktu yang lama. 4. Bahan induk Bahan induk yang berbeda akan menyebabkan kadar bahan organic berbeda, hal ini berkaitan dengan tekstur. Pada tanah berkapur bahan organic pasti lebih tinggi daripada bahan organic pada tanah yang terbentuk dari granit. 5. Topografi Topografi mempengaruhi kadar bahan organic melalui pengaruhnya terhadap iklim, run off, evaporasi dan transpirasi. Pada cekungan jika iklim mempunyai curah hujan yang tinggi maka akan tergenang, sedangkan pada iklim yang bercurah hujan rendah tidak tergenang tapi kering. Hal ini berkaitan dengan kelembaban dan oksigen. Pada tanah-tanah tergenang akan menyebabkan penimbunan bahan organic melebihi dari dekomposisi dari bahan organic. Pada tanah tergenang produksi bahan organic lebih tinggi daripada dekomposisi bahan organic, sehingga menyebabkan penumpukan bahan organic. Ada dua hal yang menyebabkan terbentuknya tanah gambut (penumpukan bahan organic) : 1. Kekurangan oksigen (pada tanah tergenang) 2. Suhu rendah Di Indonesia gambut hanya terbentuk pada daerah cekungan. Run off, evaporasi, dan transpirasi dalam hal ini pengaruhnya terhadap air. 6. Manusia Pengaruh budidaya atau kultivasi menyebabkan penurunan bahan organic.

Ahli-ahli memperkenalkan istilah-istilah sebagai berikut : Achard memperkenalkan istilah AH (asam humic) yang larut dalam alkali dan tidak larut dalam asam.

T. de Saussure memperkenalkan humus yaitu : Bahan organic di dalam tanah yang berwarna gelap dan mempunyai karakteristik tertentu Lebih kaya akan C (karena ada perubahan oleh mikroorganisme) tetapi lebih miskin akan H dan O daripada bahan tanaman. Lignin mempunyai C yang tinggi sehingga susah di dekomposisi oleh mikroorganisme. Dobereiner memperkenalkan istilah humussaure/ asam humus yaitu komponen berwarna gelap dari bahan organic. Waksman memperkenalkan AH yang merupakan bagian dari asam humus. C.B. Sprengel memperkenalkan bahwa : Tanah kaya akan basa mempunyai : AH dalam bentuk ikatan (yaitu ikatan AH dengan kation-kation basa), tanah bereaksi netral dan tanah subur. Tanah miskin akan basa maka : AH berada dalam bentuk bebas, pada tanah masam, dan merupakan tanah-tanah yang kurang subur (tidak produktif). Contoh yaitu pada tanahtanah spodosol. J.J. Berzelius memperkenalkan asam apokreneik (C24H12O16) dan asam krenik (C24H6O12) yang kedua asam ini belakangan diketahui merupakan penyusun utama asam fulvic. German menyatakan bahwa N merupakan penyusun senyawa humik. Belakangan diketahui bahwa senyawa humik merupakan hasil reaksi antar produk-produk lignin/ polifenol dengan senyawa amino. Mulder menggolongkan senyawa humik berdasar kelarutan dan warnanya ke dalam : 1. Ulmin dan humin yang merupakan senyawa humic yang tidak larut dalam alkali 2. Asam ulmic (coklat) dan asam humic (hitam) yaitu merupakan senyawasenyawa humik yang larut dalam alkali tetapi tidak larut di dalam asam. 3. Asam krenik dan apokrenik adalah senyawa humik yang larut di dalam alkali dan larut di dalam asam. Dan kumpulan asam krenik dan apokrenik ini kita kenal dengan sebutan asam fulvic. MOR adalah humus hutan yang tidak tercampur dengan bahan mineral. Atau dengan kata lain merupakan bahan organic tanah yang terdapat di hutan , umumnya sedikit terdekomposisi. Contoh di hutan spodosol. MULL yaitu bahan organic tanah yang sudah terdekomposisi sempurna sehingga kita tidak dapat mengenali jaringan aslinya dan tercampur dengan bahan mineral.

Ada bahan organic tanah diantara MOR dan MULL yang disebut Moder yaitu bahan organic yang sebagian sudah terlapuk dan tercampur dengan bahan mineral tetapi sebagian lagi masih belum sempurna terlapuk dan belum tercampur dengan bahan mineral. Jenis bahan organic dapat dilihat pada table berikut :
Macam Humin Kelarutan Tidak larut dalam AH alkali Larut dalam alkali tidak -AH coklat -AH abu abudalam asam Tidak koagulasi dengan elektrolit koagulasi dengan Asam himatomela nik AF elektrolit Seperti AH dan dalam alkohol Larut dalam alkali asam dan Asam krenik dan apokrenik Asam krenik dan apokrenik larut Asam himatomelanik Asam himatom elanik BraunHuminSaure GrauHuminSaure Sprengel Humus coal Asam humus AH Berzelius humin Mulder Humin, ulmin AH AH Hope-Seyler humin Oden Humus coal AH AH Springer -

Berdasarkan table di atas maka asam humic ada dua yaitu yang tidak larut dengan alcohol dan yang larut dengan alcohol. Humin jumlahnya pada umumnya lebih besar dari 50% pada bahan organic tanah. Asam fulvic merupakan senyawa berwarna yang masih tertinggal setelah pemisahan asam humik dari pemasaman. Bahan organic atau humus tanah mencakup : a. Senyawa non humik b. Senyawa humik

Definisi-definisi untuk dapat membedakan senyawa humik dan non humik adalah sebagai berikut: Sisa organic (organic residu) atau biasa dikenal degan nekromass (jaringan mati) yang merupakan lawannya dari biomass = jaringan tanaman dan hewan yang tidak terlapuk serta hasil dekomposisi partial Biomass tanah = bahan organic dalam bentuk jaringan hidup mikrobia Humus Senyawa humik = total senyawa organic yang ada dalam tanah kecuali sisa = senyawa ber bobot molekul tinggi dan berwarna coklat sampai organic dan biomass tanah hitam yang merupakan hasil reaksi sintesa sekunder. Syarat dapat dikatakan sebagai senyawa humik adalah : 1. Ber bobot molekul tinggi 2. Merupakan hasil reaksi sintesa sekunder Senyawa non humik = senyawa yang dikenal di dalam biokimia seperti asam amino, karbohidrat, lemak, lilin, resin, asam organic dan sebagainya. Asam amino, karbohidrat, lilin, resin, pati dan lemak walaupun berbobot molekul tinggi tetapi merupakan hasil dari reaksi sintesa primer, sehingga tidak dimasukkan ke dalam senyawa humik. Humin alkali. Asam humik Asam fulvic AH dari pemasaman. Asam himatomelanik = bagian AH yang larut dalam alcohol. Secara umum di dalam tanah terdapat : 1. Residu 2. Biomass 3. Humus : senyawa non humik dan senyawa humik Ciri bahan organic dan efeknya terhadap tanah adala sebagai berikut : = senyawa berwarna gelap yang dapat diekstraks dengan = senyawa berwarna yang masih tertinggal setelah pemisahan berbagai pereaksi serta tidak larut dalam asam = fraksi bahan organic tanah atau humus yang tidak larut dalam

Ciri Warna Retensi air

Keterangan Gelap Bahan organic bobotnya

Efek pemanasan dapat Mencegah pengeringan dan dan memperbaiki water holding capacity tanah pasir Pertukaran gas, dimana jika tidak lancar maka terjadi penurunan redoks. Stabilisasi struktur yang dapat menurunkan erosi. Meningkatkan permeabilitas, sehingga

mengikat sampai 20 kali pengerutan

Kombinasi dengan liat

Membentuk agregat

Pengkelatan

Pembentukan

tanah tidak tergenang. kompleks Meningkatkan ketersediaan

mantap dengan Cu2+. Mn2+, unsur mikro Kelarutan dalam air Zn2+ dan kation polivalen Pada tanah mineral tidak Kehilangan larut karena berasosiasi pencucian pada tanah kata lain pada tidak karena tanah ada

dengan liat dan kation, mineral kecil atau dengan sedangkan gambut dapat larut karena kehilangan bahan organic. mineral liat sedikit / tidak Buffer ada. Memperlihatkan sifat Mempertahankan reaksi

buffer terutama terhadap yang seragam pH, dimana bahan organic dapat mempertahankan pH KTK tanah Pada umumnya 300 400 Meningkatkan KTK tanah me/100 g Mineralogi Dekomposisi NH4+, NO3-, 20 70% dimana KTK berasal dari bahan organik bahan Sumber hara bagi tanaman PO43- dan

organic menghasilkan CO2,

Kombinasi molekul organic

SO42dengan Mempengaruhi bioaktivitas, persistensi dan biodegradability pestisida

Control pestisida

Sifat buffer bahan organic salah satunya adalah : O C OH buffernya. Fungsi dari bahan organic adalah : 1. Mempengaruhi langsung atau tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Langsung dalam arti kata bahwa sumber hara N, P, S, dan K melalui mineralisasi. Perlu diingat bahwa dengan kultivasi (dari lahan perawan) terjadi penurunan bahan organic sampai mencapai kesetimbangan dimana mineralisasi hara harus dikompensasi dengan inkorporasi bahan organic baru. Tidak langsung : Membantu penyediaan N melalui fiksasi N2 atmosfir Membebaskan fosfat yang difiksasi Pengkelatan unsure mikro yang tadinya <<< 1 ppm di dalam tanah menjadi sekitar 1 ppm Jika tidak ada bahan organic maka unsure mikro di dalam tanah <<< 1 ppm, tetapi dengan adanya pengkelatan oleh bahan organic dan berada dalam larutan makakonsentrasi menjadi meningkat sekitar 1 ppm. Dengan demikian maka ketersediaan unsure mikro menjadi lebih baik bagi tanaman. Tetapi jika ada bahan kation logam yang mencemari tanah dimana kandungannya >>> 1 ppm maka dengan penambahan bahan organic dapat di O C O + H+

Semakin tinggi kadar bahan organic di dalam tanah maka semakin tiggi pula sifat

kelat sehingga sampai mendekati 1 ppm kandungan logam berat berada di tanah. 2. Mempengaruhi sifat fisik : struktur, aerasi, water holding capacity, dan permeabilitas. 3. Mempertinggi daya tahan terhadap erosi dengan cara : mengikat air lebih banyak dan menciptakan granulasi. 4. Suplai energy bagi organism tanah. 5. Fungsi terhadap tanaman : Positif : bahan organic mengandung auxin Negative : racun bagi tanaman, tetapi hanya terdapat di tanah gambut yang tergenang terus menerus. Sedangkan pada drainase yang baik tidak ditemukan sama sekali. 6. KTK, dimana bahan organic sangant penting pada tanah tropika karena pada umumnya merupakan mineral liat tipe 1 : 1 dan bercampur dengan besi dan Al hidroksida sehingga mempunyai KTK rendah. 7. Adsorpsi pestisida dan senyawa organic lain 8. Penambahan bahan organic memperbanyak organism saprofit dan menekan parasit senyawa-senyawa antibiotic dan asam-asam fenolik mempertinggi ketahanan tanaman terhadap patogen. Fungsi dari bahan organic seperti yang disebutkan diatas ada yang bersifat saling mendukung satu sama lain dan ada juga yang bersifat kontradiktif. Dimana fungsi nomor 1 dan nomor 4 adalah satu kelompok dan kontradiktif dengan nomor 2,3,5,6,7, dan 8. Hal ini dikarenakan ada fungsi yang menginginkan bahan organic tetap dalam kondisi yang tidak dirombak seperti no 2, tetapi ada juga fungsi yang menginginkan bahan organic sudah dirombak. Sehingga kebutuhan fungsi dari bahan organic di dalam tanah disesuaikan dengan permasalahan yang ada dilapangan. Tergantung pada jenis mikroflora dan jumlah sel mikroba yang dibentuk, jumlah substrat C yang digunakan untuk pembentukan sel mikroba : 10 70%, sedangkan C yang ditinggalkan di tanah akan menjadi bahan organic tanah. Jumlah mikroba : Bakteri = sekitar 1 milyar/gram

Aktinomisetes = beberapa ratus juta/gram Fungi Algae Protozoa Nematoda tanah. Hyphae aktinomisetes : O 5m, berat jenis 1.2 maka dengan panjang 10-100 m/gram, bobot 0.24-2.4 g/kg tanah. Senyawa organic yang terbentuk dalam perombakan basah adalah sebagai berikut: Hasil-hasil fermentasi Sisa-sisa tanaman yang termodifikasi Senyawa sintetik Senyawa Carcinogenik CH4, asam-asam organic, amine merkaptan, aldehid, keton Lignin, carotenoid, sterol, porfirin Lambat terdekomposisi (SPT, DPT) Pebentukan methilmercuri, dimetilarsine, dimetilselenide, nitrosamine. Berdasarkan percobaan pada jerami yang dilakukan oleh peneliti semenjak tahun 1961 sampai 1985 adalah sebagai berikut: Pendahuluan Permasalahan : Serealia intensif dimana produksi jerami berlimpah Tanah dangkal seperti tanah renzina yaitu tanah dangkal < 20 cm yang langsung duduk di atas batu kapur dengan curah hujan yang rendah. Tanah kering dimana dekomposisi buruk dan merupakan sarang hama dan penyakit. Pemecahan dengan membakar jerami. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh buruk pembakaran terhadap status bahan organic. Kerangka percobaan di plot semenjak tahun 1963 : Plot I : jerami dibenamkan Plot II : jerami dibenamkan setiap dua tahun sekali Plot III : jerami dibakar = 10 20 juta/gram = 10000 3 juta/gram = sampai dengan 1 juta/gram = sekitar 50/gram

Bobot bakteri : 1.5 x 10 -5 g dan bobot dalam tanah yaitu 0.15 1.5 g/kg

Pengamatan :

C-organik N-total C/N Asam Humic, Asam Fulvic, Humin Sakharida Bentuk-bentuk N

Berdasarkan grafik perbandingan kadar karbon dan nitrogen antara 3 perlakuan maka terlihat pola dimana kadar karbon maupun nitrogen pada plot I lebih tinggi dan pada plot III lebih rendah. Tetapi kadar nitrogen pada setiap perlakuan lebih tinggi dibandingkan kadar karbonnya. Berdasarkan grafik bagaimana evolusi karbon selama percobaan menunjukkan bahwa setelah 10 tahun telah terjadi kesetimbangan kembali, tentunya kesetimbangan itu berbeda untuk setiap ekosistem. Dimana pada plot I dan plot II perubahan sangat nyata terlihat kadar karbon meningkat secara tajam setelah 10 tahun. Berdasarkan grafik bagaimana evolusi nitrogen selama percobaan menunjukkan bahwa setelah 10 tahun rata-rata kadar N meningkat sampai menuju kesetimbangan pada setiap ekosistem. Berdasarkan grafik bagaimana evolusi rasio C/N selama percobaan menunjukkan bahwa setelah 10 tahun tidak menunjukkan pola yang tertentu pada ketiga plot. Berdasarkan grafik kadar C dari AF dan AH menunjukkan perbedaan antara plot I, II, dan III akan C organic terutama disebabkan perbedaan senyawa fulvic dimana pada plot I lebih tinggi dan plot III lebih rendah. Berdasarkan grafik kadar C dari AF dan AH menunjukkan bahwa menonjolnya kadar C pada plot I disebabkan karena menonjolnya kadar C di asam fulvic atau dengan kata lain bahwa pada plot I sebagian dari C (16 %) terdapat dalam bentuk asam fulvic, sedangkan pada plot II AF hanya menyusun sekitar 14 %. Berdasarkan grafik C fraksi non fenolik dari saccharidik dari asam fulvic menunjukkan bahwa fraksi non fenolik pada plot I berbeda nyata dengan plot II dan III. Dimana menonjolnya plot I akan C disebabkan karena fraksi non humic dari AF, atau dengan kata lain pembenaman jerami hanya meningkatkan senyawa non humik pada tanahtanah yang sudah dalam keadaan setimbang (atau fungsinya hanya sebagai makanan mikroorganisme).

Berdasarkan grafik karbon saccharadik di tanah maka pembenaman jerami pada plot I hanya meningkatkan C non humic tetapi berbeda dengan AF dimana proporsi berbeda nyata antara plot I, II dan II. Berdasarkan grafik proporsi karbon dalam AF, AH dan humik maka humin merupakan proporsi terbesar dari C di dalam tanah yaitu kira-kira sekitar 80%, sedangkan AF dan AH menempati sekitar belasan persen. Berdasarkan grafik karbon pada humin dan humus menunjukkan bahwa humin tidak berbeda antara plot I, II dam III. Hal ini menunjukkan bahwa jerami pada tanah-tanah yang berada dalam kesetimbangan tidak akan menambah senyawa humik ke dalam tanah, atau dengan kata lain penembahan bahan organic hanya memberi makan mikroorganisme, dimana jerami yan ditambahkan sanggup mempertahankan kadar bahan organic tanah. Berdasarkan grafik repartisi karbon maka sisa organic (yang dihancurkan dengan asetil bromide) pada plot II lebih tinggi dan pada plot III lebih kecil. Berdasarkan grafik bentuk-bentuk N di dalam tanah maka sebagian besar (80%) dalam bentuk amin dan ammonium. Dimana hampir 50% dari N dalam bentuk amin. Berdasarkan pada table maka dapat dilihat apakah ada pengaruh buruk pembakaran terhadap tanah dibandingkan yang dibakar terus menerus dengan yang dibenamkan terus menerus dengan melihat C yang terhumifikasi semakin meningkat dan C asam fulvic yang semakin meningkat pula. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa : 1. Pembenaman jerami meningkatkan kadar C organic, kadar N-total dan nisbah C/N. pembakaran jerami tidak menyebabkan penurunan kadar C-organik. 2. Plot pembenaman jerami nyata mempunyai kadar C-organik dan N-total lebih tinggi daripada plot pembakaran jerami. Peningkatan C-organik disebabkan karena senyawa-senyawa C antara yaitu fraksi non fenolik dari AFdan bentukbentuk gula. Peningkatan N-total disebabkan karena peningkatan senyawasenyawa N-asam amino dan N-NH4. Fraksionasi berdasarkan ukuran : Fisik : saringan dan sedimentasi (< dari 50 ) 0-5 5-20 20-50

Kimia : -

50-100 100-200 200-2000 C-organik tiap fraksi N-total fraksi <50 AH, AF fraksi <50

Berdasarkan rekapitulasi analisis fraksionasi fisik dan kimia yang dinyatakan /mil terhadap tanah maka dapat dilihat bahwa bahanorganik terkumpul pada fraksi yang halus begitu juga dengan N. Pada plot I akibat adanya pembenaman jerami maka peningkatan C akibat pembenaman jerami terutama terjadi pada fraksi yang halus (<20 ). Semua peningkatan berada pada fraksi yang halus, begitu pula dengan N. Berdasarkan table penjumlahan kadar C fraksi <50 dan kadar C yang terhumifikasi yang ditetapkan fraksi secara kimia (% tanah) menunjukkan bahwa adanya kemiripan angka antara plot I, II, dan III, oleh karena itu dalam publikasi ilmiah kadar C yang terhumifikasi dapat diduga dari jumlah C pada fraksi yang berukuran <50 . Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Jumlah dan komposisi bahan organic berubah dengan berubahnya ukuran partikel 2. Makin kecil ukuran partikel, bahan organic makin meningkat, terutama asam fulvic 3. Pembenaman jerami menyebabkan peningkatan asam fulvik terutama pada fraksi 0-5 Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kadar liat suatu tanah maka semakin tinggi pula bahan organic tanahkarena bahan organic tanah terkumpul pada fraksi yang halus. Pembentukan Senyawa Humik Empat cara pembentukan senyawa humik 1. Teori lignin-protein dari waksman lignin dalam hal ini membentuk hydroksifenol dan COOH 2. Lignin membentuk kuinon dan bereaksi dengan senyawa amino

3. Pembentukan polifenol dari non lignin (selulosa) membentuk kuinon dan bereaksi seperti cara 4. Reaksi non enzimatik gula (reduksi) dan asam amino Cara 1 dan 2 melibatkan lignin, oleh karena itu bilamana kita tambahkan bahan organik yang banyak mengandung lignin akan membentuk humic lebih besar dari yang tidak mengandung lignin. Cara 2 dan 3 dikenal dengan teori polifenol: humus terbentuk dari polimerisasi senyawa-senyawa dengan bobot molekul rendah menjadi berbobot molekul tinggi.

Lignin Selulosa dan senyawa non lignin Digunakan mikrorganis

Asam dan aldehida fenolik

Penggunaan oleh mikroorganism e dan oksidasi menjadi CO2 AH

Polifeno l Kuinon AF

Dalam pedogenesis, AH terbentuk lebih dulu dan AF merupakan produk turunan, tetapi pada lingkungan geologi bisa jadi AF membentuk AH karena adanya kondensasi. Untuk pertanian hendaknya kadar C AF lebih besar dari C AH atau nisbah C AH / C AF lebih kecil dari 1 (satu), karena AF merupakan hasil dari dekomposisi dari AH atau AF yang merupakan produk lebih lanjut dari pematangan bahan organik. Empat cara tersebut terjadi dalam tanah dengan kecepatan dan urutan kepentingan yang berbeda. Cara lignin : dominan pada tanah berdrainase buruk (rawa) Cara polifenol : dominan dengan tanah hutan Cara gula amin : dominan pada tanah dengan fluktuasi suhu, kelembaban dan radiasi yang sering dan besar

Teori Lignin Dipopulerkan oleh Waksman yang menyimpulkan bahwa N yang terkandung di dalam asam humik berasal dari kondensasi lignin yang termodifikasi dengan protein dimana protein sebagai hasil sintesis mikrobia. Dengan cara ini protein menjadi stabil. (lignin termodifikasi) CHO + RNH2 (L.T.) C = NHR + H2O Beberapa kenyataan yang mendukung teori lignin : 1. Lignin dan AH sama-sama sulit dilapuk oleh fungi dan bakteri 2. Lignin dan AH larut sebagian dalam alkohol dan piridin 3. Lignin dan AH larut dalam alkali dan mengendap dalam asam 4. Lignin dan AH mengandung grup OCH3; grup ini berkurang dengan makin lanjutnya pelapukan. 5. Lignin dan AH pada dasarnya bersifat asam, keduanya sanggup berkombinasi dengan basa dan mempunyai kemampuan melakukan pertukaran basa 6. Bila lignin dipanaskan dengan alkali, berubah menjadi AH yang mengandung methoxil. 7. AH mempunyai ciri mirip dengan lignin yang teroksidasi. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Mattson dan Koutler-Anderson yang mempostulatkan bahwa selama oksidasi lignin bereaksi dengan NH3 membentuk senyawa kondensasi dimana N terinkorporasi dalam bentuk siklik. Walaupun lignin sulit dilapuk tetapi terdapat mekanisme yang menyebabkan dekomposisi komplit bila tidak terjadi akumulasi bahan organik. Dalam keadaan aerobik lignin dirombak menjadi senyawa berbobot molekul rendah. Di lain pihak, fungi yang merombak lignintidak terdapat banyak dalam keadaan basah. Teori ini dominan pada pembentukan gambut, endapan danau, tanah berdrainase buruk. Buiding unit : fenilpropane (C6-C3) ada 3 tahap yaitu tahap I : coniferyl Alc, Tahap II : p-hydroxy-cinnamyl Alc, dan tahap III : yaitu Sinapyl Alc. Pembentukan mesomerik freeradikal mulai dari tahap IV sampai tahap VIII Pembentukan lignin intern yang merupakan gabungan antara VI dan VII Kehilangan OCH3 dimana exposure dengan meningkatnya fenolik OH Oksidasi rantai samping yaitu COOH.

Lignin termodifikasi :

Atau dengan kata lain lignin termodifikasi oleh demetilasi (peningkatan fenolik- OH) dan oksidasi rantai samping (peningkatan COOH). O-dihidroxi benzene (hasil dari demetilasi) menjadi kuinon lalu menjadi kuinonimin yang merupakan hasil kondensasi. Teori Polifenol Sumber polifenol : Lignin Mikroorganisme Fenol tanaman Glikosida Tannin

Konsep Flaig tentang pembentukan humus : 1. Jadi Lignin yang terlepas dari selulosa selam perombakan, teroksidasi dengan pembentukan unit structural primer (turunan dari fenil propane) 2. Rantai samping unit pembangun cincin teroksidasi, terjadi demetilisasi dan polifenol yang terbentuk dikonversi menjadi kuinon. 3. Kuinon berasal dari lignin bereaksi dengan senyawa N membentuk polimer berwarna gelap. Peranan mikroorganisme sebagai sumber polifenol ditekankan oleh Kononova. Senyawa humik telah terbentuk sebelum lignin terdekomposisi. Tahapan pembentukan senyawa humik : 1. Fungi menyerang karbohidrat sederhana, protein dan selulosa 2. Selulosa xylem dirombak oleh myxobakteri menjadi polifenol kemudian menjdai kuinon lalu dengan N mejadikan warna coklat. 3. Lignin dirombak kemudian fenol dilepaskan yang merupakan sumber bahan pembentuk humus. Pembentukan polifenol dari lignin selama biodegradasi: Fungi memegang peranan paling penting, walaupun beberapa bakteri mempunyai kemampuan untuk itu. Dimana basidiomisetes tertentu yang disebut white rot fungi yang menggunakan ligninsebagai sumber C yang paling disukai. Walaupun demikian senyawa humus yang terbentuk sedikit sekali.

Pada beberapa basidiomisetes senyawa humik dibentuk pada tubuh buah (pembentukan pada tubuh buah) Martin dan Haider menunjuk Hendersonula toruloidea, Ecoccum Nigrum, Stachybotrys Atra, S. Chartarum, dan Aspergilus Sydowi yang merombak lignin juga selulosa dan senyawa organic lain serta mensintesa senyawa humik dalam jumlah yang banyak. Tahap pertama perombakan lignin adalah pelepasan dilignol dan pembentukan fenilpropane primer (C6-C3) sama dengan arah kebalikan pembentukan lignin. Transformasi ini terjadi di dalam atau pada sisi terluar yang diserang oleh enzim extraseluler yang dikeluarkan fungi. Unit C6-C3 kemudian teroksidasi mengahsilkan berbagai asam aromatic berbobot molekul rendah dan aldehida termasuk vanillin dan asam vanilat, juga : syryngaldehida, asam siringat, dan Phydroxybenzaldehida. Fenol yang dihasilkan Epicoccum Nigrum adalah phlorogucinol, pyrogallol, dan 2,4,5 trihydroxy toluene. Pembentukan kuinon Polifenol yang terbentuk tidak stabil, tetapi dirombak lagi oleh bakteri , aktinomisetes dan fungi. Fenol dioksidasi menjadi kuinon. Reaksi kuinon dengan senyawa N mempentuk polimer yang mengandung senyawa N berwarna coklat. Kondensasi Gula-Amin Terjadi terutama adanya perubahan lingkungan yang berulang-ulang. Reaksi pertama adalah penambahan amin pada grup aldehida. Hasil akhir akan : 1. Terpecah dengan pembebasan amin dan pembentukan aldehid dan keton 3-C 2. Kehilangan 2 mol air membentuk redukton 3. Kehilangan 3 mol air membentuk hydroxymetil furfural Senyawa-senyawa tersebut sangat reaktif dan siap berpolimer dengan adanya senyawa amino membentuk senyawa coklat. Jika AF yang dihasilkan lebih banyak daripada AH maka bahan organic bisa dikatakan sudah matang.

Gugus-gugus yang berfungsi terutama di dalam tanah adalah amino, amine, amide, alcohol, aldehyde, karboksil, ion karboksilat, enol, ketone, asam keto, anhydride, imine, imino, ether, ester, kuinon, hydroksikuinon, dan peptide. Amin merupakan ammonia tersubstitusi dimana H dalam ammonia diganti oleh gugus alkil (CnH2n+1) atau Aril (aromatic CnHn-1). Contoh : etilamin, dietilamin, trietilamin dan aniline. Sifat amin adalah basasama halnya dengan sifat basanya amoniak yang bisa menangkap H+. Dimana kekuatan basanya ditentukan oleh gugus pensubstitusinya yaitu adalah gugus amin. Gugus karbonil ( C O)

1. Aldehida, disebut aldehida bilamana gugus C=O berada di ujung seperti formaldehida, asetaldehida, dan benzaldehida. 2. Keton, disebut keton bilamana gugus C=O berada di tengah-tengah seperti dimetil keton (aseton), metal etil keton, dan metal fenil keton Sifat gugus karbonil : Netral Hasil oksidasi alcohol primer (aldehida) dan alcohol sekunder (keton) Teroksidasi menjadi asam Gugus karbonil mampu menarik elektro-elektron dari atom tetangganya Keton terbentuk dari hidrolisis imin

Gugus hidroksil (-OH) Alkohol (alifatik) : alcohol primer dimana gugus hidroksil berikatan dengan C yang telah kehilangan 1 H, alcohol sekunder dimana gugus hidroksil berikatan dengan C yang telah kehilangan 2 H, dan alcohol tersier dimana gugus hidroksil berikatan dengan C yang telah kehilangan 3 H Sifat : Saling berasosiasi melalui jembatan hydrogen seperti halnya air, misal 2 metanol membentuk 1 molekul besar dengan jembatan H. Terionisasi (alcohol lebih lemah dari air, tetapi fenol lebih kuat) Fenol (aromatic)

2C2H5OH dari etanol.

C2H5OH2+ + C2H5O-

C2H5O- merupakan basa, dan dapat mengambil H+ dari asam yang lebih kuat Alkohol terionisasi : CH3CH2OH CH3CH2O- + H+

Pada pH 7 CH3CH2OH lebih banyak konsentrasinya daripada CH3CH2O- . Pada umumnya di pH sekitar 8,2 seluruh alcohol sudah bermuatan negative (CH3CH2O-) dan itu akan mempengaruhi KTK. Pada umumnya sekitar pH 6,2 di dalam tanah yang akan berdisosiasi terlebih dahulu adalah fenol atau dengan kata lain yang bermuatan negative terlebih dahulu adalah fenol. Enol adalah OH yang terikat dengan karbon berikatan rangkap. Sifat : lebih asam dari alcohol tetapi tidak banyak berpengaruh di dalam tanah. Gugus Karboksil : merupakan gabungan dari gugus karbonil dan hidroksil. Sifat : Asam karena ada gugus karbonil yang bisa menarik electron dan tetangganya sehingga pasangan electron diantara O dan H dalam O:H lebih tertarik menuju O dan menjauhi H sehingga pelepasan H dari gugus OH oleh basa . O RC-O:H + O:H H O RC-O:- + H O H H

Disosiasi terjadi pada pH tinggi atau pada pH rendah. Jadi pada tanah-tanah dengan pH di lapang sekitar 4-5 itu sudah banyak gugus-gugus karboksil membentuk karboksilat, dan gugus-gugus inilah yang lebih banyak menyumbangkan KTK dari bahan organic. Pada tanah yang mempunyai drainase yang baik gugus korboksil menjadi maksimum. Karboksil biasa terdapat pada asam-asam organic. Dengan alcohol membentuk ester Bersama asam karboksilat dan acyl halide membentuk anhydride.

Asam amino mengandung gugus karboksil yang bersifat asam dan mengandung gugus amin dan merupakan salah satu gugus yang paling banyak terdapat dalam tanah.

Sifat : COOH bersifat asam, sedangkan -NH2 bersifat basa sehingga gugus COOH menyumbangkan H+ kepada gugus -NH2 membentuk Zwitterion (yaitu ada 2 ion pada satu molekul) atau dengan kata lain pada 1 mol muatan + pada gugus amin dan muatan pada gugus karboksil. Karena mempunyai 2 ion maka bersifat amfoter Titik isoelektrik . oleh karena itu asam amino bisa berada dalam 3 bentuk. Asam amino bila berada pada kondisi kekurangan H berarti menjadi -NH2 tetapi jika kelebihan H+ maka menjadi NH3 dan berada pada tanah masam. Selama humifikasi gugus-gugus karboksil dan karbonil akan meningkat, sebaliknya gugus alcohol, fenol, dan metal akan berkurang. Artinya : nisbah O yang terdapat dalam COOH dan meningkat selama humifikasi bisa mencapai 80%. Pada suatu contoh data menunjukkan bahwa Asam Fulvic lebih terhumifikasi bila dibandingkan Asam Humic. Dari grafik Stevenson dan Butler menunjukkan bahwa sebagian besar dari asam fulvic mengandung COOH sehingga KTK menjadi lebih besar. Kadar unsur C di dalam ada rumus : Bahan Organik = 1.724 x kadar C Faktor konversi dari C ke bahan organic yaitu 1.724 berasal dari 100/58. Sehingga nilai konversi 1.724 valid dipakai jika bahan organic mengandung 58% C. Untuk asam fulvic kandungan C 40-50% sehingga factor konversi adalah 2-2.5. Pertukaran Kation Semakin rendah nilai pKA maka semakin mudah terjadi disosiasi. Asam yang berbeda maka berbeda pula pKA nya, dimana semakin rendah pKA semakin mudah berdisosiasi dan semakin mudah bermuatan negative yang kemudian akan dinetralkan oleh kation. Ada kation yang mudah dilepaskan dan ada yang tidak oleh senyawa organic. Bisa dikatakan senyawa organic yang bermuatan mempunyai selektifitas pertukaran kation. asam humic sekitar 50-60%. Banyak orang mengeneralisir bahwa 58% C terdapat pada asam humic atau bahan organic, sehingga C=O terhadap O total

Kation polivalen akan lebih mudah dijerap oleh koloid organic bila dibandingkan dengan kation yang mempunyai valensi kecil. Kation-kation dengan hidrasi yang kecil lebih mudah dijerap oleh koloid organic bila dibandingkan dengan kation-kation dengan hidrasi besar. Bila ada Na dan K maka K lebih mudah dijerap oleh koloid daripada Na. Kontribusi bahan organic terhadap KTK : Muatan berasal dari COOH, fenolik, dan NH Makin tinggi humifikasi makin tinggi KTK Tidak seperti mineral liat, kapasitas menahan kation berubah

Kontribusi terhadap KTK ditetapkan dengan: 1. Penetapan KTK sebelum dan sesudah destruksi bahan organic Umpama tidak ada interaksi mineral liat dan bahan organic: KTK sebelum destruksi bahan organic tanah = 25 me/100gr KTK setelah destruksi bahan organic tanah = 15me/100gr KTK dari bahan organic tanah = 10 me/100gr -

2. Penetapan KTK sesudah destruksi liat dengan HF KTK sebelum destruksi bahan liat KTK setelah destruksi liat KTK dari bahan organic tanah = 25 me/100gr = 15me/100gr = 10 me/100gr

Hitungan diatas sah apabila terhadap tanah tipe mineral liat 1:1 dan tidak berlaku untuk tipe mineral liat 2:1 dan mix mineral liat. Pada mix mineralogy interaksi antara bahan organic dan mineral liat menyebabkan KTK yang berasal dari mineral menjadi meningkat. Untuk tipe 2:1 seolah-olah ada pemblokiran oleh bahan organic jadi KTK kecil tetapi setelah oleh H2O2 maka blocking hilang dan munculah KTK permanen charge yang sebenarnya sehinggak KTK meningkat. 3. Penetapan KTK bahan organic setelah diekstraksi Kelemahan karena diekstraksi dipecah-pecah menjadi berbobot molekul rendah maka struktur menjadi rusak. 4. Penetapan KTK tanah dengan variasi kadar liat dan bahan organic yang dibuat regresi.

Karena kadar C meningkat maka kontribusi terhadap KTK meningkat, hal ini terjadi pada tanah yang sama. Selain pH maka jenis tanah juga berpengaruh terhadap kontribusi bahan organic terhadap KTK. Kontribusi bahan organic terhadap KTK lebih berperan terhadap horison A bila dibandingkan dengan horizon di bawah. Koagulasi senyawa humik oleh poli elektrolit : Semakin tinggi pH maka asam humik semakin tinggi sehingga lebih sulit terkoagulasi Semakin tinggi konsentrasi elektrolit maka semakin mudah terkoagulasi Jenis senyawa humik dimana AH lebih mudah terkoagulasi daripada AF Karena AH mempunyai muatan lebih kecil daripada AF. Untuk mengkoagulasikan sejumlah senyawa humik yang sama maka kita memerlukan kira-kira 600 kali konsentrasi yang lebih tinggi bila kita menggunakan kation bervalensi satu apabila dibandingkan dengan kation bervalensi tiga. Kation0kation yang berikatan dengan bahan organic masih dapat ditukar dengan kation lain. REAKSI BAHAN ORGANIK DENGAN LOGAM Beberapa komplek: Kation monovalen : pertukaran kation sederhana dengan membentuk garam dengan COOH Kation multivalent : kation kordinat Multivalent yang membentuk ikatan kordinat diantaranya adalah khelat. Berdasarkan pembentukan komplek dan nutrisi tanaman, logam dapat digolongkan kedalam tiga kelompok: 1. Essential, tidak diikat dalam senyawa kordinat. Seluruh kation monovalen (Na dan K) dan kation divalen (Ca2+ dan Mg2+) 2. Essential, membentuk ikatan kordinat Hampir semua logam seri transisi pertama : Cu2+, Zn2+, Mn2+, Co2+ juga Mo dari transisi kedua

3. Tidak diketahui fungsinya, terakumulasi di lingkungan Cd2+, Pb2+, Hg2+, Cr, Au, U, Vanadium Ciri komplek logam: Logam dikelilingi air dimana O dari H2O menghadap logam. Suatu komplek terbentuk bila air digantikan oleh moekul lain/ ion Ikatan kovalen : sepasang electron digunakan bersama-sama oleh dua atom dan menempati dua orbit. Afinitas grup organic terhadap ion logam Enolat > amin > azo > ring N > karboksil > eter > karbonil Kelat terbentuk bila dua atau lebih posisi kordinat dari logam diisi oleh grup ligan Sifat khelat : bisa melayang-layang dan bisa mengendap Stabilitas komplek khelat logam ditentukan oleh berbagai factor, diantaranya : Jumlah atom yang membentuk ikatan dengan logam Jumlah ring yang dibentuk Jenis dan konsentrasi logam pH

Konstanta kestabilan /pembentukan tergantung pH, dimana pada nilai-nilai pH tertentu terdapat reaksi antara logam dengan ligand berlangsung efektif ikatannya. H+ pada karboksil terdisosiasi apabila pH meningkat. Misal L 4mempunyai kemampuan mengikat ligand lebih banyak. Hal ini dikarenakan L 4- mempunyai 6 pasang electron yang akan digunakan bersama-sama ion logam. Umpama dengan besi yaitu Fe3+ dimana besi akan berikatan dengan 4 karboksil dan 2 gugus nitrogen donor yang hasil ikatannya samadengan FeL- bermuatan -1, sebagai anion yang mobil. Kekuatan ikatan kimia antara ligan dan logam ditentukan oleh jenis ligan dan status logam. Pembentukan komplek logam-organik mempunyai beberapa akibat: 1. logam komplek selalu berada dalam larutan 2. mempengaruhi ketersediaan unsur mikro 3. dalam beberapa hal mengurangi toksisitas logam berat 4. Pelapukan batuan 5. Transportasi dan pemusatan logam pada deposit 6. Carrier logam dalam badan air

7. Mengontrol konsentrasi Al3+ pada tanah masam Bentuk ion logam transisi dalam tanah (Cu) Cu terlarut dan tertukar diekstrak dengan CaCl2 Cu terjerap spesifik diekstrak CH3COOH 2,5% Cu terikat organic diekstrak dengan K4P2O7 Cu terokluded oksida diekstrak dengan oksalat dengan sinar U.V Cu kisi mineral diekstrak dengan HF.

Bentuk ikatan AH dan AF : Asam humik: Kurang stabil : ikatan dengan fenol dan COOH lemah Lebih stabil : COOH kuat Ada dua reaksi : 1. Reaksi yang menyangkut OH fenol dan COOH sekaligus merupakan reaksi terpenting. 2. Reaksi yang hanya menyangkut COOH Kapasitas pengikatan: Jumlah logam yang diikat setara dengan jumlah COOH yang diukur dengan titrasi basa. COOH AH : 1,5 5,0 me/g Setara 48 160 mg Cu/g AH Setara 1 atom Cu diikat oleh setiap 20-60 atom C. KOMPLEK LIAT-ORGANIK PEMBENTUKAN AGREGAT MANTAP Mekanisme adsorpsi : 1. Gaya Fisik (gaya van der waals) Bisa terjadi pada semua molekul Merupakan hasil dari fluktuasi kerapatan muatan listrik dari masing-masing atom 2. Gaya tarik-menarik listrik statis atau adsorpsi kimia Ikatan elektrostatik melalui : 1. Pertukaran kation : kation organic menggantikan kation inorganic

Asam fulvik

2. Protonasi dimana senyawa organic basa lemah dapat menerima H+ yang terikat oleh liat 3. Ikatan hydrogen Merupakan ikatan antara 2 atom elektronegatif melalui ikatan dengan ion H+ tunggal, dimana ion H telanjang +1 berbagi electron dengan atom-atom yang mempunyai sepasang electron bebas, seperti oksigen. Ikatan ini : lebih lemah dari ikatan ionic atau kovalen tetapi lebih kuat dari van der waals. 4. Komplek kordinat Ikatan kordinat : dimana ion logam membentuk jembatan antara molekul organic dan penyusun tanah. Beberapa ikatan senyawa organic dengan liat. Asam organic Tolak menolak dengan liat bila bermuatan negative (namun ini tergantung pH), dimana bila pH < pKa asam maka ada ikatan H dan van der waals. Ikatan anion organic melalui kation polyvalent. Kapasitas jerapan tanah akan asam fenolik berkurang bila seskuioksida dihilangkan. Kation organic, amin dan asam amino Kation organic diikat liat melalui adsorpsi kimia Ikatan kation organic berbobot molekul rendah (<8 c) kira-kira setara dengan KTK liat, sedangkan untuk kation yang lebih besar maka adsorpsi terbatas pada permukaan. Adsorpsi diikuti oleh kation dapat ditukar, dimana kation organic yang terjerap tidak dapat dilepas oleh air, tapi bisa dengan larutan garam. Factor penting yang menentukan adsorpsi senyawa organic basa lemah adalah apakah molekul tersebut dapat melakukan protonasi atau tidak, dimana makin besar pKA basa maka basa makin kuat. Hubungan antara pH, pKa dan % mol dalam bentuk kation adalah sebagai berikut : Hubungan pH dan pKa pH = pKa pH = pKa +1 pH = pKa 1 % mol sebagai RNH2 50 90 10 RNH3 50 10 90

Bentuk asam amino jika pH < pKa maka kation (NH3+), pH =pKa maka zwitterions, dan pH>pKa maka anion (NH2). Basa lemah organic dapat diadsorpsi oleh liat melalui protonasi. Sumber proton dapat melalui : 1. H+ dapat ditukar pada komplek pertukaran 2. Air hidrasi dari ion logam yang terjerap liat 3. Transfer proton sesame senyawa organic Komplek liat organik yang terjadi alami Banyak senyawa humik diikat liat, jumlah liat. Berbagai bentuk senyawa organic agar tetap tinggal dalam tanah : 1. sebagai komplek polimer AH dan AF tidak larut 2. komplek polimer AH dan AF diikat bersama-sama oleh kation 3. berikatan dengan liat 4. di dalam interlayer Menurut skema Tyurin: Polimer AH dan AF tidak larut ditetapkan dengan alkali enceer tanpa pembebasan Cadd Komplek polimer AH dan AF diikat bersama-sama oleh kation (yang berikatan dengan Ca) ditetapkan dengan alkali encer setelah pembebasan Cadd. Yang berikatan dengan seskuioksida ditetapkan dengan alkali encer setelah perlakuan asam dan basa Di dalam interlayer ditetapkan dengan HF flotasi : BD 1,8 dan 2,0 pengayakan ultrasonic fraksinasi Dengan golongan mika : Proporsi senyawa organic yang berikatan dengan liat dilakukan dengan : berapa bagian permukaan liat yang diselimuti senyawa organic tergantung pada : kadar bahan organic, jenis dan

Interaksi senyawa humik dengan mineral : Melalui jembatan kation Ada dua tipe interaksi :

1. Air hidrasi tidak dilepas, dimana adanya ikatan H 2. Anion organic membentuk ikatan kordinat dengan kation, dimana pengeringan memudahkan pengikatan. Dengan hidrous oksida Bila liat diselimuti hidrous oksida maka ikatan kuat melalui : 1. ikatan kordinat, dimana jerapan tidak dapat digantikan oleh garam sederhana 2. pertukaran anion, dimana ikatan ini muncul karena adanya muatan + pada oksida Al atau besi pada pH <8 Peran bahan organic dalam pembentuk agregat mantap : Peran penting adalah kohesi liat dan atau liat humus menjadi partikel yang lebih besar, dimana dapat melalui : 1. senyawa organic sebagai agen pengikat melalui ikatan H dan kordinat 2. sebagai semen, umpama polisakarida 3. pengikatan oleh hifae dan akar mikro Pembentukan agregat mantap dipengaruhi 1. jenis dan jumlah bahan organic 2. hifae dan akar mikro 3. pembasahan dan pengeringan 4. freezing and thawing 5. jenis kation dalam komplek pertukaran 6. burrowing animal Mekanisme pembentukan agregat mantap : 1. Clay domain Clay domain a. permukaan domain permukaan domain, melalui jembatan kation antara permukaan negative. b. Ujung domain permukaan domain, melalui pinggir positif terhadap permukaan negative 2. Clay domain organik polimer clay domain a. pinggir domain organic polimer (domain) a.1 melalui pertukaran anion : pinggir positif dengan karboksil a.2 melalui ikatan H antara pinggir hidroksil dengan karbonil atau amida a.3 melaui jembatan kation antara pinggir negative dengan karboksil a.4 melalui gaya van der waals antara pinggir dengan polimer

b. permukaan domain organic polimer (domain) b.1 melalui ikatan H antara polimer hidroksil dengan oksigen pada permukaan (luar atau dalam) silikat b.2 melalui jembatan kation antara permukaan luar domain dengan polimer karboksil atau group terpolarisasi b.3 melalui gaya van der waals antara permukaan dengan polimer 3. Kuarsa (debu, koloid organic dan inorganic) kuarsa a. ikatan kimia b. kuarsa yang dipegang di dalam matrik debu dan liat yang dimantapkan oleh: - partikel liat terorientasi - dehidrasi silikat, seskuioksida, atau komplek humik seskuioksida yang irreversible - dehidrasi bahan humik yang irreversible - mikroagregat berukuran debu yang dimantapkan oleh besi humat - koloid organic dan clay domain melalui ikatan-ikatan yang disebutkan pada butir 1 dan 2 Tentang agregat : 1. Pada tanah-tanah yang banyak mengandung kation, mikroagregat terdiri dari liat dan kolo9id organic yang diikat melalui jembatan kation polivalen 2. ikatan C P - OM menjadi (C P OM)x dan ((C P OM)x)y dapat rusak dengan pengocokan bila ikatan antar partikel diperlemah, umpama dengan substitusi logam polivalen oleh Na+ 3. ((C P OM)x)y menjadi y(C P OM)x menjadi xy(C P OM) terjadi disperse, sedangkan reaksi sebaliknya terjadi agregasi. 4. pembentukan agregat, dimana bahan organic secara fisik tidak terjangkau mikroorganisme. KOMPLEK ORGANO-MINERAL PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TIGA TIPE PENGGUNAAN LAHAN

Fraksionasi kimiawi bahan organic ke dalam bentuk bebas, terikat Fe dan Al serta terikat liat dievaluasi pada penelitian ini. Fraksionasi dilakukan pada dua jenis tanah yaitu Latosol Dramaga dan Podsolik Jasinga, serta pada tiga tipe penggunaan lahan yaitu lahan tanaman pangan, lahan rumput dan lahan karet. Bentuk bahan organic bebas diperoleh dengan pengocokan tanah dengan air. Bentuk terikat Fe dan Al diperoleh setelah pra perlakuan dengan HCL. Penambahan larutan campuran HCl HF terhadap residu membebaskan bahan organic dari ikatan liat. Bahan organic kemudian ditetapkan dengan metode Walkey dan Black. Bahan organic terikat Fe dan Al mendominasi proporsi bahan organic dibanding bentuk bebas dan bentuk terikat liat. Pada lahan tanaman pangan bentuk ini lebih tinggi disbanding pada lahan rumput atau lahan karet. Bahan organic bentuk bebas secara teratur menurun dengan kedalaman. Sebaliknya bentuk terikat Fe dan Al meningkat. Bentuk terikat liat meningkat sampai kedalaman horizon iluviasi, kemudian menurun lagi pada kedalaman di bawahnya. Jumlah bahan organic yang terikat per satuan bobot liat lebih banyak pada Latosol Dramga daripada Podzolik Jasinga.

BENTUK-BENTUK BAHAN ORGANIK TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH Pendahuluan Kadar bahan organic tanah adalah unik untuk setiap ekosistem tertentu, dimana keunikan bahan organic tanah tersebut diperoleh setelah terjadi keseimbangan dalam waktu yang lama. Bentuk-bentuk bahan organik tanah berfluktuasi berdasar keadaan air. Fraksionasi bahan organic ke dalam bentuk-bentuk ikatannya akan mempermudah letak kompartemen bahan organic. Bahan dan Metode Dalam percobaan ini uttuk pembuatan bahan organic tanah digunakan media sebagai berikut: 1. dua tanah yaitu podzolik dan latosol

2. dua horizon yaitu horizon A dan horizon B 3. dua LUT yaitu lahan sawah dan lahan kering Analisis bentuk-bentuk bahan organic tanah, diantaranya meliputi analisis bebas, analisis terikat Fe dan Al, dan analisis terikat liat. Bentuk bebas diperoleh dengan cara mengocok tanah dengan air dengan perbandingan 1:10 selama 24 jam. Untuk memperoleh bentuk bahan organic terikat Fe dan Al diperoleh dari residu ditambah dengan Na pirofosfat 0,1 M. Sedangkan residu yang terakhir ditetapkan dengan Walkey & Black yang merupakan bahan organic yang terikat liat. Simulasi penyawahan dan pengeringan: Selama 8 minggu perlakuan proporsi bentuk-bentuk tersebut berfluktuasi Penggenangan lahan kering selama 4 minggu mempunyai proporsi yang lebih mirip dengan proporsi lahan sawah Pengeringan lahan sawah dilakukan selama 2 minggu mempunyai proporsi yang mirip dengan lahan kering Pengeringan dan penggenangan menyebabkan bahan organic tanah Fe dan Al makin miskin akan Fe dan Al

Hasil dan Pembahasan Perbandingan hasil analisis antara Podzolik Merah Kuning antara lain, adalah: Kadar Bahan Organik Podzolik Merah Kuning lebih rendah dibandingkan dengan tanah Latosol baik pada lahan kering maupun pada lahan sawah. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa liat podzolik merah kuning mengikat bahan organic per satuan bobotnya lebih rendah daripada liat Latosol. Bahan organic tanah pada lahan kering di tanah latosol lebih tinggi bila dibandingkan pada tanah Podzolik Merah Kuning, pada lahan sawah bahan organic pada latosol lebih rendah dibandingkan Podzolik Merah Kuning, pada Podzolik Merah Kuning tidak terdaftar antara lahan sawah dan lahan kering, dan pada latosol lahan kering lebih tinggi bahan organic tanahnya bila dibandingkan dengan lahan sawah Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar bahan organic lahan kering, baik total, maupun yang terikat oleh Fe dan Al serta liat lebih tinggi daripada lahan sawah. Bentuk-bentuk bahan organic tanah:

Bahan Organik Tanah yang terikat oleh Fe dan Al mendominasi dalam bentuk ini : (i) lahan kering lebih kaya akan Fe dan Al daripada lahan sawah; dan (ii) latosol lebih kaya akan Fe dan Al daripada Podzolik Merah Kuning Kesimpulan Lahan kering mempunyai kadar organic lebih tinggi daripada lahan sawah. Bahan organic Fe dan Al lebih dominant daripada bentuk-bentuk lainnya. Secara proporsional bentuk terikat Fe dan Al lebih tinggi pada lahan kering daripada lahan sawah Podzolik Merah Kuning. Namun pada latosol, keadaan sebaliknya terjadi. Selain itu bahan organic lahan kering lebih kaya akan Fe dan Al dari pada lahan sawah.

BAHAN ORGANIK TANAH SAWAH DENGAN 3 CARA PENGELOMPOKAN SISA TANAMAN Pendahuluan Peranan bahan organic yaitu sebagai cadangan unsure hara dan Muatan negative. Pengusahaan tanah menguras bahan organic,p oleh karena itu engembalian sisa tanaman akan menutup kehilangan bahan organic akibat dekomposisi, walaupun senyawa humik tidak berubah. Namun demi kepraktisan, sisa tanaman sering dibuang Bahan dan metoda Percobaan dilakukan pada latosol coklat kemerahan dengan curah hujan 3500 mm/thn, suhu 24.9 oC. Selama penelitian jatuh hujan 646 mm (4 BL). Perlakuan yaitu : Pengembalian akar+gulma Pengembalian akar+gulma+jerami Pengembalian akar+gulma+jerami+sekam Perlakuan diulang 5x dan setiap unit petakan: luas 5 m x 10 m. Semua petakan ditata sedemikian agar aliran bahan organic dapat dirunut Pengamatan terhadap bahan organic yang masuk ke dalam system sawah (melalui tanaman dan irigasi) dan bahan organic yang keluar system; melalui drainase perkolasi, respirasi, dan emisi metana, serta bahan organic yang tetap tertinggal dalam tanah; dalam bentuk bebas, terikat Fe & Al, terikat liat. Dan kadar C-0rganik total ditetapkan dengan metode Walkey & Black

Hasil dan pembahasan Neraca C: negative (pada cap. 0-20 cm) Kadar bahan organic irigasi lebih rendah daripada air drainase: 2.02-2.78 mg L1 (C) vs 3.34-10.48 mg L-1 (C) Makin jauh dari saluran irigasi maka air drainase makin kaya akan bahan organic Kadar bahan organic dalam air perkolasi berkisar antara 2.10-9.93 mg L-1 Tidak ada kecenderungan peningkatan kadar bahan organic didalam air, baik drainase walaupun perkolasi, akibat pemberian sisa tanaman ke dalam tanah Sebagian besar yang ditambahkan masih tetap tertinggal dalam tanah; dan jumlah nya memperlihatkan kecenderungan meningkat dengan pengembalian sisa tanaman Besaran peningkatan C (g petak -1) I B.O. bentuk bebas B.O. Terikat liat serta terikat liat Bahan organic bebas hanya akan meningkat bila tidak hanya akar+gulma yang ditambahkan Penting untuk kesinambungan Bahan organic bagi mikroorganisme Perunutan bahan organic berdasar waktu dan kedalaman tanah menunjukan: Berdasarkan waktu pengamatan: setelah 3 bulan a. Total Bahan organic Tidak berubah pada perlapisan I Peningkatan pada lapisan 0-20 cm pada perlapisan II Peningkatan pada lapisan 20-40 cm dan 40-60 cm pada perlapisan III 360 5698 II 4399 8655 III 6852 7356 7068

B.O. Terikat Fe2Al 4544 7284

Pengembalian sisa tanaman akan meningkatkan bahan organic terikat Fe dan Al

b. Bahan organic bebas: jumlah dan proporsinya tetap c. Bahan organi yang terikat Fe dan Al: prosesnya menurun (disertai peningkatan terikatat liat pada bulan I, namun proporsi tersebut mendekati nilai pada awal percobaan pada awal percobaan pada bulan 2 dan 3

Perubahan bentuk dari terikat Fe dan Al ke terikat liat adalah sebagai berikut : Berdasarkan Kedalaman Bahan organic bebas: - terkonsentrasi pada lapisan 0-20 cm dan tidak terukur pada 40-60 cm Bahan organic Fe dan Al : Tetap berdasarkan kedalaman (proporsi) Bahan organic terikat liat: Proporsi makin meningkat

Kadar C Organik (%) Asam Humik : Artic 56.2 Temperature asam : 53.8-58.7 Netral : 55.7-56.7 Subtropik : 53.6-55 Tropis : 54.4-54.9 Asam Fulvic: Artic : 47.7 Temperature asam : 47.6-49.9 Netral : 40.7-42.5 Subtropik : 42.2-44.3 Tropis : 42.8-50.6 Recovery dapat ditingkatkan dengan pemanasan setelah penambahan H2SO4 dimana recovery hampir sempurna (=150 C, dalam 1 menit) F (100/89)=1,12 Fe 2+ ClS= MnO2------memberikan nilai rendah Schollen berger: Sama dengan Walkley dan Black: tetapi dipanaskan 175C selama 90 detik Recoveri 85-90 % maka f=1,15 memberikan nilai tinggi Dipengaruhi oleh senyawa yang mudah teroksiodasi:

CHOOS Analisis:

Recovery 100% Faktor koreksi tersebut beragam Broadbent (1953) : Topsoil: 1.9 Subsoil: 2.5 Oleh karena itu sebaiknya dinyatakan dalam C Organik Walkley & Black: - Banyak digunakan - C dioksidasi oleh Cr2O72Kelebihan dititrasi oleh Fe2SO4 - Penambahan H2SO4-------panas sampai 120 oC Menuingkatkan oksidasi bentuk C Aktif tetapi tidak bentuk C-Inert ------ Oksidasi 60-86 % C ------ Faktor koreksi 1.30 - Peech (1947): Allison (1960) membagi 2 kelompok tanah: Recovery rendah: 59-74 % ---m=69 % Tinggi: 81-94 %---m=86%

BAHAN ORGANIK TANAH DI BAWAH TIGA TEGAKAN TANAMAN KEHUTANAN Pendahuluan Peningkatan kadar CO2 atmosfir membawa pemikiran untuk melihat peran komunitas tanaman darat dalam siklus C-global. Karbon terdapat dalam biomassa hutan, dalam lantai hutan atau lapsian serasah dan dalam tanah. Jumlah karbon tersebut banyak dipengaruhi oleh tipe hutan. Pemanenan merupakan bentuk kehilangan unsure hara. Bahan dan metoda Tempat penelitian di Hutan Gunung Walat pada tanah typic tropudult.

Tiga tipe tegakan penelitian yang digunakan yaitu tegakan damar, tegakan puspa, dan tegakan campuran antara dammar, puspa, dan tusam. Dilakukan pengukuran serasah dengan menggunakan jarring 1 x 1 m, 10 buah tiap tegakan. Dekomposisi serasah diamati selama 8 minggu, dengan menggunakan kantong jarring, sedangkan analisa tanah dari horizon A dan B. Hasil dan pembahasan Dari ketiga tegakan, tegakan puspa menghasilkan serasah paling tinggi, kemudian diikuti oleh tegakan campuran dan tegakan dammar. Jatuhan serasah pada ketiga tegakan didominasi oleh daun. Jatuhan serasah puspa terlapuk lebih cepat , kemudian diikuti oleh jatuhan serasah campuran, dan jatuhan serasah damar. Kalsium merupakan hara yang didaur paling banyak yaitu antara 118, 4 hingga 184,7 kg/ha/th, kemudian diikuti oleh K, N, dan Mg dan teraksir P. Jumlah serasah yang menumpuk di lantai hutan dihitung untuk tiap tegakan. Pada lantai hutan damar terdapat tumpukan serasah paling banyak, kemudian diikuti pada lantai hutan campuran dan lantai hutan puspa. Dilihat dari komponen tiga tegakan, terlihat bahwa proporsi komponen daun dalam tumpukan serasah menurun dibanding serasah segar, sedangkan komponen buah dan bunga serta ranting meningkat. Bila membandingkan antara produksi serasah terhadap jumlah tumpukan serasah pada lantai huta, yang disebut dengan turn over serasah terlihat bahwa nilai turn over serasah damar adalah yang terkecil, kemudian diikuti oleh serasah campuran dan terakhir puspa. Penumpukan serasah pada lantai hutan mempengaruhi sifat kimia tanah. Dimana pada horizon A memperlihatkan pH H2O tanah yang lebih rendah pada tegakan damar, dibanding tegakan puspa dan campuran. Namun sebaliknya terjadi pada horizon B dimana di bawah tegakan dammar, pH tanah paling tinggi diikuti puspa kemudian campuran. Walaupun tanah dibawah tegakan damar mempunyai nilai pH H2O yang terendah namun mempunyai jumlah kation-kation basa yang tertinggi, kemudian diikuti oleh tegakan campuran dan tegakan puspa pada horizon A. perbedaan tersebut lebih banyak

disebabkan oleh kadar Ca dan Mg yang berbeda mencolok di antara ketiga tegakan tersebut. Pada horizon B perbedaan tersebut tidak terlihat lagi. Kadar karbon tanah di bawah tegakan damar adalah paling rendah disbanding campuran dan puspa. Hal ini diduga karena pencampuran horizon organic dan bahan mineral oleh kegiatan biota tanah paling sedikit di tanah tegakan damar sehingga kadar C organic rendah. Kesimpulan Tegakan hutan berdaun lebar menghasilkan jatuhan serasah yang paling tinggi. Dari semua tegakan, serasah tersebut didominasi oleh daun, terutama serasah puspa yang mencapai 92%. Selain memproduksi serasah dalam jumlah tinggi, serasah puspa juga paling cepat terdekomposisi sehingga tumpukan serasah pada lantai hutan menjadi lebih sedikit. Namun mampu meningkatkan kegiatan biota tanah sehingga tanah pada tegakan puspa mempunyai kadar C organic tertinggi. Kalsium merupakan unsure hara yang terdaur paling banyak melalui serasah. Karenanya kation ini tertumpuk banyak pada horizon A terutama pada tegakan damar dan tegakan campuran.

PERBANDINGAN KONDISI HARA TANAH PADA BEBERAPA VEGETASI HUTAN menunjukkan bahwa pada tanah dengan vegetasi alang-alang kandungan hara K, Ca, dan Mg lebih tinggi disbanding dengan lainnya yaitu E. urophylla, P.merkusii, dan hutan alam. Namun kandungan C dan N pada tanah lebih rendah dibandingkan dengan vegetasi lainnya. Produktivitas serasah beberapa jenis vegetasi hutan menunjukkan bahwa pada jenis vegetasi E.urophylla rata-rata bobot kering serasah lebih tinggi dibandiang dengan vegetasi lainnya (P.merkusii dan hutan alam). Laju dekomposisi serasah (K) pada beberapa vegetasi hutan menunjukkan bahwa dengan vegetasi P.merkusii maka laju dekomposisi lebih lambat dibandingkan lainnya, sedangkan dengan vegetasi E. Urophylla laju dekomposisi pada awal tinggi namun juga laju dekomposisi cepat menurun setelah 4 minggu dan relative naik lagi pada 12 minggu.

Bobot serasah yang hilang pada proses dekomposisi beberapa vegetasi hutan menunjukkan bahwa persen bobot serasah yang hilang pada E.urophylla lebih tinggi dibandingkan yang lain setelah 16 minggu. Sedangkan pada P.merkusii bobot serasah yang hilang setelah 16 minggu lebih rendah dibanding vegetasi lainnya. Nisbah C/N serasah beberapa vegetasi hutan selama dekomposisi menunjukkan bahwa dengan vegetasi alang-alang pada awal dekomposisi mempunyai nisbah C/N yang tinggi yaitu 80 namun cepat menurun setelah 16 minggu. Begitu pula dengan E. Urophylla nisbah C/N cepat menurun walaupun pada awla dekomposisi nisbah C/N paling rendah disbanding vegetasi lainnya.

PENENTUAN BAHAN ORGANIK Kadar bahan organic diduga dari kadar C-Organik C-Organik ditetapkan melalui 2 cara: (1) Pembakaran kuantitatif dimana C ditetapkan sebagai CO2; dan (2) Reduksi Cr2O72- oleh bahan oraganik Bahan Organik termasuk: 1. Sisa tanaman dan hewan, yang cepat terakomodasi 2. Humus = Bahan organic resisten 3. Bentuk-bentuk inert (arang, batu bara, grafit) Ketiga bahan organic tersebut memiliki derajat oksidasi yang berbeda Menghitung C pada bahan organic menggunakan factor van Bemmelen = 1.724, dengan anggapan bahwa bahan organic mengandung 58 % C. PENGEKSTRAK BAHAN ORGANIK 1. Alkali : - NaOH 0.1-0.5 N Perbandingan tanah: LAR=1:2 - 1:5 Menyebabkan hidrolis, dekarboxsilasi, otoksidasi------dicegah: dingin, N2 2. Asam : - Protonasi senyawa O, N Aromatik--- meningkatkan kelarutan - As. Formiat, Asam Laktat HCl dan H2SO4 3. Garam Netral garam-garam oksalat, Halonat, saliisilat, dengan efisiansi kation Li>Na>NH4>K>Mg

Anion asam mengkelat logam Na-pirofosfat banyak digunakan B.O non polar mudah larut dalam pelarut organic Senyawa organic yang dapat megkelat logam dapat digunakan untuk mengekastrak bahan organic dari horizon Spodik

4. Pereaksi organic

Anda mungkin juga menyukai